13. Molekul problematika
"Njiiir, tu Pres BEM ganteng banget," ujar seorang perempuan yang duduk di depan Bintang.
Perempuan sebelahnya menyahut, "Udah punya pacar, Cuy!"
"Cuma pacar doang, entar juga putus," sahut perempuan pertama.
"Jangankan pacar, gue jadi bini kedua dia juga mau bingit. Rela gue!" Perempuan yang duduk di depannya menyahut.
"Akun instagram tu Pres BEM apa, ya? Kepo gue pengin tahu muka ceweknya kek gimana," imbuh perempuan pertama.
Bintang menghela napasnya karena kesal. Mulai turun dari mobil, Alrescha menjadi pusat perhatian. Terlebih Alrescha menggandeng Bintang dengan erat. Ditambah dengan tatapan para senior yang terkejut ketika Alrescha memperkenalkan Bintang sebagai calon istri. Membuat Bintang sangat jengah dan ingin segera pulang.
Shinta, kakak kos Bintang sekaligus teman Alrescha di BEM, menggenggam tangan Bintang yang sangat dingin, "Sabar, Bi. Resiko punya pacar ganteng seantero kampus di Indonesia."
"Bintang pengin pulang, Kak," sahut Bintang lirih.
"Kamu dibawa Mas Alres ke sini buat kasih semangat sama dia. Jangan mau kalah sama cewek-cewek cabe busuk itu! Kelas kamu itu beda sama mereka. Mas Alres nggak akan ngelirik model-model cabe murahan begitu." Shinta mencoba menenangkan Bintang.
Bintang dan Shinta terus memandang ke depan. Mendengarkan orasi Presiden BEM dari salah satu universitas negeri ternama. Malam ini Alrescha dan beberapa perwakilan universitas baik negeri serta swasta diharapkan dapat memberikan suara mereka untuk kemajuan demokrasi di Indonesia.
Beberapa hari lalu, salah satu Ketua BEM universitas ternama di Jakarta, Raditya Muhammad, membunyikan peluit seraya mengacungkan kartu kuning kepada Bapak Presiden saat menghadiri Dies Natalis. Raditya mengaku, ia melakukan aksi tersebut lantaran ingin menyampaikan tiga tuntutan. Salah satunya adalah tuntutan mengenai gizi buruk yang menimpa salah satu suku di Papua.
Atas hal tersebut, program acara talk show Riana Natsir, yang dipandu oleh Riana Natsir sendiri sebagai host. Menghadirkan Ketua BEM dari berbagai universitas kenamaan di Indonesia. Salah satunya adalah Presiden BEM Universitas Pradita Nusantara, Ryota Alrescha Nataya. Lelaki yang sering membuat Bintang senewen dengan tingkah tak terduganya.
"Selanjutnya, kita sambut Presiden BEM Universitas Pradita Nusantara, Ryota Alrescha Nataya," sambut Riana Natsir lugas dan lantang, diikuti tepuk tangan yang sangat menggema di setiap sudut studio tempat acara berlangsung.
Alrescha menghela napasnya sebelum berorasi. Seulas senyum Alrescha tersungging, seraya menatap lurus kamera yang sedang menyorotnya.
"Selamat malam Indonesia.
Hari ini, kita dihadapkan pada satu permasalahan yang multikrisis.
Pendidikan tidak lagi menjadi hak, tapi pendidikan sudah menjadi komoditas.
Siapa yang bisa mengakses pendidikan, adalah mereka yang mempunyai kemampuan lebih dalam hal finansial.
Kondisi itulah yang menyandera nurani mahasiswa, menyandera nurani anak muda saat ini.
Pasar telah mengendalikan ruang-ruang kelas dengan bebas. Hingga bukan logika kemanusiaan yang ada di dalam kelas, tapi logika persaingan, logika kompetitif.
Kemanusiaan tidak lagi menjadi arah intelektual perjuangan mahasiswa sekarang.
Kondisi itulah yang menyebabkan kita mudah diadu domba oleh hal-hal yang sebenarnya sepele. Oleh hal-hal menyangkut identitas; suku, agama dan ras. Pada kenyataannya perjuangan di sana, perjuangan kelas, perjuangan ekonomi, masih banyak yang perlu kita kerjakan bersama.
Saya mengajak teman-teman dengan semangat kebinekaan, bahwa kita tidak boleh lagi terpecah belah hanya karena identitas. Hanya karena perbedaan golongan. Hanya karena perbedaan hal-hal tidak substansial.
Teman-teman, sekali lagi, perpecahan sudah terlalu basi di Indonesia.
Kita satukan gerakan, merdeka!" seru Alrescha bersemangat.
Semua orang di studio menyambutnya dengan seruan serupa, "Merdeka!"
Setelah semua perwakilan mahasiswa berorasi, Riana langsung membuka obrolan dengan mahasiswa yang memberikan kartu kuning kepada Presiden. Lalu mempersilakan kepada para tamu undangan yang juga aktivis senior untuk menyampaikan pendapatnya. Kemudian, ia pun menunjukkan video Presiden yang sedang menanggapi tentang aksi kartu kuning tersebut. Presiden pun berencana akan mengajak beberapa mahasiswa BEM di Indonesia untuk ikut bersamanya ke Papua nanti.
Riana kembali bertanya, "Saya akan bertanya ke Presiden BEM Universitas Pradita Nusantara, Ryota Alrescha, bagaimana pendapat Anda tentang tanggapan Bapak Presiden di video itu? Apa komentar Anda, bagaimana pemerintah menangani permasalahan di Asmat sekarang ini?"
"Menurut saya, kritik yang disampaikan oleh teman-teman kemarin itu telah membuka ruang dialog yang besar di Indonesia. Saya kira, kita juga perlu mengapresiasinya dengan baik. Kita memang harus adil memberikan apresiasi mereka yang sudah berkontribusi di sana," Alrescha menyuarakan pendapatnya dengan singkat dan simple.
"Jangan kemudian melihat kritik yang kita lakukan tidak berdasar. Kita melakukan kritik dari ilmu pengetahuan kita masing-masing. Dan kita mohon bahwa kritik tidak dilihat dari identitasnya, dari siapa yang mengatakan, tetapi dari keberpihakannya, serta bagaimana cara kita mengkritik dan metode apa yang kita gunakan," tutur Alrescha lugas.
Kedua mata Bintang tak lepas memandang Alrescha yang sedang mengemukan pendapatnya untuk menambahi uraian dari perwakilan universitas swasta yang lain. Kasak-kusuk tentang Alrescha masih saja di dengar oleh Bintang dari beberapa mahasiswi yang mengagumi kekasihnya itu. Ia pun merasa minder dengan tatapan mengejek saat orang-orang mengetahui siapa kekasih dari Alrescha. Terlebih Bintang adalah mahasiswa baru.
Di akhir durasi, Alrescha kembali menyuarakan pendapat mengenai posisi yang seharusnya dilakukan oleh mahasiswa saat ini, "Bangsa ini mengalami perpecahan diameteral. Sekarang ini Orang yang mengkritik pemerintah, lalu dikatakan sebagai anti pemerintah. Sedangkan orang yang sering kali mengatakan dia mendukung apa yang dikatakan pemerintah, dia dikatakan sebagai pro pemerintah."
"Di situlah perpecahan terjadi, dan itu yang membuat bangsa ini terpecah belah. Mahasiswa itu harus menjadi intermediate aktor, yang mana bisa menjadi jembatan antara keduanya. Ketika kami mengkritik pemerintah, bukan berarti kami anti pemerintah. Pun sebaliknya. Ketika kami mendukung pemerintah, bukan berarti mahasiswa itu pro pemerintah. Lalu apa yang membuat mahasiswa itu bisa menjadi intermediate aktor? Yaitu rasa kemanusiaan yang dibangun melalui hasil belajar kami hidup bersama masyarakat," tambah Alrescha, "Seperti mengobrol di angkringan, di warteg, dan sebagainya. Itulah cara-cara kami belajar menghirup bau dari masyarakat itu sendiri. Terima kasih."
Tepuk tangan dari hadirin langsung menyambut dengan riuh setelah Alrescha menutup statemennya. Statemen itu dinilai netral dan tidak memihak kepada siapa pun oleh semua orang. Beberapa orang pun tampak mengangguk-angguk. Menyetujui apa yang telah disampaikan oleh Alrescha. Membuat Bintang merasa lega, karena sebentar lagi acara talk show tersebut akan usai.
°°°
Alrescha berjalan tergesa-gesa setelah keluar dari ruang dosen. Proposal skripsi yang telah disetujui, semakin membuat Alrescha bersemangat untuk segera menyelesaikan pendidikannya. Ia melirik jam tangan sebelum menuruni anak tangga. Langkah Alrescha tertahan ketika dipanggil oleh Angga, sahabat baiknya, teman satu kelas sejak menjadi mahasiswa baru di Kampus Biru.
"Mau kemana Lo, Bro? Ikut gue aja, dijamin Lo bakalan betah," ajak Angga seraya merangkul Alrescha.
"Ogah kalau nonton BF! Gue mau ke kantor sekarang," tolak Alrescha.
Angga terkekeh, "Yakin, Lo? Nggak mau ketemu Bintang dulu gitu?"
"Bintang lagi sibuk sama UKM Dancesport-nya."
"Dan hari ini anggota baru UKM Dancesport bakal bikin Kampus Biru panas, Bro. Yakin nggak mau nonton?"
Alrescha menghentikan langkahnya kembali sebelum menoleh ke arah Angga, "Info dari mana? Kok gue nggak tahu."
"Pacar apaan, Lo. Nggak tahu kalau ceweknya mau punya hajatan panas."
Alrescha segera meninggalkan Angga. Ia berjalan tergesa-gesa menuju gedung UKM Kampus Biru, di lantai lima, tempat dimana UKM Dancesport berada. Ia memilih menaiki anak tangga ketika melihat antrian panjang untuk menggunakan lift.
"Res, gempor kali ni kaki kalau kita naik tangga sampai lantai lima," gerutu Angga mengikuti langkah Alrescha yang sama sekali tak terlihat lelah.
"Gue nggak nyuruh Lo buat ikut, Angga!" timpal Alrescha yang semakin mempercepat langkahnya saat suara musik terdengar.
Tangan kanan Alrescha mengambil ID card yang masih tergantung di leher. Menunjukkan kepada penjaga pintu ruangan UKM Dancesport.
"Dari BEM Universitas, Pak. Boleh saya masuk?" tanya Alrescha saat melihat penjaga tampak ragu membuka pintu untuknya.
"Mas Alres sudah dapat izin?" tanya penjaga itu karena sudah diberitahukan siapa saja yang boleh masuk.
"Sudah, sama Anjani. Ketua UKM Dancesport." Alrescha menyebut nama kekasih Angga dengan lugas.
Penjaga itu membuka pintu dengan ragu-ragu, "Silakan, Mas. Kalau ada apa-apa, Mas Alres yang tanggung jawab, ya."
"Siap!" seru Alrescha sebelum masuk ruangan, diikuti oleh Angga yang menyelonong masuk dengan cengiran khasnya.
"Thanks, Pak Syarif," ucap Angga.
Angga menarik salah satu tangan Alrescha untuk duduk di lantai yang beralas karpet berwarna abu-abu. Ia tak ingin menjadi pusat perhatian dari anak-anak UKM Dancesport. Sudah cukup menjadi terkenal karena telah berpacaran dengan Anjani yang sangat terkenal di Kampus Biru seperti Alrescha. Anjani bukan hanya cantik dan sexy. Ia merupakan mahasiswi teladan dengan banyak prestasi akademik dan non akademik.
Kedua mata tajam Alrescha menatap lurus Bintang dan grupnya yang berjalan maju ke depan. Memerhatikan penampilan Bintang yang tak pernah dilihat sebelumnya. Bintang mengenakan celana ketat hitam dan atasan tank top merah yang menampilkan perutnya. Membuat darah Alrescha langsung mendidih saat melihatnya.
"Anjuuu, bini Lo hot banget, Bro!" seru Angga berbisik.
"Tutup mulut, Lo! Atau gaji Lo, gue kurangi nanti!" ancam Alrescha kesal.
Alrescha menoleh, lalu meraup wajah Angga yang sangat fokus memandang Bintang, "Lo mau tahu nggak rasanya mata dicolok, Ngga?!"
Angga meringis, "Sorry. Pemandangan live-nya menggoda banget, Bro. Please, jangan kurangi gaji gue. Nanti gue bisa absen malam mingguan sama Anjani."
Alrescha terpaku ketika suara musik lagu 'worth it' terdengar keras, bersamaan dengan Bintang yang mulai menggerakkan tubuh mengikuti irama lagu itu. Bintang berada di tengah, sebelum akhirnya maju ke barisan paling depan. Bintang terlihat sangat lincah meliuk-liukkan tubuhnya yang terkesan sensual bagi Alrescha. Alrescha seakan tak mengenal kekasihnya seperti biasa, yang cantik dan lugu.
Bintang merupakan leader di grupnya saat ini. Ia terpilih menjadi leader karena gerakannya selalu energik dan tepat mengikuti tempo musik saat bergerak. Tubuh Bintang seakan lentur, meski dengan gerakan tersulit sekali pun. Riuhan keras terdengar mengiringi gerakan Bintang dan grupnya.
Alrescha memejamkan matanya saat melihat Bintang mengangkat salah satu kakinya tinggi-tinggi hingga sejajar dengan kepala, "Shit!"
"Keren, Bro!" seru Angga bertepuk tangan.
Bintang terkejut ketika mendapati Alrescha sedang menatapnya tajam di antara kerumunan anggota UKM Dancesport setelah selesai menari. Ia mengambil botol minuman yang diberikan Alrescha kala itu, sebelum menggendong tas ransel dan mengambil jaket.
"Pulang?" tanya Alrescha ketika Bintang berada di hadapannya.
Bintang tersenyum kikuk, "Acaranya belum selesai, Bang. Sebentar lagi, ya."
"Panggil Anjani!" perintah Alrescha kepada Angga.
"Sabar napa!" gerutu Angga saat melihat gelagat Alrescha yang sedang memendam emosi.
Angga segera menghampiri kekasihnya yang berada di ujung ruangan sembari memegang pensil dan note book. Mencatat kelebihan dan kekurangan beberapa penampilan grup yang telah tampil. Angga membisikkan sesuatu sebelum Anjani beranjak untuk berdiri. Angga menggandeng Anjani menghampiri Alrescha dan Bintang.
"Nih, Anjani! Jangan semprot cewek gue!" kata Angga tak rela.
"Anjani, Bintang mau izin pulang dulu, boleh? Gue ada urusan penting sama Bintang," ujar Alrescha sopan.
Anjani mengangguk, "Oke. Minggu depan jangan izin lagi, ya, Bi!"
"Iya, Mbak," sahut Bintang takut dan malu.
"Besok-besok kalau mau masuk ke sini, izin dulu sama gue, Res!" tutur Anjani sebal.
"Oke. Besok gue ke sini lagi. Dan Lo, harus mengizinkannya," timpal Alrescha sebelum menggandeng Bintang keluar ruangan.
"Sinting, tu, bocah!" gerutu Anjani.
"Sinting, baik hati dan tidak sombong. Bos aku itu, Yang. Kalau nggak ada Alrescha, mana bisa kamu makan enak tiap minggu," tutur Angga meredakan kekesalan Anjani.
"Jadi baby sitter aja, bangga!" ejek Anjani sebelum pergi meninggalkan kekasihnya Angga.
Angga tersenyum sebelum menahan kepergian Anjani, "Banggalah. Baby sitter-nya CEO Ryotasoft."
Kepala Anjani mengangguk paham, sebelum akhirnya meminta makan siang ala Itali. Angga yang mengetahui makanan kesukaan kekasihnya itu hanya mengangguk pasrah dan tersenyum. Anjani dan pizza adalah dua kombinasi sempurna untuk menikmati anugerah Sang Pencipta di siang bolong yang terik.
°°°
Bintang memakan ayam gorengnya dalam diam. Sedari tadi Alrescha terus mendiamkannya. Kecuali saat Alrescha menawari menu makan siang di warung sambal di dekat kampus. Bintang menelan kunyahan ayam goreng kampung dengan susah payah. Ia tak diizinkan Alrescha untuk memakan sambal bajak yang super pedas itu. Ia hanya bisa mencocol sambal itu sedikit saja.
"Kenapa nggak pake jaket tadi?" tanya Alrescha setelah selesai makan dan meminum jus jeruknya.
"Nggak boleh pakai jaket kalau lagi perform," sahut Bintang takut.
"Aturan apa itu?! Sinting!" gerutu Alrescha kesal.
"Abang marah?"
"Iya!"
"Kan memang pakaiannya begitu, Bang. Kalau Bintang ikut UKM tari tradisional, baru pakai pakaian sopan."
"Tapi nggak harus pakai tank top juga, Sayang! Kayak nggak ada baju lain aja. Kan banyak tuh, kaos ketat Bintang yang nggak nampilin perut."
"Ya udah, Bintang nanti keluar aja dari UKM Dancesport."
Bintang meminum jus jeruknya setelah membuat Alrescha bungkam. Ia menghela dan mengembuskan napasnya saat merasa lelah karena jadwal kuliah pagi dan UKM yang padat. Membuat Alrescha menjadi serba salah kala melihatnya.
Alrescha meraih salah satu tangan Bintang. Kemudian memakaikan gelang berinisial huruf A di pergelangan tangan kanan Bintang. Hingga membuat Bintang terpaku di tempat duduknya. Gelang itu sengaja Alrescha pesan kepada temannya yang memiliki usaha membuat gelang dan bekerja sama dengan Kopma Kampus Biru. Gelang yang merupakan simbol kepemilikan bagi Alrescha. Bintang pun memandang gelang serupa dengan inisial huruf B di pergelangan tangan Alrescha.
"Abang nggak akan melarang Bintang mengikuti kegiatan apa pun. Tapi, kalau masih bisa pakai pakaian sopan, kenapa nggak? Bintang sudah cantik dari lahir, nggak perlu yang aneh-aneh untuk tampil cantik. Abang cuma nggak mau, apa yang Bintang pakai membuat orang berasumsi buruk pada Bintang. Kayak Angga tadi, dia nggak berkedip melihat Bintang menari. Dan itu cukup membuat Abang kesal setengah mati," tutur Alrescha menasehati, "Abang mau, Bintang terus menari sampai terkenal seperti Anjani. Dengan ciri khas Bintang sendiri, tanpa perlu menjadi orang lain agar dinilai cantik dan sexy. Pakai kaos juga Bintang sexy, kok. Mama tahu hari ini Bintang pakai pakaian apa?"
Kedua mata Bintang merebak, "Mama pasti marah nanti kalau tahu. Bintang minta maaf, Bang. Tadi kesepakatan grup aja, pakai warna dan model yang sama. Karena Bintang leader, jadi Bintang yang harus lebih menonjol. Lagi pula, di sana jarang ada cowok. Ada juga cowok melambai. Makanya Bintang berani."
"Besok, jangan pakai tank top kayak gitu lagi! Gemes tahu lihatnya," imbuh Alrescha sebelum mencubit pipi Bintang.
"Sakit!"
"Lebih sakit hati Abang tadi. Ngelihat Bintang dipandang Angga nggak berkedip! Sue!!!"
Bintang tertawa, sebelum mengangkat telepon dari mamanya. Sedang Alrescha terdiam. Mendengarkan Bintang berbicara dengan mamanya di telepon. Hingga salah satu kata-kata Bintang telah membuatnya kembali merasakan sakit hati.
"Bintang baru selesai makan, Ma. Mama sudah pulang?" tanya Bintang sebelum meminum jusnya.
"Ini baru mau pulang. Kok makannya siang banget, Kak? Ini sudah jam dua loh, nanti maag-nya kambuh lagi. Ngapain aja tadi?" tanya Mama Bintang dari telepon.
"Kan baru selesai, Ma. Makanya baru makan. Tadi Bintang ngemil biskuit gandum, kok."
"Kakak makan sama siapa? Rame banget kayaknya."
Bintang menunduk saat kedua matanya bersitatap dengan tatapan Alrescha, "Sama teman, Ma."
Alrescha langsung beranjak dari tempat duduknya untuk membayar. Membuat Bintang memerhatikannya dalam diam. Ia tahu jika Alrescha pasti mendengar apa yang baru saja diucapkannya itu.
"Ya sudah, nanti malam Mama telepon lagi. Jangan makan telat lagi, Kak! Mama nggak mau Kakak sakit di kos," peringat Mama Bintang.
"Iya, Ma." Bintang menyahut.
"Assalamualaikum, Kakak."
"Wa'alaikumsalam, Ma."
"Ayo, pulang! Abang mau ke kantor nanti," ajak Alrescha sambil menggendong tas ranselnya.
Bintang mengikuti langkah Alrescha yang telah berjalan terlebih dahulu menuju tempat parkir. Selama perjalanan, Alrescha hanya terdiam. Pun Bintang. Bintang tahu jika Alrescha sedang marah saat ini. Ia hanya bingung harus melakukan apa supaya mood Alrescha kembali membaik seperti semula.
Alrescha menghentikan motornya di depan kos Bintang, "Besok Abang mau ke Jepang nemenin Mas Tama. Ada pekerjaan di sana. Baik-baik, ya, nanti!" tutur Alrescha tanpa melepas helm full face-nya.
"Pulangnya kapan?" tanya Bintang reflek.
"Seminggu atau lebih. Jangan telat makan juga nanti!" Alrescha mengingatkan Bintang kembali.
"Abang marah?"
"Enggak. Abang cuma kecewa aja. Ternyata, selama ini Abang cuma jadi teman Bintang aja."
Bintang menggeleng sambil menahan air matanya agar tak menetes, "Bukan gitu, Bang. Maaf. Bintang sudah janji sama Mama, kalau Bintang nggak akan pacaran selama kuliah. Mama juga melarang Bintang buat pacaran. Bintang minta maaf."
Alrescha mengangguk, "Abang pulang dulu, ya."
Tanpa menunggu jawaban Bintang, Alrescha melajukan motornya dengan kencang. Meninggalkan Bintang yang sudah menangis karena takut dan cemas. Bintang segera menyeka air matanya sebelum masuk ke dalam kos. Mencoba menyembunyikan kesedihan kepada kakak-kakak kos yang memerhatikannya.
Tbc.
300718
Saya coba menulis kembali apa yang saya lihat di layar televisi beberapa bulan lalu. Tayangan yang mungkin saja jarang ditonton oleh orang-orang yang tak suka dengan acara talk show serius, tentang apa yang terjadi di pemerintahan Indonesia saat ini.
Posisi saya sama seperti Alrescha. Hanya bisa mengapresiasi tindakan mahasiswa tersebut, tanpa ingin memaki atau menghakimi. Meski ada rasa kesal melihat kejadian itu.
Buat kalian semua, yang belum menonton acara itu, silakan cari di youtube. Cerita Alrescha hadir setelah saya melihat tayangan itu di televisi. Hal yang belum pernah saya tulis sebelumnya, tentang kehidupan anak kampus berserta kegiatannya. Kalian bisa mengetik kata kunci, 'Kartu Kuning di Mata Najwa.'
Semoga kita bisa belajar dari kejadian itu, mengkritik dengan lebih santun dan sopan di kemudian hari. Aamiin 😇
Thank you, and selamat siang, Indonesia. 🙏
Based on:
http://makassar.tribunnews.com/2018/02/08/soal-kartu-kuning-jokowi-inilah-tanggapan-6ketua-bem-ugm-di-mata-najwa-yang-bikin-dia-dipuji
http://makassar.tribunnews.com/amp/2018/02/08/ayo-bandingkan-isi-dan-gaya-orasi-5-ketua-bem-soal-kartu-kuning-jokowi-jadi-siapa-paling-jago
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top