Chapter 17

Aroma bebatuan basah bercampur dengan daun-daun sisa musim gugur merasuk ke dalam indra penciuman Alsou yang masih bertubuh setengah manusia. Kepalanya masih terasa sakit ketika ia mencoba untuk bangkit dari tempat berbaring.

Aroma, aura, dan ketenangan ini, sungguh tidak asing.

Alsou duduk di atas batu dan menjernihkan pandangannya. Manik cokelat itu menangkap sesosok kucing dengan bulu yang seputih salju. Kucing tersebut masih dalan keadaan tertidur di depan antara dua batu besar yang menjadi tempat persembunyian mereka. Perlahan Alsou bangkit dari tempatnya, berjalan mendekati kucing tersebut, tetapi tiba-tiba langkahnya terhenti ketika seulas kejadian kembali menghampiri pikirannya.

Kejadian yang terlihat samar, tetapi terasa begitu nyata.

***

Kyoto, tiga tahun yang lalu

Musim gugur kembali hadir memberikan pemandangan indah di sekitar kuil Genkoan, daun-daun sekitar kuil berubah warna menjadi perpaduan antara merah dan jingga. Ketika memejamkan mata, maka ketenangan pun akan datang menghampiri. Suara jangkrik sekitar kuil saling bersahutan menghasilkan irama bagaikan sebuah acapella.

Dari jendela kebijaksanaan di kuil Genkoan, Zac terlihat sedang duduk bersantai, menikmati ketenangan dari kuil tersebut. Ia masih mengenakan seragam SMA yang dilapisi sweater berwarna cokelat muda. Sesaat matanya terpejam kemudian terbuka, seperti itu berulang kali.

Meong.

Telinganya mendengar suara anak kucing tidak jauh dari pohon tempat ia berada. Seekor anak kucing yang tampak kurus dan tidak terawat—dia terlihat kelaparan. Tanpa aba-aba pemuda itu segera keluar dari kuil dan menghampiri kucing tersebut, mengelusnya dengan pelan lalu mengambil sisa roti dari dalam tas.

"Kau kelaparan, makanlah." Tangan kiri Zac mengangkat kucing cokelat tersebut kepangkuannya dan dengan tangan kanan menyuapi kucing itu. Tidak sadar bahwa seorang wanita cantik paruh baya sedang mengamati mereka lalu berubah menjadi seekor kucing berbulu putih dan menghilang di tengah rerimbunan pohon kuil.

Jangan kembali sebelum waktunya, batin kucing berbulu putih dengan ekor yang terbelah dua—seorang Nekomata betina.

Meong.

Kucing itu mengusapkan kepalanya di lengan Zac, membuatnya itu tersenyum samar.

"Baiklah, kau menyukaiku, bukan?" Zac mengusap bulu cokelat kucing tersebut dan berpikir sejenak. "Namamu, mulai hari ini, hmm ... Alsou."

Meong.

Zac tertawa kecil lalu tanpa disengaja ia berucap, "Ini adalah detik-detik terakhir aku di Jepang dan hari ini juga hubungan kami berakhir karena hal kecil." Menghela napas, Zac menatap Alsou. "Aku akan merawatmu jadi mulai hari tetaplah bersamaku. Kau mau, 'kan?"

Meong.

Aku mengetahui perasaanmu, Tuan. Kau mengambilku dan aku akan mengabdi untukmu. Kucing itu menatap Zac dengan pandangan berbinar dan pada hari itu, si Nekomata Alsou merasakan hal lain tanpa ia dan pemuda tersebut sadari.

***

Sebuah tepukan tiba-tiba menghampiri bahu Alsou, ia menoleh dan tampak seorang wanita di sisinya. Melihat bahwa dia tidak sendiri, Alsou segera menjauh beberapa langkah. Wanita itu terlihat sangat cantik dengan balutan kimono iromuji berwarna putih bersih dan ada beberapa bercak darah di ujungnya.

"Tenanglah, kau kembali sebelum waktunya dan kau sedang dalam bahaya." Wanita itu menggiring Alsou untuk duduk di atas batu tempat ia terbaring sebelumnya. "Aku Iwayana, ibumu, dan biarkan aku membuatmu kembali mengingat tentang jati dirimu."

Alsou mengernyit, tubuhnya bergetar, sadar bahwa Zac tidak sedang bersamanya dan seseorang telah menyerang pemuda itu bahkan pria dengan pakaian hakama turut mencoba untuk melukai Alsou. Seketika gadis itu berlonjak bangkit, tetapi Iwayana segera menahannya.

"Duduklah! Kau harus menstabilkan kekutanmu terlebih dahulu!" bentak Iwayana dan terlihat serbuk putih mengelilingi tubuhnya.

"Kau seorang Nekomata, sama sepertiku dan mereka ingin memilikimu. Aku mengubah dan membuatmu tidak mengingat apa pun untuk melindungimu, tetapi perhitunganku ternyata salah. Pemuda itu membawamu kembali ke sini tidak pada waktunya." Iwayana mengembuskan napas dan kembali menatap Alsou. "Lihatlah kau mengerti bahasaku, bukan?"

Alsou tercekat, ia semakin bingung, tidak mengerti mengapa ia bisa paham dengan bahasa yang digunakan Iwayana, padahal selama hidup bersama Zac mereka selalu menggunakan bahasa inggris. Selain itu, kilasan-kilasan yang terlihat di masa lalu selalu menggunakan bahasa jepang dan semua itu berada di sini. Aroma, suara, dan suasana yang tidak asing bagi Alsou.

Ada sesuatu yang tidak kuketahui.

"Aku harus segera mencari Zac!" Alsou menutup mulut, tidak menyangka bahwa ia bisa menggunakan bahasa yang sama dengan Iwayana. "... dan kau, ibuku? Aku tidak mengerti!" Gadis itu tampak frustrasi dengan semua hal yang diucapkan Iwayana. "Semua ini begitu tiba-tiba!"

Iwayana menampar wajah Alsou, ia tidak suka putrinya tampak begitu lemah sama seperti gadis itu. Seorang gadis yang membuat Alsou dalam keadaan bahaya di tangan Tendo.

"Berikan tanganmu," perintah Iwayana, "akan kukembalikan semua ingatan dan kekuatanmu. Tuanmu sedang dalam masalah, aku tidak sempat meyelamatkannya dari pria licik itu."

Alsou hanya diam, memegang pipi bekas tamparan Iwayana, dan menurut, seperti ada sesuatu yang membuat dia harus mempercayai wanita di sisinya karena semalam sebelum ia tidak sadarkan diri akibat pukulan keras dari pria yang menyerang Zac, Alsou sempat melihat Iwayana mencoba untuk menyelamatkan mereka dari dua orang asing tersebut.

Iwayana menggenggam tangan Alsou dan serbuk putih terlihat berterbangan mengelilingi kedua tubuh mereka.

"Ini akan menyakitkan, tetapi kau harus menahannya."

***

Zac terbangun, terkejut oleh sebuah dentuman keras yang terdengar jauh dari tempat ia berada sekarang. Tangan Zac menyentuh belakang kepalanya yang masih terasa sakit karena benda keras semalam. Pemuda itu menebarkan pandangannya, mencari tahu di mana dia berada sekarang dan Alsou—dia kehilangan jejak gadis itu.

"Alsou ...," bisik Zac dari rasa nyeri yang masih ia rasakan. Aroma anyir memasuki indra penciumannya.

Ia melihat ada rembesan darah dari celah tembok tempat dia berada. Pencahayaan di ruangan ini cenderung remang, tetapi aura dari ruangan ini terasa tidak menyenangkan. Seperti penjara dan ruang penyiksaan.

Sayup-sayup Zac bisa mendengar suara teriakan orang-orang dari jarak yang cukup jauh dan hal itu membuatnya sedikit takut, jika teriakan tersebut adalah milik Alsou.

"Kau sudah sadar? Wanita jalang itu telah menghalangiku untuk mendapatkan Nekomata yang sedang bersamamu." Suara berat muncul, seiring dengan terbukanya sebuah pintu dan memberikan satu-satunya pencahayaan di ruangan sempit dan kekurangan cahaya.

Tendo berdiri di hadapan Zac, bergerak anggun sambil membersihkan tangan dari cairan kental berwarna merah, ia menatap Zac dingin, membiarkan pintu terbuka dan seorang pemuda western berdiri di belakang Tendo. Zac mengernyit memberikan respon akibat cahaya yang tiba-tiba mengenai indra penglihatannya. Ia terkecekat, ada sebuah getaran dari dalam dadanya ketika melihat sosok yang berada di balik punggung pria berpakaian hakama.

"Kau ...," bisik Zac, tidak sanggup melanjutkan kalimatnya karena pria itu—Tendo segera menyekap mulut Zac dengan kepulan asap dari tangannya.

Tendo tertawa kecil, melihat keterkejutan Zac saat menatap Audrey. "Kau terkejut? Haha ... tidak ada gunanya bersikap seperti itu karena dia adalah penipu ulung dan karena dia lah kau berada di sini." Tendo melirik ke arah Audrey kemudian kembali melirik ke arah Zac secara bergantian.

Zac mengepal tangannya yang dalam keadaan terikat oleh asap putih dari Tendo. Ia tidak peduli bahwa apa yang telah dilakukan pria itu sungguh tak masuk akal untuk jalan pikirannya yang ia pikirkan saat ini adalah, pemuda yang bersama pria ini dan keadaan Alsou. Mata Zac memerah menahan amarah, tetapi tidak bisa berbuat apa-apa dengan kondisi seperti sekarang-hal yang membuatnya semakin marah.

"Peliharaanmu baik-baik saja," bisik Tendo, seperti bisa membaca pikiran Zac.

Zac memberontak, berusaha untuk melepaskan diri.

"Tendo san, apa lebih baik jika kita membiarkan anak ini kelaparan karena kita tidak tahu kapan Nekomata itu akan datang." Pemuda western itu mengangkat sebuah nampan berisi makanan. Namun, tidak mendapat respon dari Tendo.

"Biarkan saja, setelah melihat kemarahan dalam dirinya, sepertinya akan menyenangkan, Audrey." Tendo masih menggunakan kekuatannya untuk membatasi pergerakan Zac, padahal ia tahu bagaimana pun pemuda itu mencoba melukainya kekuatan mereka tidak lah sebanding. "Ikat dia! Aku tidak ingin terlalu banyak menggunakan kekuatanku untuk hal yang tidak penting."

"Baik, Tendon san." Audrey membungkukkan sedikit punggungnya dan segera mengambil sebuh borgol untuk Zac.

Tendo keluar dari ruangan meninggalkan bunyi sendal kayu yang menggema di lorong gelap. Seakan hanya suara itu yang memberikan kesan kehidupan, lebih tepatnya kehidupan penuh kesuraman.

"Penipu," bisik Zac, masih dikuasi oleh emosi ketika Audrey memasangkan borgol di tangan Zac dan mengikat kaki pemuda itu dengan rantai.

"Kau tidak akan bisa kabur dari sini dan semoga kau bisa bertahan, menunggu siluman kucingmu yang cantik itu."

Blam.

Damn! batin Zac, setelah Audrey membanting pintu itu. Masih dalam keadaan marah, akhirnya membuat Zac berusaha untuk melepaskan diri. Namun, beberapa menit kemudian ia melihat seseorang menyelipkan sebuah kertas dari celah pintu.

"Kematian berada di dekat kalian berdua."

Apa maksudnya dan .... Ia meneguk saliva, perasaan tidak enak menjalar keseluruh tubuhnya.

Hawa dingin menyentuh kulitnya.

Aku akan menolongmu.

Seperti embusan angin, Zac bisa mendengar dengan jelas bisikan tersebut.


***

Keluarga Furukawa tampak gelisah karena Zac dan Alsou tidak kembali hingga saat ini. Hal itu terlihat dari kegiatan Rika yang tidak pernah berhenti memainkan ponselnya sambil membuka buku daftar teleponnya.

"Apa kau sudah menghubungi polisi, One-chan?" Daiki tampak begitu khawatir dan berusaha menenangkan istrinya—Laura.

Rika menghela napas, terlihat begitu frustrasi. "Aku sudah menghubungi polisi, tetapi kita tidak bisa hanya berpangku tangan dengan mereka. Biar aku hubungi bebera rekanku untuk membantu kita, Otousan." Rika kembali membuka buku catatannya mencari daftar nomor telepon rekan-rekannya dan mencoba untuk meminta bantuan.

Ting tong.

Suara bel rumah keluarga Furukawa berbunyi, memecahkan kegelisahan di dalamnya. Dengan terburu-buru Rika dan kedua orang tuanya beranjak menuju pintu, tetapi apa yang mereka lihat mengubah ekspresi mereka.

"Aku ...."

"Masuklah," bisik Rika memotong pembicaraan seseorang yang berada di depan rumah mereka.

__________________
Ane lagi mikir buat konflik dan ujung2nya konflik kek begini, padahal niatnya mau konflik romance, tetapi ternyata cukup sulit buat eike.

Semoga terhibur teman-teman. Kiss kiss 😘😘

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top