23. Korelasi Bintang

Langkah Bintang tampak tergesa-gesa menaiki tangga. Ia kembali melirik jam tangan yang sudah menunjukkan pukul delapan lebih enam belas menit. Terlambat satu menit. Bintang begadang semalaman untuk mengerjakan laporan yang harus dikirim sebelum jam tujuh pagi tadi. Napasnya tersengal saat memasuki kelas. Helaan napas lega berembus kala melihat teman-temannya masih santai bersenda gurau dan mengobrol.

Bintang duduk di samping Happy yang sedang khusyuk menatap layar smartphone. Smartphone dengan merk apel tergigit, yang entah milik siapa. Perlahan Bintang meminum air putih dari botol kesayangannya. Mencoba menetralkan detak jantungnya yang masih berdegup dengan kencang.

"Nggak biasanya Bu Ratna terlambat," keluh Bintang sambil mengeluarkan buku catatan dan balpoin.

Happy menyahut tanpa mengalihkan tatapannya, "Bersyukur. Kalau enggak, Lo udah disuruh tutup pintu dari luar."

"And get out here!" kata Happy menirukan kalimat Bu Ratna ketika mengusir mahasiswa yang datang terlambat.

Bintang mengangguk. Bu Ratna, salah satu dosen killer terkenal di fakultas ilmu komputer. Beliau tak akan pernah mengizinkan mahasiswanya memasuki kelas meski hanya terlambat beberapa detik saja. Pun dengan tugas-tugas yang harus selalu dikumpulkan tepat waktu jika tak ingin mengulang mata kuliahnya. Seperti tugas laporan yang Bintang kerjakan semalam.

"Smartphone baru?" tanya Bintang saat napasnya mulai normal.

"Punya Ratih," sahut Happy santai tanpa mengalihkan pandangannya.

Ria yang berada di belakang Ratih melongok ke layar smartphone itu, "Anteng banget. Mau langsung praktek, Hap?"

"Bangke! Segel gue harus utuh sampai nikah kantor," sungut Happy.

"Emang Bang Arash mau nikahin Lo?" gelak Lina meledek.

"Berisik!" ujar Happy terganggu.

"Sini, Hap, smartphone-nya," pinta Ratih.

Happy menyahut, "Lagi kentang, nih."

"Kok bisa ada film begitu di HP-ku?" tanya Ratih bingung.

"Simpanan cowok Lo banyak," timpal Happy diiringi senyum nakalnya.

"Pantesan tiap minggu cupangnya beranak," celoteh Ria yang sudah duduk di belakang Happy.

Kaki kanan Ratih langsung menendang kaki kursi yang Ria duduki. Membuat gelak tawa Ria terdengar. Keduanya sedikit beradu mulut karena ucapan Ria yang selalu spontan apa adanya.

"Astaghfirullah hal adzim!" pekik Bintang ketika melihat layar smartphone yang Happy tonton.

Semua yang berada di kelas terkejut mendengar teriakan Bintang.

"Kenapa, Tang?" tanya Kadir, salah satu teman lelaki Bintang di kelas.

Bintang menggelengkan kepala, "Nggak apa-apa."

"Eh, buset!" teriak Riris yang duduk di depan Happy.

"Ngapain lihat begituan, sih, Hap!" gerutu Bintang.

"Ini itu namanya kuliah online, Bi. Materi sex education. Kalau mau nonton, diem." Happy memberi peringatan sebelum melanjutkan kegiatannya.

Bintang mengumpat, "Sialan!"

"Anjaaay...." ujar Lina saat mengintip apa yang Happy tonton.

"Jangan bayangin yang enggak-enggak!" tutur Ria sambil menoyor kepala Happy.

"Ih, kok, gitu sih?!" Riris terkejut ketika melihat adegan yang tak pernah dilihatnya.

"Harus gitu, ya, caranya?" tambah Bintang yang baru pertama kali menonton blue film.

"Sssst...." Happy dan Lina meminta teman-temannya terdiam.

"Lihat aja, Bi. Biar nggak bingung nanti kalau ML sama Mas Ryo," bisik Ratih saat duduk di samping Ria.

Bintang langsung menabok Ratih karena kesal. Untuk pertama kali Bintang menonton film yang bisa dipastikan akan dilarang keras oleh kedua orang tuanya. Ia bergidik ngeri melihat si wanita yang tampak kesakitan, namun jika diperhatikan juga menikmati. Hanya kebingungan dibenak Bintang sambil menonton film itu.

"Kosong, guys!" teriak Anto, Komting kelas.

Sorak sorai terdengar begitu keras memenuhi setiap sudut kelas.

"Yeeey...."

"Hore!"

"Alhamdulillah...."

"Ayo cabut!"

"Nge-mall."

"Guys, ada tugas yang harus dikumpulin hari ini juga," tambah Anto yang membuat teman-temannya menggerutu.

"Yaaah...." Seisi kelas tampak kecewa.

"Tugas kelompok, 3 orang. Materi 'Business Intelligence' dibuat dalam bentuk power point. Dikumpulkan sebelum jam 12 siang. Dan dipresentasikan minggu depan. Is there any questions?" tanya Anto setelah menjelaskan detail tugas dari Bu Ratna.

"Njiiir..., rumit." Kadir mengeluh.

"Dikirim email?" tanya Faiz yang duduk di sudut belakang kelas.

"Iyalah, Pakde. Masa dikirim lewat pos," seloroh Happy yang membuat teman-temannya tertawa.

"Ya, kan, bisa aja hasil power point-nya dicetak terus dikumpulin di mejanya Bu Ratna," sela Faiz.

Ria menambahkan, "Iya. Anto nggak bilang tugasnya dikumpulin di mana. Aku padamu, Pakde."

"Kan belum kelar ngomongnya, Jeng," bantah Anto membela diri.

"Sabar, Mas Fitrianto. Aku menunggumu," canda Lina diiringi kekehan teman yang lain.

"Dikirim ke email seperti biasa. Dengan subject," tutur Anto sebelum menuliskan sesuatu di white board. "SIC1. Business Intelligence."

"Jelas?" tanya Anto kembali.

"Jelas," jawab semua teman-temannya.

Kelas kembali riuh. Mencari kelompoknya masing-masing. Happy langsung meraih pergelangan tangan Bintang. Mengisyaratkan agar Bintang satu kelompok bersamanya.

"Ratih, bareng nggak?" tanya Happy yang langsung dibalas anggukan kepala oleh Ratih.

"Aku nggak diajak," sungut Ria.

"Halah. Biasa juga sama Lina." Happy menyahut dengan enteng.

"Kan masih pengen nonton, Hap," ucap Ria.

Bintang mencela, "Tugas, woy! Nonton nggak penting."

"Gaya Lo nggak penting, tapi menikmati," sahut Happy sambil tergelak.

"Ember! Bintang shy shy cat," ledek Lina.

"Sue! Mau ngerjain dimana?" ujar Bintang yang mulai kesal.

"Di taman aja. Sambil nonton sama ngemil," usul Riris.

"Cuz."

Happy dan Lina beranjak dari tempat duduk mereka. Mengajak kelompoknya untuk keluar dari kelas yang sudah tidak kondusif. Pun membuat malas untuk mengerjakan tugas di dalam kelas. Mereka saling membagi tugas untuk mencari tempat duduk, membeli cemilan dan mencari bahan presentasi. Tugas yang terkesan sangat tidak adil sebenarnya. Meski begitu mereka semua tak ada yang mengeluh atau menolak. Semua dikerjakan atas dasar saling membutuhkan.

¤¤¤

Bel berbunyi. Bintang menyenggol lengan Happy untuk membukakan pintu. Dengan malas Happy beranjak dari sofa bed. Salah satu matanya memicing. Melihat siapa yang datang dari bundaran kecil di pintu apartemen Alrescha. Senyum Happy tersungging ketika mengetahui pesanan Alrescha sudah datang. Ia segera menerimanya tanpa ragu.

"Bi, udah datang nih." Happy membawa sebuah kotak besar makanan menuju dapur.

Bintang segera menyusul, "Gede banget."

"Lapar gue," kata Happy saat membuka kotak tersebut.

"Nunggu Bang Alres datang," cegah Bintang ketika tangan Happy ingin mengambil sepotong garlic bread.

Helaan napas Happy berembus perlahan, "Jam berapa Bang Alres datang? Udah mau isya, nih."

"Bentar lagi sampai," jawab Bintang bersamaan dengan bel yang kembali berbunyi.

"Alhamdulillah, gih sana dibuka pintunya," perintah Happy.

Dengan bersemangat Bintang berlari kecil untuk membuka pintu. Senyum Bintang memudar saat melihat Arash di balik pintu.

Arash tersenyum setelah pintu apartemen adiknya terbuka, "Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam," jawab Bintang sambil menyumggingkan senyum menutupi kekecewaannya. "Masuk, Bang."

"Alres belum datang?" tanya Arash sebelum melepas sepatu.

"Abang belum datang," ujar Bintang.

"Cepat banget datangnya," kata Happy menyambut kedatangan Arash.

"Nggak kangen?" tanya Arash sebelum mengusap kepala Happy.

Happy langsung menggeleng, "Enggak."

"Hoax." Bintang menyahut sembari melangkah pergi.

Happy terkekeh melihat raut wajah Bintang yang masam. Bintang segera masuk ke ruang bermain Alrescha karena bingung. Ia tak ingin mengganggu Happy yang sangat merindukan Arash. Dan di sinilah ia berada, di apartemen Alrescha untuk menemani Happy bertemu dengan Arash. Meski tahu hal ini sangatlah tidak baik. Walau tak ada kebohongan di dalamnya. Dengan dalih tugas kelompok yang harus segera dikumpulkan sebelum jam tujuh besok, hingga berakhir menginap.

"Ngapain di sini," ujar Bintang sambil melihat sekitar ruang bekerja dan bermain Alrescha.

Bintang mengambil remote untuk menyalakan TV datar yang hampir memenuhi tembok beserta perangkatnya. Kemudian menyambungkan dengan smartphone-nya. Lagu 'Say you wont let go' mulai terdengar diiringi video dance yang akan diikuti. Bintang menggerakkan tubuhnya mengikuti irama musik sambil bernyanyi. Hingga tanpa sadar pinggangnya direngkuh dengan perlahan.

"Abang," seru Bintang kaget.

Alrescha tersenyum. Memandang Bintang yang berada di dekatnya. Kedua tangangnya merengkuh pinggang Bintang, mencoba mengikuti irama lagu yang masih mengalun. Berdansa sebisanya.

"Bisa?" tanya Bintang sambil mendongak menatap kedua mata Alrescha.

"Dance?" Alrescha bertanya balik.

Bintang mengangguk, "Jadi, habis UAS nanti ada couple dance. Kalau Abang bisa, berarti Bintang nggak jadi sama Mas Lee."

"Lee? Mahasiswa blasteran korea itu?"

"Huum."

"Abang bisa."

"Yakin?"

"Yakinlah. Mau latihan sekarang?"

Bintang tersenyum bahagia dan menggeleng. Ia menghentikan langkah dansanya.

"Bintang udah lapar. Gimana kalau Abang mandi dulu, habis itu kita makan?" tutur Bintang yang langsung disambut anggukan kepala dari Alrescha.

"Bilang dong," sahut Alrescha seraya mengacak rambut Bintang.

Bintang menurunkan tangan Alrescha dari kepalanya, "Ih! Sana mandi."

"Iya, Sayang," ucap Alrescha sebelum mencium kening Bintang. "Bikinin kopi, ya. Jangan manis-manis."

"Pahit?"

"Sedikit manis. Soalnya sudah ada Bintang yang manis."

Bintang menahan senyum sebelum berlalu dari hadapan Alrescha yang telah membuatnya malu. Kekehan Alrescha terdengar kala menutup pintu. Bintang segera menuju dapur. Aroma nikmat kopi yang baru digiling seakan berkeliaran di apartemen Alrescha.

"Bikin banyak?" tanya Bintang melihat Happy mengeluarkan bubuk kopi dari grinder.

"Gue sengaja bikin buat dua cangkir," cerita Happy.

"Tumben pinter," ledek Bintang.

"Kakak ipar harus lebih pinter dong," sahut Happy yang langsung mendapat cibiran dari Bintang.

Sembari menunggu Happy selesai menyeduh kopi, Bintang menyiapkan pizza dan teman-temannya di atas meja makan. Mengambil piring datar dan gelas air minum.

"Bi, berasa jadi istri nggak, sih, malam ini?" tanya Happy menggelitik telinga Bintang.

"Nungguin suami pulang, nyiapin kopi sama makanan sambil nunggu dia mandi. Seindah inikah setelah menikah?" ujar Happy yang membuat Bintang terkekeh. "Gue mau banget kalau nikah besok."

"Bangun! Jangan mimpi terus," olok Bintang.

"Hei, mimpi itu kenyataan yang tertunda, Bi. Emang Lo nggak pernah bayangin gimana kalau nanti nikah sama Bang Alres?"

"Yang aku tahu, nikah nggak akan selalu indah seperti yang kamu bayangin. Nikah itu paket komplit. Kalau kamu mau yang indah-indah, mending nonton drakor tuh," ledek Bintang yang langsung membuat Happy tertawa.

"Enggeh, Suhu," kata Happy yang masih tertawa.

"Kopinya udah?" tanya Arash.

"Mau diseduh," jawab Happy.

Arash pun mengambil alih. Ia memasukkan bubuk kopi ke dalam chamber, kemudian menuangkan air panas dari teko di atas kompor. Happy dan Bintang memerhatikan Arash membuat kopi. Arash menunggu sekitar 3 menit sebelum memasang tutup french  press, lalu menekan plunger dengan perlahan.

"Selesai," ucap Arash sebelum membawa french press ke meja makan.

Sedang Happy mengikuti Arash sambil membawa nampan berisi dua cangkir dan sekotak kecil gula sachet. Pun Bintang. Ia duduk di hadapan Happy.

"Mau?" Arash menawari kopi kepada Happy dan Bintang, dan keduanya menjawab dengan menggelengkan kepala.

Alrescha datang dan segera duduk di samping Bintang, di hadapan Arash.

"Kopi Abang mana?" tanya Alrescha.

"Ini kopinya Abang," sahut Arash ketika Bintang mengambil cangkir yang masih kosong dan french press.

"Nggak nanya sama Abang," sungut Alrescha sambil mengambil gula dan menuangkannya di cangkir.

"Pertanyaan Lo kurang jelas, Dek," tutur Arash menatap wajah Alrescha yang mulai kesal.

"Orang pinter nggak perlu dijelasin," sungut Alrescha sembari mengaduk kopinya.

"Abang berdua bisa nggak sehari aja jangan ribut?" pinta Bintang menyela.

Arash dan Alrescha menjawab serempak, "Enggak bisa."

"Oke." Bintang pasrah.

"Gokil!" imbuh Happy sebelum terkekeh.

Arash mulai menikmati pizza di hadapannya. Sedang Happy dan Bintang saling berbagi beef lasagna dan garlic bread. Berbeda dengan Alrescha yang langsung mengambil spicy tuna fucilli tanpa ingin berbagi dengan siapa pun.

"Ini cukup buat kita berempat?" tanya Arash yang sudah menghabis dua potong pizza dan dua sosis.

"Udah numpang makan, minta nambah lagi. Emang nggak ada akhlak Lo, Bang," sindir Alrescha yang hanya dibalas tawa oleh Arash.

"Hei, kalau Abang nggak minta tolong, Lo sama Bintang nggak bakalan bisa ketemu semalaman. Ya, nggak?" Arash membela diri.

"Enggak," sahut Alrescha sebelum menjulurkan lidah.

Happy dan Bintang hanya menggelengkan kepala. Mereka harus terbiasa dengan keributan Arash dan Alrescha ketika bersama-sama.

"Lo pake t-shirt gue, Bang?" tanya Alrescha seraya meneliti kaus hitam yang dikenakan oleh Arash.

Arash menjawab santai setelah mencicipi beef lasagna dari piring Happy, "Huum."

"Njiiir! Gue baru beli kemarin. Pamit dulu kek," gerutu Alrescha.

"Ya elah, cuma kaus tipis gini doang. Lagian masih ada dua lagi tuh di lemari," ujar Arash tanpa tersulut emosi.

"Bayar!" perintah Alrescha kesal.

Arash mengangguk, "Nunggu gajian bulan depan."

"Kampret!" sungut Alrescha sedikit emosi.

Alrescha, Arash, Happy dan Bintang berhenti mengunyah ketika suara bel berbunyi.

"Lo udah ganti password pintunya belum, Dek?" tanya Arash was-was.

Alrescha menggeleng  pelan, "Lupa."

"Ah, tumben bego," ejek Arash. "Kalau Bia atau Ayah yang datang gimana? Dinikahin besok bisa-bisa."

"Sounds good."

"Buka sana!"

Alrescha melangkah ragu ke pintu. Meninggalkan Arash, Happy dan Bintang yang sedang cemas. Ini adalah pertemuan rahasia pertama mereka untuk double date.  Meski begitu, ayah Happy sudah memercayakan putrinya kepada Arash. Arash diminta untuk menengok keadaan Happy di kos Bintang. Memastikan Happy sedang berbohong atau tidak. Walau kenyataanya jelas-jelas mereka telah berbohong.

Alrescha mengangkat smartphone-nya yang berdering di saku celana jeans, "Assalamu'alaikum, Bang."

"Wa'alaikumsalam. Buka pintunya, Dek. Abang lihat mobil kamu sama Arash di basement. Abang kehujanan tadi," kata Aksa di balik pintu sambil menahan dingin.

"Iya, Bang." Alrescha segera membuka pintu dan mempersilakan Aksa untuk masuk.

Aksa terkejut, melihat adik-adiknya sedang berkumpul. Ia pun tersenyum membalas senyuman bercampur takut dari Bintang dan Happy. Berbeda dengan Arash yang sudah tampak santai kembali.

"Abang dari mana? Nggak bawa jas hujan?" tanya Arash mencairkan suasana.

"Dari kantor. Bawa, tapi tadi langsung kehujanan. Mampir aja ke sini," jawab Aksa sambil melepas tas ransel dan jaketnya yang sudah basah.

"Abang udah makan?" tanya Alrescha basa-basi karena bingung.

"Sudah. Abang pinjam handuk, baju sama celana, ada?" pinta Aksa kepada Alrescha.

"Awas, Bang. Entar disuruh bayar," seloroh Arash menyindir Alrescha.

"Bayar? Kan Abang cuma pinjam," tutur Aksa.

"Lo nggak bilang pinjam sama gue, ya, Abang Arashi. Main ambil baju baru gue dan langsung dipake tanpa pamit. Beda sama Bang Aksa," terang Alrescha.

"Gue udah bilang tadi sebelum ambil baju, Lo," sergah Arash.

"Kapan?" sungut Alrescha.

"Gue sebelum buka lemari pamit dulu, 'Dek, Abang pinjam bajunya, ya. Terima kasih'. Gitu. Tanya tu sama Happy." Arash kembali membela diri.

Alrescha menghela napasnya dengan kasar, "Bangke, Lo!"

Arash tertawa terbahak-bahak. Sedang Aksa hanya tersenyum kecil melihat adik-adiknya yang sudah besar dan ingin menikah tapi masih saja bertingkah seperti anak TK.

"Abang mandi di mana?" tanya Aksa yang sudah ingin melepas baju basahnya.

"Ke kamar aja, Bang."

Alrescha mengantar Aksa ke kamarnya. Aksa mengulum senyum melihat beberapa tas ransel di atas sofa bed di kamar Alrescha. Ia tak menanyakan apa pun. Bersyukur hujan deras menggunyurnya dan memutuskan berteduh di apartemen sang adik.

"Jadi nanti malam kita tidur bertiga di kamar bermain?" tanya Aksa saat menerima handuk, baju dan celana pendek.

Alrescha mengangguk kikuk, "Huum. Nggak apa-apa, kan, Bang?"

"Jangan diulangi lagi. Ngerti? Nggak baik," tutur Aksa menasehati.

"Iya, Bang. Happy sama Bintang minta diajarin bikin tugas. Karena Alres pulang malam, jadi Alres suruh ke sini. Karena besok mereka juga janjian sama Mbak Dia," cerita Alrescha tanpa berbohong.

"Jangan pakai menginap, dong."

"Bang Arash yang nyuruh. Katanya Bang Arash udah izin sama orang tuanya Happy. Alres juga. Udah izin sama mamanya Bintang, kok."

"Ya, udah. Sana dilanjutin makan lagi."

"Iya, Bang. Jangan bilang sama Ayah dan Bia, ya, Bang."

Aksa mengangguk sebelum masuk ke kamar mandi. Hembusan napas lega Alrescha meluncur. Detak jantungnya perlahan berdegup normal. Abang pertamanya adalah seseorang yang selalu bisa diandalkan. Aksa akan selalu jadi pelindungnya dan kakak kembarnya.

"Lo, sih, Bang," protes Alrescha.

"Lo juga mau, kan?" ujar Arash membalikkan keadaan.

"Nggak apa-apa sama Bang Aksa ini. Emangnya kita mau ngapain? Kan, Lo mau bantu ngerjain tugas Happy sama Bintang. Atau Lo mau tidur bareng Bintang lagi?" tuduh Arash telak.

"Apaan! Kampret, Lo! Nanti Abang yang jelasin sama Bang Aksa," pinta Alrescha gugup.

Arash tertawa, "Gampang. Nggak pake berbayar, ya?"

"Iya!" sungut Alrescha.

"Wait! Jadi Lo udah pernah tidur bareng Bang Alres, Bi?" tanya Happy yang membuat Bintang menjadi gelisah.

"Enggak!" jawab Bintang dan Alrescha serempak.

"Enggak salah maksudnya, Yang," tambah Arash seraya tergelak.

"Wah, sue. Lo udah pernah bobok bareng sama Bang Alres, tapi Lo belum pernah nonton BF? Gokil Lo, Bi." Happy kembali meledek.

Bintang dan Alrescha tersedak. Happy mengulum senyum, pun Arash.

"Ih. BF mah cuma teori. Teori nihil. Aslinya nggak kayak begitu," kata Arash.

Happy menoleh ke arah Arash, "Abang udah pernah ML?"

"Kalian lagi bahas apaan, sih?!" sentak Alrescha.

Arash tertawa sebelum menatap kedua mata Happy dengan lekat. Mengindahkan Alrescha yang tampak semakin kesal.

"Belum. Mau coba sama Abang?" tanya Arash serius kepada Happy.

"Abang! Pergi Lo dari apartemen gue!" perintah Alrescha marah.

Arash terbahak-bahak. Sedang Happy terlihat linglung karena pertanyaan Arash. Dan Bintang mencubit lengan Happy sambil menyuruhnya untuk terdiam.

"Gue nggak bercanda. Keluar!" teriak Alrescha yang membuat Happy dan Bintang terkejut.

"Bercanda, Adek. Emang Abang cowok apaan. Abang emang kelihatan berengsek, tapi Abang masih virgin. Mau bukti?" tantang Arash menahan tawa.

"Ogah! Awas kalau bahas aneh-aneh lagi di sini. Gue tendang Lo keluar," ancam Alrescha yang disambut tawa dari Arash.

"Siap. Kalau kiss-kiss kecil boleh?"

"Bangke, Lo!"

Arash tertawa terbahak-bahak. Kemudian mengusap kepala Happy, dan melanjutkan untuk makan. Sedang Alrescha mengajak Bintang mengobrol. Ia tahu Bintang pasti kaget mendengar teriakannya tadi. Rencananya dan Arash gagal karena kehadiran Aksa yang tak terduga. Aksa pastinya dikirim Semesta untuk menjaga Alrescha dan Arash agar tetap berada di jalur yang lurus.

Tbc.

07Sept.20

Hai dears,
I'm back. 🥰
Maaf, sepertinya saya terkena writer's block syndrome. Hehe. Silakan cek di google kalau mau tahu tentang writer's block syndrome. Jadi buat yang nulis cerita bahkan nulis skripsi, cepat cari cara buat meredakannya. Jangan sampai acara wisuda kalian tertunda karena skripsinya mandek.

Apakah rasa Alreschanya masih?
Semoga masih berasa, ya.

Well, ini aku kasih playlist lagu buat nemenin kalian baca ulang Alrescha kalau lupa part sebelumnya kayak gimana. Hehe.

https://open.spotify.com/playlist/6MLRrQIYUvrBH3KLFTdlYU?si=5EE0DCMkTtiErVgSG318IQ

Happy reading, stay safe and keep healthy as always. Jangan lupa pakai masker, ya, tiap keluar rumah atau ketemu sama orang. Meski kalian pakai mobil pribadi, tetap pakai masker. Dan cuci tangan sesering mungkin. Jaga diri baik-baik.
See you soon, Insya Allah.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top