26. Akhirnya (End)

Fiza memberi waktu satu minggu supaya Raiga bisa mengambil keputusan. Keputusan apa pun yang diambil Raiga, Fiza akan tetap membuat lelaki itu bertanggung jawab. Syukur-syukur jika Raiga bisa menyerahkan dirinya ke pihak berwajib tanpa disuruh. Namun, sepertinya itu mustahil. Mengingat Raiga sebagai pewaris perusahaan besar yang ingin jauh dari reputasi buruk. Pasti ayahnya akan menghalalkan segara cara agar Raiga tak bisa dipenjara.

Fiza saat ini tak ingin ambil pusing. Yang dia perlu saat ini adalah menemui Selena. Sepupu istri Mas Gavin itu baru pulang siang tadi dan dia langsung ke Bandung karena ada urusan mendesak. Jadi, Fiza sebagai orang yang punya niat bertemu memutuskan untuk menemui Selena di Bandung.

Fiza melangkah masuk ke Braga Permai, tempat mereka janjian. Alasan Fiza mengusulkan bertemu di sana karena Selena tengah memiliki urusan di Jl. Braga.

Lelaki itu mengamati sekitar. Dia mencari perempuan mengenakan baju putih, rok dan hijab cokelat. Setelah menemukan perempuan yang sesuai ciri-ciri tersebut, Fiza mendekat.

"Selena, ya?"

Pertanyaan Fiza membuat perempuan yang tengah fokus menatap menu tersentak. Dia mendongak dan menatap Fiza terkejut.

Fiza yakin kalau orang yang ingin dia temui adalah orang ini. Dia memiliki kulit putih pucat dengan mata gelap dan hidung bangir. Yang malah membuat Fiza terkejut adalah ucapan pertama orang itu.

"Vian?" Matanya membelalak menatap Fiza. "Kamu ...."

Entah apa yang akan dikatakan perempuan di hadapannya, yang pasti dia tak menyelesaikan kalimatnya.

"Boleh saya duduk?" tanya Fiza sambil tersenyum sampai lesung pipinya terlihat.

"Ah, iya boleh." Selena ikut duduk saat Fiza juga duduk.

Ekspresi terkejutnya masih kentara. Puluhan pertanyaan hendak Selena tanyakan, tetapi urung ketika menyadari nama sosok di hadapannya adalah Arfiza.

"Kamu ... kamu Vian bukan?" tanya Selena memberanikan diri untuk bertanya.

"Maksud kamu Arvian Zeovanka Altamura?"

Senyum Fiza merekah saat Selena mengangguk. "Iya, kamu dia bukan?"

Fiza menggeleng dengan senyum yang belum pudar. Hatinya sangat lega ketika perempuan di hadapannya mengetahui Vian. Dalam hati dia berterima kasih pada Mas Gavin yang dengan ikhlas menjadi Mak Comblang. Jika saja bukan karena seniornya yang hobi makan itu, Fiza pasti sangat kebingungan untuk mencari bukti.

"Saya bukan Arvian, tapi saya Arfiza, kakaknya Vian," jelas Fiza.

Tak disangka, ekspresi Selena berubah. Fiza menjadi yakin kalau perempuan di hadapannya dekat dengan adiknya. Mungkin, Selena pernah menjalin hubungan tanpa status dengan mendiang adiknya, lalu tiba-tiba di-ghosting.

Selena mengangguk-angguk. Matanya kembali menatap Fiza. Dari tatapan itu, ada kerinduan yang pasti ditujukan untuk adiknya.

"Vian sekarang apa kabar, Kak?"

Fiza terkekeh pelan lalu terdiam lama. Unik saja teman adiknya memanggil dia Kakak sedangkan Zeta, adiknya sendiri baru memanggil Kakak kemarin-kemarin, itu pun sekali. Sekilas kerinduan pada Vian menjadi memuncak.

Dia mengembuskan napasnya pelan. Lalu tersenyum kecil ke arah Selena. "Vian sudah enggak ada."

"M-maksudnya?"

"Dia sudah meninggal."

Jelas, Selena terkejut. Lalu Fiza langsung mengubah obrolan. Dia mengutarakan kenapa dirinya ingin menemui Selena. Selama obrolan, Fiza menyimak dengan saksama. Tak disangka, Fiza menemukan apa yang dia cari meski hanya menemui satu orang.

"Aku punya video waktu Raiga tusuk Vian. Aku awalnya lagi jalan-jalan di sekitar sana sambil buat vlog, tapi malah lihat pertengkaran itu. Dan enggak sengaja aku video ...." Selena berkata jika dia menyangkal bahwa itu adalah Vian. Ketika Selena hendak melaporkan dan menyerahkan bukti tersebut, dia disuruh ke Kanada karena nenek yang sangat dia sayangi tengah sakit keras dan ingin bertemu dengan Selena. Jadi, dia tidak sempat menyerahkan videonya itu ke kantor polisi.

"Videonya jelas enggak?"

"Agak burem, soalnya kan cuma ada beberapa lampu di tempat situ. Aku saja nyampe pake senter HP sebentar."

"Kamu langsung pergi setelah Raiga tusuk Vian?"

"Iya, awalnya kan aku juga enggak yakin kalau itu Vian lagi ditusuk. Terus habis itu aku langsung dapet telepon di suruh ke Kanada. Jadi, ya, aku cuma punya videonya sebentar," katanya, "soalnya kan aku langsung enggak peduli sekitar kalau hal itu menyangkut keluarga."

"Makasih banyak, Na. Saya enggak tahu gimana caranya supaya Raiga masuk penjara dengan mudah tanpa bukti."

"Nanti aku kasih rekamannya, ya. Kalau enggak salah, itu ada di HP aku yang lama."

Sekali lagi, Fiza berterima kasih dengan tulus pada Selena sambil tersenyum.

***

Sudah satu bulan berlalu semenjak pertemuannya dengan Selena. Sudah sebulan juga pembunuh sialan alias Raiga, mantan pacar adiknya mendekam di balik jeruji besi.

Kali ini, Fiza ingin membuktikan bahwa dirinya bisa berada di atas Raiga. Hari demi hari membuatnya semangat bekerja lebih keras. Pikirannya kini merasa tenang, karena bisa membuat Raiga bertanggung jawab.

Meski lebih sering lembur, dia tak melupakan satu-satunya keluarga yang dia punya. Setiap akhir pekan, dia selalu menemani adiknya yang kini baru bisa merelakan putusnya hubungan dengan Raiga. Kadang mereka pergi liburan, menyalurkan hobi yang sama, yaitu fotografer. Hanya akhir pekan saja yang berubah, dia menjadi lebih family man pada hari-hari tersebut. Selebihnya, berjalan seperti biasa.

Telepon kantor di dekat monitornya berdering. Dia yakin itu dari bosnya. Setelah mendengarkan apa yang diperintah bosnya Fiza langsung berjalan ke ruangan Jarvis.

Butuh waktu lima belas menit untuk Fiza keluar dari ruangan bosnya. Dia tersenyum kecil pada Mbak Mila yang menatapnya penuh tanya.

"Kenapa lo? Akhir-akhir ini lo kayaknya bahagia, ya, Za." Suara Mbak Mila terdengar sedih. Dia beranggapan jika Fiza senang juniornya itu tengah berkencan. Jika itu terjadi, dia perlu mentraktir Mas Gavin makan makanan mewah.

"Za, lo jadian?" Pertanyaan Mas Gavin membuat yang lain menatap ke arah Fiza.

Fiza geleng-geleng kepala. "Enggak."

Setelah pertemuan pertama dirinya dengan Selena yang mempunyai video tentang kejahatan Raiga saat menikam Vian,

"Belum kali," sanggah Mas Gavin yang tak terima jika dia gagal dalam taruhan.

"Alhamdulillah, dompet gue aman," sahut Mas Faris.

"Money gue akhirnya enggak perlu terbuang sia-sia," kata Mbak Tika.

"Terima fakta saja, Vin, si Fiza enggak jadian dan lo gagal taruhan. Beres deh." Mbak Mila berusaha berbicara setenang mungkin meski dia ingin terbahak.

"Makanya Vin, kalau menang taruhan jangan minta ditraktir dari semua orang. Cukup satu menu saja biar bisa patungan, jadi gini, kan," jelas Mas Faris yang langsung tertawa melihat wajah temannya ditekuk.

"Gue saja yang traktir lo di Plataran Darmawangsa kalau gitu Mas," kata Fiza. Dia benar-benar perlu berterima kasih pada Mas Gavin.

Seniornya yang lain juga bersuara ingin ditraktir di tempat makan mewah.

"Ada apa lo mau traktir kita, Za?" tanya Mas Faris saat Fiza setuju-setuju saja disuruh mentraktir para seniornya tanpa protes.

"Gue dikasih counter offer," katanya.

"Jadi kapan kita makan-makan gratis?" Mas Gavin semangat soal makan.

"Besok, ya. Hari ini gue ada urusan."

Setelah mengatakan itu Fiza berjalan ke kubikelnya dan membereskan barang-barang. Hari ini dia harus pulang cepat karena perlu menghadiri rapat pemegang saham bersama Gia. Fiza bersyukur investasinya berjalan lancar.

***

Hari ini, Fiza menyempatkan diri untuk menemui Raiga. Dia berjalan sambil mengancingkan jas Prada-nya. Sekarang, lelaki itu bisa menyamai gaya hidup Raiga.

Raiga yang tengah duduk hanya menatapnya sekilas. Dia merunduk sambil menautkan jemarinya.

"Gue sekarang udah setara lo. Ah, enggak, lebih tepatnya di atas lo karena sekarang lo ada di sini," ujar Fiza penuh keyakinan.

"Lo ngapain ke sini?" tanya Raiga. Dia melirik ke sana kemari berharap Zeta juga ikut Fiza. Sayangnya dia tak menemukan sosok Zeta.

"Zeta enggak ikut," katanya seakan tahu isi pikiran Raiga. "Gue ke sini karena mau kasih tahu lo, kalau sekarang gue ada di atas lo. Itu saja."

Raiga menatapnya tak percaya. "Itu doang? Lo masih enggak izinin?"

Fiza mengangguk. Dia baru tersadar akan sesuatu. "Oh, iya, gue sekarang izinin lo kalau punya hubungan sama Zeta. Asalkan, lo keluar dari sini enggak pake duit."

"Za!" geramnya kesal sambil mengepalkan tangan.

Fiza terkekeh pelan lalu berkata, "Lo harusnya bersyukur enggak dihukum mati tahu!" Fiza mengingatkan cowok itu. "Omong-omong, gue senang banget karena lo udah mau bertanggung jawab meski sangat terlambat."

Fiza memilih menyudahi pertemuannya dengan Raiga. Dia memilih bangkit sambil merenungkan kekuatan cinta. Dia memikirkan itu karena Raiga tak perlu dibujuk agar mendekam di penjara, sebagai balasannya Raiga justru ingin mendapat izin Fiza supaya dirinya bisa menikah dengan Zeta meski tak tahu itu kapan terlaksana.

Lelaki itu bersyukur Raiga bisa bertanggung jawab. Beban berat yang selama ini dia pikul kini seakan terangkat. Langkahnya sekarang menjadi lebih ringan. Dia juga lebih sering tersenyum akhir-akhir ini. Kali ini, dia tinggal mencari kebahagiaan untuk dirinya sendiri tanpa perlu repot-repot merancang ide balas dendam.

Fiza berjalan dengan tegap menuju parkiran. Dia perlu menunaikan janjinya yang akan mentraktir para seniornya hari ini. Sekaligus mentraktir orang-orang yang telah mendukungnya seperti Gia dan Zeta, plus mengajak Selena bergabung karena tanpa perempuan itu, Fiza pasti akan kesulitan.  

Beneran ending loh, ini. Enggak ada extra chapter :( Aku tunggu loh reviunya.
Tapi jangan say goodbye ke Fiza ya. Nanti juga ketemu lagi 😊

Makasih banyak buat kalian yang udah luangin waktu buat baca, vote sama komen cerita ini ❤️ Semoga cerita ini bisa diambil manfaatnya. 
Cerita ini insyaallah bakal ada sequelnya, follow aja akun aku supaya enggak ketinggalan info :) Beberapa bulan lagi juga insyaallah publish cerita baru, dan kamu jangan ketinggalan 😁

Kalau menurut kalian cerita ini seru, jangan lupa share ke temen-temen, keluarga, atau siapa pun itu yang hobi baca.

Makasih banyak sekali lagi.


사랑해 Kata aku, dan dia yang aku jadiin vector buat cover :)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top