Part 12 - Juara umum
"Lo lagi nulis apaan?" tanya Lila heran. Tumben sekali temannya itu rajin menulis di saat jam istirahat seperti sekarang.
Amanda kemasukan setan apa coba?
Amanda mengangkat kepalanya, dia menatap Lila dengan pandangan penuh misteri. "Gue lagi nulis target yang mau gue capai semester ini."
"Coba gue liat," ujar Lila ingin tahu. Ia menarik kertas tersebut dari tangan Amanda.
Keinginan ter-update
1. Jadi pacar Arsen
2. Jadi pasar Arsen
3. Jadi pacar Arsen
4. Jadi juara umum kelas IPS
Untuk tiga keinginan pertama, Lila sudah tidak heran jika Amanda menginginkan hal itu. Tapi, apa tidak salah dengan keinginan Amanda yang terakhir? Juara umum? Hei, bahkan Lila yakin Amanda tidak tahu siapa nama calon presiden dan wakil presiden yang akan ikut pemilihan periode ini.
"Lo mau jadi juara umum semester ini?" tanya Lila memastikan.
Amanda tersenyum lebar. Teramat sangat lebar, dan penuh rasa percaya diri. "Gue bakal belajar keras untuk masa depan bangsa dan negera."
"Belaga mau mikirin masa depan bangsa dan negara. Masa depan lo aja masih buram," nyinyir Lila.
"Mulut lo tajam banget. Lebih tajam dari pada nitijen." Amanda mengambil kembali daftar keingannya dari tangan Lila. Ia melipat kertas tersebut, lalu menyimpannya dengan baik di dalam tas.
"Sebagai teman yang baik lo itu harusnya dukung gue. Bukan malah menjatuhkan gini. Teman macam apa Anda ini?" ujar Amanda berapi-api.
"Sebagai teman yang baik justru gue mau bantu lo buat bangun dari mimpi yang teramat sangat panjang," balas Lila tidak mau kalah.
"Bodo amat. Udah ah, gue mau cabut."
Lila menatap bingung. "Mau ke mana? Gue ikut."
"Mau ke perpus."
What the hell? Perpus? Perpustakaan maksudnya? Tempat yang penuh dengan buku itu? Apa tidak salah?
"Mau ngapain?" tanya Lila takjub.
"Ya, mau belajar lah! Gue mau jadi juara umum, jadi harus benar-benar belajar mulai sekarang," ucap Amanda sok bijak.
"Lo teman gue, kan? Lo Amanda?" Lila memeriksa suhu tubuh Amanda dengan meletakkan tangannya di kening perempuan itu. "Nggak panas," nilainya.
"Ih, apa sih?" Amanda menjauhkan tangan Lila. "Lo pikir gue sakit?!"
"Badan lo nggak sakit, mungkin otak lo yang sakit," ujar Lila dengan polosnya.
"Bodo!" balas Amanda tidak peduli. Dia mulai melangkah pergi.
"Manda, lo serius mau ke perpus?" tanya Lila memastikan.
"Serius lah!" jawab Amanda tanpa menoleh.
Lila mengejar Amanda yang sudah mencapai pintu kelas. "Kita ke kantin aja, yuk?" ajak Lila.
"Maaf, hari ini gue lagi rajin," tolak Amanda.
"Gue nggak ikut kalau ke perpus. Lo pergi sendiri saja," Lila sengaja menanas-manisi Amanda. Ingin melihat seberapa teguh keyakinan Amanda untuk pergi ke perpustakaan.
Dan Amanda tidak goyah! Dengan langkah mantap Amanda meninggalkan kelasnya menuju perpustakaan. Membuat Lila menganga tak percaya. Cinta memang gila, bisa merubah Amanda yang gila menjadi stres. Eh?
Saat melewati kelas 11 IPS 3 langkah Amanda terhenti. Afgan yang kebetulan keluar dari kelasnya menyapa Amanda. "Amanda," panggil Afgan.
Selang beberapa detik kemudian teman-teman Afgan yang lain juga ikut keluar, termasuk Arsen. Sepertinya mereka akan pergi ke satu tempat bersama-sama.
"Ar-- maksudnya Afgan," Amanda tersenyum cerah. Fokusnya hanya tertuju pada Afgan saja, tidak pada yang lain, tidak juga pada Arsen.
"Lo mau ke mana?" tanya Afgan.
"Gue mau ke perpus baca buku. Gue kan anak rajin," Amanda tertawa sendiri akan leluconnya.
"Wah, kebetulan gue juga mau ke perpustakaan," sambar Afgan dengan cepat.
"Lho, bukannya kita mau ke kantin?" Dengan polosnya Ridho bertanya.
Tadinya Afgan memang berniat ke kantin bersama teman-temannya. Namun, melihat Amanda dengan semangat belajar yang tinggi ingin membaca buku di perpustakaan, mendadak semangat belajar Afgan juga ikut naik. Dia juga ingin ke perpustakaan.
"Gue ke kantinnya nanti aja, sekarang kalian saja dulu. Gue mau ke perpus bareng Amanda," Afgan ngeles.
"Serius lo mau ke perpus? Yuk, kita barengan," tutur Amanda sumbringah.
"Yuk! Kami duluan ya semua," pamit Afgan pada teman-temannya.
"Senang deh ada teman yang mau di ajak ke perpus bareng. Gue tuh emang suka baca buku. Belajar siang-malam. Rencananya sih gue bakal jadi juara umum dari kelas IPS semester ini," curhat Amanda sambil mulai melangkah menuju perpustakaan. Itu cerita yang terlalu berlebihan
"Masa? Wah, kok sama? Gue juga pengen jadi juara umum," Afgan menanggapi cerita Amanda dengan nada antusias.
"Lo bisa jadi juara umum dua. Gue juara satu. Nanti kita berdiri sampingan di depan semua murid," Amanda semakin antusias.
Percakapan singkat itu saja yang di dengar Arsen dan teman-temannya sebelum Amanda dan Afgan menjauh di makan jarak. Hanya punggung keduanya saja yang terlihat semakin kecil di mata Arsen.
"Wah, Afgan gerak cepat ya," Bayu berkomentar melihat kedekatan Afgan dan Amanda.
"Muka lo udah nggak ganteng lagi, ya?" Ridho meraih wajah Arsen, menelitinya apakah ada yang salah dengan wajah itu. "Masih ganteng kok. Tapi kenapa Amanda berpaling, ya?"
"Apa sih, lo?!" ketus Arsen. Lalu dia pergi meninggalkan teman-temannya terlebih dahulu menuju kantin. Mood Arsen sedang tidak baik saat ini.
_o0o_
"Afgan," bisik Amanda.
Afgan menoleh dari buku yang sedang ia baca. Ditatapnya Amanda dengan pandangan apa.
Amanda menarik kursi bacanya lebih dekat dengan Afgan. Suasana perpustakaan cukup ramai hari ini, suara bisik-bisik terdengar dari setiap sudut. Jika Amanda mengobrol, suaranya tidak akan terdengar mencolok.
"Tadi lo perhatikan ekspresi Arsen, nggak?" tanya Amanda.
Afgan tak paham dengan pertanyaan Amanda. Dia mengangkat satu alisnya seolah memberi isyarat agar Amanda lebih memperjelas pertanyaannya.
"Maksud gue, waktu tadi gue ngajak lo ngobrol kira-kira ada aura cemburu dari ekspresi Arsen?" tanya Amanda dengan suara sepelan mungkin.
"Jadi benar lo itu bucin-nya Arsen?" Afgan balik bertanya.
"Ih, nggak!" jawab Amanda.
"Masa? Kenapa lo harus peduli tentang wajah Arsen cemburu atau tidak?"
Amanda menghela napas. "Lo pasti belum tau perjuangan cinta gue, kan? Well, gue memang suka sama Arsen sejak pertama kali kami bertemu waktu MOS. Dia itu pernah nolong gue waktu di hukum sama senior. Cuma ya gitu, karena tingkah gue yang bar-bar Arsen jadi ilfeel."
"Mati-matian gue ngejar Arsen, tapi dia tetap saja nggak suka sama gue," lanjut Amanda.
"Cewek itu nggak seharusnya ngejer cowok. Cowok yang harus berjuang," tanggap Afgan.
Amanda tersenyum miris. "Gue kejar aja Arsen nggak dapat. Apalagi kalau gue cuma diam tanpa perjuangan, ya Arsen akan semakin jauh."
Dapat Afgan rasakan kesedihan yang coba Amanda tutup-tutupi. Amanda menunduk. Matanya menatap lurus ke atas meja baca. Ada rasa kesepian yang tersirat di mata Amanda.
"Di mata murid-murid di sekolah ini gue murahan. Mereka menilai gue sebagai perempuan yang dengan suka rela melemparkan tubuh ke arah Arsen. Orang-orang hanya bisa menilai, tanpa mengetahui kebenarannya. Gue bukan cewek seperti itu. Gue berjuang untuk Arsen karena gue memang cinta," Amanda tertawa pelan, namun terdengar miris. "Cinta gue murahan, ya?" tanyanya sedih.
"Siapa bilang cinta lo murahan?! Siapa, hah? Biar gue hajar orangnya?" tanya Afgan, dia menyingkap tangan bajunya, seolah siap bertempur untuk melawan para musuh yang melukai Amanda.
"Stttts, jangan ribut," tegur seorang murid yang duduk tidak jauh dari mereka. Siswa berkaca mata itu merasa terganggu dengan keributan yang diciptakan Amanda dan Afgan.
Amanda dan Afgan menoleh bersamaan. Lalu nyengir sambil mengucapkan maaf.
"Kadang gue merasa nggak ada yang suka sama gue, nggak ada yang sayang sama gue, nggak ada yang peduli sama gue, nggak ada yang membutuhkan gue. Hanya ada diri gue sendiri dan kesedihan," Amanda tersenyum miris. Ia berbisik pelan.
"Lo jangan rendah diri. Lo yang terbaik. Cinta yang lo punya hebat. Jangan sedih dengan apa yang dipikirkan orang-orang. Jadi diri lo sendiri. Lo punya karakter yang kuat untuk membuat orang-orang jatuh cinta," bisik Afgan di telinga Amanda.
Membuat Amanda merasa berharga untuk pertama kalinya.
Tbc
Makasih sudah mampir 😍
Mau satu part lagi?????
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top