22. Galaxias
Helaan napas Happy berembus ketika melihat pesan-pesan yang dikirimkannya kepada Arash belum juga berbalas. Setelah Arash menelepon kemarin malam, sejak saat itu hanya tanda centang yang menyambut pesan-pesannya. Tanda mati yang menyatakan bahwa pesannya tidak akan dibaca hingga waktu tak tentu.
"Masya Allah, Ibu menteri cantik banget," puji Lina saat melihat berita online di salah satu akun sosial media.
Ratih mengernyit, "Emang ada gitu Ibu menteri cantik? Perasaan udah tua semua, deh."
"Eh, walau udah tua tapi ada loh yang masih awet muda dan cantik," timpal Ria.
"Mana lihat." Estri melongok ke layar smartphone Lina. "Kayak pernah lihat dimana gitu."
"Di TV, lah, pasti. Ini tu istrinya Pak Menhan, Bapak Reshwara Abi Nataya. Punya anak laki nggak, ya? Mau gue jadi mantunya," ujar Lina sambil tersenyum-senyum.
"Khayal," sahut Happy dalam mode bad mood.
"Mengkhayallah setinggi langit, Hap. Siapa tahu Allah mengabulkan," tambah Lina bersemangat.
"Habis itu Lo jatuh ke jurang. Mati nggak Lo?" Happy mendahului teman-temannya untuk menengok Bintang yang sedang mengikuti ujian tengah semester susulan.
"Semelekete!" celetuk Lina yang diartikannya sama seperti kata 'sialan'. "Eh gaes, nama belakangnya Pak Menhan kayak nggak asing, deh."
"Kan. Gue bilang juga apa. Nataya ...." Estri mencoba mengingat sambil menyusul Happy.
"Ryota Alrescha Nataya," ucap Ria yang membuat Lina, Ratih, dan Estri menoleh ke arahnya.
Estri menambahkan, "Reksa Arashi Nataya. Anjiiir!"
"Siapa lagi tu?" tanya Ratih tak tahu.
"Pacarnya Happy," jawab Estri yang begitu mengidolakan Arash, Pampampres terganteng yang sedang naik daun.
"Ambyaaar...." Lina berlari mengejar teman-temannya yang menyusul Happy.
Ketika mereka berhasil mengejar Happy, bermacam pertanyaan langsung terlontar. Membuat Happy semakin ingin berteriak marah.
"Hap, mertua Lo Pak Menhan?"
"Bang Arash sama Mas Alres anaknya Pak Menhan?"
"Happy, beneran ini?!"
Happy menghela napas sambi menatap kesal teman-temannya, "Guys, please! Jangan kampungan, deh. Malu gue."
"Makanya dijawab, Hap," desak Lina.
"Noh, tanya langsung sama Bang Alres. Biar Lo semua puas!" gerutu Happy sebelum menghampiri Alrescha.
"Cocok." Ria dan Lina serempak menyahut.
Happy menoleh ke arah pintu ruang dosen sebelum duduk di samping Alrescha. Wajahnya masih merengut. Membuat Alrescha mengulum senyum saat melihatnya.
"Nanti, kan, ketemu sama Bang Arash," kata Alrescha menenangkan.
Hembusan napas Happy meluncur dengan kasar, "Sesibuk itu, ya, Bang? Cuma balas pesan, kan, nggak ada semenit."
"Kalau nggak sibuk pasti langsung dibalas." Alrescha menyahut santai sambil memandang teman-teman Bintang yang sedang tersenyum malu-malu kepadanya.
"Pagi, Mas Alres," sapa Lina, Ria, Ratih, dan Estri serempak.
Alrescha tersenyum ramah, "Pagi."
"Bang, nggak usah dijawab salam mereka. Basa-basi palsu itu. Entar ujung-ujungnya bikin malu Bang Alres," kata Happy yang langsung mendapat tabokan dari Lina.
"Semprul! Lo, tuh, yang biasa malu-maluin." Lina tak terima.
"Lagi nunggu Bintang, ya, Mas?" tanya Ria berbasa-basi.
"Ya, iyalah. Masa nunggu Pak Jafar," sahut Happy yang mendapat tendangan kecil dari Ria.
Pak Jafar adalah salah satu dosen terkenal di Fakultas Ilmu Komputer. Beliau mengampu mata kuliah Matematika Diskrit. Mata kuliah yang sedang ditaklukkan Bintang dalam ujian tengah semester sekarang.
Senyum Alrescha kembali tersungging mendengar celotehan teman-teman dekat Bintang yang sedang meributkan sesuatu. Hingga pertanyaan Ria menginterupsi senyumnya.
"Mas Alres beneran anaknya Pak Menhan? Bapak Reshwara Abi Nataya," tanya Ria takut, dan langsung dibalas anggukan kepala dari Alrescha.
"Anjmmp...."
Happy segera menutup mulut Lina yang akan berseru keras dengan kata andalan. Sedang teman yang lain tampak terkejut tak percaya. Membuka mulut tetapi tidak bersuara.
"Kenapa?" tanya Alrescha yang hanya disambut gelengan kepala dari Ria, Ratih dan Estri.
"Tadi kita habis lihat headline berita, Mas," cerita Lina antusias. "Top 3: Para istri Menteri Kabinet Indonesia Kerja yang curi perhatian."
"Ibunya Mas Alres cantik banget," puji Ratih.
"Kapan-kapan kenalin dong, Mas, sama ibunya Mas Alres," ujar Lina yang langsung mendapat tabokan kecil dari Ria.
"Entar gue kenalin sama Bia, kalau gue nikahan sama Bang Arash," sahut Happy sebelum memakan permen karet, membuat Alrescha terkekeh.
"Dih. PD banget, Lo. Lihat tu senyumnya Mas Alres. Ogah punya kakak ipar kayak Lo." Lina menimpali.
"Justru karena gue kayak gini, makanya Bang Arash cinta sama gue," kata Happy. "Apa adanya, bukan ada apanya kayak Lo."
Lina menoyor kepala Happy hingga tawa Alrescha terdengar. Ria, Estri dan Ratih memandang Alrescha dengan tatapan memuja.
Happy meraup wajah Ria, "Ada Bintang, tuh."
Bintang berjalan lemas menghampiri Alrescha dan teman-temannya. Ia terduduk lesu di tengah-tengah Happy dan Alrescha. Kemudian mengembuskan napas panjang seakan mengeluarkan segala rasa dalam hati.
"Susah?" tebak Alrescha yang dibalas anggukan kepala dari Bintang.
"So sweet...."
Happy, Ria, dan Lina serempak berseru ketika melihat Alrescha mengusap puncak kepala Bintang dengan penuh sayang. Membuat Bintang dan Alrescha bingung.
"Kapan gue digituin?!" ujar Happy kesal.
"Apaan, sih!" rutuk Bintang.
Happy mengomel, "Bang Alres so sweet banget sama Lo. Bang Arash mah boro-boro. Ketemu aja bisa dihitung pake jari."
"Derita, Lo!" ejek Lina.
Alrescha beranjak dari tempat duduknya. Kemudian mengulurkan tangan kanannya kepada Bintang. Tak peduli jika teman-teman Bintang bersorak kembali karena ulahnya. Alrescha hanya ingin menenangkan Bintang yang sepertinya kehilangan semangat setelah berkutat mengerjakan soal matematika diskrit.
"Nggak jadi makan-makan!" ancam Bintang sebelum meraih uluran tangan Alrescha.
"Mamam tuh!" imbuh Happy mengekori Bintang dan Alrescha.
"Tetep makan-makan, ya, Mas Alres." Ria memelas.
"Eh, Lo ngapain ikut Bintang?" tanya Lina menahan kepergian Happy.
"Kata Mama Bintang, nggak boleh berduaan. Kalau ada gue, kan, jadi bertiga." Happy tersenyum dan melambaikan tangan kepada teman-temannya yang berteriak meminta ikut.
♡♡♡
Senyum Alrescha terukir, setelah beberapa kali mengambil gambar Bintang dan Happy yang sedang berjalan-jalan di sekitar area taman Oemah Pengantin–butik khusus kebaya dan sudah terkenal di skala internasional–dengan smartphone-nya. Diliriknya jam tangan yang sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi. Namun tanda-tanda sang ibunda dan kakak-kakaknya tak kunjung terlihat.
Alrescha memandang Bintang yang sedang bergurau dengan Happy setelah berfoto-foto. Bintang tampak begitu bahagia bersama sahabatnya. Tersenyum lepas, setelah melewati ujian mata kuliah yang sedikit rumit. Alrescha pun tersadar jika Bintang masih terlalu muda untuk bisa dijadikan seorang istri. Ia tak ingin menjadi egois. Merengut masa-masa remaja akhir Bintang yang seharusnya dihabiskan bermain dengan kawan sebaya.
"Bi..., ayo!" Alrescha memanggil Bintang saat melihat mobil ibunya memasuki area parkir di sebelah taman.
Bintang dan Happy segera berlari setelah mendengar seruan Alrescha. Keduanya menghabiskan minuman ice chocolate float sebelum dibuang ke tong sampah. Ada peraturan melarang membawa makanan dan minuman saat memasuki butik.
"Bia sudah datang, ya, Bang?" tanya Bintang ketika Alrescha berdiri dari duduknya di bawah pohon.
Alrescha mengangguk, "Itu, Bia."
"Itu siapa, Bang? Calon pengantinnya? Cantik banget. Kayak model," tutur Happy.
Kedua mata Bintang memerhatikan perempuan cantik yang berjalan beriringan dengan Aresh, ibu dari Alrescha. Happy benar. Perempuan itu begitu cantik, tinggi semampai bak seorang model. Meski hanya mengenakan jumpsuit pendek berwarna hitam dipadu sepatu converse, namun aura kecantikannya mampu membuat Bintang dan Happy langsung tak percaya diri.
"Itu Kak July, pacarnya Bang Archie," terang Alrescha sambil menoleh ke arah kanannya, melihat raut wajah lesu Bintang dan Happy kala memandang July.
Tangan kanan Alrescha terulur. Mengusap kepala Bintang seraya tersenyum.
"Nggak usah banding-bandingin diri sendiri sama orang lain. Bintang dan Happy punya kecantikan sendiri yang nggak dimiliki perempuan mana pun," kata Alrescha menenangkan, lalu menggandeng tangan Bintang untuk mengikuti langkah kakinya.
"Iya, sih. Bang Arash juga bilang gitu. Katanya cantik itu relatif, tergantung dari sudut mana kita memandang," sahut Happy. "Tapi Kak July cantik banget, Bang. Model atau dokter juga kayak Bang Archie?"
Bahu Alrescha mengedik, "Nggak tahu. Kalau kepo, tanya sendiri nanti."
Mulut Happy langsung mengerucut mendengar sahutan Alrescha. Namun sedetik kemudian langsung tersenyum manis sebelum bersalaman dengan Aresh.
"Sudah dari tadi?" tanya Aresh setelah selesai bersalaman dengan Alrescha, Bintang dan Happy.
"Lumayan," jawab Alrescha singkat. "Kak July nggak bareng Bang Archie?"
"Lho, Adek udah kenal Kak July?" tanya Aresh ingin tahu.
Alrescha mengangguk, "Sudah, Bia. Kita ketemu di rumah sakit."
"Katanya, Bang Archie menyusul," terang July diiringi seulas senyumnya.
"Bintang, Happy, kenalin ini Kak July," kata Aresh mengenalkan July kepada Bintang dan Happy.
July mengulurkan tangannya terlebih dahulu, seraya tersenyum mengenalkan dirinya kepada Bintang. Pun Bintang menyambut uluran tangan July untuk berjabat tangan dan saling berkenalan. Sedang Happy masih terkesima dengan kecantikan July. Memandang lekat setiap pergerakan July tanpa berkedip.
"Ayo kita masuk. Sambil nunggu yang lain datang," ajak Aresh kepada anak-anaknya.
Happy dan Bintang terlihat takjub saat memasuki butik yang seluruhnya terbuat dari kayu jati. Ornamen khas Jawa Tengah tampak begitu terasa di dalam butik Oemah Pengantin. Berbagai macam kebaya dan batik yang beraneka ragam menyambut kedatangan tamu dengan begitu cantik.
"Bi, mahal banget," bisik Happy setelah melihat salah satu price tag di kebaya panjang yang sempat dilihatnya. "Tujuh jeti, Bi."
Bintang terkejut. Raut wajahnya seakan tak percaya dengan harga pakaian yang begitu fantastis. Berbeda dengan Alrescha yang sedari tadi memandang Bintang sambil tersenyum-senyum. Alrescha tahu, kekasih kecilnya itu pasti akan shocked ketika mengetahui harga-harga di dalam butik ini.
"Ini butik langganan Bia dan Uti. Kita di sini tinggal nurut aja apa kata Bia. Bia yang bayar," ujar Alrescha santai kepada Happy dan Bintang.
"Nggak kemahalan, ya, Bang? Cuma kebaya atasan aja," sahut Bintang skeptis.
Happy menimpali, "Iya, Bang. Dipake juga cuma sekali. Mubazir nggak, sih?"
"Tapi nanti sensasinya beda. Kalian pasti cantik banget, kayak Miss Universe," goda Alrescha.
"Miss Mampang yang ada, Bang," seloroh Happy yang membuat Alrescha tertawa.
"Alres, ini Bia mau beli atau gimana? Harganya bikin pusing," tutur July setelah Aresh masuk menemui seseorang.
Alrescha tersenyum lebar, "Belilah, Kak. Masa sewa. Nanti itu acara nikahannya Bang Aksa kayak royal wedding gitu. Anggap aja, ini semacam referensi pernikahan buat kita. Ya, nggak?"
"Buang-buang uang, Res." July memberikan jawaban telak, dan hanya disambut tawa dari Alrescha.
"Kan! Kak July aja seotak sama kita. Uang segini bisa bikin kebaya buat satu komplek, Bang," ujar Happy.
"Emang kalian nggak mau waktu nikah pada pakai kebaya cantik kayak begini?" tanya Alrescha mengetes para perempuan di dekatnya.
"Enggak!!!" Bintang, Happy dan July menjawab serempak.
Alrescha bertepuk tangan dengan semangat. Ia merasa dirinya dan abang-abangnya tidak salah memilih pasangan. Entah untuk calon kakak iparnya yang belum datang. Karena Alrescha belum pernah mengobrol secara langsung dengan calon istri abang tertuanya.
"Kita nggak salah pilih berarti," ucap Alrescha yang terkesan ambigu bagi ketiga perempuan di hadapannya.
"Maksud kamu?" tanya July tak mengerti.
"Ada apa, nih?" tanya Arash yang baru saja datang, membuat July memerhatikannya dengan lekat karena sangat mirip dengan Archie.
"Kirain nggak datang," sungut Happy kesal kepada Arash.
Arash mencubit pipi Happy sambil tersenyum, "Datang dong, Sayang. Abang pantang ingkar janji."
Mulut Happy terbuka, seakan ingin memuntahkan sesuatu. Membuat Arash gemas bukan main. Ia pun langsung mengapit kepala Happy karena sudah lama tidak bertemu walau hanya sekedar melepas rindu.
"Eh, ada kakak cantik di sini. Kakak calonnya Bang Archie?" tanya Arash ingin tahu.
"Semua cewek kayaknya cantik, ya, di mata Abang?!" gerutu Happy melihat tingkah Arash.
Arash tertawa, "Semua perempuan itu cantik, Yang. Tapi —"
"Tapi semua cewek emang cantik di matanya Abang. Ya, kan?!"
Alrescha, Bintang dan July terkekeh melihat kerusuhan kecil yang dibuat Happy dan Arash.
"Ya, emang bener. Tapi Happy yang paling cantik," goda Arash yang mampu membuat wajah Happy bersemu memerah.
Alrescha menimpali, "Hoax itu, Hap."
"Oh. Jadi kalau Abang bilang kayak gitu sama Bintang berarti artinya bohong?" tandas Bintang telak, membuat semua tertawa kecuali Alrescha.
"Enggak, Bi. Abang nggak pernah bohong sama Bintang," elak Alrescha yang tak ingin menjadi kesalahpahaman.
"Hoax tu, Bi," balas Arash.
"Panggil Bintang, Bang!" perintah Alrescha tak suka.
"Maksudnya itu," sahut Arash meledek.
"Mas Arash," panggil seseorang bersamaan dengan pintu masuk yang tertutup.
Arash terkesiap melihat kedatangan seseorang yang memanggilnya beberapa detik lalu. Ia langsung berdiri tegap dan bersiap.
"Siap, Mbak," kata Arash sigap.
Happy, Bintang dan July memandang perempuan itu dalam diam. Ketiganya mengetahui siapa yang ada di hadapan mereka. Suasana butik mendadak sunyi dan kaku. Tak sehangat beberapa menit lalu. Terlebih saat dua orang paspampres berdiri di belakang perempuan tersebut. Perempuan sederhana yang sama sekali tak terlihat seperti putri dari orang nomor satu di Indonesia. Ia tampak manis dan cantik meski hanya mengenakan celana jeans belel dan kaos putih bertuliskan 'see you soon' di tengah gambar penyu.
"Kenapa Dia ditinggal? Kan, Dia udah bilang mau ikut Mas Arash ke sininya. Gimana, sih?" omel Dia, calon istri Aksa.
"Siap. Maaf, Mbak. Saya lupa," terang Arash.
Dia tersenyum memandang orang-orang yang sudah dipastikan akan menjadi keluarga nanti. Ia mengulurkan tangan untuk berkenalan. Ini kedua kalinya Dia bertemu dengan keluarga besar Aksa setelah acara pertunangan waktu itu.
"Mbak July ini pacarnya Mas Arash? Atau Adek?" tanya Dia ingin tahu.
Alrescha merangkul Bintang dengan erat, "Ini pacarnya Alres, Mbak. Cantik, kan?"
"Cantik, cute." Dia memuji paras wajah Bintang yang begitu polos.
"Panggil July saja, Mbak. Saya kekasihnya Bang Archie," terang July dengan nada formalnya.
"Dia akan tetap memanggil Mbak July. Nggak sopan kalau Dia manggil cuma pakai nama aja," lanjut Dia yang hanya dibalas anggukan kepala dari July.
Dia kembali memanggil Arash, "Mas Arash."
"Siap, Mbak," sahut Arash seperti biasa.
"Mas Arash masih bertugas?" tanya Dia.
"Siap, Mbak. Tugas saya sudah selesai hari ini," terang Arash.
"Ya udah, biasa aja. Jangan siap-siap terus!"
"Siap, Mbak."
"Tabok, nih!"
"Siap, Mbak. Shit!"
Alrescha, Bintang, Happy dan July terkekeh melihat Arash yang belum bisa santai di hadapan Dia.
"Ini nih yang dari dulu Alres tunggu-tunggu. Lanjutkan, Mbak," kelakar Alrescha.
"Apa?!" teriak Dia saat mendengar ucapan kasar Arash.
"Maaf, Mbak. Kelepasan," sahut Arash diiringi seulas senyumnya.
"Lepasin aja semuanya. Mumpung nggak ada Papa sama Mama," kata Dia bahagia.
"Siap, Mbak," jawab Arash reflek dan langsung menutup mulutnya.
Dia mengembuskan napas perlahan, seakan mengeluarkan rasa lelahnya. Ia menatap semua orang yang ada di hadapannya dengan tatapan tanpa binar seperti beberapa menit lalu. Sorot matanya meredup. Menampakkan kelelahan yang tersimpan rapi dalam dirinya.
"Insya Allah sebentar lagi kita semua akan jadi keluarga. Kalau boleh minta tolong, bersikap biasa saja sama Dia. Bisa?" tutur Dia memohon. "Dia pengen kita bener-bener kayak keluarga. Nggak ada sekat. Nggak ada rasa sungkan. Yang jadi presiden itu Papa, bukan Dia."
"Siap, Mbak," jawab Alrescha dan Arash bersamaan.
"Mas Arash, bisa nggak jangan panggil 'mbak' lagi? Kan, Dia lebih muda dari Mas Arash," pinta Dia yang selama ini tidak pernah dikabulkan oleh Arash atau siapapun.
Arash tersenyum, "Maaf, Mbak. Walau saya lebih tua dari Mbak Dia, tapi sampai kapan pun saya akan tetap memanggil Mbak Dia. Terlebih Mbak Dia akan menjadi Kakak saya."
Dia tersenyum simpul penuh haru. Kedua matanya merebak saat Arash telah menerimanya dengan begitu baik sebagai keluarga sendiri. Hal yang beberapa tahun terakhir seakan hilang dalam diri Dia.
Dia mengangguk, "Anggap aja, Mas sama Mbak yang ada di belakang Dia itu hantu nggak terlihat. Mereka biasa menguntit Dia, sama kayak Mas Arash," ujar Dia yang disambut kekehan dari semua.
"Santuy, Mbak Nina," kata Dia sambil menggandeng salah satu paspampres wanita kesayangannya. "Nggak ada Papa sama Mama."
"Siap, Mbak," sahut Nina.
"Siap, kok, tegang gitu."
"Eh, Dia sudah datang," sambut Aresh setelah bertemu dengan desainer sekaligus pemilik Oemah Pengantin.
Senyum Dia tersungging. Ia menyalami Aresh dan si pemilik butik dengan sopan.
"Ayo masuk," ajak Anna, pemiliki butik Oemah Pengantin. "Bunda sudah siapkan contoh kebaya pesanan Bia kalian."
"Saya pakai kebaya juga, Bund?" seloroh Arash mencairkan suasana.
"Ide bagus. Nanti Mas Arash jadi bridesmaid, pakai hijab juga biar makin cantik," timpal Dia yang membuat semua orang tertawa.
"Sudah, ayo masuk. Keburu siang nanti," tutur Aresh mengajak anak-anaknya ke lantai atas.
Alrescha dan Arash melihat-lihat koleksi kebaya dan pakaian pengantin yang menarik perhatian mereka. Bintang, Happy, July dan Dia dibawa oleh Aresh untuk mencoba kebaya yang akan dipakai pada malam resepsi nanti. Baik Arash dan Alrescha sudah tak sabar untuk melihat bagaimana para perempuan itu mengenakan kebaya. Hal yang mungkin belum pernah mereka lihat sebelumnya.
"Buset, harganya.... Bisa buat makan beberapa bulan ini, mah," ujar Arash kaget saat melihat harga di kebaya yang dipegang.
"Kita nggak salah pilih mereka, Bang. Jadi tenang aja," sahut Alrescha setelah duduk di sofa yang sudah disediakan.
Arash ikut menyusul, "Nggak salah pilih gimana maksudnya?"
"Pada kemana?" tanya Archie yang baru saja datang.
Diikuti Aksa yang tampak santai mengenakan kemeja lusuh, celana jeans dan sneakers putih kesayangan.
"Fitting kebaya," terang Alrescha sebelum bersalaman dengan Aksa.
"Ayah nggak datang?" Aksa bertanya setelah duduk di antara Alrescha dan Arash.
Arash menjawab, "Katanya, Ayah nanti sama Kakung dan Uti. Nggak tahu juga, sih."
"Dia sama siapa ke sini?" tanya Aksa kembali sambil memasang earphone di salah satu telinganya.
"Mbak Dia datang sendiri tadi. Kenapa, Bang?" Arash bertanya ingin tahu.
"Tanya aja," jawab Aksa singkat seraya menyibukkan diri dengan smartphone yang baru dipegangnya.
"Bang, Lo ketemu Kak July dimana? Perasaan kerjaan Lo sebagai dokter sibuk banget, deh. Kok bisa punya cewek cantik gitu," ujar Arash yang sudah merasa bosan menunggu.
"Jodoh pasti bertemu," sahut Archie tenang.
Arash mencibir, "Klise."
"Lebih klise cerita cinta Abang kali," seloroh Alrescha mengejek.
Archie terkekeh mendengar pembelaan Alrescha. Ia mengacak rambut Alrescha karena gemas. Membuat Arash ikut mengusap rambut sang adik dengan kasar.
"Rese, Lo!" gerutu Alrescha menampik tangan Arash karena kesal, sedang Arash tertawa puas.
"Eh, gue tanya tadi belum dijawab. Maksudnya apa kalau kita nggak salah pilih?" ulang Arash bertanya.
Alrescha teringat, "Maksudnya, pacar kita bukan cewek matre. Jadi Abang tenang aja. Mereka nggak bikin kita bangkrut."
"Tahu dari mana?" sangsi Arash.
"Punya banyak mantan pacar, tapi nggak bisa nilai cewek. Kalah kamu sama Adek. Sekali punya pacar langsung pinter dia," olok Aksa dengan wajah serius dan tetap menatap layar smartphone.
Arash meringis sambil menggaruk kepala, "Emang cewek matre bisa langsung ditebak, Bang? Kan, harus dilihat dulu. Kayak Bella. Tiap jalan pasti minta belanja. Dari situ ketahuan kalau Bella cuma mau duitnya gue doang."
"Ajarin, Dek!" perintah Aksa.
"Abang, dari penampilan aja kita udah bisa nebak. Mana cewek biasa, mana cewek luar biasa. Luar biasa boros maksudnya," jelas Alrescha.
"Kayak Bintang?" timpal Archie.
Alrescha mengangguk, "Huum. Kalau pergi nggak ribet, pakai kaos sama jeans kelar. Muka aja polos gitu."
"Happy juga keles," kata Arash tak mau kalah.
"Coba bandingkan Bella dengan Happy." Archie mencontohkan.
Arash terdiam. Mencoba membandingkan Happy dan salah satu mantan pacarnya, Bella.
"Lemot, kok, bisa jadi paspampres, sih, Bang?" ejek Alrescha yang langsung mendapatkan toyoran kepala dari Arash.
Suara tawa terdengar keras. Aksa, Archie serta Alrescha tertawa melihat reaksi Arash. Entah karena Arash kelelahan hingga otaknya sangat lambat untuk bekerja.
"Ini tu namanya rejeki gue. Makanya gue lebih keren dari Lo," elak Arash yang kembali disambut tawa oleh saudara-saudaranya.
"Iya, Abang emang lebih keren dari Alres. Tapi Alres lebih cerdas dari Abang." Alresha tertawa puas dan langsung berlindung di balik tubuh Aksa sebelum Arash memukulnya.
"Udah. Kayak gini, kok, minta pada nikah. Malu-maluin," kata Aksa melerai adik-adikya yang mulai rusuh.
"Abang tu rese!" adu Alrescha.
Arash tak terima, "Lo yang rese duluan, Bambang!"
"Udah dapat perbedaan Bella sama Happy?" tanya Aksa mengalihkan perhatian Arash agar tenang kembali.
"Bella glamour. Happy simple," kata Arash to the point.
"Semakin tinggi ilmu seorang perempuan, maka semakin sederhana pula penampilannya. Karena apa yang ia kenakan, pastinya akan mencerminkan siapa diri dia yang sebenarnya. Meskipun nggak selamanya identitas hati bisa dilihat dari fisik dan penampilan," jelas Aksa yang mampu membuat Arash dan Alrescha bungkam seraya berpikir.
Archie menambahkan, "Karena seberkelas apapun wanita dengan pendidikan yang dimiliki, kalau nggak bisa menyederhanakan penampilan dengan baik, maka dia nggak jauh beda dengan wanita yang tidak berpendidikan."
"Tapi berpendidikan itu nggak selalu identik dengan sekolah yang tinggi, Bang," sela Alrescha.
Aksa menggangguk sambil memandang Bintang, Happy, July dan Dia yang sudah berganti kebaya dan berjalan ke arahnya, "Yang bergelar belum tentu terpelajar."
"Wooow...." gumam Arash melihat Happy terlihat begitu cantik dan anggun mengenakan kebaya berwarna merah marun.
Sedang Alrescha, Archie dan Aksa hanya terdiam. Mengagumi kecantikan para kekasihnya dalam balutan kebaya modern yang didominasi warna merah marun. Kebaya tersebut melekat pas di tubuh Bintang, July bahkan Dia.
Bintang, Happy dan July mengenakan kebaya berwarna merah marun dengan kombinasi warna emas dan hitam. Dipadukan dengan kain batik berwarna hitam dihiasi bordiran warna emas di sekelilingnya. Dan memiliki belahan setinggi paha di bagian depan.
"Cantik," kata Alrescha saat mendekati Bintang.
Bintang tersenyum malu, "Belahannya tinggi banget," ujar Bintang menutupi belahan kain di paha bagian depan.
"Nanti minta ditutup aja," sahut Alrescha merapikan rambut Bintang yang menutupi bahu.
Bintang sengaja memilih kebaya yang terlihat wajar di matanya. Ia tak ingin mendapat kritikan atau protesan dari Alrescha. Berbeda dengan Happy. Kebaya yang Happy kenakan terlihat begitu cantik dan terkesan sexy. Sebagian tubuh Happy terlihat karena pada beberapa bagian dibiarkan transparan. Seperti bagian lengan kanan yang tertutup rapat, sedangkan sebelahnya lagi dibiarkan terbuka.
"Perfect," puji Arash kagum dan hanya dibalas senyuman bahagia dari Happy.
Archie memegang kerah kebaya yang dikenakan July dalam diam. Kebaya itu hanya memiliki kerah sebagian. Membuat sebagian bahu July terekspose jelas, meski dibalut kain transparan.
"Modelnya memang begini," tutur July seakan tahu isi kepala Archie.
Archie menatap kedua mata July dengan lekat, "I see."
"Terus?"
"Ya, udah."
July mengembuskan napas. Kemudian mencepol rambut sebahunya mengenakan karet gelang yang berada di pergelangan tangan kanan sambil memerhatikan Dia. Dia terlihat sangat cantik mengenakan kebaya pengantin yang didominasi warna merah marun dan sentuhan emas yang menyala. Meski bertubuh kecil, namun Dia piawai membawakan kebaya itu dengan anggun dan elegan bak putri kecantikan dunia. Ekor kebaya yang panjang dan besar tak membuat Dia kesulitan saat berjalan.
"Abang itu emang kurang peka, Kak. Mintanya dikodein mulu," ucap Arash kepada July.
"Kayak brankas," sahut July yang membuat Arash dan Alrecha tertawa.
Di seberang Alrescha, Dia dan Aksa sedang saling memandang tanpa kata. Tubuh Dia yang lebih kecil dari Bintang seakan tak merasa terintimidasi oleh tatapan tajam Aksa. Semua terdiam ketika Dia dan Aksa mulai beradu mulut.
"Kenapa? Salah lagi?" gerutu Dia kepada Aksa.
"Enggak ada yang salah. Cuma kayak kebaya kurang kain aja," sahut Aksa santai, dan disambut tawa keras dari Arash dan Alrescha.
Dia geram, "Mas Arash!"
"Siap, Mbak," kata Arash sigap.
"Diam!"
"Siap, Mbak."
"Aku enggak, ya, Mbak." Alrescha menyahut.
"Adek juga!" perintah Dia keras.
Arash dan Archie terkekeh. Pun Aksa yang menahan tawa karena Dia begitu gampangnya membuat sang adik patuh. Setidaknya hal itu yang tidak akan membuat Dia tunduk kepada siapa pun.
"It's fashion, Abang! Jangan jadul, deh. Kalau mau jadul, Abang nikah aja sama nenek-nenek. Kebaya mereka ketutup semua tuh," sungut Dia yang hanya membuat Aresh mengulum senyum dan menggelengkan kepala.
"Nggak apa-apa, Bang. Memang modelnya begitu. Itu masih sopan, kok," bela Aresh.
"Yakin mau pakai kebaya ini buat acara Pedang Pora?" tegas Aksa yang tak ingin prinsipnya terbantah.
"Yakin. Kata Bia nggak apa-apa. Warnanya juga pas sama baret merahnya Abang. Ya, kan?" ujar Dia mempertahankan keinginannya.
"Oke."
Dia tersenyum. Namun sepersekian detik kemudian senyum itu memudar. Ketika Aksa memanggil sang desainer.
"Bunda, kalau kebayanya dikasih kerah bisa? Biar nggak terlalu terbuka. Kalau nggak, kebayanya dibuat seperti yang Bintang pakai," pinta Aksa sopan kepada Bunda Anna.
Bunda Anna mengangguk mengerti, "Bisa. Nanti diperbaiki lagi."
"Nggak usah, Bunda. Dia suka yang ini. Nggak usah dengerin Abang. Abang biasa kaya gitu. Maklum, udah tua. Agak kuno," gerutu Dia sambil mengarahkan tatapan tajam kepada Aksa.
"Diubah atau ganti kebaya yang lain?" tegas Aksa penuh penekanan.
"Abang egois!"
"Buat Papa sama Mama. Jangan bikin mereka malu atau sedih lagi."
Dia bungkam mendengar penuturan Aksa. Pun dengan semua orang yang berada di sekitarnya. Dia memandang Aksa dengan lekat, sedang kedua tangannya mengepal di samping. Ia ingin memberontak. Namun tatapan Aksa seakan sangat mengintimidasi, tajam namun terasa meneduhkan. Tatapan yang membuat Dia langsung jatuh hati kepada Aksa kala itu.
"Cinta itu nggak selalu harus diucapkan. Apa yang Abang lakukan sekarang adalah salah satu cara Abang mencintai Dia," kata Aksa lugas, membuat kedua mata Dia merebak.
"Abang, ai lop yu tu," teriak Arash menyoraki, karena tak percaya dengan apa yang Aksa katakan.
Bagi adik-adiknya, Aksa adalah orang yang misterius. Sangat mirip dengan sang ayah. Sedikit pendiam dan setiap kata yang terucap selalu tepat sasaran.
"Jangan lupa napas, Mbak," ujar Alrescha yang membuat Dia tersadar.
Dia mengangkat ekor kebaya yang menjuntai indah seperti gaun pengantin mewah. Kemudian segera melangkah pergi meninggalkan Aksa dan yang lain. Ia merasa kalah setelah berdebat dengan Aksa. Biasanya Aksa akan menyerah jika ia sudah mengotot seperti tadi. Namun hari ini Aksa tampak berbeda.
"I love you," bisik Alrescha tepat di telinga Bintang.
Kata-kata yang mengungkapkan bahwa Bintang sudah mengerti apa baik dan pantas bagi dirinya sendiri. Bintang hanya tersenyum membalas. Ia malu untuk membalas ucapan Alrescha di tengah-tengah orang banyak. Digenggamnya tangan Alrescha sebagai balasan atas pernyataan tulus itu.
Tbc.
Fri, 17 April 2020.
Hai semua,
Miss you so much moooreeeee....
Masih ada yang setia nunggu Bang Alrescha kembali?
Terima kasih buat kalian yang masih dan selalu setia menanti kehadiran Alrescha bersama orang-orang tersayangnya. Dan maaf banget, buat yang kemarin komen di part sebelumnya, insya Allah nanti aku bales. Sabar, ya. Atu-atu.
Komen di sini yang mau lihat foto cast atau kebaya yang dipakai calon-calon mantunya Aresh. Nanti kalau banyak, aku share foto mereka. ☺
By the way, feelnya masih berasa kan di part ini? Atau feel-nya B aja? Please, give a comment.
Jadi ini tuh nulisnya lama banget, karena udah lama juga nggak nulis. Jadi agak susah. Semoga masih bisa dirasakan rasa Alrescha yang manis, gemes dan gitu, deh. Hehe.
Insya Allah cerita Alrescha akan direvisi satu per satu tiap bab-nya. Tenang aja, masih bisa dibaca. Dan tolong buat yang belum vote atau komen, silakan komen ya nanti kalau part nya direvisi. 🙏
Mungkin tinggal beberapa part lagi dalam versi wattpad. Pastinya nanti ada tambahan part kalau dijadiin kertas seperti cerita Kakung Raka sama Bia Aresh.
Thank you so much more.
Tabik 🙏
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top