11. Konfigurasi rahasia Alrescha
Tangan kanan Bintang menyeka air matanya serabutan. Tatapannya tak pernah lepas dari wajah putih bersih Alrescha yang masih menutup mata. Hampir setengah jam Bintang terus mencoba membangunkan Alrescha. Ia benar-benar takut jika Alrescha tak kunjung bangun.
"Abang! Bangun!" Bintang mencoba membangunkan Alrescha sambil menangis.
"Abang, bangun! Bintang takut," kata Bintang yang sudah berputus asa. "Bangun, Bang!"
Masih di samping tempat tidur, Alrescha memandang Bintang dengan nanar. Kedua mata tajamnya menatap semua makhluk tak kasat mata di sekitarnya dengan tatapan mengintimidasi. Seakan meminta mereka untuk pergi dan tidak menganggunya lagi. Lagi, Alrescha memandang Bintang yang sedang menangisi tubuhnya. Ia memejamkan matanya seraya berusaha dan berdoa agar jiwanya bisa kembali ke tubuh.
Bintang terus menangis di samping tubuh Alrescha. Ia tak tahu lagi apa yang harus dilakukannya. Ditatapnya Alrescha dengan lekat sebelum mengecup bibir Alrescha sekilas.
"Bintang sayang sama Abang," kata Bintang ditengah isak tangisnya, "Bintang cinta sama Abang. Bangun, Bang! Jangan tinggalin Bintang!"
"Bintang janji, Bintang akan selalu menemani Abang tidur. Bintang mau jadi teman Abang sampai kapan pun. Bangun, Bang! Bintang harus apa sekarang, supaya Abang bangun," ucap Bintang putus asa.
Tiba-tiba kedua mata Alrescha terbuka. Diiringi napasnya yang memburu. Seperti orang yang baru saja berlari mengelilingi lapangan. Membuat Bintang terdiam kaku menatap Alrescha. Alrescha memejamkan matanya seraya mengatur napasnya agar normal kembali. Hingga isakan tangis Bintang membuat Alrescha tersadar dengan sesadar sadarnya.
"Bi," panggil Alrescha yang semakin membuat Bintang menangis tersedu-sedu.
Bintang segera memeluk Alrescha dengan erat. Lidahnya seakan kelu untuk berucap apa pun. Apa yang sudah dilihatnya seperti mimpi buruk namun sangat nyata. Kedua tangan Alrescha memeluk Bintang dengan sama eratnya. Ia mengusap punggung Bintang untuk menenangkan. Dikecupnya puncak kepalanya Bintang dengan penuh sayang.
"Maaf ya, Sayang. Abang sudah buat Bintang takut," ujar Alrescha cemas.
"Sudah dong nangisnya! Abang nggak apa-apa kok. Sudah biasa kayak begitu," terang Alrescha yang membuat Bintang mendongakkan kepalanya.
Bintang memandang Alrescha dengan bingung. Air matanya masih menetes meski tak sederas beberapa menit lalu. Alrescha terbangun. Lalu mengusap air mata Bintang. Kemudian mengecup kening Bintang cukup lama.
"Terima kasih, Bi. Sudah membangunkan Abang," ucap Alrescha seraya tersenyum.
"Bintang terlambat bangunin Abang. Maaf," kata Bintang diiringi tetesan air matanya.
Alrescha kembali menyeka air mata Bintang, "Nggak apa-apa. Yang penting, Abang bisa bangun."
"Kalau nggak?"
"Kalau Abang nggak bangun, ya Abang nggak bisa sama Bintang lagi."
Bintang menangis lagi mendengar penuturan Alrescha. Ia menangis seraya menatap Alrescha dengan takut dan cemas.
"Abang mau ninggalin Bintang?" tanya Bintang khawatir, "Bintang mau menemani Abang tidur tiap malam. Bintang janji, Bintang akan membangunkan Abang tepat waktu. Sebelum jam satu malam. Bintang janji!"
Alrescha tersenyum sebelum mendekap Bintang, "Kalau begitu, Bintang harus menjadi istri Abang dulu. Supaya Bintang bisa menemani Abang setiap saat."
Bintang mengangguk seraya mengeratkan pelukan. Ia benar-benar ingin selalu berada di samping Alrescha sekarang. Meski mungkin apa yang sudah dilakukannya akan membuat mama kecewa. Bintang pernah berjanji kepada mamanya, bahwa ia tidak akan memiliki kekasih sebelum kuliahnya selesai.
"Jadi, Bintang mau jadi istri Abang?" tanya Alrescha memastikan.
Bintang kembali mengangguk, "Bintang mau jadi istri Abang. Jangan tinggalin Bintang."
"Abang nggak akan pernah meninggalkan Bintang. Kecuali Allah yang meminta."
Alrescha menyeka air mata Bintang. Ia mencoba menenangkan Bintang yang masih ketakutan. Ia pikir, Bintang akan meninggalkannya saat mengetahui rahasia yang tak semua orang ketahui. Hanya Angga, Mas Tama, Pak Shawn dan keluarganya yang mengetahui hal itu. Dan Bintang, wanita yang ingin dinikahi Alrescha sesegera mungkin.
"Sekarang Bintang tidur ya! Besok ada kuliah kan?" ujar Alrescha.
"Abang?" Bintang bertanya.
Alrescha tersenyum sambil merapikan rambut Bintang yang berantakan, "Abang mau main game. Jam satu malam sampai jam 4 pagi, Abang nggak boleh tidur. Kalau Abang tidur, roh Abang akan berjalan-jalan ke antah-berantah. Dan kalau sampai roh Abang tersesat, Abang nggak akan bisa kembali ke tubuh Abang. Sekarang, Bintang tidur ya!"
"Enggak! Bintang mau menemani Abang."
"Yakin? Besok ngantuk lho di kelas."
"Nanti Bintang makan permen karet biar nggak ngantuk."
Alrescha tertawa sebelum beranjak dari tempat tidur, "Ya sudah kalau begitu. Abang salat dulu ya. Abang takut kalau nanti nggak bisa salat lagi."
Alrescha mencium bibir Bintang sebelum beranjak ke kamar mandi untuk mengambil wudu. Meninggalkan Bintang yang terpaku di atas tempat tidur. Tangan kanan Bintang terangkat. Menyentuh bibirnya yang sudah berulang kali dicium oleh Alrescha tanpa izin.
"Tiga kali," gumam Bintang, "Mama, maafkan Bintang. Bintang sayang sama Bang Alres."
Bintang terdiam. Memandang Alrescha yang sangat khusyuk menunaikan salat tahajud. Lagi, Bintang merasa rendah diri di hadapan Alrescha. Alrescha bukan hanya seorang lelaki yang sangat tampan. Namun ia memiliki segalanya yang diidamkan banyak wanita di luar sana. Pintar, rajin, mapan, memiliki agama yang bagus, pun dengan bonus kaya raya. Bintang saja terkadang masih malas untuk menjalankan salat. Berbeda jauh dengan Alrescha yang selalu menjaga kewajibannya sebagai muslim dengan taat.
"Mau ikut Abang atau tidur?" tanya Alrescha sambil mengulurkan tangannya kepada Bintang setelah selesai salat.
Bintang menerima uluran tangan Alrescha, "Ikut Abang."
"Ayo!"
°°°
Alrescha menggandeng Bintang untuk keluar dari kamar. Ia membawa Bintang ke kamar lain yang memiliki luas hampir sama seperti kamarnya. Membuat pandangan Bintang mengedar ke segala penjuru ruangan. Ia memerhatikan berbagai macam mainan modern di dalam ruangan itu. Langit-langit ruangan itu seperti sebuah galaksi di luar angkasa. Kelap-kelip bintang yang bersinar di atas sana tampak begitu indah. Seakan membentuk beberapa rasi bintang. Bintang terkesima hingga menghentikan langkahnya. Ia mendongakkan kepalanya seraya tersenyum menatap langit-langit ruang bermain Alrescha.
Senyum Alrescha tersungging. Memandang Bintang yang sedang mengagumi keindahan luar angkasa yang berada di langit-langit ruangan favoritnya. Alrescha sengaja mendesain ruangan itu untuk membuat dirinya nyaman saat tak ingin tidur. Desain itu dibuat sesuai dengan namanya, Alrescha. Nama Alrescha yang disandang, membuat dirinya selalu kagum dengan keindahan bintang di langit.
"Jangan mendongak terus! Leher kamu bisa sakit, Bi," tutur Alrescha yang sudah duduk di kursi kerja sambil menatap layar monitor komputer yang berukuran cukup besar, 28 inci.
Bintang menghampiri Alrescha yang sedang sibuk dengan komputernya. Mata Alrescha sangat fokus menatap layar monitor komputer. Sedang kedua tangannya tampak sangat lihai berada di atas keyboard. Membuat Bintang lagi-lagi terkesima dengan apa yang Alrescha lakukan.
"Sini duduk!" perintah Alrescha tanpa menoleh ke arah Bintang.
"Dimana?" tanya Bintang bingung.
Bintang mencari kursi di ruangan itu. Namun ia hanya menemukan sofa bed yang berada di ujung ruangan. Sofa bed yang ukurannya lebih besar dari pada sofa bed di kamar Alrescha.
"Sini!" Alrescha menarik tangan Bintang hingga duduk di pangkuannya. "Katanya mau menemani Abang main game."
Tubuh Bintang kaku saat sudah duduk di atas pangkuan Alrescha. Ia menghela dan mengembuskan napasnya berulang kali. Mencoba meredakan degup jantungnya yang berdetak dengan sangat liar di dalam sana. Matanya mencoba memerhatikan apa saja yang bergerak di layar monitor komputer.
"Mau main game?" tanya Alrescha memecah keheningan.
Bintang menoleh, menatap wajah Alrescha yang masih sangat serius memainkan game, "Nggak bisa main game."
"Abang ajarin nanti," ucap Alrescha seraya menyetop permainannya.
Tangan kanan Alrescha membuka laci meja. Lalu mengambil dua buah stick game PC wireless. Kemudian menyambungkannya ke PC komputer. Bintang menerima stick game yang diberikan oleh Alrescha. Layar monitor komputer sudah berganti menjadi permainan mobil balap. Di sana beberapa mobil keren muncul saat Alrescha memilih mobil yang akan digunakan. Setelah selesai, ia mengajari Bintang cara memakai stick game.
"Bintang mau mobil yang mana?" tanya Alrescha saat mengajari Bintang untuk menggunakan stick game.
"Yang merah," sahut Bintang.
"Ini?"
"Bukan. Yang tadi. Yang warnanya merah semua. Itu!"
Alrescha mengunci mobil pilihan Bintang. Kemudian ia kembali mengajari Bintang tentang fungsi tombol-tombol yang ada di stick game. Setelah dirasa Bintang paham, keduanya mulai bermain. Mereka saling bersaing untuk memenangkan permainan. Meski mobil Bintang selalu saja menabrak mobil Alrescha atau menubruk apa pun yang dilewatinya. Membuat Alrescha tertawa saat melihatnya.
"Yah, kalah!" seru Bintang saat permainannya game over.
Alrescha mengusap kepala Bintang, "Kalah dalam game itu biasa. Yang luar biasa itu, saat Bintang sudah memenangkan hati Abang."
Bintang menatap lekat Alrescha yang sedang memangkunya, "Tadi, Abang kenapa? Abang bilang, Abang takut kalau tidur malam? Memangnya ada apa? Kenapa Abang nggak boleh tidur di jam satu malam sampai jam empat pagi?"
Alrescha tersenyum. Lalu mengambil sebotol air mineral kecil yang tertata rapi di kotak kayu berbentuk balok, di atas meja kerjanya. Ia meminum air mineral itu sebelum menawarkannya kepada Bintang. Bintang menerima, dan langsung meminumnya hingga hampir habis. Membuat seulas senyum Alrescha tersungging bahagia. Kedua tangan Alrescha memeluk Bintang seraya menyandarkan kepala di kursi kerja. Matanya menatap intens Bintang yang juga sedang menatapnya.
"Abang itu anak indigo. Pernah dengar soal anak indigo?" tanya Alrescha yang dibalas anggukan kepala oleh Bintang.
"Dari kecil, Abang sudah bisa melihat apa yang orang lain nggak bisa lihat. Melihat makhluk tak kasat mata dengan berbagai rupa. Dan saat Abang mulai remaja, SMP kalau nggak salah, Abang selalu mimpi buruk setiap tengah malam. Sekitar jam satu malam sampai jam empat pagi," cerita Alrescha sambil menatap wajah imut Bintang yang seperti anak kecil.
"Tapi sejak saat itu, Abang nggak bisa melihat mereka lagi dengan mata telanjang. Abang baru menyadari kalau apa yang terjadi kepada Abang itu bukanlah mimpi setelah beberapa bulan kemudian. Abang bisa melihat Kakung, Uti, Ayah dan Bia mencoba membangunkan Abang yang sedang menutup mata. Sedang Abang tidak bisa menyentuh mereka. Dan semua makhluk tak kasat mata itu berkumpul di kamar Abang. Memanggil-manggil Abang seakan ingin meminta pertolongan." Alrescha kembali bercerita.
"Sampai sekarang?" tanya Bintang yang tak sadar jika salah satu tangannya sudah berada di pundak Alrescha.
Alrescha mengangguk, "Iya. Sejak saat itu sampai sekarang, Abang selalu nggak berani untuk tidur sendiri. Abang takut, kalau roh Abang tidak bisa kembali lagi ke dalam tubuh Abang. Abang juga takut, karena ternyata di sekitar Abang selalu ada makhluk tak kasat mata yang tak dapat dilihat oleh siapa pun. Mereka seakan sedang memantau pergerakan Abang di mana pun."
"Roh?"
"Astral projection, keadaan dimana jiwa kita melakukan perjalanan ke tempat lain, dengan tanpa diiringi oleh raga kita," jelas Alrescha yang membuat bulu kuduk Bintang merinding, "saat astral projection terjadi, jiwa Abang atau roh Abang yang berkelana akan melakukannya dengan sadar, bahkan dapat melihat raga Abang sendiri yang sedang terbaring tidur."
"Rasanya seperti sensasi saat kita merasa terjatuh dalam mimpi, hingga terkejut dan bangun. Di saat itu pula, Abang bisa melihat mereka yang sudah mati jauh lebih jelas dari ujung rambut hingga ujung kaki. Ketakutan Abang cuma satu, di jam satu malam sampai empat pagi. Setiap Abang tertidur, roh Abang selalu keluar. Bukan karena roh Abang hanya keluar di jam tertentu, tetapi pada jam itu wujud mereka yang paling menyeramkan akan selalu hadir." Alrescha kembali menjelaskan kemampuan supranaturalnya.
"Setiap Abang tidur? Pagi, siang, malam?" tanya Bintang.
Alrescha mengangguk, "Makanya, Abang jarang tidur. Kalau harus tidur, Abang minta seseorang untuk membangunkan Abang nanti. Menyadarkan Abang agar roh Abang yang keluar itu masuk kembali ke tubuh Abang."
"Nggak bisa dihilangkan?"
"Kemampuan ini sepertinya diturunkan dari keluarga Abang. Kalau sudah bawaan sejak lahir, kemungkinan tidak bisa dihilangkan. Abang sudah mencoba untuk mengatasinya. Dengan mempelajari lucid dreams selama 3 hari. Hal itu berhasil dan bisa mengontrol penuh, tapi ternyata hanya sesaat. Karena tidak lama kemudian Abang sadar bahwa itu semua bukan mimpi."
Lucid dreams adalah keadaan di mana seseorang menyadari dirinya sedang bermimpi dan ia bisa mengendalikan apa yang terjadi dalam mimpinya. Hal itulah yang terkadang dilakukan Alrescha untuk mengendalikan dirinya saat astral projection berlangsung.
Bintang berkedip. Ia tak tahu lagi harus berkata apa. Ia mulai ketakutan akan apa yang diceritakan oleh Alrescha. Percaya atau tidak, tapi Bintang melihatnya dengan keadaan sadar saat Alrescha tertidur tadi. Seperti mayat yang terbujur kaku di hadapannya.
"Masih mau menjadi istri Abang? Ada kemungkinan kalau kita punya anak, mereka akan menuruni indera keenam Abang. Apa Bintang siap?" tegas Alrescha memastikan kesungguhan Bintang.
Bintang mengangguk mantap, "Kasih Bintang waktu ya, Bang. Bintang nggak mau buat Mama kaget dan kecewa. Nanti Bintang pasti memperkenalkan Abang sama Mama. Abang mau menunggu kan?"
"Pasti. Abang akan selalu menunggu sampai Bintang siap," sahut Alrescha mantap.
Bintang tersenyum sebelum akhirnya senyum itu memudar dengan tubuh yang menegang karena terkejut akan ciuman bibir Alrescha. Alrescha mencium bibir Bintang dengan lembut. Memberikan sensasi yang tak bisa dijabarkan oleh Bintang dengan kata-kata apa pun. Hingga Bintang merasa tenang, dan larut untuk membalas ciuman Alrescha.
Alrescha menghentikan ciuman kala tubuhnya menuntut lebih kepada Bintang. Ia menatap Bintang dengan penuh penyesalan. Lalu mendekap erat Bintang.
"Terima kasih, Bi." Alrescha mengucapkan terima kasih atas kesediaan Bintang yang mau menjadi teman hidupnya untuk selama-lamanya. "Terima kasih, Bintang-nya Alrescha."
Tbc.
23March.18
Based on;
https://www.kaskus.co.id/thread/55258571138b46fd348b458b/mau-belajar-astral-projection-pikir-2x
http://behind-youreyes.blogspot.co.id/2013/06/astral-projection-pengertian-dan.html?m=1
https://www.kaskus.co.id/thread/54392805c1cb17aa3c8b456c/mengenal-astral-projection-yg-pernah-ngalamin-masuk
https://en.m.wikipedia.org/wiki/Astral_projection
Youtube
.
.
.
Bagaimana? Masih horor?
Sudah tahukan kenapa Alrescha nggak berani tidur sendirian?
Anyway, apa yang aku tulis ini hanyalah cerita fiksi. Benar atau tidaknya tentang kondisi yang Alrescha jelaskan, semua tertulis di laman mbah google tercinta. Saya hanya mencoba menceritakan kembali dengan gaya saya dan menambahkan drama di situ.
Dan ternyata menurut informasi yang saya baca, astral projection dapat dilakukan oleh siapa saja. Astral Projection merupakan sebuah ilmu, dan bila ini sebuah ilmu maka pasti dapat di pelajari. But don't try this at home!!! Bahaya!!! 🖐
Terima kasih buat kalian yang sudah membaca cerita aneh ini. Terima kasih buat kalian yang menampakkan diri dan muncul seperti hantu. Thank you. 🤗
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top