2. Alrescha-nya Bia
Alrescha memarkirkan motor sport bermesin 250 ABS SE LT di samping motor sport milik kakaknya. Ia memandang mobil ayah dan ibunya yang berjejer rapi di samping motor kakaknya sebelum bergegas masuk ke rumah. Rumah yang sejatinya adalah warisan dari eyang kakung dan eyang putri. Perlahan tangan kanannya membuka pintu. Lalu mengucapkan salam sebelum kakinya melangkah masuk.
"Assalamualaikum!" teriak Alrescha sembari menghampiri ayah, ibu dan salah satu kakaknya di ruang keluarga.
Semuanya menjawab serempak, "Wa'alaikumsalam."
"Dasar tukang kibul! Katanya mau pulang sebelum jam sembilan!" semprot Aresh kepada anak bungsunya, Alrescha.
Alrescha meringis setelah mencium tangan ayah dan kakaknya. Ia langsung mendekap Aresh yang sangat dirindukannya. Diciumnya pipi Aresh seperti biasa. Seakan meminta maaf atas apa yang sudah terlanjur dijanjikannya pagi tadi.
"Maaf, Bia. Tadi Alres kumpul-kumpul dulu. Persiapan buat besok. Nggak enak kalau Alres pulang duluan," kata Alrescha meminta maaf.
"Ya sudah! Yang penting kamu pulang. Bia kangen sama kamu," ucap Aresh seraya mengusap rambut Alrescha.
Ayah dan juga kakaknya hanya terdiam melihat tingkah Alrescha kepada Aresh. Hal yang tak pernah berubah sedari dulu. Aresh adalah salah satu tempat berkeluh kesah Alrescha selama ini. Karena hanya Aresh yang mampu mengerti segala kekurangan dan kelebihannya.
Alrescha menyandarkan kepalanya di bahu Aresh dengan manja, "Abang nggak pada pulang ya, Bi?"
"Lha itu Abang!" tunjuk Aresh kepada anak keduanya yang sangat meng-copy paste Reshi.
"Bukan Bang Archie, Bia! Bang Aksa sama Bang Arash!" protes Alrescha, "mereka nggak pulang?!"
Suara teriakan seseorang kembali terdengar. Mengucap salam sembari masuk. Sosok tinggi nan gagah, berwajah mirip seperti Archie namun berbeda sifat langsung menghampiri kakak, adik dan kedua orangtuanya. Kemudian mencium punggung tangan kedua orangtuanya sebelum mengacak rambut Alrescha dengan gemas.
"Abang!!!" pekik Alrescha tak suka.
"Tumben Pres BEM pulang ke rumah? Mau minta dikelonin pasti!" ledek Arash setelah menyampirkan jas hitamnya di lengan sofa dan duduk di samping Archie.
"Abang juga! Nggak jagain Princess?!" ledek Alrescha kesal.
Aresh langsung melerai, sebelum kedua putranya ribut, "Sudah! Kalian sudah makan belum? Bia tadi sudah menggoreng ayam dan ikan buat kalian. Ada nasi uduk bakar, sama lalapannya juga."
"Bia tahu aja kalau Alres lagi pengen nasi uduk bakar," ucap Alrescha seraya memeluk Aresh kembali.
"Dasar anak Bia, Lo!" seru Arash sembari melepas dasi berwarna merah dan melipat lengan kemejanya.
"Emang gue anak Bia! Alrescha-nya Bia! Emang Abang! Tingkahnya nggak pantas jadi anak Bia sama Ayah!" protes Alrescha.
"Eyang baru tidur tadi. Pelankan suara kalian!" Suara tegas Reshi menginterupsi Arash yang akan bersuara.
"Bang Arash tu, Yah!" adu Alrescha.
"Gemes gue kalau nggak godain, Lo!" sahut Arash tak merasa berdosa.
Alrescha merengek, "Bia! Abang tu!!!"
"Reksa Arashi Nataya! Bisa nggak, jangan menggoda adiknya?!" peringat Aresh yang mulai terganggu dengan keributan anak-anaknya.
Arash tersenyum lebar, "Enggak bisa, Bia! Rasanya ini mulut dan tangan gatal kalau nggak ganggu Alrescha."
Aresh langsung menarik tangan Alrescha ketika putranya itu akan memukul Arash. Ucapan salam kembali terdengar, membuat Alrescha menolehkan kepalanya. Senyumnya tersungging. Melihat kakak tertuanya yang sangat diidolakan sedari dulu.
"Asalamualaikum," salam Aksa.
"Wa'alaikumsalam," jawab semua serempak.
"Kenapa kamu senyum-senyum?" tanya Aksa melihat Alrescha menatapnya sembari tersenyum.
"Kangen sama Abang," aku Alrescha jujur.
Aksa tersenyum seraya mengusap rambut Alrescha, "Long time no see, Kecil!"
"Bukan kecil, Bang! Tapi remahan sisaan-nya kita itu!" ledek Arash kembali.
"Bia! Abang mulai lagi tu!" adu Alrescha kembali.
"Sudah! Ayo makan!" ajak Aresh kepada anak-anaknya yang baru saja datang.
Arash menarik kaos Alrescha. Membuat Alrescha memekik kesal. Aksa yang tak ingin mendengar keributan adik-adiknya segera melerai. Merangkul Alrescha untuk menjauh dari Arash yang memang terkenal paling jahil di antara mereka. Ketiganya mencuci tangan sebelum duduk di kursinya masing-masing.
"Dasar Kecil!" seloroh Arash melihat Alrescha meminta tolong memisahkan tulang dan daging ikan kepada Aresh.
"Kecil-kecil tapi bisa bikin anak kecil tahu!" timpal Alrescha kesal.
Arash tertawa, "Mau kawin, Lo?! Antri dulu kali!"
"Udah! Jangan berisik!" lerai Aksa sebelum memakan nasi uduk bakarnya.
"Nikah, Bang! Bukan kawin!" protes Alrescha.
"Sama aja!" seru Arash sembari memakan ayam goreng kesukaannya.
"Beda!!!" sahut Alrescha.
"Bang Arash! Udah dong! Bia pusing ini dengar kalian ribut terus!" Aresh mengeluh kesal.
Arash terkekeh, kemudian meminta maaf. Ia memandang kembarannya yang lahir beberapa menit lebih dulu saat melewati meja makan. Membuat Aresh mengalihkan pandangannya yang belum selesai memisahkan daging dan tulang ikan untuk Alrescha.
"Abang mau ngapain?" tanya Aresh kepada Archie.
Archie tersenyum simpul sebelum menyobek kopi instan yang dipegangnya, "Bikin kopi, Bia."
"Gue satu, Bang!" teriak Arash yang diiringi cengirannya, dan dibalas Archie dengan anggukan kepalanya. "Terima kasih, Abang Archie."
"Sok manis Lo, Bang!" seru Alrescha sebal melihat tingkah Arash di hadapannya.
"Gue emang manis kali! Emang Lo, sisaannya manis," sahut Arash sebelum memakan kerupuk.
Aksa menggelengkan kepalanya. Ia ingin segera beranjak pergi meninggalkan adik-adiknya yang memang tak pernah akur itu. Meski begitu ia bersyukur. Karena berkat Arash dan Alrescha, rumah kedua orangtuanya tak pernah sepi.
"Bia," panggil Alrescha.
"Kenapa?" Aresh menjawab.
"Dulu, Ayah nembak Bia kayak gimana?" tanya Alrescha ingin tahu.
"Kalau Ayah nembak Bia, mati dong Bia-nya!" sambung Arash.
"Abang diam dulu deh!" geram Alrescha.
Aresh tersenyum, "Kamu tanya saja sama Ayah."
"Ayah! Dulu Ayah nembak Bia kayak gimana?!" teriak Alrescha agar terdengar oleh ayahnya.
"Ayah nggak pernah menembak Bia!" sahut Reshi lugas dan tegas, membuat Arash terbahak keras.
Sedang Aresh, Aksa dan Archie mengulum senyum mendengar jawaban lugas Reshi yang tak suka berbasa-basi. Mata tajam Alrescha langsung menatap Arash dengan sangat kesal. Ia melemparkan apel yang bertumpuk di keranjang buah kepada Arash. Dan dengan sigap Arash menangkap dan langsung memakannya.
"Adek!!!" seru Aresh, "Jangan melempar makanan begitu!"
"Abang tu, Bia! Ngeselin!!!" gerutu Alrescha sebelum memasukkan sesuap nasi uduk terakhir ke dalam mulutnya.
"Lo kesel sama gue? Atau sama jawaban Ayah?" tanya Arash tepat sasaran.
"Sudah! Jangan berantem! Kasihan eyang yang baru tidur tadi," peringat Aresh sebelum menyusul Reshi ke kamar, "Bia ke kamar dulu!"
"Bia, tunggu!" cegah Alrescha, "Nanti temenin Alres tidur ya! Alres izin deh sama Ayah."
Aresh mengangguk, "Iya. Ketok pintu aja nanti!"
"Oke!" Alrescha tampak sumringah mendapat jawaban Aresh.
"Kan bener! Lo pulang karena mau minta dikelonin sama Bia?!" Arash kembali bersuara.
"Bukan urusan Lo!" Alrescha beranjak untuk mencuci tangannya.
"Nanti Abang saja yang menemani kamu tidur," ucap Archie yang sudah duduk di samping Arash. "Ayah baru pulang tadi. Kasihan Ayah kalau tidur sendirian."
"Lagian, takut banget sih kalau mau tidur malam! Emang indigo Lo nggak bisa ilang ya, Dek?" tanya Arash.
"Kalau sudah dari lahir ya nggak akan bisa hilang, Rash!" sahut Aksa.
"Kita beruntung ya, Bang. Nggak indigo kayak mereka berdua," tambah Arash menyahuti ucapan Aksa.
"Ini itu yang namanya anugerah, Abang! Lo mah emang nggak ada bakat buat dikasih kelebihan. Kelebihan Lo cuma satu, suka bully orang!" tandas Alrescha sebal.
"Gue cuma bully Lo ya, Kecil!" Arash menyahut sebelum meminum kopinya.
"Abang nggak tahu sih, gimana takutnya gue kalau tiba-tiba roh gue nggak bisa balik lagi ke tubuh gue. Seram tahu, Bang!" ungkap Alrescha sedih.
"Tenang! Gue bakalan bantu supaya roh Lo masuk lagi. Gue nggak akan biarin Lo mati secara gaib," kata Arash yang membuat Alrescha mengerucutkan mulutnya.
"Bang, itu tadi beneran Ayah nggak pernah menembak Bia?" tanya Alrescha.
Aksa mengangguk, "Iya. Kenapa?"
"Kok bisa? Terus Ayah sama Bia kok bisa sampai menikah? Dijodohkan sama Eyang ya?!" tanya Alrescha ingin tahu.
"Arash! Matikan rokoknya!" titah Archie kala melihat kembarannya akan merokok.
Arash meringis, "Satu aja, Bang! Boleh ya?!"
"Kalau mau merokok, di luar sana!" usir Aksa keras.
"Oke!" Arash pasrah menurut, lalu memasukkan rokoknya kembali ke saku kemeja.
"Ayah itu langsung mengkhitbah Bia. Mereka itu pacarannya setelah menikah," cerita Archie.
"Abang tahu dari mana?" tanya Alrescha ingin tahu.
"Bia pernah cerita sama Abang dan Archie," jawab Aksa sebelum memakan jeruk.
Alrescha mengangguk pertanda mengerti. Ia mengambil jeruk yang berada di tangan kanan Aksa. Lalu memakannya tanpa rasa bersalah.
"Tapi Bang, dikhitbah itu belum tentu saling cinta kan? Ayah sama Bia pasti nggak saling mengenal dulu. Terus gimana mereka bisa langsung menikah?" tanya Alrescha kembali.
"Karena mereka jodoh," jawab Archie.
"Kalau Ayah dan Bia nggak saling cinta, mana mungkin ada kita. Otak Lo emang kadang jungkir balik ya! Katanya Pres BEM, tapi pertanyaannya nggak mutu!" imbuh Arash seraya mengunyah anggur.
Alrescha mendengkus sebal, "Gue pengen tahu, Abang Arash yang paling nyebelin!!!"
Arash tertawa. Keheningan tiba-tiba datang di antara mereka. Keempatnya menikmati buah yang berada di hadapannya dalam diam. Membuat Alrescha merasakan kesepian.
"Abang, Alres mau tanya," kata Alrescha memecahkan keheningan.
"Lo mau tanya sama Abang yang mana?!" tanya Arash balik.
"Sama Abang semualah!" ketus Alrescha.
"Mau tanya apa?" Aksa menatap Alrescha yang berada di sampingnya.
"Gini, Bang. Ini misalnya ya, Bang!" ujar Alrescha hati-hati, "Misal ini, kalau Alres menikah duluan boleh nggak?!"
Aksa, Archie dan Arash menatap Alrescha dengan tatapan tajam mengintimidasi. Memandang tak percaya kepada adiknya yang mulai bertingkah aneh.
"Kan Alres anak terakhir nih, kalau misal Alres mau menikah dulu berarti harus melangkahi Abang semua. Abang semua ikhlas nggak?" Alrescha menambahkan.
Arash tertawa, "Eh, Bocah! Lo mau kawinin anaknya siapa emang? Lo ngebuntingin anak orang?"
"Sembarangan! Justru karena Alres nggak mau bikin bunting anak orang, makanya mending Alres nikahin. Pacaran itu berat! Kayaknya Alres nggak akam kuat nahan cemburunya!" sahut Alres serius, seraya mengingat kembali wajah imut Bintang yang telah menarik perhatiannya.
"Wah! Anak ini benar-benar gila, Bang!" seru Arash tak percaya.
"Good! Abang suka cara berpikir kamu. Dari pada kamu kayak Bang Arash yang sering gonta-ganti pacar, mending langsung menikah," kata Aksa bijak, "Abang nggak masalah kalau kamu menikah dulu. Asal, kamu bisa bertanggung jawab sama istri dan anak kamu nanti."
"Abang juga nggak masalah. Kalau memang kamu siap untuk menikah dulu, ya silakan! Abang senang kalau kamu mengikuti jejak Ayah. Enggak PHP-in anak orang!" sindir Archie kepada kembarannya, Arash.
"Gue nggak PHP-in anak orang ya, Bang! Merekanya aja yang nggak bisa menolak pesona kegantengan gue." Arash menyombongkan dirinya.
"So, Bang Arash gimana? Ikhlas nggak kalau misal nanti Alres melangkahi Abang?" ulang Alrescha bertanya.
"Lo mau kasih gue pelangkah apaan emang?" tanya Arash berseloroh, namun terkesan serius di mata Alrescha.
"Abang mau minta apa?" tanya Alrescha serius.
Arash tersenyum jahil, "Gue mau sebagian saham dari perusahaan games Lo. Gimana?"
"Bangke!!! Lo mau bikin gue bangkrut, Bang?!" pekik Alrescha sebal.
Arash tertawa. Sedang Aksa dan Archie menggelengkan kepala seraya memandang Arash dengan lekat. Keduanya tahu, jika Arash tak akan sejahat itu kepada Alrescha.
"Ya sudah! Lo pikir-pikir dulu kalau mau melangkahi gue. Gue emang beda sama Abang-Abang yang lain," kata Arash yang masih saja meledek Alrescha.
"Oke. Gue turutin permintaan Lo! Tapi, Abang harus jaga saham itu dengan baik! Jangan sampai gue ambil alih lagi! Lo nggak ada bakat main saham tahu, Bang!" tandas Alrescha telak.
Arash tertawa, "Santai, Dek Bro! Gue mah woles kalau Lo mau melangkahi gue buat menikah. Asal Lo nggak merebut calon gue aja!"
"Sorry ya! Tipenya Bang Arash beda jauh sama tipe Alres," sahut Alrescha kala terbayang wajah cantik Bintang yang natural tanpa polesan make up tebal.
Aksa, Archie dan Arash menatap Alrescha yang sedang tersenyam-senyum tanpa sebab. Membuat ketiganya merasakan bulu kuduk yang mulai meremang. Kemudian ketiganya beranjak dari kursi dengan serempak untuk meninggalkan Alrescha yang mulai terlihat aneh.
"Bocah aneh!" seru Arash meninggalkan Alrescha.
Alrescha yang telah sadar dari lamunananya langsung menyusul ketiga kakaknya, "Abang! Tungguin dong!"
Ketiganya berlari menaiki anak tangga. Membuat Alrescha ikut berlari kecil mengejar ketiganya. Ia tahu jika kakak-kakaknya itu selalu senang jika sudah mengerjainya. Meski ketiganya sangat menyayangi Alrescha dengan caranya sendiri-sendiri.
Tbc.
13Feb.18
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top