Empat
Empat
Kaki jenjang itu melangkah turun dari kendaran umum yang ia tumpangi. Tubuhnya terasa membeku saat melihat sebuah gedung mewah bertingkat di hadapannya. Rasanya masih seperti mimpi ia dapat bersekolah ditempat semewah ini. Tak sabar, ia segera menggerakkan kaki-aki jenjangnya menyebrangi jalan untuk sampai di gedung mewah tersebut. Tanpa sadar, diujung jalan ada sebuah mobil sport melaju dengan kencang, membuat gadis itu tak mampu berbuat apapun. Seakan sudah direncanakan, seluruh tubuhnya terasa membeku. Tulang-tulang kakinya serasa terpasung, membuatnya sulit untuk bergerak.
Gadis itu memejamkan matanya dengan pasrah. Mungkin sebentar lagi tubuhnya akan melayang lalu jatuh dengan resiko tulang-tulang patah diseluruh tubuhnya. Atau bisa lebih parah lagi, ia membentur badan mobil, kemudian terpelanting jauh, lalu membentur kerasnya aspal jalanan, hingga membuatnya tak bernyawa seketika. Ia bergidik ngeri membayangkan itu semua akan terjadi padanya dalam hitungan detik. Namun, saat ia menghitung sampai hitungan ketiga, tak ada tanda-tanda apapun yang akan menyebabkan tubuhnya remuk.
Dengan memberanikan diri, gadis itu membuka matanya secara perlahan. Seketika kedua bola matanya membulat saat menemukan seseorang yang berdiri menjulang di hadapannya, yang kini menatapnya dengan sengit.
“You crazy?” Bentaknya yang kembali menyadarkan gadis itu ke dalam dunia nyata. Gadis itu hendak membalas ucapan pemuda di hadapannya, saat tak sengaja ia bertatapan langsung dengan manik mata pemuda tersebut. Semua sumpah serapahnya hilang dalam sekejap. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya saat sebuah kesadaran hinggap dipikirannya.
“Orang ini kan—”
“Oh, jadi kamu orang Indonesia rupanya!” Sela pemuda itu dengan nada sinis yang sangat terdengar jelas di indera pendengar gadis di depannya
“Ka-kamu, bisa berbicara dengan bahasa Indonesia?” Tanyanya tak percaya.
“Of course. Dan, kamu ingin bunuh diri, begitu?”
Gadis itu mengernyit tak mengerti. “Bunuh diri?”
“Ya, untuk apa kamu berdiri di tengah jalan, kalau bukan untuk bunuh diri, hah?”
Gadis itu memberengut kesal, enak saja ia dianggap ingin bunuh diri. Hidupnya itu terlalu indah jika ia akhiri dengan secepat itu. “Kalau aku mau bunuh diri, apa pedulimu?”
“Tentu aku peduli, karena kamu ingin menabrakkan dirimu dengan mobilku. Aku tidak ingin mobilku terkena sial hanya karenamu.” Balas pemuda itu dengan sengit, membuat gadis di depannya ingin sekali mencekiknya.
“Suka-suka akulah.”
“Dasar gadis gila.” Makinya seraya berlalu dari hadapan gadis tersebut yang mengumpat tak jelas di belakangnya.
****
Aluna menghentak-hentakkan kakinya dengan kesal. Pagi-pagi ia sudah dibuat sial oleh pemuda asing yang sangat menyebalkan. “Dia pikir dia siapa?”
Aluna meloncat-loncat saking kesalnya, tanpa menyadari keadaan disekitar tempatnya berdiri saat ini. Sampai beberapa detik kemudian, Aluna baru menyadarinya. Ia meringis menatap sekelilingnya. Dengan, buru-buru ia melangkahkan kakinya, hingga tiba-tiba ia berhenti karena menabrak seseorang.
“Oh. My. God!” Gumam Aluna saat menyadari ia menabrak seseorang. “Ma-maaf. Aku tidak sengaja.” Aluna berkata dengan gugup, membuat gadis di depannya mengernyit. Bukan karena kegugupan Aluna, melainkan karena bahasa yang digunakannya.
Melihat gadis di depannya yang tampak bingung, Aluna segera tersadar dengan apa yang telah ia ucapkan. “Maksudku—Eh, So-sorry. I'm Sorry.”
“Tidak apa-apa.” Balasnya yang seketika membuat kedua bola mata Aluna membulat seketika. Amazing! Dalam satu hari ia sudah menemukan dua orang yang dapat berbicara menggunaka bahasa Indonesia seperti dirinya.
Dengan segera, Aluna mengulurkan tangannya ke hadapan gadis yang terjatuh. Gadis itu menatap tangan Aluna yang terulur kearahnya. Ragu-ragu, ia menerima uluran tangan itu. “Terimakasih.” Ucapnya setelah ia berdiri tegak di hadapan Aluna.
Aluna mengangguk sebagai jawaban. “Maafkan aku.”
Gadis itu melakukan hal yang sama, ia mengangguk menjawab permintaan maaf dari Aluna. Kembali, Aluna mengulurkan tangannya kearah gadis di depannya. “Perkenalkan, namaku Aluna Shakila. Kamu bisa memanggilku Al.”
Gadis itu terdiam sejenak, sebelum akhirnya menjabat tangan Aluna. “Sharoon Caroline.”
****
Quotes: “Bukan aku yang memilihmu. Tapi, hati yang menginginkanm.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top