Part 11 - Kantin

"Uang lo ada nggak, Manda? Gue nggak mau ya bayarin jajan lo kayak kemarin," ujar Lila penuh peringatan. Dia masih trauma dengan kejadian di bawah tenda tukang batagor.

"Ada dong! Gue di kasih jajan banyak karena hari ini pertama masuk sekolah!" Amanda tersenyum senang.

Tadi pagi dia merengek pada Bu Asih -pembantu rumah tangga- mereka untuk diberikan jajan lebih. Lima  ribu rupiah yang diberikan Bu Asih membuat Amanda senang bukan main. Padahal orangtuanya cukup kaya untuk memberikan lebih daripada itu pada Amanda. Bukan nominalnya yang Amanda lihat, tapi rasa kasih sayang Bu Asih padanya yang jarang ia dapatkan dari kedua orangtuanya.

"Memangnya lo dapat jajan tambahan berapa?" tanya Lila kepo.

"Lima ribu!" Harusnya Lila tak bertanya. Sudahlah!

Lima ribu rupiah membuat Amanda girang bukan main. Aneh!

Saat ini keduanya sedang berjalan beriringan memasuki area kantin. Tampak kantin SMA Panca Dharma sesak oleh puluhan murid.

"Ada rombongan Arsen," bisik Lila pada  Amanda. Matanya menunjuk ke arah Arsen dan kawan-kawan yang sedang duduk bersama di kantin.

Tangan Amanda naik ke atas seolah ingin menyapa. Namun, dengan cepat Lila menarik tangan Amanda untuk kembali turun. "Ingat, Arsen udah punya pacar," peringat Lila.

"Siapa juga yang mau nyapa Arsen," cibir Amanda.

"Afgan." Amanda kembali mengangkat tangannya, lalu menyapa seseorang yang juga berada satu meja dengan Arsen.

"Afgan?" bisik Lila bingung.

Yang dipanggil Afgan menoleh.  Matanya langsung tertuju pada Amanda.  Tak lupa Afgan tersenyum lebar pada Amanda.

Sementara teman-teman Arsen yang lain mulai berbisik. Biasanya Amanda hanya mengenal satu nama, yaitu Arsen. Tumben sekali berubah menjadi Afgan.

"Wah, jadi nama lo benar Afgan?" tanya Amanda takjub. Kini dia sudah sampai di meja para laki-laki tampan itu berkumpul.

Arsen melihat Amanda secara terang-terangan. Aneh juga perempuan itu tidak merecokinya seperti biasa.

Afgan tertawa. "Nama gue memang Afgan dari lahir. Kita belum kenalan secara resmi tadi pagi."

"Lo masuk di kelas 11 IPS 3, ya? Ih, harusnya lo masuk ke kelas gue aja biar ada cowok gantengnya, di kelas gue cowoknya jelek semua. By the way, gue kelas 11 IPS 4. Kelas tetangga," tutur Amanda dalam satu tarikan napas.

"Nanti gue datang ke kelas lo."

Amanda merubah ekspresinya menjadi penuh tanya. "Ngapain?"

"Ngapain, ya? Nggak ada sih. Gue cuma basa-basi doang," balas Afgan jujur.

"Nggak jelas banget deh. Seru kan sekolah di sini? Apalagi teman-teman lo anak-anak elit semua." Amanda mengabsen teman-teman Afgan satu per satu dengan gerakan mata, termasuk Arsen.

Awalnya Arsen berpikir Amanda akan menatapnya lama. Ternyata perempuan itu hanya sekilas saja melirik padanya. Amanda berubah seratus delapan puluh derajat, heh? Apa ketampanannya berkurang sehingga perempuan itu bersikap tidak antusias lagi? Ah, bodo amat!

"Teman-teman lo pangeran sekolah semua," puji Amanda pada Afgan.

"Kursi gue dekatan sama mereka. Jadi lebih akrab sama mereka daripada yang lain," tutur Afgan.

Arsen memiliki teman main yang banyak, namun paling akrab dengan Ridho dan Bayu. Dan sepertinya sebentar lagi akan bertambah satu, Afgan. Tidak menutup kemungkinan mereka akan menjadi teman akrab melihat obrolan mereka yang selalu nyambung dengan Afgan, padahal ini baru hari pertama Afgan menjadi murid baru.

"Hati-hati ketularan sifat dingin teman satu geng lo. Bisa-bisa lo berubah jadi kulkas nanti." Amanda menepuk bahu Afgan sebanyak dua kali, seolah memberi peringatan.

Arsen merasa tersinggung.

"Gue cabut ya. Semoga lo betah sekolah di sini, Afgan. Daaah, semua." Pamit Amanda sambil menarik lengan Lila. Keduanya berlalu pergi begitu saja. Dalam hati Amanda bersorak senang, dia berhasil bersikap cuek pada Arsen.

"Gue ngerasa aneh sama Amanda," ujar Ridho selepas Amanda berlalu.

"Aneh kenapa?" Bayu menanggapi.

"Aneh aja kalau dia nggak antusias di depan Arsen. Secara kan dia bucin-nya Arsen," tambah Ridho.

"Jangan asal ngomong lo!" sela Arsen tak suka.

"Emang Amanda pacarnya Arsen?" tanya Afgan dengan polos. Ya, dia mana tau soal Amanda itu bucin Arsen. Ayolah, Afgan orang baru di sini.

"Bukan pacar Arsen, sih. Tapi lo belum tau aja gimana Amanda tergila-gila sama Arsen. Asal lo tau, cinta Amanda ke Arsen itu udah kayak orang yang kena pelet," cerita Bayu.

"Masa? Dia cuek aja kok tadi," sanggah Afgan.

"Kenapa lo keberatan gitu? Lo suka sama Amanda?" Pertanyaan Ridho pada Afgan berhasil membuat Arsen menoleh. Dia ikut menatap Afgan yang kini terlihat bingung.

"Dia cewek yang unik," jawab Afgan sambil tersenyum geli mengingat pertemuan pertamanya denban Amanda tadi pagi.

"Unik. Tapi aneh," sanggah Arsen.

"Gue rasa bukan hal sulit buat suka sama dia," tambah Afgan.

"Gue nggak setuju." Ridho geleng-geleng. "Buktinya Arsen nggak suka sama Amanda."

"Ini masalah selera, man," jawab Afgan kalem.

Ridho dan Bayu mengangkat bahu, terserah saja lah. Mungkin bagi Arsen, Amanda itu tidak menarik. Dan mungkin bagi Afgan, Amanda itu sangat menarik. Tergantung selera memang.

"Lo terlalu sibuk berlari, sampai nggak sadar kalau dia sudah tidak mengejar lagi," nyinyir Bayu pada Arsen.

_o0o_

"Gimana tadi? Gimana akting gue waktu ketemu Arsen? Gue nggak keliatan masih suka sama dia, kan? Dia ngeliatin gue lama banget tadi bikin lutut gue lemas. Aduh Arsen, coba aja lo nggak punya pacar. Udah gue kejar lo sampe ke ujung dunia," oceh Amanda.

Lila tak menanggapi. Biar kan Amanda dan segala pemikirannya.

"Apa Arsen cemburu tadi?" Amanda meminta pendapat Lila.

"Cemburu kepala lo! Muka dia lempeng gitu waktu lo deketin Afgan," nyinyir Lila sambil memasukkan suapan terakhir dari nasi gorengnya.

Mata Amanda melirik pada meja Arsen dan kawan-kawan. Ada sekitar lima meja yang memisahkan mereka. Rombongan Arsen duduk di meja dekat pintu masuk kantin, Sementara Amanda dan Lila hampir di sudut belakang.

"Arsen, Arsen. Lo cuma harapan semu bagi gue," desah Amanda dengan nada yang dibuat frustasi dan sedikit lebay.

"Makanya  cari cowok lain aja," saran Lila.

"Siapa? Emang ada yang mau sama gue? Lo tau sendiri kan gue itu malu-maluin. Udah makannya banyak, pecicilan, cerewet, hidup lagi. Siapa coba yang mau sama gue?! Cuma member BTS yang sudi nikahin gue. Sayangnya member BTS belum di pertemukan sama gue," cerita Amanda  ngaco.

"Makin geser otak lo sejak ditinggal Arsen," balas Lila.

Amanda meraih teh botoh miliknya, lalu ia seruput dengan rakus. "Yuk, kita  balik ke kelas."

"Lo nggak mau tambah lagi? Biasanya lo makan banyak, tumben cuma sedikit?" tanya Lila heran.

"Gue lagi patah hati ceritanya. Jadi harus makan sedikit, biar keliatan frustasi," cicit Amanda sok sedih.

"Ada gitu orang frustasi bilang-bilang?" sindir Lila pelan. "Ayo, kita cabut." Kemudian Lila berlalu pergi terlebih dahulu. Di ikuti Amanda yang berjalan sekitar satu langkah di belakang Lila.

"Afgan," sapa Amanda saat melintasi meja para cogan itu berkumpul. Seperti biasa, dengan nada sok akrab.

"Kalian udah mau balik?" tanya Afgan.

"Ya udah, sana balik! Nggak udah sok akrab, sih," sela Arsen. Nadanya terdengar kesal.

Amanda melirik sebentar. Kemudian berdecih, respon yang tidak pernah ia berikan untuk Arsen.

"Oh iya! Afgan, ini wafer buat lo." Amanda merogoh saku roknya. Tangannya terulur memberikan wafer harga dua ribu pada Afgan, wafer hasil kembalian saat Amanda jajan tadi.

"Biasanya wafer itu punya lo," bisik Ridho pada Arsen.

"Nggak peduli gue!"sahut Arsen. Sejak tadi Ridho dan Bayu merecoki dirinya tentang perubahan sikap Amanda.

"Wah, makasih." Afgan merima wafer itu dengan suka cita. Membuat senyuman di wajah Amanda merekah lebar.

"Sama-sama," wajab Amanda bahagia. "Gue duluan ya semua."

"Iya! Iya," jawab mereka, kecuali Arsen.

Mati-matian Amanda menahan dirinya untuk tidak melirik pada Arsen. Berbagai doa Amanda lafalkan agar tidak khilaf melanggar janji yang ia buat untuk dirinya sendiri agar menjauhi Arsen. Ini lebih sulit dari yang Amanda bayangkan.

Amanda  menghela napas lega ketika keluar dari area kantin. Berhasil! Dia berhasil untuk menjauhi laki-laki tampan yang bernama Arsen.

"Gimana? Apa barusan Arsen kelihatan cemburu?" Amanda meminta pendapat dari Lila, lagi.

Lila memasang wajah prihatin. "Mukanya lempeng aja tuh!

Amanda menghela napas. Memang sudah takdirnya untuk selalu disakiti. Well, seharusnya Arsen jangan menyakiti Amanda, apalagi hati Amanda. Karena tepat di hati Amanda ada Arsen.

Tbc

Makasih udah mampir 😚😍💋

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top