7. Konsistensi rasa

"Abang, terima kasih," kata Bintang setelah turun dari motor Alrescha.

Alrescha membuka helm full face-nya, "Terima kasih buat apa, Bi?"

"Buat semuanya," sahut Bintang diiringi senyumnya.

Alrescha tersenyum. Lalu mengusap kepala Bintang dengan penuh sayang. Membuat degup jantung Bintang kembali bertalu kencang. Wajah Bintang pun mulai terasa memanas, ketika mengingat bagaimana Alrescha memeluknya erat diiringi dengan kecupan yang mampu membuat kakinya merasa lemas.

"Apa pun akan Abang lakukan buat Bintang seorang," ucap Alrescha serius. "Mulai sekarang kalau ada apa-apa, Bintang cerita ya sama Abang. Apa pun itu. Termasuk soal kuliah Bintang. In syaa Allah Abang akan bantu."

Bintang mengangguk, "Iya."

"Iya, apa?"

"Iya, Abang Alrescha-nya Bintang."

Alrescha tertawa, "Udah pintar ya balas omongannya Abang."

"Kan Abang yang mengajari Bintang."

"Itu kan panggilan sayang Abang buat Bintang. Memangnya Bintang udah sayang sama Abang?"

Bintang menatap lekat kedua mata Alrescha yang juga sedang memandangnya. Alrescha masih setia duduk di atas motornya. Karena jika ia turun dan duduk kembali bersama Bintang, maka bisa dipastikan dirinya akan lupa waktu. Alrescha menahan senyum. Memandang Bintang yang sedang mengangguk dengan malu saat menjawab pertanyaannya.


"Apa?" tanya Alrescha meledek.

"Udah," ucap Bintang tersipu malu.

"Udah apa?"

"Ih, Abang! Gitu deh!"

Gelak tawa Alrescha kembali terdengar. Membuat Bintang mencubit lengannya hingga Alrescha mengerang kesakitan.

"Sakit tahu, Bi, cubitan kamu. Bisa diganti nggak kalau lagi gemas sama Abang? Jangan mencubit," pinta Alrescha.

"Diganti apa?" tanya Bintang.

"Pakai kecupan mungkin," seloroh Alrescha berharap.

"Ih, Abang! Udah deh meledeknya!"

Alrescha terkekeh, "Ya sudah, Abang pulang dulu ya. Kalau Abang nggak sibuk, kita ketemu lagi besok."

Bintang langsung mengangguk diiringi senyumannya. Tubuhnya mematung dalam hitungan detik, saat Alrescha tiba-tiba saja mencium keningnya. Ia terdiam menatap Alrescha yang tampak biasa saja. Alrescha memakai helmnya kembali. Lalu menyalakan mesin motornya.

"Cepat bobok! Jangan tidur malam-malam!" perintah Alrescha tegas.

Bintang mengangguk, "Abang hati-hati, ya!"

"Iya, Sayang. Nanti Abang hubungi kalau sudah sampai di rumah. Assalamualaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Bintang memandang kepergian Alrescha dalam diam. Ia seakan mendapat serangan jantung yang bertubi-tubi setiap kali mendapat sentuhan sederhana dari Alrescha. Terlebih panggilan sayang yang selalu Alrescha berikan kepadanya. Membuat dirinya seakan mendapat sengatan listrik yang sangat menggetarkan jiwa.

"Dek, udah masuk! Mas Alres udah pergi tuh," ledek Puri yang sedari tadi melihat apa yang Alrescha lakukan kepada Bintang.

Bintang tersadar. Ia tersenyum sebelum masuk ke dalam kosnya. Ia berjalan menunduk kala melewati kakak-kakak kos yang sedang duduk bersama dengan kekasihnya masing-masing.

"Bawa apa kamu, Dek?" tanya Rendi, kekasih Mega.

Bintang tersenyum, "Martabak, Mas. Pesanannya Kakak-Kakak kos," jawab Bintang.

"Wah! Rejeki nomplok ini Yang," seru Mega menghampiri Bintang.

"Sering-sering ya, Bi." Puri menyahut sembari meledek.

"Ih, Kak Puri apaan sih! Ini Bang Alres yang beliin," ujar Bintang.

"Cieee ..., Abang Alres-nya Bintang," seloroh kakak-kakak kos Bintang serempak, membuat Bintang malu bukan main.

"Makan-makan ini mah!" timpal Rangga, kekasih Puri.

"Nasi kucing mau, Mas?" gurau Bintang yang membuat gelak tawa di ruang tamu dan teras terdengar.

"Masa pacarnya Alrescha syukuran pakai nasi kucing. Nggak level!" kata Rendi.

"Kok nggak level?" tanya Bintang bingung.

"Kamu nggak tahu Dek kalau Mas Alrescha udah kerja?" tanya Puri sebelum memakan martabak.

"Tahu kok. Bang Alres cerita tadi," jawab Bintang.

"Tahu pekerjaan Abang Alres itu apa?" selidik Mega kepada Bintang yang masih tampak polos.

Bintang menggeleng, "Enggak."

"Kalau kamu menikah sama Alrescha, dijamin deh hidup kamu makmur sentosa selamanya," tutur Rangga setelah mengunyah martabak.

"Emang pekerjaannya Bang Alres apa, Mas?" tanya Bintang ingin tahu.

"Duh, Dek! Kamu belum tahu siapa Alrescha? Siap-siap aja deh dibuat shocked jantung," kata Rendi yang semakin membuat Bintang bingung.

"Siapin diri aja, kali Mas Alres tiba-tiba melamar kamu nanti!" seloroh Puri.

Tubuh Bintang menegang. Ia kembali teringat dengan ucapan Alrescha sebelum dirinya menolak waktu itu. Alrescha mengatakan tentang pacar sekaligus calon istri. Suara gelak tawa terdengar keras. Membuat Bintang kembali tersadar dari lamunannya.

"Mas Alres itu bukan tipe cowok yang suka main-main, Dek. Kamu belum tahu sepak terjang dia sebagai Pres BEM kan? Mas Alres itu selalu serius dan konsisten sama apa yang dia ucapkan serta lakukan," tutur Sinta yang sedari tadi sedang makan di ruang tamu, sambil mendengarkan candaan teman-temannya yang berada di teras.

Sinta adalah salah satu anggota BEM F di fakultas Bintang. Ia sangat hapal bagaimana sepak terjang Alrescha sebagai Pres BEM selama ini. Alrescha sangat terkenal anti pacaran. Sudah tak terhitung, berapa banyak perempuan cantik yang patah hati karena penolakan Alrescha. Jangankan menolak, Alrescha pun tak pernah mengijinkan teman-teman perempuan untuk menaiki motor kesayangannya.

"Sudah, ya! Nanti Bintang makin bingung lagi," ujar Mega yang tak tega melihat muka polos dan bingung Bintang, "sampaikan terima kasih kita sama Mas Alres. Bilang sama dia, sering-sering beliin makanan!"

"Sama aja Lo, Mak!" seru Sinta sebelum masuk untuk mencuci tangannya yang kotor.

Gelak tawa kembali terdengar. Bintang pun berpamitan untuk masuk ke kamarnya. Otaknya mulai menerka-nerka apa maksud dari semua perkataan kakak-kakak kosnya. Seterkenal itukah Alrescha di mata semua orang? Satu pertanyaan yang sangat ingin Bintang lontarkan kepada kekasih barunya, Alrescha.

°°°

Setelah mematikan mesin motor, Alrescha melepas helm full face-nya. Kepalanya menoleh, ketika mobil city car mewah berwarna putih terparkir di samping motornya. Mobil city car keluaran terbaru yang mengusung mesin i-VTEC 1.5 liter bertransmisi CVT. Mobil yang benar-benar mewakilkan pemiliknya, royal dan berkelas.

"Mata Lo kenapa, Dek? Kayak panda begitu. Berapa hari nggak bobok?" tanya Arash meledek dan berjalan menyusul Alrescha.

"Ngaca dong, Bang!" seru Alrescha sebal, "sesama panda nggak usah saling menghina!"

Arash tertawa. Ia segera tersadar, jika dirinya pun sudah beberapa hari tidak tertidur nyenyak karena bertugas menjaga orang nomor satu di Indonesia. Pekerjaan yang sangat diimpikan Alrescha sedari dulu. Karena Alrescha pasti akan kuat bertahan untuk tidak tidur dalam beberapa hari. Tetapi sayang, hal itu hanya menjadi impian Alrescha semata.

Meski tidak bisa sekeren abang-abangnya sebagai abdi negara, tapi Alrescha bangga dengan pencapaiannya selama ini. Tanpa campur tangan orang tua dan keluarga besarnya. Semua karena kerja keras dan ketekunannya agar bisa dipandang sama dengan abang-abangnya.

"Nanti gue temenin deh boboknya," kata Arash saat membuka pintu rumah.

"Assalamualaikum!" teriak Arash dan Alrescha serempak.

"Wa'alaikumsalam," sahut Aksa yang sedang menonton televisi di ruang keluarga.

"Ogah Alres ditemenin tidur sama Abang! Yang ada nanti Alres nggak bisa bangun lagi, Abang pasti lupa nggak bangunin Alres," sungut Alrescha sebelum duduk di samping Aksa, sedang Arash tertawa sebelum duduk di sofa yang lain.

"Maaf, Dedek Alres. Kan Abang juga ngantuk banget waktu itu," sahut Arash yang dibalas Alrescha dengan mencebikkan mulutnya.

"Bisa nggak, sehari aja kalian jangan ribut?" tanya Aksa yang mulai terganggu dengan keributan Arash dan Alrescha.

"Bang Arash tuh, Bang. Ngeselin!" adu Alrescha sebelum menyandarkan kepalanya di kepala sofa.

"Ngeselin tapi ngangenin kan?" timpal Arash yang tak akan pernah bosan mengganggu Alrescha.

"Serah Lo, Bang!" geram Alrescha.

Arash tertawa sesaat. Sebelum tersadar jika eyangnya pasti sudah tidur. Karena jam dinding di rumahnya sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam. Ia meringis ketika mendapat tatapan tajam dari Aksa. Kemudian melepas sepatu pantofel dan melepas dua kancing teratas baju batiknya. Pun dengan Alrescha. Melepas sepatunya, dan jaket yang dikenakan.

"Kok sepi, Bang? Bia sama Ayah mana? Bang Archie?" tanya Alrescha yang sudah sangat merindukan keluarganya.

"Ayah sama Bia lagi pergi ke pesta pernikahan anak teman Ayah. Archie belum pulang," jawab Aksa. "Belum pada makan kan? Bia sudah masakin makanan kesukaan kalian tuh."

"Bia masak apa, Bang?" tanya Arash yang sedari tadi kelaparan.

"Cumi saus tiram, cah kangkung sama udang galah bakar kalau nggak salah," jawab Aksa sambil mengingat-ingat nama makanan yang dimakannya beberapa menit lalu.

"Duh! Enak banget itu," sahut Arash yang sepertinya tak bisa lagi menahan rasa laparnya.

"Yah! Alres sudah makan tadi," ujar Alrescha yang sangat ingin memakan udang favoritnya.

"Makan lagi sana! Bia sudah masakin buat kamu dan Arash itu," titah Aksa.

"Tumben makan di luar. Makan sama siapa Lo?" tanya Arash ingin tahu.

"Sama calon istri Alres, Bang," sahut Alrescha bahagia, seraya membayangkan bagaimana nikmatnya makan malam bersama dengan Bintang tadi.

"Lo jadi melangkahi Abang semua, Dek?" tanya Arash serius.

Alrescha tersenyum sebelum menganggukkan kepalanya, "Kapan Alres suka main-main. Emang Bang Arash yang suka main-main nggak jelas!"

Arash melempar bantal sofa kepada Alrescha. Tanpa bisa dihindari, bantal itu langsung mengenai wajah Alrescha. Membuat Alrescha kesal bukan main. Lalu ia melempar bantal itu kembali ke arah Arash. Namun Arash mampu menghindar diiringi gelak tawanya.

"Kalau Bang Arash nggak mau gue langkahin, Abang buruan deh cari calon Ibu PIA terus nikahin secepatnya!" kata Alrescha yang membuat Arash menghela dan mengembuskan napasnya dengan kasar.

"Itu dia, susah cari calon Ibu PIA di jaman now! Lihat aja Bang Aksa sama Bang Archie, mereka juga belum dapat calon Ibu Persit yang keren kayak Bia," ungkap Arash. "Nggak ada gitu, teman Lo yang tingkahnya mirip-mirip Bia, Dek?"

"Emangnya cewek kamu yang kemarin kemana, Rash? Putus lagi?" tanya Aksa memberondong.

"Yang ada kasihan teman Alres kalau nanti sama Bang Arash. Makan hati!" seru Alrescha.

"Kampret, Lo!" seru Arash sebal pada Alrescha.

"Gue putusin, Bang! Dia bilang gue nggak peduli sama dia, nggak perhatian sama dia. Lha, kan gue udah cerita kerjaan gue apa. Eh, tu cewek yang nggak pernah bersyukur punya calon laki kayak gue malah cari perhatian sama cowok lain. Kan kampretto, Bang!" geram Arash mengingat mantan pacarnya beberapa bulan lalu.

Alrescha terkekeh, "Itu tandanya bukan jodoh Lo, Bang! Cewek kayak begitu mah nggak pantas jadi Ibu PIA. Cewek bodoh! Nggak tahu mana lelaki yang punya masa depan cerah."

"Nah itu! Makanya langsung gue putusin pas tahu dia selingkuh di belakang gue," timpal Arash.

"Calon Ibu Persit atau calon Ibu PIA itu harus sabar, ikhlas, dan tangguh. Apalagi yang bakalan mendampingi kita sebagai perwira," terang Aksa.

"Berat! Mereka yang cuma bisa alay di socmed, nggak akan kuat. Bakalan kena damprat pas nikah kantor, dan mundur karena nggak selamat," imbuh Alrescha sebelum terkekeh.

"Makanya itu, calon-calon ibu kayak gitu tuh langka tahu," sahut Arash.

"Sabar ya, Bang! Ikhlasin aja kalau nanti Alres melangkahi Abang," ledek Alrescha yang disambut senyum simpul dari Aksa, dan wajah merengut Arash.

"Assalamualaikum," salam Archie yang baru saja pulang.

"Wa'alaikumsalam," sahut Aksa, Arash, Alresch serempak.

"Abang bawa apa?" tanya Alrescha ketika Archie membawa dua kotak persegi berwarna hitam.

Archie tersenyum, "Black pizza. Ada yang mau?"

"Mau!" sahut Arash dan Alrescha serempak, sedang Aksa dan Archie hanya tersenyum simpul melihat kekompakan adik-adiknya yang jarang akur itu.

"Mirip paduan suara kalian," kata Aksa. "Sana makan! Mumpung masih hangat. Abang baru panasin tadi."

"Sebentar, Bang. Cobain ini dulu," kata Arash sebelum membuka kotak pizza berukuran medium.

"Cuci tangan dulu, Arash!" titah Archie kala Arash meraih sepotong black pizza.

Arash meringis, "Nanggung, Bang!"

Archie langsung mengambil pizza yang berada di tangan Arash dengan paksa. Membuat Alrescha menarik tangan kanannya yang akan mengambil pizza. Sedang Arash merengut sebal.

"Abang nggak asyik, ah! Cuma satu, Bang! Habis itu baru cuci tangan, terus makan. Arash baru pulang tahu, Bang!" gerutu Arash yang sedari tadi kelaparan.

"Nanti perut kamu sakit, Arash! Kebiasaan jelek kamu!" Archie menasehati.

"Kalau perut Arash sakit, Bang Archie kan bisa kasih obat biar cepat sembuh," timpal Arash.

"Iya, Bang Archie. Biarin aja Bang Arash sakit perut, habis itu Abang kasih deh obat bius biar Bang Arash anteng," kata Alrescha berseloroh.

"Mulut Lo, Kecil!" seru Arash sebelum menarik bibir Alrescha saat kedua kakinya akan melangkah ke ruang makan.

"Abang!" pekik Alrescha tak suka.

"Adek!" peringat Aksa dan Archie serempak.

Keduanya tak ingin jika eyangnya sampai terbangun.

"Bang Arash yang nakal, Bang!" adu Alrescha sembari memegang bibirnya.

"Sudah sana makan! Temani Bang Arash," kata Aksa.

"Nanti temani Alres tidur ya, Bang! Bia pasti capek nanti. Kasihan," pinta Alrescha memohon kepada kedua abangnya.

"Iya, gampang," jawab Aksa.

"Bang Aksa yang mau nemenin Alres tidur?" tanya Alres tak percaya.

Aksa mengangguk, "Iya, Dek. Bang Archie kan baru pulang, biar dia istirahat. Arash juga baru pulang."

Archie tersenyum setelah melepas jaket yang menutupi seragam dorengnya. Lalu melepas sepatu sebelum menyusul Arash untuk makan. Meninggalkan dua kotak black pizza berukuran medium di atas meja di ruang keluarga bersama Aksa.

"Ayo, Dek!" ajak Archie kepada Alrescha.

Alrescha mengangguk, "Terima kasih, Bang Aksa. Alres makan dulu!"

Aksa mengangguk seraya tersenyum. Ia selalu merasa bahagia ketika bisa membantu ayah, bia dan adik-adiknya. Ia pun merasa sangat beruntung bisa memiliki keluarga besar yang selalu memberikan kasih sayang berlimpah kepadanya. Hal yang selalu disyukuri Aksa setiap waktu. Membuat Aksa berjanji akan melakukan apa pun demi kebahagiaan keluarga tercintanya itu.

°°°

Setelah membersihkan diri, Alrescha bersiap untuk tidur. Ia duduk seraya bersandar di kepala ranjang. Tangan kanannya terulur ke nakas. Mengambil smartphone untuk menghubungi Bintang. Meski sudah mengirim pesan, namun tak membuat Alrescha merasa puas. Ia ingin mendengar dan melihat Bintang sebelum dirinya tidur.


"Assalamualaikum, Bi," salam Alrescha ketika video call-nya langsung diangkat oleh Bintang.

Bintang tersenyum, "Wa'alaikumsalam, Abang. Bintang kira Abang sudah tidur tadi. Pesan terakhir Bintang nggak dibalas."

"Maaf, Sayang. Tadi ngobrol dulu sama Abang-Abang sambil ngemil. Kok belum tidur? Ini sudah setengah dua belas loh."

"Belum ngantuk. Bintang biasa tidur malam."

"Sekarang, Bintang belajar buat tidur lebih awal! Jangan dibiasain bobok malam-malam!"

"Susah, Abang! Bintang bisa tidur cepat kalau udah ngerasa capek banget."

"Ya udah, yang penting Bintang jangan kenapa-kenapa! Jaga kesehatan!"

"Iya, Abang."

Keduanya tiba-tiba saja terdiam. Alrescha hanya menatap layar smartphone-nya yang sedang menampilkan wajah cantik Bintang tanpa polesan apa pun. Memandang lekat wajah Bintang yang selalu mampu membuatnya merasa rindu. Rindu yang tersemat dalam doa agar terbalaskan.

"Kok diem?" tanya Bintang yang mulai merasa malu karena ditatap terus menerus oleh Alrescha.

Senyum Alrescha tersungging, "Abang kangen sama Bintang. Mau puasin mandang wajah Bintang sebelum tidur."

Bintang menunduk. Menutupi semburat kemerahan di wajahnya yang mulai memanas. Membuat Alrescha tersenyum bahagia. Bintang kembali mendongak, ketika teringat dengan percakapan bersama kakak-kakak kosnya beberapa jam lalu.

"Abang, Bintang boleh tanya sesuatu nggak?" tanya Bintang memberanikan diri.

"Mau tanya apa, Bi?" Alrescha penasaran.

"Abang kerja di mana?"

"Abang bekerja di Ryotasoft. Pernah dengar nama Ryotasoft?"

"Enggak. Namanya mirip kayak nama Abang. Ryota," ujar Bintang seraya tersenyum, "Abang kerja apa di sana?"

"Ryotasoft itu salah satu perusahaan game di Indonesia. Abang perancang game, dan tugas penting Abang itu menjaga stabilitas perusahaan. Besok setelah selesai kuliah, Abang jemput Bintang ya! Abang akan mengajak Bintang ke Ryotasoft."

Bintang terdiam sejenak. Mencoba mencerna penjelasan Alrescha yang belum sepenuhnya dipahami.

"Memangnya boleh Bintang ikut Abang bekerja? Bos Abang nggak marah?" tanya Bintang polos dan langsung disambut kekehan dari Alrescha.

"Bos Abang nggak akan marah. Nanti Abang kenalkan sama bos besar Ryotasoft. Kapan pun Bintang mau menemani Abang ke kantor, pasti bisa," kata Alrescha yang semakin gemas dengan wajah polos Bintang.

"Enaknya bisa bekerja di situ. Bebas kerjanya. Abang pasti main game terus di sana."

"Kalau Bintang mau, Bintang juga bisa bekerja di sana. Tapi ada ujiannya dulu."

"Bintang nggak suka main game. Bintang mau kerja di perusahaan lain aja."

"Kalau Bintang nggak suka main game, berarti Bintang nggak suka Abang dong? Karena game itu sudah jadi bagian dari hidup Abang."

"Kok gitu? Bintang suka sama Abang," ucap Bintang yang membuat seulas senyum Alrescha tersungging, "kalau Abang mau main game, ya terserah Abang. Yang penting, Bintang nggak dicuekin!"

Alrescha tertawa, "Abang nggak akan cuekin Bintang kok. Sekarang game nomor dua, dan Bintang nomor satu."

Alrescha menoleh ke arah pintu kamar saat terbuka. Membuat percakapannya bersama Bintang terhenti. Aksa yang sudah mengenakan piyama segera melangkah ke tempat tidur.

"Kirain kamu sudah tidur, Dek," ujar Aksa sebelum menyelimuti tubuhnya.

"Mau tidur ya, Bang?" tanya Bintang sesaat setelah mendengar suara Aksa.

"Abang?" Aksa melongok untuk melihat layar smartphone Alrescha.

"Ini abangnya Abang, Bi. Bang Aksa," kata Alrescha mengenalkan Aksa kepada Bintang.

"Hai, Bi," sapa Aksa seraya melambaikan tangannya.

"Bintang!" seru Alrescha tak suka ketika mendengar Aksa menyapa Bintang dengan panggilan kesayangannya.

Aksa terkekeh, "Hai, Bintang. Nice to see you."

"Hai, Bang Aksa. Salam kenal." Bintang mulai menyapa Aksa.

Pintu kamar Alrescha kembali terbuka. Membuat helaan napas Alrescha berembus kasar. Lalu ia segera kembali menatap layar smartphone-nya.

"Bi, udah dulu ya! Besok Abang hubungi lagi," kata Alrescha bersamaan dengan Arash yang berhasil mengintip layar smartphone-nya.

Bintang terperanjat kaget, kala melihat seorang lelaki tanpa baju muncul di samping Alrescha.

"Hai, Cantik." Arash menyapa Bintang dengan senyum menggodanya.

Tangan Alrescha segera mendorong kepala Arash agar menjauh darinya, "Abang apaan sih?! Ngapain ke sini?"

"Jangan berisik! Nanti Ayah sama Bia bangun lagi!" peringat Arash. "Abang mau kasih ini sama kamu."

Arash menyodorkan sebuah paper bag besar berwarna cokelat kepada Alrescha. Membuat Alrescha lupa untuk mematikan video call-nya. Tangan kanan Alrescha mengambil paper bag dengan kasar. Lalu melongok isi di dalam paper bag itu.

"Apa ini, Bang?" tanya Alrescha mengambil isi dari dalam tas kertas itu, sedang Arash langsung mengambil smartphone adiknya dengan secepat kilat.

"Koteka, oleh-oleh dari Papua." Arash tersenyum lebar kepada Alrescha.

"Bangke! Ngapain Abang kasih gue koteka? Oleh-oleh yang lain ada kali, Bang! Lo mah emang suka bikin orang kesel. Sana keluar!" usir Alrescha sebal.

Arash tertawa, "Ya siapa tahu aja kamu mau ikut karnaval pakai pakaian adat, Dek."

"Smartphone Alres mana?!" tanya Alrescha tak sabar seraya mencari smartphone-nya.

"Hai, Cantik. Kirain udah bobok," kata Arash kepada Bintang, membuat Alrescha segera beranjak dari tempat tidur dan berusaha untuk merebut smartphone-nya. "Ini Bang Arash. Abangnya Abang Alrescha yang paling ganteng."

"Abang! Nggak usah rese deh!" geram Alrescha.

"Sebentar dong, Abang Alrescha! Kan mau kenalan sama calon adik ipar," kata Arash seraya berlari kecil menghindari tangan Alrescha.

"Arash! Sudah malam. Berisik tahu!" peringat Aksa keras.

"Oke!" seru Arash berhenti seraya menyembunyikan smartphone Alrescha di belakang tubuhnya.

"Abang cuma mau kenalan aja kok, Dek! Habis itu Abang keluar. Oke?" kata Arash.

"Balikin!" sungut Alrescha kesal.

"Iya, tapi izinin dulu buat kenalan sama si cantik ini."

"Iya!"

Arash tertawa sebelum kembali menatap layar smartphone Alrescha. Alrescha yang sedari tadi bersiap langsung mengambil paksa smartphone-nya dari tangan Arash.

"Keluar!" pekik Alrescha setelah berhasil mengambil smartphone-nya.

Arash tergelak, "Iya, Abang Alrescha. Gemes deh ah! Bye, Cantik!"

Napas Alrescha memburu saat menatap Arash yang tersenyum jahil sebelum menutup pintu. Alrescha pun kembali menatap layar smartphone. Di sana Bintang masih setia menunggu dengan tatapan kebingungannya.

"Maaf ya, Sayang. Tadi itu Bang Arash. Dia emang agak error orangnya," jelas Alrescha sebelum duduk di tepi ranjang.

"Oh! Kirain tadi siapa." Bintang menyahutinya setelah menguap.

"Sudah mengantuk?"

Bintang mengangguk, "Sedikit."

"Ya udah, cepat bobok ya! Besok Abang telepon lagi. Night, Bi. Miss you."

Bintang tersenyum malu karena sempat melihat pergerakan Aksa yang belum tidur.

"Abang juga! Cepat bobok! Night, Abang. Miss you too."

"Assalamualaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Alrescha tersenyum setelah selesai menutup video call-nya. Ia meletakkan smartphone-nya di atas nakas, di depan figura kecil yang berisi foto Alrescha beserta abang-abangnya. Seulas senyum Alrescha tersungging. Memandang foto kebersamaannya bersama abang-abangnya yang sangat langka itu. Dan karena ide Arash itulah yang membuat mereka semua bisa berfoto bersama.


"Abang Alrescha, cepat bobok! Nanti waktu tidurnya makin sedikit loh!" peringat Aksa sembari meledek.

"Cantik nggak, Bang?" tanya Alrescha.

"Cantik. Mahasiswi baru?" tebak Aksa mengingat wajah polos Bintang.

"Iya. Mahasiswi baru yang bikin Alres terpesona."

"Kamu serius sama dia?"

"Iya. Abang nggak percaya sama Alres?

"Abang percaya sama kamu, Dek. Abang cuma mau memastikan saja. Kalau serius, jaga Bintang baik-baik! Jangan buat dia menangis! Kalau kamu buat dia menangis, sama saja kamu buat Bia menangis."

"In syaa Allah, Alres akan jaga Bintang dengan baik sampai nanti."

Aksa mengangguk sebelum memeluk bantal guling, "Sudah tidur!"

"Jangan lupa bangunkan Alres ya, Bang!" Alrescha mengingatkan Aksa.

"Iya, Adek! Cepat tidur!"

"Night, Abang. Terima kasih."

"Sama-sama. Night."

Alrescha memejamkan kedua matanya seraya berdoa sebelum tidur. Wajah cantik Bintang masih saja terngiang-ngiang di benak Alrescha. Ia yakin jika rasa yang tidak terdeskipsikan di hatinya itu sudah memiliki konsistensi tersendiri bagi Bintang. Seulas senyumnya kembali tersungging sebelum benar-benar terlelap ke alam mimpi. Membuat Aksa ikut tersenyum memandangnya.

Tbc.

07March.18

Bonus foto Bang Arash yang bikin Bintang kaget. 🙈✌



Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top