24. Gugus Bintang Kecil
Dengan hati-hati Alrescha mengangkat tubuh kecil Bintang ke atas dengan iringan alunan musik dari lagu yang sudah dihafalnya di luar kepala--Say you won't let go. Alrescha berharap gerakannya kali ini tidak mendapat protesan sang kekasih lagi. Meski sudah berlatih setiap hari, tetapi Alrescha yang tidak memiliki teknik dasar menari merasa lambat mengikuti kelincahan Bintang ketika alunan musik berkumandang. Gerakan terakhir ditutup dengan pelukan hangat Alrescha pada Bintang dari belakang.
Setelahnya Bintang memutar tubuhnya perlahan. Menghadap pada Alrescha. Kedua tangan Alrescha masih setia memeluk pinggang ramping Bintang yang sedang memandangnya dalam diam.
"Gimana?" tanya Alrescha memastikan ketika mendapat tatapan intens dari Bintang.
"Not bad. Lebih baik dari hari kemarin," tutur Bintang yang mampu membuat Alrescha tersenyum lega. "Abang terpaksa nggak menemani Bintang menari?"
"Kok, Bintang tanyanya gitu?" selidik Alrescha yang tidak ingin salah kata.
"Kalau Abang terpaksa, mending nggak usah. Bintang bisa mundur nanti," kata Bintang yang membuat Alrescha terperanjat.
Alrescha bergeming sesaat. Dalam hati ia mengakui, jika ia memaksakan diri untuk bisa menemani Bintang menari kali ini. Ia tidak ingin Bintang menari dengan lelaki lain dengan gerakan yang begitu intim. Meski lelaki tersebut telah dikenalnya sekali pun.
"Kenapa? Gerakan Abang masih kaku? Maaf. Abang nggak pernah menari sebelumnya. Ini yang pertama kalinya. Gimana kalau kita latihan lagi?" rayu Alrescha.
Bintang melepas pelukannya pada Alrescha. Kemudian duduk di sofa bed, lantas meminum air mineral dari botol kesayangannya. Alrescha segera menyusul Bintang yang sepertinya mulai kesal terhadapnya. Ya, setiap kali berlatih menari tidak jarang Bintang merengut karena gerakan Alrescha yang sering salah dan seenaknya sendiri.
Bintang kembali menatap Alrescha yang telah duduk di sampingnya, "Abang, menari itu hati," ujar Bintang sambil memegang dada sisi kanan atas Alrescha--tepat di mana letak hati berada. "Menari itu jiwa. Menari itu harus sepenuh hati, supaya semua gerakan tampak indah nantinya."
"Bintang senang, karena Abang mau menemani Bintang menari. Tetapi Bintang nggak mau, apa yang Abang lakukan sekarang itu terpaksa hanya karena Bintang," tambah Bintang.
"Abang nggak terpaksa, Bi. Jangan marah, Sayang," ucap Alrescha sambil menggenggam salah satu tangan Bintang yang sempat memegang dadanya.
"Bintang nggak marah. Tapi gemes aja lihat Abang kalau latihan," aku Bintang mengeluarkan unek-uneknya.
Alrescha tersenyum lebar, "Kalau begitu kita latihan lagi. Gimana?"
"KRL-nya Ibra datang jam 14.35," kata Bintang mengingatkan.
Nalendra Ibrahim, atau biasa dipanggil dengan nama Ibra--adik bungsu Bintang yang masih duduk di kelas dua SMA. Ibra dan teman-temannya sedang dalam perjalanan ke Jakarta untuk mengikuti babak semifinal turnamen esports yang diadakan oleh Ryotasoft. Ryotasoft bekerja sama dengan beberapa sponsor ternama untuk mencari bibit-bibit unggul di dunia game ke depan. Turnamen tersebut akan diadakan Sabtu-Minggu besok di salah satu ballroom hotel berbintang. Setelah sebelumnya melakukan babak kualifikasi melalui daring.
"Oia. Kita berangkat sekarang," ajak Alrescha sembari mengambil smartphone dan kunci mobilnya.
"Abang pakai mobil apa? Ibra sama teman-temannya itu ada lima orang." Bintang mengingat nama-nama teman dekat adik lelakinya sambil mencangklong tote bag.
"Abang bawa mobil SUV. Ayo!"
"Mobil sedan kemarin itu?"
"Mobil sport yang kemarin ada di rumah."
"Punya siapa?"
Alrescha tersenyum mendapat rentetan pertanyaan tanpa henti dari kekasih kecilnya. Ia menggandeng Bintang keluar dari apartemen. Setelah selesai mengunci pintu apartemen, ia segera membawa Bintang menuju lift.
"Mobil Abang. Kenapa?" jawab Alrescha yang membuat Bintang bergeming di tempat.
"Bintang lupa kalau Abang orang kaya," timpal Bintang yang tiba-tiba mengingat ketimpangan sosial dengan Alrescha.
"Kan, mulai lagi," oceh Alrescha malas.
"Emang mobil satu nggak cukup?"
"Sayang, mobil yang kemarin itu abang beli pakai uang sendiri. Kalau mobil SUV ini dikasih sama Ayah. Bukan masalah cukup atau enggak, tapi mungkin lebih ke keinginan."
"Pemborosan."
"Bintang mau satu?"
"Abang meledek Bintang?!"
Tawa Alrescha meledak. Ia tidak berniat untuk meledek Bintang. Ia hanya lupa jika kekasihnya itu memiliki trauma dalam berkendara. Dulu Bintang pernah mengalami kecelakaan kecil saat sedang belajar mengendarai sepeda motor. Hal itu membuat Bintang tidak pernah lagi mengendarai motor sendiri hingga sekarang. Bintang lebih memilih berjalan kaki ke kampus dari pada dibelikan motor baru oleh mamanya.
"Enggak, Sayang. Maaf, Abang lupa," ujar Alrescha seraya mengusap kepala Bintang dengan penuh sayang.
♡♡♡
Sesampainya di stasiun terdekat, Bintang memasukkan smartphone-nya ke dalam tote bag. Sementara Alrescha masih sibuk memarkirkan mobilnya di tempat parkir yang tersedia. Setelah mobilnya terparkir, Alrescha segera mematikan mesin mobil. Lantas mengenakan masker hitam seperti perintah Bintang. Bukan karena Bintang malu berjalan dengan sang kekasih, namun sosok Alrescha yang tampak sempurna selalu menarik perhatian siapa pun--terutama kaum hawa. Bintang tidak suka jika kebersamaannya dengan Alrescha menjadi pusat perhatian.
"Sayang," panggil Alrescha sambil memberikan smartphone dan dompetnya pada Bintang.
Bintang menurut tanpa kata. Ia mulai terbiasa dengan kebiasaan baru Alrescha yang menitipkan barang berharga kepadanya. Keduanya turun dari mobil bersamaan. Alrescha terlihat bingung. Melihat sekeliling suasana stasiun yang sangat ramai. Senyumnya tersungging dari balik masker saat Bintang menggandeng tangannya menuju pintu kedatangan di sebelah Utara. Langkahnya sengaja melambat. Mengikuti jejak kecil Bintang yang begitu lincah melewati kerumunan orang di depan pintu kedatangan. Menunggu orang-orang terdekat mereka turun dari KRL.
"Sudah pernah naik KRL?" tanya Bintang sembari menunggu kedatangan adiknya.
Alrescha menggeleng, "Kamu?"
"Bintang harus naik KRL kalau mau pulang ke rumah. Makanya Bintang kos, dari pada bolak-balik rebutan naik KRL setiap hari," cerita Bintang.
"Emang nggak ada kendaraan lain selain KRL?" tanya Alrescha ingin tahu.
"Ada, sih. Tapi lama. Males."
"Besok kalau Bintang pulang, Abang temenin naik KRL."
Bintang mendongak, seraya mengulas senyum bahagia. Memandang Alrescha yang berdiri menjulang tinggi di sampingnya. Sementara Alrescha menunduk. Memudahkannya untuk menatap balik Bintang.
"Yakin mau naik KRL? Penuh, panas, dan berdesak-desak." Bintang memastikan.
"Yakin. Nanti Abang izin mama Bintang dulu. Boleh nggak antar Bintang pulang. Gimana?" usul Alrescha yang langsung disambut anggukan kepala dari sang kekasih.
Tangan kanan Bintang merogoh saku dalam tote bag-nya. Mengambil ponsel saat beberapa pesan singkat masuk. Ia membaca pesan itu sebelum membalasnya dengan secepat kilat. Semua yang Bintang lakukan tidak luput dari perhatian Alrescha.
Sementara itu, adik Bintang beserta teman-temannya yang baru saja turun dari KRL segera menuju pintu keluar sesuai arahan sang kakak. Kelima remaja lelaki itu tampak bersuka cita setelah menapakkan kakinya di Jakarta. Seragam pramuka yang ditutupi oleh jaket tidak menghalangi niat mereka untuk beradu nasib di Ibu Kota esok dan lusa. Semua mereka lakukan demi cita-cita menjadi seorang gamer.
"Cok, Mbak Bintang nunggu ning ndi?" Reza, teman Ibra yang berasal dari Surabaya--menanyakan keberadaan Bintang.
"Katanya di pintu kedatangan sebelah Utara," cerita Ibra membalas pesan kakaknya.
"Bro, bukannya pintu sebelah Utara di sebelah sana?" peringat Yuda.
"Masa?" Ibra tiba-tiba berhenti.
"Tuh, ada tulisannya," kata Zaki.
"Ealah, jancok tenan. Wes adoh lagi ngomong," gerutu Reza.
"Iqro, woy!" Bagas menoyor kepala Reza.
"Ayo, cepat!" ajak Ibra pada teman-temannya sembari berbalik arah.
Kelima remaja lelaki itu berjalan cepat sambil bersenda gurau seperti biasa. Seulas senyum Ibra tercipta kala melihat keberadaan sang kakak dari jarak jauh. Tetapi senyumnya perlahan memudar, ketika melihat seorang lelaki sedang mengusap kepala Bintang dengan penuh sayang. Ada perasaan tidak suka di benak Ibra saat Bintang tersenyum bahagia pada lelaki selain dirinya. Sepengetahuannya Bintang jarang sekali dekat dengan teman lelaki selama ini.
"Sopo kui, Cok? Ketoke ganteng," tutur Reza memuji kegagahan Alrescha.
"Pacarnya Kak Bintang?" imbuh Zaki.
"Ya, kali, supir taksi online yang jemput kita. Seleranya Kak Bintang keren," puji Bagas.
"Lebih ganteng dari lu, Bro," ujar Yuda menambahkan.
Walau Alrescha mengenakan masker yang menutupi sebagian wajahnya, tetapi pesonanya tidak memudar sama sekali. Beberapa orang yang memerhatikan postur badan ideal Alrescha akan menebak seberapa gagahnya sosok dibalik masker itu. Pun dengan teman-teman adik Bintang.
Bintang melambaikan tangan kanannya ke atas. Memberi tanda pada Ibra di mana dirinya berada. Ibra bergegas menghampiri. Tatapannya tidak pernah lepas dari sosok lelaki yang berada di samping sang kakak. Lelaki yang menggandeng erat Bintang tanpa canggung.
"Kok, lama?" tanya Bintang saat Ibra akan menyalaminya.
"Ibra salah jalan, Kak," adu Zaki yang berada di belakang Ibra.
Ibra masih memerhatikan Alrescha dengan lekat. Meneliti dandanan sederhana Alrescha yang tampak keren di matanya. Kaos putih, celana ripped jeans hitam, jam tangan sport hitam, dan sepatu sneakers putih yang sepertinya berpasangan dengan sepatu kakaknya--sepatu mahal yang ingin dibeli oleh Ibra sejak dulu.
"Masnya siapa? Pacarnya Kak Bintang?" tanya Ibra menatap Alrescha dengan berani.
Alrescha mengulurkan tangan kanannya lagi pada Ibra, "Alrescha. Calon suaminya Kak Bintang."
"Woooh... calon suami, Cok." Reza berseru.
"Wah. Kapan Kak Bintang tunangan?" tanya Zaki penasaran.
"Lu, kok, nggak undang-undang kita, sih, kalau Kak Bintang tunangan," ujar Yuda.
Ibra menjabat tangan Alrescha dengan begitu kuat. Tetapi Alrescha tampak tidak kesakitan dibuatnya.
"Ibra. Adik satu-satunya Kak Bintang," tutur Ibra memperkenalkan diri sebelum jabat tangannya ditabok oleh Bintang.
"Sek, sek. Alrescha..., kok jenenge gak asing?" kata Reza mengingat sebuah nama yang ingin ditemuinya di turnamen nanti.
"Ryota Alrescha Nataya," eja Bagas perlahan.
"Itu bukan nama panjang masnya, kan?!" Zaki memastikan.
"Itu nama panjang saya," jelas Alrescha yang membuat Ibra dan teman-temannya menganga di tempat.
"Jancok! Bang Alres, Cok!" tutur Reza tidak percaya.
Bintang menarik Alrescha agar segera pergi ke mobil, "Ayo, Bang."
"Bro, Bang Alres, Bro...." Yuda tidak percaya.
"Demi apa?! Kita dijemput sama Bang Alres," tutur Bagas bahagia sambil membuntuti Bintang.
"Tampar gue," ucap Ibra yang masih bergeming melihat kepergian sang kakak dan Alrescha.
Zaki menoyor kepala Ibra sebelum berlari kecil mengejar teman-temannya, "Ayo!"
"Bang Alres pacar Kak Bintang??" gumam Ibra menyusul teman-temannya.
"Bra, mobile keren buanget," tutur Reza menunggu Ibra yang masih di belakang.
"Cepat naik! Atau mau jalan kaki aja?" perintah Bintang pada Ibra dan teman-teman sang adik.
Reza, Ibra, Zaki, Yuda dan Bagas menatap Alrescha tanpa berkedip di dalam mobil. Alrescha membuka maskernya sebelum menyalakan mesin mobil. Bintang menggelengkan kepala melihat adiknya sedang memandang Alrescha dalam diam.
Bintang meraup wajah Ibra dengan kasar, "Ngapain? Seleranya udah ganti jadi cowok ganteng?"
"Dih. Aku masih normal, ya, Kak. Enak, aja!" sungut Ibra.
"Terus kenapa lihat Bang Alres kayak begitu?" omel Bintang sebal.
"Sayang, seatbelt-nya," kata Alrescha yang membuat kelima remaja lelaki itu kembali fokus padanya.
"Oh. Sayang...."
"Bang Alrescha beneran pacare Mbak Bintang, Cok," tutur Reza setelah mendengar panggilan sayang dari Alrescha untuk Bintang.
"Bang, makan apa biar cakep kayak Abang?" tanya Zaki asal.
"Bukan soal makanannya apa. Tapi cara buatnya pasti penuh perhitungan," imbuh Bagas yang duduk di belakang.
"Lu tahu Pak Menhan dan istrinya? Pak Menhan dan istri bersatu, jadilah Bang Alrescha," tutur Yuda yang duduk di sebelah Bagas.
"Wah. Engko aku kei tanda tangane, yo, Bang," pinta Reza.
"Jancok! Diam kamu!" seru Bintang kesal dengan tingkah teman-teman Ibra yang sedang mengagumi Alrescha.
"Hehehe. Ojo jealous, Mbak Bintang. Aku emang nge-fans karo Bang Alres," terang Reza yang kadang dipanggil 'jancok' oleh teman-temannya.
"Bang Alres, beneran pacarnya Kak Bintang?" tanya Ibra serius. "Abang matanya masih waras, kan?"
"Bang, turunin mereka di depan!" Bintang menatap sebal pada adiknya.
Alrescha tertawa kecil. Kemudian mengusap kepala Bintang kembali seperti biasa. Membuat Ibra, Reza, Zaki, Bagas dan Yuda yakin bahwa Alrescha adalah kekasih Bintang.
"Kenapa? Kamu nggak suka Abang dekat sama Kak Bintang?" Alrescha balik bertanya.
"Bukan gitu, Bang. Tapi Abang terlalu sempurna buat Kak Bintang yang apa adanya," ejek Ibra yang langsung mendapat lemparan botol mineral dari Bintang.
Gelak tawa pun terdengar bersahutan. Sedang Ibra mengaduh kesakitan. Alrescha pun melerai Bintang yang ingin menyerang Ibra di kursi penumpang sembari menyetir. Ia menenangkan Bintang yang sepertinya benar-benar marah pada Ibra di tengah kemacetan Ibu Kota.
"Abang suka yang apa adanya seperti Kak Bintang. Dari pada perempuan yang ada apanya untuk mendekati Abang," tegas Alrescha.
"Savage!" seru Reza.
"Kalau Bang Alres benaran suka sama Kak Bintang, Abang harus ketemu dulu sama mama. Berani?" tantang Ibra.
"Bang Alres udah pernah ketemu mama bolak-balik. Sering teleponan juga sama mama. Kamu aja yang nggak tahu," cerita Bintang menahan kesal.
"Serius?! Terus Mama gimana? Setuju?" Ibra ingin tahu.
"Mana ada emak-emak nolak Bang Alres buat jadi mantu," sela Zaki yang langsung disetujui teman-temannya.
"Yoi."
"Bener, Cok!"
"Seratus "
"Awal bertemu, Mama kamu nggak setuju," jawab Alrescha.
"Terus?!" Ibra, Zaki, Reza, Bagas dan Yuda penasaran bersamaan.
"Karena Abang benar-benar serius sama Kak Bintang, akhirnya Mama kamu setuju," lanjut Alrescha.
"Mama gokil!" seru Ibra tidak percaya.
"Jadi, Bang Alres udah melamar Kak Bintang?" tanya Bagas ingin tahu.
"Belum. Doain, ya, insya Allah as soon as possible," tegas Alrescha mantap.
"Aamiin." Reza, Zaki, Bagas, dan Yuda serempak menyahut.
"Undang kita, ya, Bang," imbuh Zaki bersemangat.
"Jangan, Bang. Rusuh nanti," geram Bintang.
"Tampar gue!" kata Ibra yang langsung mendapat tabokan di pipi dari Reza dan Zaki.
"Pelan-pelan, woy!" pekik Ibra kesakitan, dan disambut gelak tawa teman-temannya.
"Sudah pada makan?" tanya Alrescha mencairkan suasana.
"Belum, Bang." Semua serempak menjawab.
"Bohong, Bang. Mereka pasti sudah makan tadi. Mereka nggak mungkin bisa nahan lapar," tutur Bintang yang mengetahui kebiasaan sang adik dan teman-temannya."
"Kakak, tadi itu kita cuma makan onigiri sambil nunggu kereta datang. Nggak sempat makan di kantin," cerita Ibra.
"Iyo, Mbak. Onigiri seuprit, larang neh," gerutu Reza. "Entuk sego sepiring kui nak ning kantin sekolah," ujar Reza.
"Mau makan apa?" tanya Alrescha kembali.
"Pizza!!!"
"Oke," sahut Alrescha mengiyakan, dan membuat Bintang makin meradang atas ulah Ibra beserta kawan-kawan.
♡♡♡
Setelah memarkirkan motor, Alrescha segera turun, lalu melepas helm sembari berjalan memasuki gedung apartemen. Ia selalu membawa helmnya masuk karena khawatir jika helm tersebut tiba-tiba hilang tanpa jejak. Tangan kanannya menekan salah satu tombol di handsfree yang sudah terpasang di telinga sedari tadi. Mengangkat panggilan tanpa mengambil smartphone yang tersimpan di saku celana jeans.
"Halo," sapa Alrescha sambil memencet tombol di lift.
"Assalamu'alaikum, Abang. Abang dimana? Ibra, kok, handphone-nya mati?" Bintang bertanya setelah memberi salam.
"Wa'alaikunsalam, Sayang. Abang baru sampai tempat parkir apartemen, lagi mau naik. Ibra tidur mungkin." Alrescha menjawab rentetan pertanyaan Bintang dengan sabar.
"Abang tidur, kan, nanti? Siapa yang bangunin?" tanya Bintang bertepatan pukul sepuluh malam lebih.
"Insya Allah tidur nanti. Ada Angga, Sayang. Angga yang bangunin Abang, seperti biasa," terang Alrescha sebelum keluar dari lift. "Bintang cepat tidur, ya. Besok Pak Ryan jemput pagi-pagi. Setengah enam harus sudah siap."
"Oke. Abang juga cepat istirahat, ya. Kalau Ibra nakal, tabok aja."
"Iya, Sayang. Ibra nggak akan berani sama Abang."
"Let's see. Good night, Abang. Have a nice dream."
"Good night, Sayang. Dream of me."
"Huum."
"See you in my dream."
"See ya in the morning."
Senyum Alrescha mengembang seusai menyelesaikan percakapannya dengan Bintang melalui telepon. Ia memasuki unit apartemennya dengan riang gembira. Melepas sepatu, dan meletakkannya di rak sepatu. Sementara helm kesayangannya disimpan di dalam lemari kecil di sebelah rak.
Langkah Alrescha terhenti sejenak. Suasana ruang tengah yang tampak berantakan membuat keriangannya perlahan memudar. Angga, dan dua orang teman Ibra tertidur di sembarang tempat. Angga tidur di sofa, sedangkan yang lain tertidur di karpet dengan bantal sofa. Botol-botol minuman dan toples makanan berserakan di atas meja. Pun dengan stik play station, dan pelengkap permainan yang lain.
Alrescha membangunkan Angga, "Bangun!"
Perlahan Angga bergeliat ketika kakinya dicubit oleh Alrescha. Ia menatap malas Alrescha sambil terbangun. Lalu memandang keadaan sekitar yang tampak berantakan.
"Jam berapa, Res?" tanya Angga sebelum meminum air mineral.
"Jam sepuluh lebih lima belas menit." Alrescha menjawab singkat. "Bereskan sampahnya. Jangan lupa bangunkan gue jam setengah dua belas."
"Siap."
Alrescha segera masuk ke kamarnya untuk berganti baju. Ibra dan dua orang temannya tertidur di ranjang dengan begitu nyenyak ditemani suara televisi yang masih menyala. Sebelum masuk ke kamar mandi, Alrescha mematikan televisi tersebut. Lalu memotret suasana ranjang king size-nya, dan langsung dikirimkan kepada Bintang. Setelah itu ia mengambil setelan piama di lemari sebelum mandi.
♡♡♡
Kedua mata Alrescha mengejap pelan ketika mendengar suara alarm dari smartphone, dan juga suara Angga yang sedang membangunkannya. Ia memandang Angga yang merengut menatapnya.
"Hampir aja. Bangke, Lu, Res!" umpat Angga sebelum mengusir Alrescha dari sofa bed di ruang kerja.
"Maaf. Gue ngantuk banget. Dari kemarin belum tidur," terang Alrescha setelah duduk, melirik Angga yang sudah bersiap untuk mengkudeta sofa bed.
"Besok kalau Lu nggak bangun-bangun, beneran gue siram pakai air, Res," sungut Angga sebelum memejamkan mata.
"Serah, Lu. Yang penting gue bangun." Alrescha melangkah pelan ke arah kamar mandi. "Eh, jangan bangun kesiangan! Anak-anak harus datang sebelum jam delapan pagi untuk registrasi peserta."
"Gantian bangunin gue entar!" perintah Angga sebelum benar-benar tertidur kembali.
Alrescha mengangguk patuh. Ia bergegas ke kamar mandi sebelum penampakan-penampakan aneh berdatangan. Ia harus segera menunaikan salat malam agar dirinya merasa tenang kala menghadapi para tamu yang tidak diundang itu. Meski sedari kecil sudah terbiasa melihat sesuatu yang tak kasat mata, tetapi Alrescha masih saja merasa takut dengan bentuk-bentuk aneh dari makhluk tersebut.
Seusai melaksanakan salat malam, Alrescha keluar dari ruang kerja. Menuju ke dapur untuk membuat segelas kopi sembari memeriksa keadaan Ibra dan teman-temannya. Langkahnya mendadak berhenti saat melihat Ibra sedang merokok di balkon. Balkon yang terhubung dengan ruang makan.
"Sejak kapan kamu merokok?" tanya Alrescha pada calon adik iparnya.
Ibra meringis malu. Ia meminum kopi hitamnya sebelum menjawab pertanyaan Alrescha. Lantas menyodorkan sebungkus rokok kepada Alrescha.
"Rokok, Bang," tawar Ibra sopan.
"Abang nggak merokok," sahut Alrescha yang sudah menduduki bean bag sofa kosong di sebelah Ibra.
"Serius?! Abang nggak merokok?" Ibra terkejut tak percaya.
"Abang nggak pernah merokok," jelas Alrescha yang semakin membuat Ibra terkaget-kaget.
"Wow!!! Ternyata masih ada cowok ganteng yang nggak merokok," puji Ibra.
"Kamu belum menjawab pertanyaan Abang," kata Alrescha mengingatkan setelah menikmati kopi hitamnya, kemudian menuangkan creamer dengan perlahan.
"Pertanyaan yang mana, ya, Bang?" Ibra berpura-pura lupa karena tidak ingin menjawab.
"Lihat sini!" perintah Alrescha agar Ibra menghadap ke arahnya.
Ibra menurut. Ia menatap Alrescha dengan penuh kekaguman. Ia tidak menyangka bahwa saat ini sang idola sudah berada di hadapannya tanpa harus bersusah payah menerobos keamanan yang selalu menjaga Alrescha di mana pun berada. Tanpa terduga, Alrescha menyentil dahi Ibra. Membuat Ibra mengaduh kesakitan.
"Aaawww!! Shit!" umpat Ibra sambil mengusap keningnya.
"Sudah ingat tadi Abang tanya apa?" Alrescha kembali meminum kopinya sembari mengecek email di smartphone.
"Sejak kelas 3 SMP. Jangan bilang sama Mama dan Kak Bintang, Bang! Please," mohon Ibra memelas.
"Ngapain. Bukan urusan Abang. Nanti juga Mama sama Kak Bintang tahu sendiri," sahut Alrescha santai.
Ibra mengembuskan napas leganya, "Alhamdulillah. Thanks, Bang."
"Besok, mungkin kita nggak bisa bertemu secara langsung di sana. Abang nggak mau, kalau nanti ada yang mengolok tim kamu karena kamu adik Abang," ujar Alrescha yang langsung membuat Ibra menatapnya dengan lekat. "Bang Angga sama Kak Bintang yang akan menemani kalian di sana. Kalau ada apa-apa, telepon Abang. Oke?"
"Hmmm."
Alrescha meminjam smartphone Ibra. Kemudian mengetik beberapa nomor di sana, lantas menyimpan deretan nomor tersebut setelah menulis kata 'Abang' sebagai nama kontak tersebut. Hal itu tidak luput dari pandangan Ibra. Ada rasa haru yang menyusup ke dalam hati Ibra. Ia merasa salah satu doanya telah terkabul--mendapatkan seorang kakak lelaki yang begitu sempurna di mata semua orang.
"Ada apa?" tanya Alrescha kala melihat Ibra menatapnya dengan lekat.
"Tampar gue, Bang. Ini nggak mimpi, kan?" kata Ibra yang langsung mendapat usapan lembut di pucuk kepalanya.
"Jadi anak yang pintar, dan buat Mama bangga sama kamu," tutur Alrescha menasehati. "Udah gede, jangan main yang aneh-aneh."
"Cita-citaku itu pengen jadi kayak Bang Alres."
"Apa?"
"Aku pengin jadi kayak Bang Alres. Ganteng, pintar, dan sukses di usia muda. Aku sering bilang itu sama Mama. Akhirnya aku tahu, kenapa Mama nggak ngomel lagi kalau aku pengen jadi kayak Bang Alres."
"Apa yang Mama omelin?"
Ibra menirukan ucapan dan gerakan sang Mama, "Adek! Belajar yang benar, jangan main game terus. Mau jadi apa kamu nanti? Awas kalau nanti nilainya jelek! Gitu, deh."
Alrescha tertawa, "Kamu boleh minta apa aja sama Abang, kalau besok hasil nilai kenaikan kelas kamu bagus."
"Benaran?! Apa aja?"
"Huum."
"Aku ini murid teladan di sekolah. Selalu top 3 diurutan anak-anak satu angkatan."
"Oia?"
"Abang tanya aja sama Jancok."
"Abang cek nanti. Kamu bohong atau enggak."
Senyum bangga Ibra tercipta. Ia dan Alrescha meminum kopi masing-masing sambil memakan kacang kulit. Keheningan tiba-tiba datang dalam beberapa detik. Membuat suasana sedikit canggung.
"Abang," panggil Ibra tanpa melihat kepada Alrescha.
"Huum," sahut Alrescha singkat seraya menoleh ke arah Ibra.
"Tolong jaga Kak Bintang, ya. Kalau boleh meminta, jagain Kak Bintang untuk selama-lamanya. Bahagiain Kakak. Kalau aku lihat Kak Bintang nangis karena Abang, aku bakalan bikin Abang nggak ganteng lagi nanti," tutur Ibra serius dengan kedua matanya yang mulai merebak.
"Pasti. Tanpa kamu minta, Abang akan selalu menjaga Kak Bintang, Mama, dan juga kamu semampu Abang. Sampai nanti," janji Alrescha.
"Setelah Papa pergi, kakak selalu dahulukan urusanku. Walau kakak juga sedang membutuhkannya," ungkap Ibra sedih. "Aku senang, karena akhirnya doaku terkabul. Kakak bisa bertemu dengan Abang. Abang yang selama ini aku idolakan. Aku yakin, Abang nggak akan mengecewakan kita. Terima kasih, Bang."
Tangan kanan Alrescha kembali terulur. Mengusap puncak kepala Ibra dengan lembut dan penuh sayang. Baik Bintang, atau Ibra, sama-sama sudah dianggap seperti adiknya sendiri. Sebagai seorang kakak, Alrescha tidak akan pernah mengecewakan adik-adiknya.
"Mulai sekarang kalau kamu perlu sesuatu, bilang sama Abang. Oke?" perintah Alrescha yang tidak ingin dibantah.
Ibra mengangguk dengan kedua matanya yang sudah merebak, "Pasti."
Alrescha kembali menjentikkan kedua jemarinya di dahi Ibra. Berusaha untuk mengalihkan suasana haru Ibra dengan rasa sebal atas ulahnya. Membuat Ibra memukul lengan Alrescha karena telah membuat keningnya kembali merasa sakit.
"Aku bilangin sama Mama, nih," sungut Ibra.
"Abang nggak takut sama Mama," sahut Alrescha meledek.
"Sial." Ibra mencebik kesal, diiringi tawa kecil dari Alrescha.
Tbc.
22.09.20
Hai,
Alhamdulillah, akhirnya kita bisa bertemu lagi di sini. Semoga rasa cintanya Alrescha masih bisa dirasakan, ya. Aamiin.
Btw, insya Allah aku akan selesaikan cerita ini sampai akhir. Sekaligus aku akan rewrite cerita ini dengan versi yang baru, biar nggak kalah sama cerita anaknya Alrescha dan Bintang kemarin. Doain, ya, semoga rewrite-nya lancar. Aamiin.
See you next time.
🤗
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top