18. Fusi paralaks
Bintang memandang balasan pesan dari Alrescha yang kembali membuatnya kecewa. Sejak hari kemarin Alrescha tak pernah datang kembali untuk menjenguk. Entah apa yang sudah terjadi ketika mamanya dan Alrescha bertemu. Semenjak hari itu Alrescha selalu membalas dengan singkat pesan-pesan dari Bintang. Jika Bintang tak memulai mengirim pesan terlebih dahulu maka mungkin tak akan pernah ada pesan dari Alrescha hingga hari ini.
Tak ada niat untuk bertanya kepada sang mama, apa yang keduanya bicarakan saat keluar bersama. Otak Bintang pun berasumsi tak jelas tentang apa yang terjadi antara mamanya dan Alrescha. Berharap hubungannya bersama Alrescha akan selalu baik-baik saja.
"Assalamu'alaikum," salam seseorang yang membuat senyum Bintang tersungging.
"Wa'alaikumsalam," sahut Bintang bahagia saat melihat teman-teman dekatnya menjenguk.
Happy segera memeluk erat Bintang setelah meletakkan satu keranjang buah di meja nakas. Teman-teman yang lain pun bergantian bersalaman dan memeluk Bintang seperti yang Happy lakukan.
"Kok sendirian, Bi?" tanya Happy.
"Mama lagi ke supermarket," sahut Bintang.
Lina meneliti setiap sudut ruang perawatan Bintang yang mirip seperti kamar hotel di televisi, "Kamarnya keren banget, Bi. Amsyong ...."
"Kayak ruang perawatannya artis, ya," tambah Ria.
Esti menimpali, "Hooh. Betah banget kalau kamarnya kek gini."
"Mulutnya di jaga, Mbak!" seru Happy mengingatkan, "Gue mah ogah dikasih kamar kek gini kalau di rumah sakit. Amit-amit!"
"Iya. Siapa juga yang mau menginap di rumah sakit walau kamarnya semewah ini," imbuh Ratih.
"Santai, Bu. Maklum baru lihat kamar keren begini di rumah sakit," ujar Lina yang membuat teman-temannya tertawa.
"Ndeso!" Happy dan Ria berseru serempak mengatai Lina 'kampungan'.
"Kalau mau minum sama mengemil, ambil sendiri, ya," kata Bintang kepada teman-teman dekatnya.
"Siap, Bi." Semua menyahut bersamaan, lantas kembali tertawa bersama.
Happy yang merasa sudah seperti bersaudara dengan Bintang mencari makanan ringan dan air mineral. Setelah mendapatkan apa yang dicari, ia pun membagikannya. Seperti biasa, mereka bergosip dan bercerita tentang para lelaki idola mereka. Tak terkecuali Alrescha, kekasih Bintang.
"Bang Alres nggak ke sini, Bi?" tanya Happy.
"Buset, udah manggil abang aja kamu sama Mas Alres," sela Esti yang sedang menikmati brownies.
"Iya, itu kan panggilan kesayangannya Bintang sama Mas Alres," tambah Ria menimpali.
"Bintang aja nggak marah gue manggil Bang Alres." Happy membela diri sendiri.
"Udah. Panggil apa aja boleh, kok. Asal jangan panggil cebong sama kampret aja," lerai Bintang yang membuat semua teman-temannya tertawa.
"Kita mah berudu, Bi," seloroh Lina yang kembali membuat suasana ruang perawatan Bintang ramai oleh gelak tawa.
"Bi, udah tahu belum Presiden BEM yang baru?" tanya Happy, dan langsung disambut anggukan kepala dari Bintang.
"Kirain Presiden BEM-nya nggak akan diganti. Percuma dong ikut HIMA fakultas," gerutu Ratih kecewa.
"Kalau mau lihat Mas Alres ikut taekwondo sama kita," sahut Ria.
Esti tersenyum saat melihat idola di instagram, "Kok, makin manis sih kamu, Mas."
"Siapa tu cowok?" tanya Lina penasaran. "Nggak kalah cakep sama Mas Alres."
"Siapa, sih?" Ratih penasaran.
"Cowok gue," kata Happy ketika melihat foto di layar smartphone Esti.
Esti tertawa, "Halu, Lo!"
"Dih, nggak percaya. Tanya aja sama Bintang," ujar Happy santai.
"Kalau Lo pacarnya si mamas, pasti tahu dong tentang dia. Siapa namanya? Apa pekerjaannya?" tanya Esti memberondong kepada Happy.
"Letda Pnb Reksa Arashi Nataya. Sekarang bertugas sebagai Paspampres. Dan dia juga kakak kandung dari pacarnya Bintang, Ryota Alrescha Nataya," terang Happy yang membuat teman-temannya terbengong-bengong.
"Kok Lo tahu, Hap? Masa si mamas ini kakaknya Mas Alres?" tanya Esti tak percaya.
"Cek IG-nya. Ada foto Mas Alres nggak?" perintah Ria tak sabar, dan langsung mendapat gelengan kepala dari Esti.
"Bener, Bi?" tanya Ratih ingin tahu.
Bintang mengangguk, "Iya. Bang Arash itu Abangnya Bang Alres, pacarnya Happy."
"Makan-makan, woy!" seru Lina bersemangat.
"Kalau soal makan aja, auto beringas Lo," timpal Happy merengut dan membuat Lina langsung tertawa.
"Iya. Syukuran, Hap. Sekalian bawa si mamas. Pengen foto sama dia," kata Esti.
"Bintang aja belum syukuran jadian. Padahal udah lama pacaran sama Bang Alres," tutur Ratih mengingatkan.
"Oh, iya. Double makan-makan kita," timpal Ria tak sabar.
"Ya udah, nanti makan-makannya dijadikan satu aja. Gimana?" usul Happy yang disetujui oleh Bintang.
"Ogah!" Semua menjawab serempak.
"Emang ada orang syukuran dijadikan satu begitu? Keluarga aja bukan," protes Esti.
"Lha kan Bang Arash sama Bang Alres kakak dan adik," sahut Happy.
"Pokoknya nggak boleh digabung! Harus sendiri-sendiri. Tapi bolehlah kalau si abang dua itu ikut sekalian. Kalau perlu saudara-saudara yang lain dibawa. Kali ada yang ganteng lagi," ujar Lina.
"Setuju!" pungkas Ratih dan Ria.
Bintang dan Happy pun mengangguk pasrah. Keduanya akan membicarakan hal itu kepada Arash dan Alres. Namun Happy tak yakin jika Arash memiliki waktu untuk bertemu dengan teman-temannya. Bertemu dengannya saja Arash seakan tak memiliki waktu. Happy dan Arash hanya berhubungan via pesan dan suara selama ini.
°°°
Alrescha membuka matanya saat merasakan sentuhan di bahu. Samar-samar ia memandang halaman rumah kedua orang tuanya. Kepalanya menoleh ketika mendengar suara Pak Bejo, supir pribadi bia, mengatakan telah sampai di rumah.
"Sudah sampai, Bang Alres," ujar Pak Bejo menyadarkan Alrescha yang masih sangat mengantuk.
Alrescha mengangguk sambil menegakkan tubuhnya, "Terima kasih, Pak."
"Sama-sama, Bang Alres." Pak Bejo mengangguk ketika Alrescha beranjak turun setelah membuka pintu mobil.
Dengan malas Alrescha melangkah masuk ke dalam rumah. Tak lupa ia mengucapkan salam dengan suara yang teramat lirih. Membuat sebagian orang yang berada di ruang keluarga tak mendengar, terkecuali ayah dan kakungnya.
"Wa'alaikumsalam," sahut Reshi, ayah Alrescha, dan Raka, eyang kakung.
"Salam dulu, kek," ujar Arash yang tak mendengar salam dari Alrescha.
Alrescha tak memedulikan ocehan Arash. Ia langsung menyalami ayah dan juga eyang kakungnya. Kemudian bergantian menyalami kedua kakak kembarnya, Archie dan Arash, yang sedang menonton permainan catur sang ayah dan eyang kakung seperti biasa.
"Lesu banget, Lo. Habis diputusin Bintang?" ledek Arash saat memandang wajah lusuh Alrescha.
"Arash, jaga mulutnya!" peringat Archie yang sudah mengetahui apa yang sedang terjadi kepada Alrescha sejak dua hari lalu.
Bersalaman dan menatap kedua mata Alrescha adalah hal termudah bagi Archie untuk membaca pikiran seseorang meski hanya bersentuhan dalam sepersekian detik saja.
"Alres tidur dulu, ya. Ngantuk banget," kata Alrescha tak mengindahkan ledekan atau ucapan abang-abangnya.
Reshi mendongak, "Makan siang dulu, Dek. Sudah salat zuhur?"
"Alres sudah makan tadi, Yah," kilah Alrescha yang sedang tak nafsu makan. "Ini mau salat terus tidur. Alres ke kamar dulu."
Alrescha kembali berpamitan sebelum beranjak menuju kamarnya di lantai dua. Meninggalkan semua orang yang menatapnya heran. Terutama Arash. Ia merasa sedikit kesal karena kejahilannya tak dibalas oleh Alrescha seperti biasa.
Arash menarik salah satu tangan Alrescha, "Nanti malam main judo, yuk."
"Oke. Tengah malam." Alrescha menyahut tegas sebelum benar-benar melangkah pergi, membuat Arash kembali terheran-heran.
"Cari mati kamu, Rash," timpal Archie sembari mengemil kuaci biji bunga matahari.
"Kok cari mati, sih, Bang? Kan, gue cuma ngajak main doang. Lagian nih, ya, kayaknya si Adek lagi galau. Gue pasti menang," tutur Arash percaya diri.
"Kamu sudah lupa kalau Adek kamu itu atlet judo?" tanya Raka mengingatkan.
Arash menepuk dahinya, "Mati gue! Kenapa nggak main 'Yong Moo Do' aja tadi?"
Yong Moo Do, seni beladiri mematikan yang berasal dari Korea. Seni beladiri dengan tangan kosong yang merupakan gabungan dari sejumlah seni beladiri asal Korea. Gabungan dari beladiri Judo, Taekwondo, Apkido, Karate, Jiu-Jitsu dan Hon Sin Sul.
"Ayah pernah mengajari Alres Yong Moo Do," ujar Reshi sembari memainkan bidak caturnya.
"Kalau pun Alres belum mahir dengan Yong Moo Do, tapi Alres sudah ahli dalam beberapa beladiri. Judo, taekwondo, jiu-jitsu, Alres pasti bisa mengimbangi kemampuan kamu, Arash," terang Raka sebelum mematikan langkah bidak catur Reshi. "Skak mat!"
"Ya salam." Arash merutuki kebodohannya.
Sedang Reshi menghela dan mengembuskan napas beratnya. Memandang sang ayah mertua yang sedang tersenyum meledek karena telah mengalahkannya. Ia menerima segelas jus sayur dari Raka sebelum menenggaknya hingga habis.
"Istirahat dulu, Yah," kata Reshi sambil beranjak untuk mengambil air putih di dapur.
Raka tertawa, "Oke, Ice."
"Kakung senang banget," ucap Arash yang masih menikmati kuaci.
"Akhirnya Kakung bisa mengalahkan ayah kamu," sahut Raka jumawa, dan hanya dibalas senyuman kecil dari Archie.
"Bang, Si Adek kenapa, sih? Beneran habis putus sama Bintang? Kok, gue dicuekin gitu?" tanya Arash penasaran.
"Kepo banget, sih, kamu!" Raka meraup wajah Arash sebelum beranjak ke dapur menyusul Reshi.
"Ih! Kakung nih," gerutu Arash. "Jawab dong, Bang! Abang pasti tahu, kan, Adek lagi kenapa?"
Archie menatap Arash dengan intens, "Kalau bicara itu yang baik-baik, Arash. Ucapan adalah doa, ingat? Kalau kamu mau tahu Adek kenapa, nanti tanya langsung saja."
"Abang nggak asyik!" seru Arash sambil beranjak pergi, menuju dapur untuk meminta makan kepada bia dan utinya.
Archie tersenyum memandang kepergian Arash. Ia pun mengekori Arash agar acara makan siang bisa dipercepat. Dan setelah itu ia bisa menikmati tidur siang lebih lama sebelum bertugas kembali.
°°°
Dengan santai Alrescha menuruni anak tangga sembari membetulkan ikatan obi (sabuk) pada judogi yang dikenakannya. Ia segera menuju dojo, bangunan tempat berlatih dan belajar ilmu bela diri di belakang rumah. Dipandangnya hamparan air kolam renang yang berada tepat di depan dojo dengan pantulan cahaya bulan purnama. Air itu tampak begitu tenang, tetapi juga bisa mematikan. Sama seperti ketenangan mama Bintang yang langsung mematahkan semangat Alrescha dalam hitungan detik.
"Kirain nggak bangun," seloroh Arash saat melihat kedatangan Alrescha.
Alrescha hanya terdiam. Ia langsung melakukan pemanasan seperti yang sedang Arash lakukan. Memutari ruangan dalam dojo sebelum melakukan peregangan. Arash mengenakan judogi berwarna putih, sedang Alrescha mengenakan judogi berwarna biru tua.
Selesai pemanasan Arash dan Alrescha berdiri tegap berhadapan. Meluruskan telapak kaki mereka di belakang garis masing-masing di tengah arena. Kemudian saling membungkuk, memberi hormat satu sama lain. Keduanya maju satu langkah, diawali dengan kaki kiri dan berdiri dengan posisi kuda-kuda.
Arash menyerang terlebih dahulu. Memukul dan menendang. Mencoba menjegal salah satu kaki Alrescha sebelum melakukan bantingan. Berbeda dengan Alrescha. Ia memilih bertahan dari serangan-serangan Arash yang tak kenal lelah. Ketika Arash lengah, Alrescha mulai menyerang. Menjatuhkan dan mengunci tubuh Arash hingga tak berkutik.
Salah satu kaki Arash menghentak dua kali pada matras ketika tak mampu melepaskan diri dari kuncian Alrescha, "Santai dong, Dek. Abang belum nikah tahu," ujar Arash dengan napas tersengal-sengal setelah Alrescha melepas kunciannya.
Ketika judoka berhasil mengunci lawan hingga mengucapkan kata 'Aku menyerah!' (maitta), atau menepuk lantai dua kali dengan tangan atau kaki, maka judoka itu akan mendapatkan satu angka poin.
"Nyerah?" tegas Alrescha sambil menatap tajam Arash.
"Enggaklah. Baru lima menit," sahut Arash yang sudah kembali berdiri.
Kali ini Arash memilih bertahan. Ia menunggu serangan Alrescha terlebih dahulu. Namun Alrescha hanya memberikan pukulan-pukulan kecil saat menyerang. Membuat Arash gemas untuk memberikan serangan mematikan. Arash kembali mencoba menjegal kaki Alrescha. Namun Alrescha selalu mampu berkelit dan menghindar. Kemudian dalam hitungan detik salah satu kaki Alrescha menjegal kaki Arash, dan langsung membanting sang kakak dengan keras hingga suara berdebum terdengar.
"Shit!" umpat Arash kesal.
"May I join?" Reshi berjalan mendekati kedua putranya.
Arash dan Alrescha memandang sang ayah yang sudah mengenakan judogi berwarna hitam. Reshi selalu memakai judogi itu untuk bertarung di dojo rumah. Arash dan Alrescha pun langsung mengetahui apa yang akan terjadi setelahnya. Tidak ada satu orang pun di keluarga mereka yang bisa melawan sang ayah dan kakung.
"Siapa yang mau mulai duluan?" tegas Reshi tanpa basa-basi.
Arash tersenyum kikuk, "Adek, Yah. Adek yang menang tadi."
Alrescha menoleh ke arah Arash. Menatap tajam Arash dengan sebal. Ia benar-benar kesal karena sudah dijadikan tumbal oleh Arash.
"Adek, bisa kita mulai?" tanya Reshi saat sudah berada di belakang garis.
"Arash wasitnya, ya, Yah," ucap Arash sambil melangkah ke tengah arena.
Alrescha mengangguk setelah membetulkan judoginya. Ia berdiri tegap di belakang garis. Arash memberi aba-aba kepada ayah dan adiknya untuk memberi hormat sebelum mulai bertanding. Reshi dan Alrescha maju satu langkah.
Arash memerhatikan ayah dan adiknya yang sedang saling menyerang. Keduanya tampak sangat kuat untuk mempertahankan diri agar tak terjatuh atau terjegal.
Alrescha kembali mencoba menjegal kaki Reshi dengan teknik andalannya. Ia tak menyerah meski Reshi selalu berkelit dengan gesit. Kedua tangan Alrescha menahan tubuh Reshi yang ingin menjatuhkannya. Dan dalam sepersekian detik Alrescha dibanting keras oleh Reshi.
Reshi mengikat obi yang sempat dilepas karena judoginya terbuka, "Jadi hanya seperti itu teknik serangan dari seorang atlet judo?"
Alrescha berdiri. Ia pun membetulkan judoginya yang sudah berantakan. Mencoba mengindahkan sindiran sang ayah yang sudah membuatnya emosi. Dengan kesal kedua tangan Alrescha menarik obi dengan kuat sebelum kembali melawan Reshi. Arash mulai melangkah mundur ketika melihat gelagat emosi dari diri Alrescha.
Serangan dan pukulan dilancarkan Alrescha untuk menyerang. Berulang kali pula Reshi menangkis serangan Alrescha. Reshi tak akan membiarkan Alrescha menjegal atau mengunci dirinya sedetik pun. Keduanya berguling, saling menghindar agar tak terkunci oleh lawan.
Sesaat setelah keduanya berdiri, Reshi langsung menyerang Alrescha. Dengan lihai ia menjegal keras kaki bagian belakang Alrescha. Menjatuhkan dan mengunci tubuh Alrescha hingga tak berkutik. Membuat Arash terperanjat saat melihatnya. Pun dengan Aresh yang sedari tadi sudah berdiri di ambang pintu dojo.
Tangan kiri Alrescha menepuk matras dua kali ketika merasa sedikit kesulitan bernapas karena kuncian sang ayah. Ia terbatuk-batuk saat Reshi melepaskan kunciannya. Sedang Arash dan Aresh hanya berdiri terdiam melihat wajah Alrescha yang sudah memerah.
"Bangun!" perintah Reshi.
"Alres capek, Yah," kata Alrescha.
"Menyerah?" tegas Reshi sembari menatap tajam Alrescha yang masih terlentang di atas matras karena kelelahan.
Kedua mata Alrescha berkaca-kaca saat menatap wajah Reshi. Perlahan ia terbangun. Kemudian duduk dengan kedua kaki bersangga pada jari kaki dan lutut, lalu membungkukkan badan seperti memberi hormat.
"Siapa yang mengajari Adek seperti itu?" tanya Reshi tak suka. "Apa itu peraturan baru dalam pertandingan judo?!"
"Ayah menang," ujar Alrescha was-was.
"Baru 8 menit. Masih ada beberapa menit lagi untuk menentukan siapa yang menang. Bangun!"
"Alres capek, Yah."
Reshi berjongkok di depan Alrescha. Menatap kedua mata Alrescha yang berkaca-kaca.
"Lelaki itu pantang menyerah, apa pun keadaannya," ucap Reshi lugas, membuat Alrescha mematung.
"Alres nggak menyerah, Yah. Alres cuma capek," sahut Alrescha menahan air matanya yang akan terjatuh.
"Kalau capek, istirahat. Setelah itu bangun, dan buktikan sama Ayah kalau Adek tidak akan menyerah."
"Bagaimana caranya?"
"Berusaha apa saja yang masih bisa Adek lakukan. Pasrahkan semuanya sama Allah. Dan buktikan sama semua orang, kalau Adek bisa."
Arash mengembuskan napas ketika merasa kedua matanya merebak melihat Alrescha yang tak berdaya di hadapan sang ayah. Mengingatkannya akan kejadian beberapa tahun silam. Ketika Alrescha untuk ketiga kalinya gagal dalam mengikuti ujian masuk taruna akmil. Meski ayah dan kakung sedang berkuasa saat itu, namun mereka tak serta merta memasukkan Alrescha ke tempat yang diimpi-impikan. Hingga Alrescha pasrah, dan memilih jalannya sendiri.
"Ayah akan selalu mendukung apa pun keputusan anak-anak Ayah, selama itu baik. Kalau memang masih bisa berusaha dan berdoa, maka Ayah nggak akan pernah membiarkan kalian untuk menyerah. Mengerti?" tegas Reshi menasehati Alrescha.
Reshi telah mengetahui apa yang telah terjadi kepada putra bungsunya dua hari lalu setelah bertemu dengan mama bintang. Archie telah menceritakan kepadanya beberapa jam lalu sebelum pergi untuk berdinas. Ia pun mengerti arti kata lelah yang berulang kali Alrescha ucapkan.
Alrescha mengangguk, "Alres mengerti, Yah."
"Bangun!" perintah Reshi kembali.
Alrescha pun berdiri. Kepalanya menoleh ketika mendengar suara Aresh.
"Bisa dilanjutkan besok pagi aja?!" protes Aresh kepada Reshi.
"Satu pertandingan judo itu berlangsung selama 3 sampai 20 menit, Bia. Jadi nggak bisa dilanjutkan besok," terang Reshi.
"Oh, gitu. Oke, silakan dilanjutkan. Dan besok sampai waktu yang tidak ditentukan, Ayah tidur di dojo. Mengerti?!" ancam Aresh sebelum beranjak meninggalkan dojo, membuat Arash dan Alrescha terperanjat sambil menahan tawa.
Reshi menatap kepergian sang istri dalam diam sebelum memutuskan sesuatu.
"Besok Ayah ada urusan ke luar kota. Dan Ayah nggak bisa meninggalkan Bia dalam keadaan kesal seperti itu. Kita lanjutkan besok," kata Reshi sebelum menyusul Aresh.
Arash tersenyum bahagia melihat ayahnya tergesa-gesa menyusul bia. Pun Alrescha. Tersenyum simpul melihat kemesraan ayah dan bianya yang jarang sekali terlihat.
"Abang, mabar, yuk!" ajak Alrescha yang tak bisa tertidur di jam rawan sampai adzan subuh berkumandang.
Arash tersenyum simpul, "Ambilkan air putih dulu. Habis itu kita main."
"Oke," sahut Alrescha malas.
Arash merangkul Alrescha saat berjalan meninggalkan dojo menuju dapur. Sesekali ia kembali menjahili sang adik. Hingga Alrescha kesal dan membalas kejahilannya. Setidaknya Alrescha sudah tampak normal seperti biasa.
Tbc.
Cepu, 25 April.19
PS. Yang mau protes silakan di sini.
😉
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top