Part 12: You're The Only One

Beberapa hari ini Senku membuatnya menjadi objek penelitiannya (hanya dalam pepatah). Tatapan pemuda itu melekat pada setia gerak-geriknya, membuatnya tidak bisa bergerak leluasa. Namun hari ini kelihatannya tatapan tersebut lebih intens daripada biasanya.

"Err Senku-chan?" Gen mencubit pipi pemuda tersebut dengan pelan, berusaha mengambalikan fokus Senku kepada dirinya, bukan pada salah satu bagian dari tubuhnya.

"Oi Gen." Senku juga memanggil namanya namun dengan nada seperti protes. "Siapa yang melakukannya? Ryuusui atau Mozu? Aku ragu kalau Ukyo yang melakukannya tapi dia juga cukup mencurigakan..."

Ia tidak berhenti mengoceh sambil menunjuk lehernya sendiri.  

"Haa?"  Gen memiringkan kepalanya, lalu sesuai petunjuk Senku ia melihat lehernya sendiri. Di lehernya terdapat bercak-bercak merah yang familiar, setelah menyadari apa yang di maksud Senku ia segera merapikan kerah bajunya.

"Senku-chan...Hebat sekali kau bisa menemukannya huh?" Pujinya yang tulus dari dalam lubuk hatinya.  Padahal ia selalu berpakaian tertutup, di tambah lagi sekarang ini ia sedang memakai jaket musim dinginnya. "Apa kau diam-diam juga punya penglihatan tajam seperti Kohaku-chan?" tanyanya setengah bercanda.

"Daripada itu. Bukannya lebih baik kau menjelaskan apa yang terjadi dengan bekas cumbuan itu?" Senku mempertegas setiap katanya. Ini pertama kalinya Gen mendapati Senku yang sekesal ini. 

"....Bisa di bilang." Gen tidak bisa segera menjelaskannya. Orang yang paling tua di ruangan tersebut menghela nafas panjang, ia sama sekali tidak bisa menatap lawan bicaranya. Perasaannya saat ini tercampur aduk antara segan dan bersalah.

    Sebelum melanjutkannya ia mengangguk kecil. "...Kau boleh memarahi ku sepuasnya," ujarnya dengan suara lirih.

    "Nah aku akan memarahi mu setelah aku mendengar penjelasannya," balas Senku dengan santai namun sorot matanya membebani Gen dengan berat yang berlebihan. "Aku bisa menunggu mu seharian."

    "Ujung-ujungnya aku tetap di marahi huh..." Gen mengosok tengkuknya dengan canggung. "Baiklah kalau kau bersi keras mengetahuinya."

    Mau tak mau Gen menceritakannya. Intinya ia menyalahkan dirinya sendiri karena ia yang ikut terbawa suasana, yang merupakan kebiasaan buruknya. Ketika Senku menanyainya dengan siapa ia melakukan 'kegiatan malam' tanpa sepengetahuan dirinya, Gen menolak untuk menyebutkan nama pasangannya.

    "Hmm..." Senku bersedekap dada dan menyipitkan matanya penuh dengan kecurigaan. "Bekasnya masih baru, kurasa itu menjelaskan kenapa kau pulang terlambat kemarin hmm?"

    "Kau terdengar seperti istriku, Senku-chan." Gen tersenyum canggung. "Sebenarnya aku tidak ingin membahas kehidupan pribadiku di depanmu, tapi karena kau yang bertanya..."

    "Dan kenapa kau tidak mau membahasnya? Kita tinggal serumah."

    "Karena kau adalah orang yang kusukai?" Jawaban Gen kelur secara spontan dan polos namun terdengar tidak begitu yakin. Senku semakin tidak memahami jalan pikiran si mentalist, membuatnya mau marah tapi tidak bisa. "Aku tidak mau kau memandangku dengan sebelah mata tapi aku juga tidak bisa mengelak, karena inilah diriku yang sebenarnya."

    "Jujur saja ketika kau bilang aku boleh memperjuangkan perasaanku, aku senang. Semenjak itu aku ingin lebih jujur padamu. Namun di saat yang sama aku mulai ragu apakah aku bisa menarik perhatianmu? Kau tahu aku tidak sepolos Kohaku-chan atau Chrome-chan," jelasnya yang kali ini berhadapan langsung dengan lawan bicaranya.

    Senku memegangi kepalanya, penjelasan Gen membuatnya pusing tujuh keliling. "Kepribadianmu kacau sekali," gumamnya sendiri. "Kurasa itu juga yang membuat orang-orang tertarik padamu huh."

"Maa tenang saja kita melakukan dengan ster—"

Sebelum Gen menyelesaikan kalimatnya Senku menutup mulut usil tersebut dengan telapak tangannya. "Aku tidak mau mendengarkannya!" serunya lalu mencengkram dagu Gen dengan gemas sekaligus gregetan. 

"Kau tahu kau sudah selingkuh di belakangku huh?" omelnya yang wajahnya di penuhi tanda siku-siku.

"Senku-chan kau bisa mencekikku!" protes Gen seraya berusaha melepaskan diri dari cengkraman Senku. "Apalagi kita berdua tidak punya hubungan seperti itu!" serunya yang berusaha membela diri.   

Senku mengubah posisi tangannya, sekarang gilirannya yang mencubit pipi si mentalist. "Ha. Kita masih belum punya hubungan seperti itu," ujarnya lalu akhirnya menghentikan tangannya. "Dan itu bukan alasanmu untuk bermain dengan orang lain, mau itu laki-laki atau perempuan."

Gen cemburut. "Kau memang suka seenaknya sendiri huh..." protesnya sambil mengosok bagian wajahnya yang merah dan sakit. "Kalau begitu Senku-chan mau jadi pacarku?" tanyanya blak-blakan.     
"Aku sudah bilang aku menyukaimu kan? Tapi kau tidak mempercayaiku..."

Gen menggeleng cepat. "Tidak. Aku tidak pernah sekalipun mendengarnya," jawabnya. "Kau bilang tidak ada orang yang kau sukai, semuanya hanya gosip kan?"

Senku menggosok dagunya. Jadi, semua ini salahnya?

"Pfft..." Gen menahan tawanya.  "Kurang lebih aku tahu kau menyukaiku, yang kuragukan cuma apakah rasa sukamu sama dengan rasa sukaku?" katanya lalu tersenyum lembut. "Perasaan suka dan cinta, keduanya bisa datang dalam berbagai bentuk dan rupa."

Senku mengangguk setuju. "Oleh karena itu aku ingin segera meyakinkan mu kalau rasa suka yang kita rasakan adalah sama, tidak kurang tidak lebih."

...

"Yuzuriha apa yang kau lakukan?" tanya Taiju yang kebetulan melewati rumah Senku dan mendapati Yuzuriha yang mengintip ke dalam kediaman teman mereka tersebut dari celah pintu.

    "Stt.." Gadis itu mendesis seraya meletakan jari telunjuknya di depan bibir. "Ini sudah siang tapi entah kenapa Senku dan Gen masih di dalam rumah. Bukannya ini membuatmu penasaran?"

    "Eh!? Masa mereka bertengkar?"

    "Ssst! Taiju, kau tidak perlu mencemaskan mereka berdua. Saat ini Gen bukan sedang bersama Mozu, mana mungkin mereka bertengkar."

    " Iya juga sih..."

    Tidak lama kemudian, Taiju dan Yuzuriha menarik perhatian orang lain yang melewati rumah sang kepala desa. Salah satunya adalah Ukyo. Si lelaki bertopi yang berpendengaran tajam tersebut bisa dengar jelas pembicaraan Senku dan Gen, meski hanya dari teras rumah.

    "Ah...Senku mengungkapkan perasaannya pada Gen," komennya dengan santai. "Meski dengan cara yang berbelit-belit."

    "Eh benarkah!?" Kini Yuzuriha yang heboh, gadis itu sampai lupa dengan sikon di sekitarnya. "Ukh aku hanya bisa mendukung mereka berdua dari jauh..."

    "Oh jadi yang di sukai Senku rupanya Gen ya?" tambah Taiju dengan polosnya.

    Kohaku yang kebetulan ada di dekat situ juga ikut di buat penasaran. Setelah mendapatkan penjelasan tentang bagaimana bisa teman-temannya berkerumun di depan rumah kepala desa, gadis itu menjadi sangat bersemangat untuk mengintip pembicaraan Senku dan Gen di dalam sana.

    Gerombolan tersebut sekarang punya mata dan telinga yang jeli untuk memata-matai target mereka. Di dunia batu memang tidak gampang untuk menjaga privasi ya?

    "Tapi bukannya mereka berdua seperti berdiskusi ketimbang pengakuan? Sama sekali tidak ada romantis-romantisnya," omel Kohaku yang sedikit kecewa. "Apa yang di lakukan mereka berdua? Apa mereka mau berakhir seperti Chrome dan Ruri-nee?"

    "Hentikan Kohaku. Aku jadi mulai kasihan pada Chrome dan Ruri, kau tidak perlu membahas mereka berdua." Ukyo tersenyum miring, dari awal dia tidak berharap banyak dengan temuan mereka hari ini.

"Sebagai penggemar beratmu aku merasa terhormat kalau Senku-chan juga merasakan hal yang sama denganku!"

    Setelah mendengarkan (menguping) Gen yang mengatakan hal yang mengecewakan banyak orang tersebut, sambil melempar senyuman sehangat matahari pagi, auto mereka semua bertepuk jidat tidak terkecuali Senku yang ada di dalam sana.

    "Itu yang kau dapatkan kalau kau tidak langsung mengatakan nya dengan terus terang kalau kau mencintainya," komen Ukyo dengan datar. Dia sudah terbiasa dengan keantikan Senku dan Gen.

...

    Senku memijat kepalanya. Dia mulai curiga kalau Gen sengaja mempermainkannya sebagai balas dendam karena telah ditolak sekali.

    "Gen," panggilnya lalu menarik tubuh si empunya nama untuk mendekatinya. Senku mendekatkan wajahnya, sampai pada jarak di mana hidung mereka hampir bersentuhan. "Aku mencintaimu," bisiknya tepat di sebelah telinga Gen.

    Seluruh tubuh Gen melonjak kaget lalu melakukan reaksi penolakan. Spontan ia mencoba mendorong Senku agar menjauh darinya namun usahanya gagal. Senku menangkap tangannya dan menahannya agar tidak bergerak.

    "Lihat? Kau tidak mempercayaiku," ujarnya dengan suara lembut. "Kukira aku ingin kau kembali mempercayaiku terlebih dahulu sebelum mengaku padamu, tapi kau sudah menyudutkanku..."

    "Sen-senku-chan kumohon jangan men—" Sebelum Gen selesai berbicara mulutnya di bungkam dengan ciuman Senku. Wajah merah padam bagaikan buah tomat segar. Mau bagaimana dirinya meronta Senku tidak berniat melepaskannya, yang ada ciuman tersebut semakin menjadi-jadi.

    Entah darimana pemuda itu mempelajarinya. Senku melumat bibir Gen dengan rakus, lidahnya bergerak mengabsen setiap sisi dan deret gigi pasangannya. Ciuman itu berlangsung lama sampai akhirnya berhenti karena keduanya kehabisan nafas.

    Keduanya mengusap bibir mereka yang basah. Dibandingkan Senku yang masih tenang dan berkepala dingin, Gen berpenampilan kacau. Lelaki yang lebih tua itu berkeringat dan kehabisan nafas, terlihat sangat lelah dan frustasi. Matanya tidak berhenti melotot ke arah Senku.

    "Senku-chan bodoh!!" oloknya sambil beranjak berdiri lalu berlari keluar dari rumah.

    Senku menghela nafas frustasi, tidak biasanya dia terbawa emosi seperti ini. Di tengah dirinya yang sedang merenung ekor matanya menemukan ke anehan di jendelanya. Langsung saja ia berdiri dan membuka jendela rumahnya. Ketika ia memergoki teman-teman yang mengintipnya dan Gen, ia sudah kehabisan kata-kata.

    "Jadi biar kutebak... Kalian menyaksikan yang barusan?" tanyanya meski sudah tahu jawabannya.

...

    Senku cemburu, pada siapapun itu yang menggoda Gen semalam. Mulanya ia membulatkan tekadnya untuk tidak termakan api cemburu dan membicarakan masalah tersebut secara berlahan dengan Gen. Namun karena si mentalist yang tak kunjung memahami perasaannya, tali kesabarannya putus.

    Gen lebih bebal daripada yang di duganya. Lelaki itu seenaknya saja memutuskan hal terbaik untuknya. Mungkin ini perasaan yang di alami Chrome saat dirinya meminta pemuda seumuran dirinya tersebut untuk tinggal di desa sementara ia mengambil asam sulfur yang mematikan. Saat itu ia dengan seenaknya memutuskan nasib Chrome.

    Sama dengan Gen saat ini. Sang mentalist merasa dirinya tidak pantas untuk mendapatkan kesempatan kedua ataupun perasaan dari Senku yang menurutnya memiliki masa depan yang cerah. Gen merasa dirinya hanyalah parasit dalam kehidupan Senku yang nyatanya sangat tidak benar.

Meskipun Gen sendiri yang merendahkan dirinya. Aku tidak akan membiarkan orang yang kusukai di jelek-jelekan.

    Ukyo pernah berkata. Kalau Senku bagaikan matahari maka Gen adalah bulan. Persetan dengan istilah konyol tersebut. Orang-orang terlalu menganggap tinggi dirinya. Dia bukan matahari yang merupakan sumber kehidupan alam semesta ini.

    Karena Ishigami Senku tidak lain adalah bumi. Planet yang satelitnya adalah bulan. Dengan kata lain hanya Gen seorang yang mampu mengetarkan hatinya.

To be Continue...

A/N: chapter terakhir buat hari ini. Mumpung ada ide makanya sekalian di tulis saja hahaha...

Selamat membaca!!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top