8. Alrescha-nya Bintang

Alrescha memandang para leader tim dan semua perwakilan divisi di Ryotasoft sebelum menutup meeting. Ruang meeting tampak sunyi senyap ketika Alrescha mulai bersuara. Meski umurnya masih sangat muda, namun ia sangat disegani di Ryotasoft. Bukan karena jabatannya sebagai seorang CEO, sikap dan kinerja Alrescha-lah yang membuat semua orang menghormatinya.

"Okey, I think that's enough," ucap Alrescha kala menutup meeting, "saya tunggu laporan dan ide perancangan game terbaru di meja saya besok. Thank you."

Semua orang bersalaman setelah meeting ditutup. Alrescha melangkah keluar terlebih dahulu, diikuti oleh sekretarisnya, Danang. Keduanya berjalan menuju ruangan Alrescha. Tangan kanan Alrescha menarik dasi yang sedari tadi mengganggu pergerakannya. Lalu melepas jaket kulitnya sebelum duduk di kursi kerja.

"Ini laporan dari Tim Windows dan Tim iOS yang Pak Alres minta kemarin," kata Danang sembari meletakkan dua map berbeda warna di atas meja kerja Alrescha.

Alrescha tersenyum setelah selesai menyalakan laptopnya, "Terima kasih, Mas Danang. Oia, tolong nanti ingatkan lagi kepada seluruh divisi dan leader tim untuk menyelesaikan tugas mereka hari ini. Besok pagi sebelum saya datang, saya mau semua laporan ada di meja saya."

"Baik, Pak. Nanti akan saya sampaikan," sahut Danang.

"Saya ada meeting lagi kan hari ini? Jam berapa?"

"Jam delapan malam, Pak."

"Oke. Tolong nanti ingatkan saya lagi ya, Mas. Dua jam sebelum meeting di mulai."

"Baik, Pak."

"Mas Danang boleh kembali bekerja."

Danang mengangguk, "Permisi, Pak."

"Silakan." Alrescha tersenyum menatap kepergian sekretarisnya.

Kedua jemari tangan Alrescha mulai sibuk di atas keyboard. Tatapan tajamnya tampak sangat fokus memerhatikan dan membaca semua kata bertuliskan bahasa inggris dari seluruh tim yang ada di Ryotasoft. Ada Tim Windows, Tim iOS, Tim Android. Mereka semua mempunyai tugas masing-masing untuk membuat dan mengembangkan game sesuai dengan standarnya. Dan bahasa inggris adalah bahasa penting di Ryotasoft. Karena semua orang yang bekerja di Ryotasoft akan berhubungan dengan banyak orang dari berbagai belahan dunia.

"Good Morning, Mr. Brown. I apologize, because I was busy yesterday. So, I've replied your email. Please, calling me as soon as possible. We have to discuss about our new game and new devices. Thank you."

Alrescha mengirimkan permintaan maafnya kepada salah satu rekan bisnisnya yang juga bekerja di perusahaan game di luar negeri. Lalu ia membuka email dari Shawn, Direktur Ryotasoft. Kemudian segera menekan angka 2 di telepon untuk menghubungi Shawn.

"Selamat pagi, Pak Shawn," salam Alrescha sopan seraya mengetik beberapa balasan email di laptopnya.

"Selamat pagi, Pak Alres," jawab Shawn.

"Maaf, Pak. Saya baru selesai meeting tadi."

"Tidak apa-apa, Pak."

"Saya sudah melihat beberapa CV pelamar yang Pak Shawn kirimkan. Apakah mereka semua akan masuk ke Divisi Surveillance?"

Divisi Surveillance, merupakan divisi baru di Ryotasoft. Tugas utama dari divisi surveillance antara lain, memonitori user, melaporkan jika server down, membeli IAP (In Application Purchases) dengan kartu kredit.

"Tidak, Pak. Kita juga akan merekrut tester kembali," tutur Pak Shawn.

"Oke. Issue yang paling critical dalam Divisi Surveillance adalah tidak bisa masuk game karena server down, serta kegagalan dalam pembelian IAP. Tolong nanti Pak Shawn perhatikan hal itu!"

"Baik, Pak."

"Titip anak-anak ya, Pak. Saya harus ke kampus sekarang."

"Baik, Pak."

"Terima kasih, Pak Shawn."

"Sama-sama, Pak. Good luck!"

"Thank you."

Selesai membalas semua pesan masuk di email, Alrescha segera mematikan laptopnya. Lalu mengecek  beberapa laporan sebelum dirinya beranjak pergi. Dipakainya jaket yang tersampir di kursi kerjanya. Tangan kanannya mengambil tas ransel yang berada di atas meja, lantas menggendongnya seraya melangkah pergi meninggalkan ruangan kerja.

°°°

BintangKu

Abang sdh di kmps, Bi.    09.45
Sudah selesai kuliahnya?    09.45

Alrescha memilih duduk di lantai sembari menunggu gilirannya untuk bimbingan proposal skripsi. Kedua matanya mengedar seraya membuka jaket. Memerhatikan para mahasiswa yang juga sedang berjuang seperti dirinya. Berjuang agar bisa lulus tepat waktu. Ruang dosen di Fakultas Ilmu Komputer tampak penuh oleh mahasiswa yang sedang menunggu antrian untuk bimbingan kepada dosen pembimbing mereka. Senyum Alrescha tersungging kala pesannya telah dibalas oleh Bintang.

BintangKu

Abang dmn?    09.59

Abang di lt.3, ruang dosen.    10.00
Bintang ke sni ya.    10.00

Oke. 😉    10.01
Abang mau ngemil gak?     10.01
Bintang mau bl kebab sm jus.    10.02

Boleh.      10.03
Jus kiwi ya, Bi. 😋     10.03

Oke, Abang.      10.04
Bintang lagi otw.     10.05

Ati2 sayang. 😘      10.05

😍      10.06

Alrescha terkekeh kala melihat balasan Bintang. Bintang selalu mengirim emoticon itu untuk membalas kecupan singkatnya di chat. Lagi, Alrescha memandang beberapa perempuan yang sedang menatapnya dari kursi tunggu. Ia segera mengalihkan pandangannya karena risi.

Bukan hal baru bagi Alrescha ketika mendapat tatapan memuja dari beberapa perempuan yang ditemuinya. Namun Alrescha memiliki kriteria tersendiri saat memilih perempuan untuk menjadi teman hidupnya. Seperti memilih Bintang kala itu. Sikap cuek Bintang sedikit mirip dengan bianya. Bintang pun selalu tampil apa adanya tanpa make up yang berlebihan. Sama seperti Bia yang selalu tampak cantik apa adanya.

Dengan kikuk Bintang melangkah menembus kerumunan mahasiswa yang sedang berdiri di depan ruang dosen. Pandangannya mengedar. Mencari kekasihnya yang entah ada di mana. Langkahnya terhenti ketika melihat sosok Alrescha yang sedang duduk di ujung, memojok sendirian sembari memainkan smartphone. Kedua kaki kecil Bintang langsung berjalan menghampiri Alrescha.

"Dari tadi Bintang cari, ternyata di sini!" gerutu Bintang karena menahan malu saat mendapat tatapan mengintimidasi dari para seniornya kala menginjakkan kaki di lantai 3.

Alrescha tersenyum, "Duduk sini! Ramai banget. Tempat duduknya sold out semua."

Bintang memberikan jus kiwi pesananan Alrescha, "Ini jus pesanan Abang. Dan ini kebab-nya."

"Terima kasih, Sayang."

"Sama-sama."

Alrescha meminum jusnya seraya sibuk bermain game di smartphone. Bintang menggeser tubuhnya agar mendekat ke Alrescha. Ia ingin tahu apa yang membuat Alrescha sangat fokus kepada layar smartphone. Ia memerhatikan game yang sama sekali tak dimengertinya. Game perang yang entah bernama apa. Lalu memandang Alrescha yang seperti anak kecil kala terhanyut dengan permainan game-nya.

Bintang memakan kebab, sembari memandang para seniornya yang sedang menunggu giliran. Kepalanya menunduk saat tatapannya bertemu dengan beberapa senior cantik yang sedari tadi memerhatikannya bersama dengan Alrescha. Helaan napas kecewanya berembus, saat Alrescha masih sibuk dengan game-nya. Seakan tak memedulikan tatapan memuja dari mahasiswi-mahasiswi cantik di sekitar.

Bintang meminum jus jambunya, lalu memasukkannya kembali ke dalam plastik beserta kebab, "Bintang pulang aja ya, Bang."

"Sebentar, Sayang!" kata Alrescha menahan.

"Bintang nggak suka di sini. Semua orang melihat Bintang aneh. Abang juga kayaknya udah ada teman di sini. Bintang pulang dulu ya!" tutur Bintang sebelum beranjak untum berdiri.

Tangan kiri Alrescha menarik tangan Bintang, "Duduk!"

Bintang menurut. Ia memerhatikan Alrescha yang memasukkan smartphone ke dalam saku kemeja putihnya. Alrescha tampak sangat berbeda ketika mengenakan pakaian rapi dan berdasi. Meski tidak mengenakan jas, namun Alrescha masih tetap memesona. Bintang menunduk saat Alrescha menatapnya lekat dalam diam.


"Maaf, Abang tadi bukan sedang bermain game seperti apa yang Bintang pikirkan. Abang sedang bekerja tadi. Jangan ngambek, dong! Nanti cepat tua loh," kata Alrescha merayu.

"Kemarin ada yang bilang sama Bintang, katanya game itu nomor dua dan Bintang nomor satu. Bohong!" gerutu Bintang seraya duduk menghadap Alrescha, menghindari tatapan aneh dari orang sekitar.

Alrescha tersenyum sebelum mengacak rambut pendek Bintang dengan gemas, "Maaf, Sayang. Abang sedang mencoba game yang belum rilis. Sekaligus mencoba device baru yang tidak ada di pasaran Indonesia. Abang sedang bekerja tadi, Bi. Kayak begitu pekerjaan Abang."

"Jangan dicuekin!"

"Enggak, Bi! Temani Abang ya. Setelah bimbingan, Abang akan mengajak Bintang ke kantor. Ke Ryotasoft. Ada kuliah sore kan nanti?"

"Iya, jam 5 sore nanti," jawab Bintang sebelum meminum jusnya. "Risi, Bang. Fans Abang matanya minta dicolok tuh!"

Alrescha tertawa ketika mendengar gerutuan Bintang yang sedang kesal karena diperhatikan oleh teman-teman mahasiswa dari berbagai angkatan. Membuat Bintang merengut sebelum memakan kebabnya.

"Jangan ketawa!" larang Bintang dengan mulut yang penuh kunyahan kebab.

"Kamu bikin Abang gemes tahu, Bi! Kalau nggak ada orang, Abang pasti sudah memeluk kamu," kata Alrescha yang hampir membuat Bintang tersedak.

Alrescha mengusap punggung Bintang, lalu mengambil botol minumannya yang berisi air putih dari tas, "Diminum dulu!"

Bintang segera mengambil botol minuman itu, lantas meminumnya. Tangan kanan Alrescha kembali mengusap kepala Bintang. Membuat Bintang menatapnya dengan lekat.

"Terima kasih," ucap Bintang seraya mengembalikan botol minuman Alrescha.

"Untuk?" tanya Alrescha yang sepertinya mengetahui makna khusus dibalik ucapan terima kasih Bintang.

"Untuk kasih sayang Abang sama Bintang," jawab Bintang sebelum mengalihkan pandangannya.

"Sampai sekarang, Bintang masih merasa seperti bermimpi bisa dekat dengan Abang. Abang yang sangat diidolakan di kampus ini. Kadang, Bintang minder kalau jalan sama Abang. Semua orang selalu memerhatikan kita. Bintang nggak suka," ungkap Bintang jujur.

"Kenapa? Apa yang buat Bintang minder jalan sama Abang?" tanya Alrescha serius.

"Karena Bintang nggak cantik. Jadi semua orang menatap Bintang dengan aneh saat berjalan sama Abang."

"Siapa yang bilang Bintang nggak cantik?! Abang akan kasih cermin besar biar mereka ngaca! Merasa cantik tapi hatinya busuk."

"Maksudnya?"

"Mereka, yang kamu bilang cantik itu, kalau nggak pakai make up pasti jelek. Dan mereka itu para calon penguras dompet pacar. Paham nggak?"

"Kok gitu?"

"Iyalah, gaya hidup mereka berbanding terbalik dengan kebutuhan hidup yang sebenarnya. Dan Abang nggak suka cewek-cewek kayak gitu. Pasaran! Diobral lagi! Makanya Abang pilih Bintang."

"Kenapa?"

"Karena Bintang berbeda. Bintang nggak malu tampil apa adanya tanpa perlu menjadi orang lain untuk menarik perhatian Abang. Cantik itu relatif, Bi. Tergantung dari sudut mana kita memandangnya. Bintang cantik, cantik di luar dan di dalam. Kayak Bia, yang selalu apa adanya di depan semua orang."

Bintang tertegun mendengar penuturan Alrescha. Pandangan matanya mengabur karena merebak. Ia mengalihkan pandangannya kala ingin menangis karena ucapan tulus Alrescha. Jantung Bintang kembali berdetak kencang, ketika kedua tangannya digenggam oleh Alrescha. Membuat Bintang kembali menatap Alrescha dalam diam.

"Abang menjadikan Bintang sebagai pacar, bukan untuk main-main. Abang mau, Bintang jadi pacar sekaligus calon istri Abang. Abang nggak suka main-main. Meski Abang suka bermain game, tapi apa pun yang Abang lakukan bukanlah sebuah permainan. Kalau Bintang mengizinkan, Abang mau bertemu dengan kedua orangtua Bintang secepatnya. Boleh?" kata Alresch yang membuat setitik air mata Bintang menetes, dan segera menghapusnya dalam hitungan detik.

"Bintang baru kuliah, Bang. Bintang nggak mau buat Mama kecewa. Bintang kuliah di sini supaya bisa bekerja di perusahaan yang Bintang inginkan. Kalau Abang ingin menikahi Bintang, Bintang belum siap sekarang," cerita Bintang yang merubah wajahnya menjadi sedih. "Bintang mau membantu Mama, Bang. Papa sudah meninggal dua tahun yang lalu. Karena itu Mama harus bekerja keras sendirian sekarang. Adik Bintang masih sekolah di SMA. Apa Abang mau menunggu Bintang? Kalau nggak, Abang boleh meninggalkan Bintang sekarang."

Alrescha mengusap air mata Bintang, "Abang nggak akan pernah melepaskan sesuatu yang sudah Abang dapatkan dengan susah payah. Termasuk Bintang. Bintang sudah menerima Abang sekarang, jadi mulai sekarang kita harus bertahan walau apa pun yang terjadi. Abang nggak akan mengekang Bintang kalau sudah menikah. Bintang boleh kuliah, boleh kerja, boleh main, asal Bintang bahagia dan izin sama Abang. Abang juga pasti akan membantu Mama Bintang nanti."

Bintang menengadahkan kepala agar air matanya tak kembali menetes, "Bisa ganti topik nggak?!"

Alrescha tertawa sebelum memakan kebabnya yang hampir dingin, "Cepat dimakan kebabnya!"

Bintang mengangguk sambil mengembuskan napasnya. Menghalau air matanya yang akan terjatuh. Otaknya mulai memikirkan apa yang Alrescha katakan beberapa menit lalu. Membuat Alrescha tersenyum melihat Bintang yang tampak imut dengan wajah polosnya saat berpikir.

"Jangan dipikirkan, Bi! Makan aja kebabnya, jangan sambil mikir!" gurau Alrescha, "Kita jalanin saja sekarang. Yang penting Bintang harus tahu, Abang benar-benar serius sama Bintang."

"Abang belum mengenal siapa Bintang," timpal Bintang yang juga belum sepenuhnya mengenal siapa Alrescha sebenarnya.

"Bintang Manessa Ibrahim. Lahir di Jakarta, 17 Agustus 2018. Dari pasangan Bapak Rakha Ibrahim dan Ibu Lintang Prameswari. Papa dan Mama Bintang adalah seorang guru. Adik Bintang satu, Nalendra Ibrahim atau biasa dipanggil Ibra. Bintang memilih jurusan Sistem Informasi karena Bintang sangat mengagumi kecanggihan komputer. Golongan darah A, mengikuti Papa. Is that enough?" ungkap Alrescha yang membuat Bintang tercengang.

"Dari mana Abang tahu? Abang memata-matai Bintang?!"

Alrescha terkekeh, "Jadi benar semua?"

"Abang tahu dari mana?! Abang nakutin deh!"

"Mana ada hantu cakep di siang bolong, Bi! Banyak cara menuju Roma. Abang akan kasih tahu dari mana biodata itu Abang dapat, kalau Bintang sudah menjadi istri Abang."

"Curang!"

"Bukan curang, Sayang. Abang memulai start terlebih dahulu untuk mendekati Bintang. Dan hari ini, Abang akan mengajak Bintang untuk berkenalan dengan kehidupan Abang selama ini. Siap?"

"Bimbingan dulu sana! Biar nggak error kayak Bang Arash!"

Alrescha tertawa, "Jangan suka menyebut nama Bang Arash sembarangan! Bahaya."

"Kenapa?"

"Karena sudah ada Abang Alrescha di sini, Bi! Nggak mau kan lihat Abang berantem sama Bang Arash?"

"Kayaknya keren tuh kalau Abang berantem sama Bang Arash. Kira-kira siapa ya yang menang?"

"Sudah pintar ya sekarang ngegoda Abang. Sini Abang kecup!"

"Bintang kasih tahu Mama nih kalau Abang main kecup Bintang sembarangan! Mama kalau marah nakutin loh, Bang!"

"Laporin aja. Abang nggak takut!"

Alrescha memajukan tubuhnya, mendekat kepada Bintang. Membuat Bintang memundurkan tubuh agar jarak tak segera menghilang. Bintang tersentak ketika tangan kanannya ditarik Alrescha agar tak menjauh.

"Mau kemana? Abang nggak akan kecup Bintang di sini. Tolong mukanya dikondisikan ya, Dek!" ledek Alrescha yang membuat Bintang sebal.

"Abang!" seru Bintang seraya memukul lengan Alrescha, ia seakan tak memedulikan lagi orang-orang yang menatapnya aneh.

"Abang siapa, Bi?"

"Abang Alrescha-nya Bintang lah. Masa Abang Arash! Mending Bang Aksa, lebih keren dari Abang Alres. Suka!"

Alrescha mendengkus kesal. Kekasih kecilnya sudah mulai bisa membolak-balikkan kata-kata untuk menggoda. Bintang tergelak menatap Alrescha yang berpura-pura kesal.

"Kalau gitu sama Bang Aksa aja sana!" perintah Alrescha.

"Nggak ah! Ketuaan," tolak Bintang tegas. "Bintang mau sama Abang Alrescha aja, Abang Alrescha-nya Bintang!"

Alrescha tertawa kembali. Ia menahan diri untuk memeluk Bintang yang sangat menggemaskan di matanya. Dalam hati berdoa, semoga Semesta dapat menyatukannya dengan Bintang secepat mungkin. Alrescha ingin seperti ayahnya. Mencintai Bia dengan cara yang diridai oleh Allah. Ia pun ingin mencintai Bintang dengan cara yang halal untuk menghapus segala sekat.

Tbc.

08March.18

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top