"Senku-chan. Apa yang kali ingin kau buat?"
Gen membungkuk dan bertanya pada Senku yang duduk di atas tanah sambil merakit sesuatu. Kali ini Senku sedang bermain-main dengan setumpuk bambu, kayu, batu, dan semen.
"Rumah," jawab Senku singkat tanpa mau repot-repot menoleh ke lawan bicaranya.
Gen memiringkan kepalanya. Memang proyek mereka kali ini ada hubungannya dengan bangunan. Tapi buat apa sang kepala desa membangun rumah? Selama ini Senku tidur di gudang penyimpanan Sains, meninggalkan rumah yang harusnya di huni kepala desa dalam keadaan kosong.
"Ru-rumah?" tanya Gen yang semakin kebingungan.
"Haa.." Senku mengangguk kecil. "Kau juga bantu aku. Karena kau yang bakal tinggal di sini nantinya," ujarnya lalu menunjuk kertas desain yang terletak di sebelahnya.
"Rumahku?" Sang mentalist semakin di buat penasaran. Gen memungut kertas yang tertindih batu-batu kecil tersebut. "Bukannya rumah ini terlalu besar kalau untukku seorang? Ada dua kasur di sini..." tanyanya lagi setelah memahami isi dari kertas tersebut.
"Karena nanti aku juga akan tinggal bersamamu," jawab Senku santai sambil melanjutkan pekerjaannya.
Gen lupa cara menutup mulutnya, ia terlalu terkejut dengan jawaban si kepala desa. Darimana dia harus memulainya? Sebenarnya apa yang dipikirkan Senku? Entah kenapa akhir-akhir ini si bocah Sains itu secara gencar sedang berusaha mendekatinya.
"Kita akan tinggal bersama?" tanya Gen untuk kembali memastikan. Mungkin saja tadi dia salah dengar.
"Hmm. Makanya kau harus membantuku," mintanya dengan nada memerintah.
Gen memegangi kepalanya, dia sama sekali tidak bisa mengikuti arah pembicaraan ini. Semua ini terlalu tiba-tiba. "Tunggu...Kelihatannya ada yang salah di sini." Katanya lalu ikut duduk di atas tanah seperti Senku. "Kenapa harus aku dan Senku-chan? Kukira kau sudah memahami perasaanku," tanya Gen sambil melirik ke kanan dan ke kiri, dia tidak mau kalau ada orang lain yang mendengarkan pembicaraan ini.
"Setelah kupikir-pikir aku ingin tinggal bersamamu," jawab Senku. Pemuda itu sama sekali tidak menunda pekerjaannya, ia bertingkah seperti tidak peduli akan reaksi lawan bicaranya. Dan itu sangat menyebalkan. Lama kelamaan Gen juga bisa marah, meski lawannya Senku sekalipun.
Senku tidak bisa seenaknya memutuskan.
Setelah melihat raut wajah Gen yang seolah-olah bisa meledak kapan pun itu. Akhirnya Senku menghentikan pekerjaannya. Pemuda itu mendengus lalu tersenyum tipis. "Hey mentalist," panggilnya kepada pria yang sedang merajuk di sebelahnya. "Kalau kubilang 'aku suka padamu' bagaimana?" tanyanya dan menyentuh tangan Gen dengan lembut dan hati-hati.
Gen menelan ludahnya. Muka lelaki itu berubah semerah kepiting rebus. Spontan ia menarik tangannya. Lelucon atau bukan, kali ini Senku sungguh keterlaluan!
Untuk beberapa saat Gen panik dalam diam. Setelah menyadari situasinya, ia memperbaiki posturnya. Berdehem lalu bersedekap dada, menatap Senku dengan tajam. "Tidak kusangka kepribadianmu sejelek itu..." tukasnya sinis. "Baiklah. Kali ini saja aku mengikutimu tapi jangan harap aku akan termakan umpanmu."
"Ha? Dari awal kau memang tidak bisa menolak keputusanku ini," balas Senku dengan seringaian liciknya. "Gubuk reot yang biasanya kau pakai buat tidur sudah di hancurkan oleh Tsukasa dan yang lainnya."
"Senku-chan main curang huh?" Gen sudah tidak mau tahu lagi. Hanya berbicara dengan Senku saja sudah cukup menguras tenaganya. "Jadi? Apa yang harus kulakukan?"
...
Di tengah membangun pondasi rumah, Gen pergi untuk mengambil beberapa bahan yang sudah habis. Di saat yang sama Tsukasa datang untuk membantu.
"Tidak kusangka kau akan membangun rumah bersama Gen." Itulah yang pertama kali Tsukasa katakan saat berpapasan dengan Senku. "Senku. Apa yang kau rencana kan?" tanyanya dalam mode serius.
Seperti biasa Senku menghadapi segala masalah dengan santainya. "Kenapa? Kau juga menyukai Gen?" tanyanya dengan suara tenang, namun sorot matanya berteriak lain. Cahaya dari kedua iris merah bagaikan batu rubi kualitas atas itu menatap lawan bicaranya dengan tajam dan dingin, seolah pemuda itu sedang menantang sang primata terkuat.
"Jangan berasumsi seenaknya." Tsukasa menghembuskan nafas teratur, menyembunyikan keterkejutannya. Mau bagaimana pun, Senku adalah lelaki yang mempunyai kharisma tinggi. Meskipun bukan dalam hal stamina, Senku masih punya banyak keunggulan lainnya.
Asalkan mau, Senku bisa saja membuat orang-orang segan padanya.
Namun saat ini Senku tidak pernah menunjukan 'kekuatannya' dia bukan tipe orang yang suka menandai area kekuasannya.
"Aku cuma tanya. kau tidak perlu was-was seperti itu," lanjut Tsukasa. "Aku hanya penasaran. Kenapa dari semua orang kau malah ingin tinggal bersama Gen."
"Masalahnya cukup rumit," jawab Senku yang kembali santai. "Aku ingin memastikan sesuatu."
Memastikan perasaanku pada Asagiri Gen.
Baiklah. Kali ini Gen punya banyak alasan untuk marah padanya. Senku tahu kalau apa yang sedang dilakukannya sudah terlampu terlambat. Tapi lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Cinta juga merupakan trial and error—terutama bagi seseorang seperti Senku yang sama sekali tidak punya pengalaman dengan cinta.
Pertama: dirinya sudah menolak Gen, kedua: dia telah melukai perasaan Gen, ketiga: sekarang dia memaksakan kehendaknya pada Gen, keempat: dia bertingkah seperti tidak menghargai perasaan Gen, dan masih banyak lagi.
Kalau menghitung semua kesalahannya, Senku menjadi semakin merasa bersalah karenanya. Maka karna itu, ketimbang menyesal lebih baik dia mencari cara untuk memperbaiki hubungannya dengan Gen.
Suka atau tidak suka. Pilihannya saat ini hanya ada dua. Senku tidak bisa menjawab masalah ini dengan jawaban yang setengah-setengah. Lalu di sinilah dia. Ia menjawab perasaannya dengan memutuskan untuk menyukai Gen.
Sudah lama ia bertanya-tanya: Kenapa dia selalu dibuat binggung dengan semua tindakan Gen? Kenapa dia harus peduli padanya?
Sebenarnya apa klasfikasi orang yang sedang jatuh cinta?
Tidak lama kemudian, bala bantuan datang. Gen membawa Taiju. Setelah memastikan kalau Tsukasa dan Taiju sedang senggang, akhirnya mereka berempat bersama-sama mengerjakan rumah baru si kepala desa.
Mereka terbagi menjadi dua kelompok. Senku bersama Taiju dan Tsukasa bersama Gen. Jarak dari kedua kelompok cukup berjauhan. Di saat seperti itu, Senku baru saja kepikiran. "Hey badan bongsor," panggilnya ke arah Taiju dengan suara berbisik. "Ada sesuatu yang ingin kutanyakan..."
"Tumben sekali Senku. Ada apa?" tanya Taiju yang untungnya peka. Pemuda itu mendekatkan diri ke arah Senku, meminjamkan telinganya.
"Apa yang membuatmu menyukai Yuzuriha?" tanya Senku. "Dan bagaimana caramu mengetahui kalau menyukainya?"
Ishigami Senku sudah terlalu pasrah dengan nasibnya, sampai pada akhirnya terpaksa bertanya pada orang lain. Entah ini kemajuan atau hanyalah hal yang memalukan.
"Eh kenapa kau bertanya?" Taiju terlihat terkejut dan malu di saat yang sama. "Sebentar...Kenapa aku menyukai Yuzuriha dan bagaimana aku mengetahuinya?...."
Meski begitu. Remaja lelaki itu mencoba untuk menjawab semua pertanyaan temannya.
Menurut Taiju: Dia tidak punya alasan khusus untuk menyukai Yuzuriha. Secara tiba-tiba—Pada suatu hari, di matanya Yuzuriha adalah perempuan paling cantik di alam semesta ini. Setiap kali namanya di panggil oleh gadis itu, jantungnya mengembang bertanda bahagia. Senyuman Yuzuriha lebih ampuh daripada obat apapun. Dan yang lebih penting lagi, mereka berdua punya banyak kecocokan. Mereka bisa bekerja sama dengan baik meski tidak begitu memahami satu sama lain.
Hawa keberadaan orang yang kau sukai sangatlah menenangkan dan menghanyutkan.
Senku mencatat semuanya di dalam kepala. Setelah dipikir-pikir situasi nya cocok dengan apa yang di diskripsikan Taiju, meski sedikit berbeda karena pasangan Senku adalah laki-laki.
Dimatanya Gen bukan lelaki paling tampan di dunia ini namun senyuman lelaki itu bisa membangkitkan semangatnya. Mulanya dia tidak suka bagaimana Gen memanggil nama semua orang dengan hiasan -chan di belakang tapi setelah terbiasa ia menyukai kebiasaan tersebut, cara Gen memanggil namanya sangatlah manis dan menggemaskan seperti anak ayam.
Lalu Gen adalah satu-satunya orang yang mampu mengerjakan misi tanpa penjelasan lebih lanjut. Gen yang paling tahu apa yang diinginkan Senku. Bisa di bilang Gen sangat memanjakannya.
Dan di saat yang sama, Senku mempercayai setiap keputusan Gen. Mau bagaimana pun Gen mendiskripsikan dirinya sebagai orang jahat, sampai kapanpun Senku tetap mempercayainya.
Intinya Senku memang menyukai Gen. Kini ia menyadari betapa bodoh keputusannya waktu itu ia menolak perasaan Gen. Persetan dengan logika yang di percayainya. Logika nya saat itu sedang di ancam kepanikan makanya melenceng dari posisi yang seharusnya.
"Kenapa Senku?" tanya Taiju membuyarkan lamunan Senku. Temannya tersebut memasang raut wajah yang tidak biasanya—Senku tidak bisa menyembunyikan wajahnya yang memerah padam lantaran telah berhasil menganalisa perasaannya.
"Ooh jangan bilang kau sedang menyukai seseorang!!" seru Taiju dengan penuh ke antusiasan. Senku yang dilanda panik langsung memukulnya sekuat tenaga sambil mendesis, meminta si badan bongsor untuk kembali mengecilkan volume suaranya.
"Hehe....maaf-maaf," ujar Taiju sambil mengosok pundak yang baru saja dipukul. "Boleh aku tahu siapa orang yang kau sukai? Selama ini aku sudah melaporkan banyak hal padamu..."
"Lebih tepatnya kalian sudah menganggapku sebagai pengganti orang tua kalian..." oceh Senku sambil mengusap keringatnya. Sudah lama Senku menjadi kotak curhat pasangan Taiju dan Yuzuriha, mengawasi mereka berdua, dan mendukung mereka berdua. Lama kelamaan bisa-bisa dia yang menjadi pihak orang tua di waktu pernikahan pasangan tersebut.
To be continue
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top