25. Bintang Suar

Tepat pukul setengah tujuh pagi, Bintang telah sampai di tempat parkir apartemen Alrescha. Dibantu oleh supir sekaligus pengawal pribadi Alrescha, Bintang membawa beberapa makanan cepat saji sesuai perintah sang kekasih untuk sarapan bersama. Suara denting lift yang berbunyi menandakan bahwa Bintang telah sampai di tempat tujuannya. Ia bergegas masuk ke unit apartemen Alrescha setelah sidik jarinya dikenali oleh handle pintu pengunci digital.

"Assalamu'alaikum," salam Bintang diikuti Pak Dian di belakangnya.

"Wa'alaikumsalam," sahut Ibra dan teman-temannya yang berada di ruang tengah seraya fokus dengan smartphone masing-masing.

"Terima kasih, Pak Dian," ucap Bintang saat Pak Dian meletakkan sisa makanan dan minuman yang dibawa.

"Sama-sama, Mbak Bintang," sahut Pak Dian sopan.

"Pak Dian, kita sarapan bersama dulu, ya," kata Alrescha yang baru keluar dari kamar sambil menggulung lengan panjang kemeja hitamnya.

"Iya, Bang." Pak Dian menurut, duduk di salah satu kursi meja makan setelah dipersilakan oleh Alrescha.

"Ayo makan," ajak Alrescha pada Ibra dan rekannya.

"Sebentar, Bang." Ibra dan Zaki langsung menyahut.

"Sek, Bang," imbuh Reza dengan bahasa Jawa-nya.

"Huntmans, Hanoman, ready?" Suara Yuda yang sedang menjadi ADC sekaligus kapten di timnya.

"5 detik lagi," jawab Ibra dengan ID Huntmans.

"Hanoman's ready," sahut Bagas,

"Coke, siapkan ultimate," perintah Yuda pada sang jungler--Reza.

"Ready, Cok," kata Reza menyahut.

"Get ready. Gank, now!" seru Yuda bersemangat.

"Komet, closer!" Yuda meminta support-nya untuk mendekat--Zaki.

"Copy, Galaxy," ujar Zaki patuh.

Kepala Bintang menoleh saat diusap lembut oleh Alrescha. Alrescha sengaja menahan Bintang yang akan mendekati Ibra dan teman-teman. Para remaja lelaki itu sedang berlatih bersama dengan salah satu tim rival mereka yang tidak lolos ke babak play-off. Beberapa detik kemudian sorak-sorai terdengar. Menandakan jika tim Ibra memenangkan permainan tersebut.

"Nice!" seru Ibra gembira.

"We won."

"Yes, yes, yes."

"Jancok, toh, ultiku?"

"Ayo, cepat makan. Nanti keburu macet," peringat Alrescha.

"Dapat apa kalau menang?" ejek Bintang sebal.

"Dapat bonus, dong, buat perang nanti," sahut Ibra.

Reza, Zaki, Bagas dan Yuda bergegas ke arah meja makan menyusul Ibra. Di sana Bintang membagikan burger, kentang goreng, dan segelas kopi hitam pada Alrescha, Ibra beserta teman-temannya. Sementara Alrescha mengambil nasi uduk, nugget dan segelas kopi hitam untuk Pak Dian. Tersisa satu paket nasi uduk lengkap untuk Angga yang masih di kamar mandi.

"Bang Alres, di sana nanti dapat snack nggak?" tanya Zaki sopan dari ruang tengah.

"Huum. Kenapa?" Alrescha yang sedang menikmati burger-nya di ruang makan bersama Bintang dan Pak Dian menyahut.

"Kali kita lapar nanti, Bang," sahut Ibra yang duduk di karpet bersama dengan Zaki dan Reza.

"Iyo, Bang. Di hotel makanane pasti mahal, toh?" Reza menambahkan dengan bahasa campurannya.

"Kenapa pada minta burger tadi? Kan, ada menu nasi," sela Bintang yang duduk di samping Alrescha.

"Masa jauh-jauh ke Ibu Kota ending-nya sarapan nasi uduk juga. Bosan kali, Kak," kata Ibra.

"Dapat makan siang juga nggak, Bang?" tanya Bagas yang sedari tadi terdiam menikmati sarapannya.

"Insya Allah dapat. Kalau enggak, kalian minta makan sama Kak Bintang nanti," tutur Alrescha santai.

"Wah..., Mbak Bintang duite akeh saiki," goda Reza.

"Pacarnya Pak Bos," imbuh Yuda berani.

"Berisik kalian! Cepat dimakan," sungut Bintang.

"Sabar, Mbak. Wong sabar disayang pacar."  Reza kembali menggoda Bintang.

"Jancok!" seru Alrescha yang langsung membuat Reza tersenyum kaku sebelum terdiam, sedang yang lain justru tertawa.

"Ati-ati. Kakak gue udah punya pawang," peringat Ibra.

Sementara Pak Dian tiba-tiba tersedak kala mendengar Alrescha mengucapkan kata yang tampak terdengar kasar di telinganya.

"Pak Dian nggak apa-apa?" tanya Alrescha cemas.

Pak Dian menggeleng, "Nggak apa-apa, Bang. Maaf, apa Bang Alres tahu artinya kata yang barusan itu?"

"Yang mana, Pak?"

"Jancok."

"Oh. Itu nama panggilan Reza. Kenapa, Pak?"

"Saya kira Bang Alres sedang mengumpat tadi."

"Emang artinya itu apa, Pak?" tanya Bintang penasaran.

"Kata jancok merupakan salah satu jenis kata umpatan yang populer di Jawa Timur." Pak Dian menerangkan.

Reza kemudian menambahkan, "Ngene, Mbak Bintang. Arti jancok kui sebenere memiliki beberapa makna. Tapi memang kata jancok lebih sering dikenal dengan makna tidak baik, seperti salah satu bentuk bahasa umpatan. Arti jancok bisa berkonotasi buruk kalau digunakan untuk mengungkapkan rasa marah, emosi, kebencian, ataupun kekesalan."

"Betul, Mbak. Arti kata jancok bisa juga memiliki konotasi negatif, atau bentuk ekspresi, ataupun kata sapaan," imbuh Pak Dian. "Tergantung si pengguna bahasa tersebut."

"Oh. Jancok!" seru Ibra, Zaki, Bagas dan Yuda serempak.

"Jancok kabeh," sahut Reza sebelum tergelak bersama.

Suasana apartemen Alrescha menjadi gaduh. Para remaja itu memakan sarapannya sembari mengobrol dan bercanda. Pun dengan Alrescha, Bintang dan Pak Dian di meja makan. Angga yang baru saja selesai mandi bergegas keluar dari ruang kerja Alrescha. Ia memamerkan kaos jersey tim Ibra dengan bangga.

"Gimana? Ganteng, nggak?" tanya Angga sambil bergaya di depan tim Ibra.

"Keren Bang," tutur Ibra jujur.

"Cocok, Bang," imbuh Zaki.

"Ganteng, Bang. Nak didelok soko sedotan," olok Reza.

"Hahaha."

"Jancok!" umpat Angga.

"Nah, iki contoh umpatan Mbak Bintang," terang Reza.

Angga menghampiri meja makan untuk mengambil pesanannya. "Berisik, Lu."

"Kok, Mas Angga pakai seragam tim juga?" tanya Bintang ingin tahu.

"Kakak, mau? Aku masih punya satu, nih," ujar Ibra yang memang memiliki dua kaos seragam tim.

"Gue hari ini jadi manager tim mereka, Bi," terang Angga bangga.

"Bintang!" Alrescha mengoreksi panggilan Angga pada kekasihnya.

"Lupa, Bos. Maaf, ralat. Bintang," ujar Angga sebelum memakan ayam goreng.

"Kenapa pakai ID Pluto?" tanya Alrescha setelah membaca nama ID di punggung kaos jersey yang dipakai Angga.

"Jelaskan, anak-anak," pinta Angga.

"Tahu planet Pluto, Bang? Planet yang sekarang nggak tahu rimbanya. Karena tim kita masih baru, jadi kita belum tahu siapa yang akan menjadi manajer tim kita nanti. Karena kapten kita bernama Galaxy, jadi kita buat seragam cadangan dengan nama ID Pluto," jelas Ibra sambil memberikan kaos seragam cadangannya pada Bintang.

"Besar banget," kata Bintang setelah melihat ukuran kaos seragam Ibra.

"Kakak nggak cerdas. Ajarin, Bang," ucap Ibra sebelum mencuci tangan.

"Dilipat lengannya, Sayang. Kamu biasa pakai baju kebesaran bukan?" ujar Alrescha.

"Iya, sih."

"Sana ganti."

"Apa nama timnya, Dek?" tanya Pak Dian ingin tahu.

"Mars." Para remaja lelaki itu serempak menjawab.

"Kenapa pakai nama Mars?" tanya Alrescha ingin tahu setelah selesai meminum kopinya.

"Nama itu diambil dari dewa perang Romawi, Mars. Kalau dalam bahasa Indonesia, Mars artinya gerakan yang teratur dan tetap, seperti tentara berbaris. Arti yang lain adalah perjalanan jauh dari satu tempat ke tempat lain dengan berjalan kaki. Tim ini sedari dulu berjumlah lima orang, selalu tetap dan selalu bergerak bersama dengan teratur. Kita berjuang bersama-sama dengan kaki-kaki kita kemana pun itu. Jadi, begitulah nama tim Mars ada," jelas Yuda.

"Kalian keren," puji Angga.

"Semoga kalian menang nanti. Ayo bersiap." Alrescha beranjak dari tempat duduknya untuk membereskan meja makan.

"Fighting!" seru Pak Ryan memberi semangat.

"Fighting!!!"

Gerakan sederhana Alrescha membuat tim Mars ikut untuk membersihkan sampah dari sisa makanan mereka di ruang tengah. Membantu membersihkan apartemen Alrescha sebelum mereka tinggalkan. Sembari menunggu Bintang berganti baju seragam tim.

"Abang, ada jarum sama benang nggak?" tanya Bintang yang baru saja keluar dari kamar Alrescha.

Karena kaos jersey yang kebesaran, Bintang memasukkannya ke dalam celana jeans hitam. Lalu mengeluarkan bagian belakangnya dengan sembarangan. Membiarkan kaos bagian depan tetap rapi di tempatnya. Setelahnya melipat lengan kaos jersey itu beberapa kali.

"Bentar," sahut Alrescha.

"Kok, dijahit? Rusaklah nanti kaosnya," cegah Ibra tidak suka.

"Dijahit setitik, doang. Biar nggak lepas lipatannya. Kainnya licin ini," tutur Bintang menunggu Alrescha memasukkan benang ke jarum.

"Tetep aja nanti bolong ada bekasnya, Kakak," sungut Ibra tidak rela saat bajunya akan dijahit sedikit oleh Alrescha.

"Besok Abang belikan yang baru," lerai Arescha sabar.

Raut wajah kesal Ibra tiba-tiba berubah sumringah. Senyum kecilnya tersungging perlahan. Sementara Alrescha teringat akan dirinya yang juga selalu beradu mulut dengan sang kakak jika bertemu. Mengenang hal itu membuat Alrescha seakan sedang bercermin sekarang. Melihat keributan kecil Bintang dan Ibra yang selalu tiada akhir.

"Serius, Bang?" tanya Ibra memastikan.

"Ish!" seru Bintang sebal.

"Huum. Lagi pula kalau tim kalian menang, kaosnya nggak akan dipakai lagi, kan?" imbuh Alrescha yang telah selesai mengunci lipatan lengan kaos jersey Bintang.

"Iya, Bro. Kalau kita menang, kita bakalan gabung ke tim RS Esports." Yuda mengingatkan.

Alrescha mengambil sebuah kartu e-money dari dompetnya. Kemudian memberikannya kepada Ibra. Ibra yang terkejut hanya bergeming menatap Alrescha dan kartu itu dalam diam.

"Buat jajan sama teman-teman nanti. Barang kali Kak Bintang lagi nggak ada," kata Alrescha sembari bersiap untuk berangkat.

Ibra segera mengambil kartu itu saat tangan kanan Bintang akan mengambilnya. "Terima kasih, Abang."

"Abang, jangan manjain Ibra gitu," peringat Bintang.

"Kalian tanggung jawab Abang sekarang," ujar Alrescha santai. "Kamu juga, Bi. Dipakai kartu debitnya buat makan nanti. Angga, ingat pesan gue!"

"Siap, Bos." Angga memberi hormat sebelum mengajak anak-anak berangkat. "Ayo, berangkat. Cek semuanya, jangan sampai ada barang yang tertinggal. Nggak ada gantinya di sana."

"Kalian berangkat dulu. Pak Dian, Bapak ikut mereka, ya. Saya sama Pak Agung nanti. Ayo," ajak Alrescha sambil menggandeng salah satu tangan Bintang meninggalkan apartemen.

♡♡♡

Pertandingan regular season sebelumnya telah diselesaikan oleh 8 tim dalam waktu delapan minggu. 8 tim yang telah lolos tersebut telah disaring melalui pertandingan daring. Mereka mengalahkan tim-tim terpilih dari 14 tim terbaik berdasarkan poin tertinggi. Sementara itu hanya ada 6 slots untuk menuju Playoffs. Tim yang duduk di posisi dua besar otomatis lolos ke semifinal upper bracket.

Salah satu tim yang lolos ke semifinal upper bracket adalah tim Mars Esports. Tim Mars berada di peringkat kedua setelah tim Carnage Esports--tim unggulan yang selalu bertahan di pemuncak klasemen. Sementara empat tim lain akan baku hantam di babak play-in upper bracket. Mereka semua akan bermain dalam sistem double bracket.

Riuh sorak-sorai kembali berkumandang saat Ibra berhasil menaklukkan ADC lawan. Meski tim Mars merupakan tim baru, tetapi mereka sudah memiliki beberapa pendukung setia. Senyum Bintang tersungging ketika melihat wajah Ibra tersorot kamera setelah berhasil mematikan salah satu lawannya. Bintang terlihat tenang menonton pertandingan, walau ia tidak mengerti jalannya permainan tersebut. Sesekali ia bertanya kepada Angga yang duduk di sebelahnya.

"Kalau tim Mars menang di babak kedua ini, berarti nggak ada babak ketiga, kan, Mas Angga?" tanya Bintang yang mulai memahami sistem turnamen Esports dari pertandingan sebelumnya.

"Iya. Kalau Mars menang, mereka akan langsung masuk ke final upper bracket," jelas Angga sabar.

Alrescha sering menceritakan bagaimana polah tingkah Bintang kepada Angga. Angga yang memang diminta untuk menjaga Bintang dan tim Ibra berusaha menjalankan tugasnya dengan baik. Tentu saja dengan imbalan yang tidak seperti biasanya. Tugas penting ini seperti lemburan spesial bagi Angga. Menjadi asisten Alrescha dalam berbagai hal, membuat Angga bisa membeli barang apa pun yang dimpikannya. Karena itu, Angga sangat loyal kepada sang sahabat--Alrescha.

"Apa itu upper bracket?" tanya Bintang bingung.

Angga memandang Bintang dengan gemas. Benar apa kata Alrescha. Bintang akan menjadi gadis cerewet ketika rasa ingin tahunya meningkat. Sisi pendiam Bintang seakan musnah begitu saja.

"Duh. Gimana, ya, jelasinnya?" Angga bingung.

"Jelasin pelan-pelan aja, Mas. Biar Bintang ngerti," sahut Bintang santai.

"Panjang jelasinnya," kata Angga sambil membuka smartphone. "Sebentar. Nih. Bintang baca aja, ya. Mas Angga nggak bisa jelasin. Entar Bintang tambah bingung kalau Mas Angga jelasin satu-satu."

Bintang mengambil smartphone Angga. Di sana telah terpampang beberapa penjelasan tentang sistem playoffs MPL Indonesia. MPL merupakan kependekan dari Mobile Legends Profesional Leagues. Bintang membaca artikel tersebut dalam hati dengan perlahan sembari berpikir.

"Sistem double bracket baru akan digunakan setelah babak semifinal upper bracket. Nantinya, tim yang kalah akan turun ke lower bracket, sementara yang menang akan menuju final upper bracket.

Tim yang menang di babak final upper bracket bakal masuk ke Grand Final, sementara yang kalah akan turun ke final lower bracket.

Final lower bracket akan mempertemukan tim yang kalah di final upper bracket dengan pemenang semifinal lower bracket. Pemenang dari pertandingan ini maju ke Grand Final.

Sistem yang dipakai sampai babak final upper dan lower bracket adalah BO3. Sementara Grand Final menggunakan format BO5." Bintang menghentikan kegiatan membacanya.

"Mas Angga, BO3 sama format BO5 itu apa?" tanya Bintang kembali.

"BO3 itu singkatan dari 'best of three'. BO3 ini yang lagi dimainkan Ibra sekarang, ada tiga babak dalam sekali pertandingan. BO5 itu 'best of five'. Jadi di grand final akan ada 5 babak nanti. Paham?"

Bintang mengangguk paham, "Ngerti. Ribet, ya."

Angga dan Pak Dian tertawa mendengarnya. Gemuruh suara teriakan terdengar begitu keras kala tim Mars berhasil memenangkan pertandingan di babak kedua. Mereka bersorak-sorai atas kemenangan tim Mars yang tidak terduga oleh beberapa fans tim esports lama.

"Good job, Mars!" teriak Angga bangga sambil bertepuk tangan.

"Finalnya kapan?" tanya Bintang lagi.

"Finalnya besok, Mbak," jawab Pak Dian.

"Final upper bracket-nya besok, Bi. Kalau mereka menang lagi, berarti nanti langsung masuk ke grand final," terang Angga sabar. "Kalau mereka kalah, mereka akan bertanding lagi di final lower bracket melawan winner dari lower bracket."

Bintang terdiam karena bingung. Ia kembali bertepuk tangan. Memandang Ibra dan teman-temannya yang tampak tersenyum bahagia di layar datar besar ballroom. Ia segera mengabari mamanya atas kemenangan tim Ibra. Itu berarti Ibra dan teman-temannya akan pulang hari minggu besok.

♡♡♡

Suara Yuda kembali terdengar ketika mempersiapkan timnya untuk melakukan penyerangan. Ibra, Reza, Zaki dan Bagas saling bersahutan membalas perintah lugas Yuda. Mereka semua berada di meja makan dengan laptop masing-masing. Berlatih sebagai persiapan pertandingan esok. Sementara Pak Dian dan Angga memilih bermain play station di ruang tengah sembari menunggu kedatangan Alrescha. Sedang Bintang menonton drama Korea di kamar Alrescha sembari bermalas-malasan.

Tepat pukul tujuh malam, suara bel apartemen berbunyi. Membuat Angga dan Pak Dian langsung menghentikan permainan mereka. Tidak biasanya terdengar suara bel di apartemen. Hal itu membuat Bintang pun bergegas keluar dari kamar.

"Ada tamu lagi, Bi?" tanya Angga saat Bintang baru saja keluar dari kamar.

Bintang menggeleng, "Enggak tahu, Mas. Abang nggak bilang apa-apa."

"Biar saya yang membuka pintunya, Mas," ujar Pak Dian bergegas membuka pintu.

Pak Dian adalah salah satu pengawal Alrescha yang ditugaskan resmi oleh sang Ayah. Karena ada sesuatu hal, mau tidak mau Alrescha menuruti perintah ayahnya. Ayahnya yang tidak lain merupakan salah satu pejabat penting negara diberikan pengawalan khusus oleh pemerintah. Begitu pula dengan keluarganya. Selama ini Alrescha dan kakak-kakaknya tidak mau menggunakan pengawalan khusus tersebut. Karena itu pula, sang Ayah biasanya menyewa pengawal bayaran yang tidak akan diketahui oleh siapa pun.

"Silakan masuk, Bang," ucap Pak Dian ketika melihat kedatangan Arashi, Happy dan juga rekannya--Pak Andri.

"Bang Arash?" Bintang dan Angga terkejut.

"Hai. Wah..., udah mirip playground ini," ejek Arash sebelum meletakkan barang bawaannya di atas meja pantri dapur.

"Kok, kamu nggak bilang mau ke sini?" tanya Bintang menghampiri Happy.

"Kejutan," jawab Happy sebelum berpelukan dengan Bintang. "Kita bingung mau jalan kemana."

"Karena Bia suruh bawain makanan buat kalian, ya, sudah malam minggu di sini saja sekalian," cerita Arash sambil memasukkan beberapa kotak es krim yang dibelinya atas permintaan Happy. "Sudah pada makan?"

"Belum, Bang...." sahut tim Mars yang masih menyelesaikan permainannya.

"Ya! Aish!" seru Ibra kesal kala terbunuh oleh lawan.

"Coke, balik!" perintah Yuda. "Hanoman, use your ultimate!"

"Copy." Bagas menyahut. "Mati, Lu."

"Allahu akbar, dimana jungler mereka?" tanya Zaki sebal.

"Jungler sembunyi di semak-semak mid lane," jawab Ibra yang sedang meminum es kopinya. "Savage."

"Tadi nggak telepon Bang Alres dulu, Bang Arash?" tanya Bintang.

"Enggak. Kenapa?" Arash menyahut santai.

"Alrescha tadi juga lagi beli makanan, Bang," tutur Angga sebelum melihat tumpukan kardus makanan. "Sambal Idjo. Enak ini."

"Ya, udah, itu ayam sambal ijonya buat besok aja." Arash memerhatikan tim Mars yang sedang bermain dengan begitu serius.

"Yes!"

"We won."

"Yeay!!!"

"Good job, Cok!"

"Boleh ikut main?" tanya Arash pada tim Mars.

"Oalah, Cok. Kaget aku," ujar Reza kaget.

"Abang siapa? Kok, gantengnya kayak Bang Alres?" tanya Zaki ingin tahu.

"Apa gue kurang ganteng?" tanya Angga.

Ibra menyahut, "Mas Angga juga ganteng, sedikit. Lebih banyak gantengnya Bang Alres."

Tawa tim Mars meledak. Hampir seharian bersama Angga, membuat mereka semakin akrab. Mereka sudah terbiasa saling mengejek satu sama lain.

"Abang mukanya nggak asing, deh," ucap Bagas.

"Pernah masuk FYP, Bang?" tebak Yuda.

"Dasar anak tok tok, lu. Ni Abang pernah viral waktu mengawal ibu negara," sela Angga.

"Ah, iya. Abang paspampres ganteng itu," ucap Zaki.

"Masa?" Ibra memandang Arash dengan lekat.

Arash tersenyum sumringah sambil mengulurkan tangan kanannya pada Reza, "Arashi. Abangnya Alrescha."

"Reza, Bang." Reza menjabat tangan Arash.

"Panggil aja Jancok, Bang," terang Ibra.

"Oke, Jancok. Mana adiknya Bintang?" tanya Arash memerhatikan wajah anggota tim Mars satu persatu.

"Ini, Bang, yang paling bening sendiri," ujar Zaki yang duduk di sebelah Ibra.

"Aku, Bang. Ada apa?" tanya Ibra berani.

"Tinggi juga kamu. Kirain imut-imut kayak Bintang," tutur Arash.

"Masa cowok imut-imut, Bang," protes Ibra.

"Kan, ada cowok imut-imut. Ya, kan?" goda Arash.

"Ada, sih, Bang. Biasanya punya pacar cowok juga, Bang," kelakar Yuda.

Arash tergelak, "Bener juga. Cowok pelangi."

"Biasanya juga tu pacar bodinya kayak Abang," imbuh Zaki yang disambut gelak tawa rekan-rekannya.

"Bener." Arash terbahak-bahak.

"Abang gimana?" goda Reza.

"Gue normal, Cok. Noh lihat," jawab Arash sambil menunjuk Happy. "Boleh ikut main?"

"Abang bawa laptop nggak? Kalau bawa, kita bisa bikin tim buat lawan mereka," kata Angga.

"Pakai smartphone juga bisa, kok, Bang," tutur Yuda sopan.

"Kita cuma berempat. Kuranglah," ujar Arash. "Laptop Alres ada, kan?"

"Kak Bintang kayaknya bawa laptop tadi," cerita Ibra.

"Tunggu Alres pulang aja, Bang," kata Angga sebelum kembali bermain dengan Pak Dian.

Sementara itu Happy dan Bintang memakan es krim di mini bar dapur. Mereka seperti tidak memedulikan para lelaki yang sedang bermain game. Saling bercanda dan mencurahkan isi hati masing-masing.

"Katanya kangen. Endingnya main game juga," gerutu Happy sebal.

Bintang tersenyum melihat Arash yang langsung akrab dengan tim Mars. Arash seperti sedang mencari tambahan ilmu untuk bermain game kesayangannya. Seakan lupa dengan kekasihnya yang beberapa hari kemarin telah dirindukan.

"Boys will be boys. Right?" ledek Bintang menenangkan.

"Lu enak sering ketemu sama Bang Alres. Bang Alres sibuk juga tetap ngapel ke kos, walau cuma nganter makanan, doang. Lha, gue? So sad," cerita Happy sambil menikmati es krimnya.

"Menginap aja di sini. Temenin aku. Gimana?" usul Bintang yang membuat Happy tersenyum-senyum.

"Gue emang udah bilang sama Ayah Ibu kalau pulangnya mau nginep di kos lu, Bi. Ya, masa, baru ketemu Bang Arash suruh balik ke rumah sebelum jam 9? Nggak bisalah gue."

"Namaku kamu jual lagi?"

Happy tertawa tanpa memedulikan sekitar, "Tenang, Bi. Namamu masih bersih. Aman terkendali pokoknya."

"Sue." Bintang menabok lengan Happy.

"Kamu bawa baju ganti, kan? Gue nggak bawa apa-apa ini."

"Bawa, sih. Entar aku pakai baju apa kalau kamu pinjam?"

"Halah. Pakai aja baju Bang Alres. Ya, kali, Bang Alres biarin lu bugil."

"Bangke!"

Happy kembali tertawa terbahak-bahak. Membuat semua orang menatapnya heran. Namun Happy tampak tidak peduli. Ia berharap, Arash bisa menjauh dari segala permainan yang ada di dalam apartemen Alrescha. Kemudian hanya mendekat kepadanya saja. Hingga suara pintu yang terbuka menginterupsi semua kegiatan di dalam apartemen.

"Assalmu'alaikum," salam Alrescha membawa beberapa tote bag dari supermarket, diikuti oleh seorang pengawal.

"Wa'alaikumsalam...."

"Abang jadi beli makanan juga?" tanya Bintang saat Alrescha meletakkan tote bag di bawah kakinya.

"Enggak. Tadi di telepon sama Bia. Abang cuma beli cemilan, buah, sama minuman aja. Tolong masukin ke kulkas, ya, Bi," ujar Alrescha. "Siapa yang beli es krim?"

"Aku, Bang," sahut Happy.

"Awas kalau pilek!" peringat Alrescha keras pada sang kekasih.

Bintang menyunggingkan senyum, "Cuma satu, Abang."

"Ayo makan!" ajak Alrescha.

"Habis ini kita mabar, Dek," ajak Arash.

"Tumben," jawab Alrescha.

"Maen teros!!" protes Happy.

"Boleh, ya, Yang? Sekali aja," izin Arash.

"Boleh. Kalau aku sama Bintang udah tidur. Gimana?" tegas Happy yang tidak ingin menyia-nyiakan pertemuan langkanya dengan Arash.

"Ya, elah. Nunggu kalian tidur mah, yang ada kita yang ketiduran," sela Angga yang membuat Happy merengut.

Arash tersenyum dan mengangguk patuh, "Oke, sayang. Jadi menginap?"

"Jadi. Abang telepon Ayah sama Ibu nanti." Happy membantu Bintang mengambilkan makanan dan minuman untuk tim Mars.

"Siap, Sayang," ucap Arash bahagia.

"Awas khilaf," peringat Alrescha.

"Ya, kali, gue khilaf kalau Pak Andri ngekor mulu," tegas Arash seraya tersenyum kikuk pada Pak Andri, lalu berkumpul di ruang tengah. "Nanti malam tidur rame-rame di sini nggak apa-apa, kan, Pak?"

"Tidak apa-apa, Bang." Pak Dian, Pak Andri dan Pak Agung serempak menjawab.

"Saya biasa tidur dimana saja, Bang," imbuh Pak Andri.

"Iya, Bang. Kita tidur di lapangan juga sudah biasa," imbuh Pak Agung.

"Semua tidur di dalam saja, Pak. Sekali-kali tidur kayak pindang," gurau Alrescha setelah mencuci tangan.

"Dari pada khilaf, kenapa nggak langsung dinikahin aja, Bang? Kan, bebas tuh kalau sudah halal." Angga berkomentar. "Sat set sat set."

"Setelah Bang Archie menikah, gue bakalan langsung nikahin Happy," terang Arash serius.

"Happy masih kuliah kali, Bang." Alrescha tampak tidak setuju.

"Emang ada aturannya kalau masih kuliah nggak boleh menikah?" Arash membantah.

"Enggak ada, sih. Tapi Happy masih muda banget, Bang," protes Alrescha lagi.

"Halah. Lu aja dulu mau ngelangkahin gue buat nikahin Bintang. Lupa, Lu?"

"Makan dulu," lerai Bintang membagikan makanan.

"Wah. Lengkap banget ini. Tumis kangkung, tahu tempe goreng, ayam goreng, sambal lalapan," ujar Angga yang telah membuka kotak makanannya.

"Selamat makan," kata Happy menghentikan celotehan Arash dan Alrescha yang bisa saja berakhir menjadi padu.

♡♡♡

Kedua mata Bintang mengerjap kala suara alarm dari ponselnya berbunyi. Dengan malas ia terbangun dari tidurnya. Ia memandang Happy yang sedang tertidur nyenyak mengenakan piama tidurnya. Sementara Bintang sendiri mengenakan kemeja hitam Alrescha yang tampak kebesaran seperti daster. Ia berjalan pelan untuk keluar dari kamar. Teringat akan kebiasaan Alrescha yang harus bangun sebelum jam mengerikan datang.

Bersamaan dengan dibukanya pintu kamar, Bintang melihat Alrescha yang baru saja keluar dari kamar kerja. Wajah Alrescha tampak begitu segar, dan rambutnya sedikit basah setelah melaksanakan salat malam. Keduanya beradu pandang dalam beberapa detik. Sebelum akhirnya senyum manis Alrescha tersungging, dan berjalan menghampiri sang kekasih. Bintang kelihatan begitu imut  mengenakan kemeja hitamnya.

"Kok, bangun? Ada apa?" tanya Alrescha sambil merapikan rambut Bintang yang sedikit berantakan.

"Mau bangunin Abang," lirih Bintang sambil memandang Arash yang tertidur di sofa, serta Pak Dian, Pak Andri dan Pak Agung tidur di lantai beralaskan karpet bulu tebal.

"Angga sudah bangunin Abang tadi. Lebih cepat dari biasanya," jawab Alrescha santai. "Mau ikut?"

"Kemana?"

"Duduk di Balkon. Mau minum kopi? Atau cokelat panas?"

"Cokelat panas aja."

Alrescha mengangguk. Kemudian berjalan santai menuju dapur. Ia menyeduh kopi seperti biasa, lalu bergantian membuat minuman cokelat panas untuk Bintang. Semua yang Alrescha kerjakan tidak lepas dari pandangan mata Bintang. Setelah selesai, Bintang mengikuti Alrescha sembari membawa sekotak kue pastry beraneka ragam ke arah balkon. Keduanya duduk di atas bean bag sofa berbentuk segitiga. Menikmati secangkir kopi hitam dan segelas cokelat panas ditemani semilir angin pagi buta.

"Kemanisan?" tanya Alrescha sebelum mencelupkan puff pastry ke dalam kopi hitamnya sebelum dimakan.

"Enggak. Enak," jawab Bintang sebelum mengunyah croissant.

"Habis ini, Bintang masuk ke kamar lagi, ya," perintah Alrescha.

Bintang memandang Alrescha dengan kecewa, "Kenapa? Bintang mau nemenin Abang di sini."

"Nanti ada yang lihat Bintang pakai baju Abang," bisik Alrescha pelan.

"Bajunya, kan, nggak terbuka. Bintang juga pakai celana pendek, kok." Bintang menunjukkan hot pants jeans-nya pada Alrescha.

"Iya, Abang tahu. Tapi celananya nggak kelihatan, Sayang. Abang nggak mau cowok-cowok itu lihat Bintang pakai baju kayak gini."

"Abang nggak suka? Tadi katanya Bintang boleh pakai baju apa aja di lemari. Gimana, sih."

"Abang suka, suka banget. Tapi di mata mereka itu beda."

"Beda? Maksudnya?"

Bintang memandang Alrescha bingung. Pun dengan Alrescha. Ia seperti kehabisan kata untuk menjelaskan bagaimana aura Bintang malam ini. Bintang terlihat berbeda dari biasanya. Ada sisi lain yang tidak pernah Alrescha lihat saat Bintang mengenakan kemejanya sekarang. Alrescha harus mati-matian menahan diri agar tidak terbawa oleh nafsu.

"Bintang kelihatan cantik banget malam ini, beda dari biasanya. Karena itu, Abang nggak mau mereka melihat Bintang sekarang. Mengerti?" pungkas Alrescha sebelum menelan ludah lagi, berharap Bintang mengerti akan makna dibalik kata-katanya.

Bintang mengangguk patuh seraya tersipu malu, "Oke."

Keduanya terdiam beberapa saat. Menikmati minuman dan makanannya masing-masing. Hingga pertanyaan Bintang memecah keheningan itu.

"Besok kalau tim Mars menang, apa mereka akan langsung masuk grand final?" tanya Bintang ingin tahu.

"Huum. Kalau mereka kalah, tim Mars harus bertanding lagi di final lower bracket," jelas Alrescha sabar.

"Habis itu udah?"

"Kalau tim Mars ingin masuk ke grand final, mereka harus bisa menang di final lower bracket."

"Sampai sore banget, dong, acaranya?"

"Huum. Nanti Abang antar mereka pulang. Abang nggak tega biarin mereka pulang malam-malam pakai KRL."

"Abang sudah bilang mama?"

"Sudah. Mau ikut? Kalau Bintang ikut, kita balik hari senin pagi-pagi. Kalau enggak, Abang langsung pulang."

"KRL terakhir itu jam 22.45, nggak kemalaman?"

"Abang nanti ditemani sama Pak Dian dan Pak Agung. Pengin pulang nggak? Nggak kangen sama Mama?"

"Kangen. Ya, udah, kalau gitu. Bintang ikut."

Senyum bahagia Alrescha kembali tersungging sembari mengusap kepala Bintang dengan penuh sayang seperti biasa. Saling berpandangan satu sama lain. Hingga tangan Alrescha terhenti dari kegiatannya. Kemudian rasa gugup tiba-tiba menyerang diri Alrescha tanpa bisa dicegah.

"Ada apa, Bang?" tanya Bintang bingung.

"Enggak. Maaf," ucap Alrescha sembari menutupi kegugupannya.

Perlahan kedua pupil mata Alrescha membesar. Diiringi degup jantungnya yang seakan berhenti berdetak dalam beberapa detik kala Bintang mencium pipinya tanpa izin. Hal yang tidak pernah Bintang lakukan kepadanya selama ini. Biasanya Alrescha yang terlebih dahulu mencium pipi, atau kening Bintang tanpa izin.

Alrescha menoleh. Memandang Bintang yang sedang tersenyum manis, dan menatapnya dalam diam. Menyeret kewarasan Alrescha yang tiba-tiba saja meluruh perlahan.

"Terima kasih, Abang. Karena Abang sudah sayang dengan Bintang, Ibra dan mama," ucap Bintang tulus, hingga membuat Alrescha bergeming di tempat.

Dengan berani Alrescha mencium bibir Bintang. Ia sudah lupa, kapan terakhir kali merasakan bibir ranum Bintang yang selalu menggodanya. Gerakan kilat Alrescha itu membuat Bintang mematung. Ia hanya berkedip setelah Alrescha selesai mencium bibirnya dalam beberapa detik.

"Kalian sudah menjadi tanggung jawab Abang sekarang. Abang sudah meminta izin sama mama untuk itu," ungkap Alrescha jujur.

Seulas senyum Bintang kembali terukir di wajahnya. Ia membalas ciuman bibir Alrescha dengan ragu. Seakan mendapat izin, Alrescha dengan senang hati menerimanya. Ia melumat bibir Bintang dengan lembut seraya menekannya pelan. Saling menyalurkan kenyamanan dengan penuh cinta yang begitu intim. Mengenyahkan segala rasa takut yang sempat terbelenggu untuk saling mendekat tanpa sekat. Juga menghancurkan segala pertahanan diri dari kekhilafan.

Tbc.

22.09.27

Hai semua...,
Selamat siang, dan selamat beristirahat. Semoga nggak ada yang keselek sama tingkah polah Alrescha tadi. Hahaha.
Jadi, udah tahu, kan, dari mana benih-benih kenakalan Rasi berasal?? Wkwkwklol.

Buat yang penasaran sama anak Alrescha dan Bintang, silakan baca 'GAME NOT OVER'. Kalian bisa ketemu Alrescha juga di sana. Happy reading, hope you enjoy the story.

Ah, ini gambar bagan babak playoffs. Semoga bisa memperjelas tulisan di atas. Ada foto Ibra juga di atas. Hehe.


See you next time,

Tabik.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top