20. Recik Supernova

Harum aroma kopi yang menyengat tampak membuat Alrescha sedikit bersemangat. Dini hari tadi ia baru saja sampai dari Jepang, kemudian menghabiskan waktu untuk membetulkan skripsi yang beberapa hari lalu masih saja terdapat kesalahan di mata dosen pembimbing. Selesai salat subuh, Alrescha beristirahat sebentar sebelum pergi ke kampus untuk menemui dosen pembimbing dan bertemu dengan Bintang. Meski begitu rasa kantuk masih saja menyerang hingga detik ini.

Setelah meminum kopi, Alrescha menatap layar smartphone-nya dengan kecewa. Bintang kembali tak membalas pesan darinya. Hampir seminggu Bintang tak pernah sekalipun membalas pesan atau mengangkat telepon dari Alrescha. Hingga Alrescha uring-uringan setiap saat. Beberapa foto dan video Bintang yang dikirimkan kaki tangannya seakan tak mampu membuat hati tenang.

"Lagi bokek, ya, Bos? Sampai celana sobek-sobek gitu dipakai," seloroh Angga yang baru saja datang dan langsung duduk di samping Alrescha.

Alrescha mendongak, menatap Angga dengan malas, "Berisik."

Angga tertawa. Ia sepertinya tahu jika mood Alrescha sedang tidak bagus hari ini.

"Udah kelar skripsinya?" tanya Angga sebelum memakan nasi goreng yang baru saja dibeli.

"Revisi lagi," sahut Alrescha sebelum memakan kacang kulit. "Jadi wisuda bareng, kan?"

"Gimana caranya kita bisa wisuda bareng? Orang semester enam kemarin aja gue ada yang harus ngulang. Semester ini aja belum kelar. Judul proposal skripsi gue ditolak kemarin," sungut Angga yang merasa tersindir. "IQ gue di bawah Lo, Res. Inget?!"

"Semester delapan nanti, Lo harus kelar. Kalau nggak, Lo nggak akan bisa kerja di Ryotasoft." Alrescha memberi peringatan tegas kepada sahabat baiknya itu.

Alrescha memang lebih cepat menghabiskan semua mata kuliahnya hanya dalam waktu tiga tahun. Nilai dalam indeks prestasi setiap semester yang selalu hampir sempurna, membuat Alrescha bisa mengambil mata kuliah tambahan di semester atas. Dan di semester ganjil saat ini, ia sudah mulai mengerjakan skripsi agar bisa segera menyelesaikan study S1-nya.

Angga memimum teh hangatnya sebelum menyahut, "Insya Allah."

"Gue saranin Lo jangan terlalu sibuk deh, Res. Dari kemarin si Bara mepet Bintang mulu," tutur Angga ketika melihat Bintang masuk ke kantin bersama Happy dan diikuti Bara, adik tingkat yang sedang menjabat sebagai ketua UKM Karate di Kampus biru.

Alrescha mengikuti arah pandang Angga. Ia memerhatikan Bintang yang sedang membeli makanan bersama Happy dan Bara sebelum duduk di meja makan kantin fakultas.

"Kata anak-anak, Bara nganter Bintang pulang ke kos kemarin," imbuh Angga sebelum kembali memakan nasi gorengnya.

Tangan kanan Alrescha memasukkan smartphone ke dalam saku jaket. Kemudian beranjak berdiri tanpa berpamitan kepada Angga. Membuat Angga hanya bisa mengembuskan napas dengan kasar sembari memandang kepergian Alrescha yang mengarah ke meja makan Bintang.

Di ruangan yang sama Bintang memakan nasi goreng sembari tersenyum mendengarkan cerita Happy. Sedang Bara tampak sembunyi-sembunyi memerhatikan Bintang. Membuat langkah lebar Alrescha semakin cepat untuk menghampiri sang kekasih.

"Lo mah enak, Bang Alres masih bisa telepon atau balas pesan tiap hari. Lha Bang Arash? Boro-boro telepon gue tiap hari. Kirim pesan kalau gue udah tidur. Sampai nggak ngerasa punya pacar, Bi," gerutu Happy menceritakan hubungannya dengan Arash.

"Emang cowok kamu kerja apa, Hap? Sibuk banget kayaknya," tanya Bara ingin tahu.

"Mas Bara nggak tahu Paspampres yang lagi viral kemarin? Paspampres yang selalu dampingin Ibu negara kemana-kemana," tutur Happy kembali bersemangat.

Bara memandang Happy dengan terkejut, "Cowok kamu Paspampres? Keren."

"Iya, Mas. Abangnya Bang Alres itu," sahut Happy yang membuat Bara hampir tersedak.

Bara segera meminum air mineralnya. Kemudian memandang Happy dan bergantian menatap Bintang, sang mantan kekasih, saat masih SMA dulu. Ia sudah mengetahui, bagaimana hubungan Bintang dan Alrescha yang sangat terkenal seantero kampus. Namun ia masih berharap, masih ada kesempatan agar bisa kembali bersama Bintang.

"Bi, nanti aku mau pulang dulu. Mau nebeng pulang nggak?" tanya Happy.

"Nanti aku aja yang antar pulang Bintang," sela Bara yang membuat Bintang dan Happy serempak menoleh ke arahnya.

"Bintang bareng Happy aja, Kak," tolak Bintang sopan.

"Abang antar pulang," timpal Alrescha yang sudah berada di belakang Bintang.

Bara menatap Alrescha dengan lekat. Helaan napas kecewanya berembus. Andai Alrescha tak datang, mungkin ia bisa mengambil perhatian Bintang kembali. Happy tersenyum kikuk melihat kedatangan Alrescha yang secara tiba-tiba. Jantungnya berdebar lebih cepat, karena takut melihat raut wajah Alrescha yang sedikit tak bersahabat.

"Pulang sekarang?" tanya Alrescha yang sedari tadi hanya menatap Bintang tanpa mengindahkan siapa pun di sekitarnya.

Bintang pun pasrah karena melihat gelagat Alrescha yang tak seperti biasanya, "Happy, Kak Bara, aku pulang dulu, ya."

"Nanti sore aku ke kos ya, Bi," ujar Happy sebelum Bintang beranjak pergi.

Alrescha langsung menggandeng Bintang, dan segera meninggalkan kantin tanpa berpamitan kepada Happy atau pun Bara. Ia pun tahu jika sekarang dirinya dan Bintang sedang menjadi pusat perhatian di kantin fakultas.

♡♡♡

Alrescha menatap Bintang yang sedari tadi hanya terdiam dan sibuk membuka-buka akun sosial medianya. Ia sengaja membawa Bintang ke salah satu warung makan di dekat kampus yang menjual bubur ayam. Tak ada sepatah kata pun yang keluar dari bibir keduanya setelah meninggalkan kantin.

"Terima kasih, Mas," kata Alrescha ketika pesanan buburnya datang.

Alrescha menyodorkan mangkuk berisi bubur ayam kepada Bintang, "Makan dulu."

"Sudah kenyang," balas Bintang singkat sebelum kembali sibuk dengan smartphone-nya.

Alrescha mengambil smartphone itu. Kemudian memasukkannya ke saku jaket. Membuat Bintang menyalangkan tatapan tak sukanya. Bintang kembali bersikap angkuh seperti pertama kali bertemu dengan Alrescha. Namun Alrescha tak mengacuhkannya. Ia menyendok bubur ayam itu dan menyuapkannya kepada Bintang.

"A," kata Alrescha meminta Bintang membuka mulut.

"Bintang nggak lapar." Bintang menjauhkan kepalanya menghidari arah sendok.

"A!" perintah Alrescha yang tak ingin dibantah.

Bintang membuka mulutnya karena terpaksa. Ia sudah muak menjadi pusat perhatian jika bersama dengan Alrescha. Andai bisa berteriak dan memaki kepada orang-orang yang sedang memandangnya saat ini, tapi otak Bintang menolak karena tak ingin bertambah malu. Kepala Bintang kembali menghindar ketika Alrescha menyuapinya lagi.

Hembusan napas kecewa Alrescha terdengar, "Kenapa Bintang nggak pernah membalas atau mengangkat telepon dari Abang? Atau karena sudah bertemu dengan Bara lagi?"

"Abang mau apa sekarang?" tanya Bintang lugas menahan rasa kesalnya. "Nggak usah bawa-bawa Kak Bara! Nggak ada hubungannya."

"Kalau nggak ada hubungan, kenapa Bintang mau diantar pulang Bara sampai dua kali?" tanya Alrescha dengan nada menginterogasi.

Bintang tampak terkejut di tengah kekesalannya, "Abang sedang memata-matai Bintang?!"

"Abang memang nggak selalu ada di samping Bintang, tapi Abang tahu apa saja yang Bintang lakukan selama ini. Itu janji Abang kepada Mama Bintang. Abang akan selalu menjaga Bintang di mana pun itu."

Bintang menatap Alrescha tanpa berkedip, "Bintang mau putus."

Alrescha hanya terdiam setelah mendengar keputusan sepihak dari Bintang. Tubuhnya tiba-tiba saja merasa lemas. Perlahan tenaganya pun seakan menghilang. Ia memandang Bintang dengan tatapan tak percaya. Begitu mudahnya Bintang mengucapkan kata cinta kala itu, dan setelahnya ingin pergi begitu saja. Kendati demikian akal Alrescha masih bisa memaklumi cara berpikir Bintang yang masih kekanakan.

Senyum Alrescha tersungging, "Semudah itukah Bintang mengatakan kata putus? Apa sudah tidak ada cara lagi untuk memperbaikinya?"

"Apa yang mau diperbaiki? Karena Mama, Abang menghindari Bintang bukan? Bagian mana yang harus diperbaiki? Lebih baik putus dari pada terus menghindar." Bintang segera menjawab tanpa takut. "Dan jangan bawa-bawa nama Kak Bara! Kak Bara cuma mengantar Bintang. Tidak lebih. Kami cuma berteman sekarang. Bintang butuh banyak teman di sini. Karena Abang nggak selalu ada buat Bintang."

"Nggak ada pertemanan di antara laki-laki dan perempuan. Bintang sudah memberi kesempatan Bara untuk masuk ke kehidupan Bintang lagi di saat Abang nggak ada."

"Terserah Abang mau bilang apa. Kita putus."

Bintang segera beranjak dari tempat duduknya setelah mencangklongkan tote bag. Namun langkahnya tertahan saat salah satu tangan Alrescha menarik dan meminta Bintang untuk duduk kembali.

Alrescha menatap lekat Bintang yang juga sedang memandang balik dengan tatapan kesalnya, "Oke. Abang terima keputusan sepihak Bintang. Tapi Abang mohon sama Bintang, Bintang juga harus menerima keputusan sepihak Abang."

Bintang tetap bergeming sembari mencoba melepaskan tangannya dari genggaman tangan Alrescha.

"Bintang akan tetap menjadi calon istri Abang, sampai Mama Bintang merestui hubungan kita. Abang akan buktikan sama Mama Bintang, kalau Abang serius untuk menikahi Bintang," tegas Alrescha yang mampu membuat kedua mata Bintang merebak.

Perlahan Alrescha melepaskan genggaman tangannya. Membiarkan Bintang pergi entah sampai kapan. Namun keputusannya membuat Alrescha sendiri menjadi bimbang. Bagaimana bisa ia membuktikan kesungguhan cintanya kepada Mama Bintang, sementara Bintang sudah memutuskan hubungan.

Gemercik air hujan yang perlahan turun, membuat Alrescha tergesa-gesa. Sembari membayar di kasir, ia pun membeli payung milik sang empunya warung. Kemudian segera berlari mengejar Bintang yang sedang berjalan cepat untuk pulang ke kos.

"Abang antar sampai kos," kata Alrescha dengan napas terputus-putus sambil memayungi Bintang.

Tangan kiri Alrescha mencekal kuat tangan Bintang ketika Bintang akan berlari menjauhinya, "Hujan, Bi. Nanti Bintang sakit lagi. Abang cuma mau mengantar Bintang aja. Sama seperti yang dilakukan Bara kemarin."

"Jangan bawa-bawa Kak Bara!!!" teriak Bintang kesal sambil meneteskan air mata.

"Oke," sahut Alrescha pasrah, lalu melepas jaket dan memakaikannya kepada Bintang, membuat air mata Bintang  semakin tak terbendung lagi.

"Ayo pulang," ajak Alrescha sembari menggandeng Bintang yang sedang emosi.

Berulang kali Bintang mencoba menghapus air matanya, namun rasanya percuma. Sedih dan kesal telah bercampur menjadi satu. Ia berjalan hanya mengikuti langkah Alrescha yang menggandengnya. Tak ada percakapan apa pun selama perjalan pulang menuju tempat kos Bintang. Alrescha seakan memperlambat waktu agar bisa menggenggam tangan Bintang lebih lama lagi. Ia menikmati tangannya yang menggandeng erat Bintang seperti dulu. Hal yang mungkin tidak akan pernah terjadi lagi setelah hari ini.

Senyum Alrescha tersungging setelah selesai membukakan pintu gerbang kos Bintang. Ia mempersilakan Bintang untuk masuk. Sedang Bintang merasa sangat kikuk kala dipandang Alrescha seperti biasa.

"Kalau mau mandi, pakai air hangat. Baik-baik, dan jangan kenapa-kenapa," ucap Alrescha sambil mengusap pucuk kepala Bintang. "Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Bintang menangis melihat kepergian Alrescha dengan pakaian yang hampir basah kuyup. Sementara itu sebagian tubuh Bintang kering karena terlindungi jaket kulit Alrescha.

♡♡♡

Suara denting berbunyi ketika lift yang dinaiki Alrescha telah sampai pada tempatnya, lantai 6, di gedung Fakultas Ilmu Komputer. Dengan santai Alrescha berjalan menuju ruang kelas K6.05, tempat di mana Bintang sedang melaksanakan mid term test. Suasana sepi menemani Alrescha yang duduk di depan ruang kelas Bintang. Gemercik suara hujan di luar gedung sama sekali tak terdengar, membuat keadaan gedung semakin terasa sunyi senyap.

Meski hembusan udara dingin telah membuat bulu kuduk Alrescha berdiri, namun ia tetap tenang mengecek beberapa email laporan pekerjaan di smartphone. Hal itulah yang membuat Alrescha sengaja menjemput Bintang malam ini. Beberapa jadwal mid term test Bintang memang random hingga jam perkuliahan malam berakhir. Ditambah dengan hujan yang selalu datang tiba-tiba, sudah bisa dipastikan suasana gedung di lantai-lantai atas akan menjadi semakin mistis.

Mungkin Bintang sudah memutuskan hubungan, tetapi Alrescha tidak bisa begitu saja melepaskan sang terkasih. Terlebih kondisi kesehatan Bintang masih dalam proses recovery. Apa pun tentang Bintang, akan selalu membuat pikiran Alrescha menjadi bercabang.

"Mas Danang, tolong nanti beritahu Tim Ios dan Tim Android, besok pagi meeting dengan saya. Ada yang perlu diperbaiki untuk update terbaru," jelas Alrescha ketika sang sekretaris telah mengangkat panggilannya.

"Baik, Pak Alres." Danang menjawab dengan sopan seperti biasa.

"Terima kasih, Mas."

"Sama-sama, Pak. Nanti saya kabari Pak Alres kembali."

Tepat pukul delapan malam, bel berbunyi. Diiringi keriuhan di setiap kelas yang berada di gedung perkuliahan. Menandakan jika waktu perkuliahan telah usai. Beberapa mahasiswa mulai berhamburan keluar dari kelasnya masing-masing. Pun dengan teman-teman Bintang. Alrescha beranjak berdiri ketika dosen Bintang baru saja keluar dari kelas. Ia berdiri di ambang pintu memerhatikan Bintang yang sedang berbincang dengan Happy.

"Lo beneran baik-baik aja, Bi? Gue antar ke klinik kampus, ya," tanya Happy saat melihat wajah Bintang memucat.

Bintang tersenyum, "Aku baik-baik aja, kok, Hap. Yuk!"

"Lo demam, Bi!" sungut Happy setelah menyentuh kening Bintang.

"Aku masih punya obat di kos. Ayo pulang. Dingin, Hap." Bintang segera menggandeng Happy untuk pulang.

Langkah Bintang terhenti kala melihat Alrescha sedang menatapnya dengan cemas. Pun dengan Happy.

"Bang Alres jemput tuh," ujar Happy. "Gue pulang duluan, ya."

Gandengan tangan Bintang semakin mengerat pada tangan Happy, "Aku pulang sama kamu aja, Hap."

"Abang antar pulang," kata Alrescha.

"Bintang mau pulang sama Happy," sahut Bintang yang membuat Happy kikuk dengan keadaan sekarang.

"Di luar hujan, Bi."

"Kita sudah putus!"

Happy terperanjat. Ia menatap Bintang dengan tatapan tak percaya. Kemudian beralih memandang Alrescha yang hanya bergeming setelah mendengar ucapan Bintang.

"Bi, gue pulang dulu, ya," pamit Happy yang merasa tak enak berada di tengah-tengah Alrescha dan Bintang.

Alrescha mencekal tangan Bintang yang akan beranjak pergi bersama Happy, "Iya, kita sudah putus. Abang cuma mau mengantar Bintang pulang. Kalau Bintang kehujanan lagi, nanti Bintang bisa sakit."

"Bintang baik-baik saja," sahut Bintang singkat.

"Untuk yang terakhir kalinya. Setelah ini, Abang nggak akan menemui Bintang lagi," tutur Alrescha.

"Bi, gue mesti pulang. Lo harus selesaikan urusan Lo sama Bang Alres," ujar Happy menasehati, "Bang Alres benar, Lo bisa sakit lagi kalau kehujanan. Muka Lo sudah pucat, Bi. Gue juga nggak mau Lo sakit lagi."

Perlahan Happy melepaskan genggaman tangan Bintang. Kemudian berpamitan kepada Alrescha dan Bintang sebelum pergi. Meski Bintang telah menganggapnya sebagai sahabat, namun Happy tak mempunyai hak untuk ikut campur dengan kehidupan Bintang.

"Ayo," ajak Alrescha kepada Bintang. "Kita ke dokter dulu, ya."

"Bintang mau pulang, bukan ke dokter!" protes Bintang kesal.

Helaan napas Alrescha berembus, "Iya. Abang cuma mau memastikan aja, kalau Bintang memang sudah sehat. Setelah itu, Abang akan pergi. Oke?"

Bintang hanya terdiam, memandang Alrescha yang masih saja menatapnya penuh harap. Dengan terpaksa kepala Bintang mengangguk. Membuat Alrescha mengembangkan senyuman. Alrescha mempersilakan Bintang untuk berjalan terlebih dahulu. Kemudian mengikuti Bintang di belakangnya.

♡♡♡

Helaan napas berat Bintang berembus. Ia mengurungkan niat untuk menghubungi mamanya sekarang. Kondisinya yang kembali drop, memaksa Bintang untuk menginap kembali di rumah sakit. Tubuh lemas Bintang seakan malas untuk mendebat Alrescha. Bintang mendongak ketika mendengar suara pintu kamar perawatannya terbuka. Senyum kecil Alrescha tersungging saat menghampiri Bintang yang sedang duduk bersandar di hospital bed.

"Abang sudah mengabari Mama Bintang tadi," tutur Alrescha yang membuat Bintang kaget. "Katanya, Mama besok ke sini setelah pulang sekolah. Jadi untuk sementara, Abang yang akan menemani Bintang sampai Mama datang."

Bintang tetap bergeming. Memandang Alrescha yang juga sedang menatapnya lekat. Hati Bintang tersentuh. Rasa kecewa dan kesalnya kepada Alrescha entah pergi kemana. Alrescha masih begitu peduli walau ia telah menyakiti hatinya pagi tadi. Kedua mata Bintang memanas, saat tangan kanan Alrescha terulur untuk mengusap kepalanya dengan penuh sayang.

"Bintang istirahat, ya. Abang tunggu di luar. Kalau ada apa-apa, Bintang missed call aja. Abang nggak tidur, ada pekerjaan yang belum selesai." Alrescha berpamitan sebelum keluar dari ruang perawatan Bintang.

Senyum simpul Alrescha tersungging saat akan beranjak pergi. Ia tak ingin menganggu tidur Bintang. Terlebih dirinya bukan siapa-siapa lagi bagi Bintang. Langkah Alrescha tertahan saat Bintang memanggilnya.

"Abang," panggil Bintang lirih.

"Ada apa? Bintang perlu sesuatu?" tanya Alrescha sambil berjalan menghampiri Bintang kembali.

"Kenapa Abang masih baik sama Bintang? Abang nggak marah sama Bintang?" tanya Bintang yang membuat Alrescha mengembangkan senyum lagi.

"Apa yang Bintang katakan dan rasakan sekarang, nggak akan pernah mengubah perasaan Abang kepada Bintang," ungkap Alrescha lugas.

Alrescha menambahkan, "Abang sayang sama Bintang, dan selamanya akan selalu seperti itu. Abang nggak akan bisa marah sama Bintang. Kecuali Bintang memang salah. Dan kali ini, Abang yang salah. Abang sudah membiarkan Bintang menunggu tanpa kepastian. Membiarkan Bintang menerka-nerka tentang apa yang sebenarnya terjadi kepada Abang. Abang minta maaf."

"Bintang tahu. Mama pasti melarang Abang untuk berhubungan dengan Bintang, kan?" terka Bintang diiringi setetes air matanya. "Dulu Kak Bara juga seperti itu. Tiba-tiba menghindari Bintang, jarang membalas pesan dan mengangkat telepon dari Bintang. Sampai akhirnya kita putus. Papa sama Mama nggak suka kalau Bintang pacaran. Bintang pikir, setelah kuliah Mama akan kasih kebebasan. Bintang juga pengen kayak teman-teman. Tapi Mama masih menganggap Bintang anak kecil. Dan mungkin lebih baik kita berteman aja. Maafkan Bintang, Bang."

Bintang menangis. Air matanya tak terbendung lagi. Banyak hal yang ingin diungkapkan kepada Alrescha. Namun pesan kedua orang tuanya selalu terngiang-ngiang setiap saat. Setelah duduk di tepi hospital bed, Alrescha mencoba menyeka air mata Bintang.

"Mama nggak melarang Bintang untuk berhubungan dengan Abang. Mama cuma minta, supaya Abang nggak mengganggu konsentrasi Bintang saat belajar. Kita masih bisa bersama-sama, Bi. Asal, Bintang bisa membuktikan sama Mama, kalau hubungan kita ini nggak akan bikin nilai-nilai Bintang jadi jelek. Bisa?" tutur Alrescha yang langsung disambut anggukan kepala dari Bintang.

"Tapi Mama kasih satu peringatan buat Abang," imbuh Alrescha sembari menghapus air mata Bintang.

Bintang pun ingin tahu, "Apa?"

"Mama bilang, Bintang boleh menikah setelah lulus S1. Dan Bintang harus melanjutkan S2 nantinya," terang Alrescha.

"Mama bilang begitu?"

"Huum. Jadi nanti setelah menikah, Bintang langsung melanjutkan S2. Gimana?"

"Abang nggak apa-apa nunggu 4 tahun lagi?"

Kepala Alrescha menggeleng, "3 atau 3,5 tahun lagi. Bisa?"

"Bukannya S1 itu 4 tahun?"

"Abang baru 3 tahun kuliah, dan sekarang sudah skripsi. Nothing is immpossible, Bi. Nanti Abang kasih tahu caranya."

"Susah?"

"Enggak. Nggak ada yang susah kalau sama Abang."

Bintang tersenyum diiringi anggukan kepalanya, "Jadi kita masih bisa pacaran?"

"Masih," jawab Alrescha tegas. "Tapi Bintang harus mencabut perkataan Bintang yang tadi pagi. Soal putus."

Alrescha mengulum senyum, memandang Bintang yang sedang bingung dengan permintaannya. Bintang seolah sedang berpikir, bagaimana menyusun kata-kata yang tepat agar kalimat putusnya terbantahkan. Dengan wajah serius, Bintang menatap Alrescha.

"Bintang minta maaf. Bintang nggak mau putus sama Abang. Abang menerima Bintang lagi nggak jadi pacar Abang?" tutur Bintang dengan mimik wajah polosnya, membuat Alrescha menahan tawa.

"Enggak." Alrescha menyahut dengan tegas.

"Kenapa?"

"Abang nggak mau jadi pacar Bintang lagi."

Degup jantung Bintang serasa berhenti berdetak mendengar penuturan Alrescha. Perlahan hatinya seperti meretak. Ia memandang Alrescha dengan tatapan nanar dan kecewa. Ia pun teringat bagaimana dirinya memutuskan hubungan kepada Alrescha pagi tadi. Ternyata rasanya begitu menyakitkan.

Kedua tangan Alrescha terangkat, merapikan rambut pendek Bintang yang sedikit berantakan. Kemudian diciumnya kening Bintang seperti biasa. Menyalurkan rasa sayang dan rindunya yang sudah lama terpendam.

"Abang nggak mau jadi pacar Bintang lagi, karena Abang maunya menjadi calon suami Bintang," jelas Alrescha yang membuat detak jantung Bintang menjadi lebih cepat dalam hitungan detik.

"Abang akan selalu menunggu Bintang, sampai Mama benar-benar merestui hubungan kita. Bantu Abang untuk bisa membuktikan sama Mama Bintang, kalau hubungan kita ini serius. Bukan untuk main-main. Bintang mau membantu Abang?" pinta Alrescha sambil menggenggam salah satu tangan Bintang yang terbebas dari jarum infus.

Bintang mengangguk, lantas tersenyum ketika Alrescha memeluknya erat. Dalam hati ia pun berjanji akan mematuhi semua pesan-pesan kedua orang tuanya. Tak ada ragu kala melihat keseriusan dan ketulusan di mata Alrescha saat ini. Berharap sang mama akan memberikan sedikit kebebasan agar ia bisa menikmati masa bermain seperti teman-temannya.

Tbc.

Fri, 26July.19

Finally, Alrescha's coming.
Adakah yang kangen?
Semoga ada. 😇

Terima kasih sudah mau setia menunggu cerita Alrescha yang nggak menentu update-nya. Semoga sabar selalu, ya.

Oia, buat yang tanya, itu kenapa Bintang kok sering banget nangis? Bintang cengeng, ya? Terus kenapa Bintang sakit terus? 🤣

Jadi gini, karakter Bintang itu anak penurut, banyak hal yang pengen dia lakukan, tapi dia kayak punya pagar yang membatasi dirinya. Dan dia nggak berani mendobrak pagar itu. Sepatuh itu sosok Bintang. Dan hati Bintang itu emang diciptakan sangat lembut, jadi gampang nangis. Hahaha

Soal kenapa Bintang sakit terus, itu pengalaman pribadi jaman kuliah dulu. Ada yang bilang itu penyakitnya anak kos. Karena malas makan dan nggak tepat waktu, ditambah katanya stres. 😄

Buat yang lagi kos atau jauh dari orang tua dan pacar, jaga diri baik-baik, ya. Jaga kesehatan!

Minta dukungannya untuk Alrescha karena nggak nyangka dapat notif buat ikut #wattys2019 semoga Alrescha lancar sampai akhir dan bisa nyusul Ayah sama Eyang Kakung-nya jadi tumpukan kertas berjilid. Aamiin. 😇

Happy reading, and hope you like it. 😘

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top