Part. 4
Terdengar suara lengkingan beberapa orang berteriak, mesin motor sport yang terdengar jelas. Beberapa gadis berpakaian minim pun ada di sini. Setelah memarkir motor matic-nya dekat dengan area balapan, buru-buru Rinzy berlari kecil menuju kerumunan orang.
Dengan berpakaian serba gelap, jaket hoodie dongker, topi baseball hitam, jeans hitam tidak lupa masker.
Sedikit menjengket gadis itu mencari sosok laki-laki yang membuatnya dongkol hari ini.
"Bocil, lo di mana, sih?" gumamnya.
Setelah beberapa saat menoleh kiri kanan mencari sekeliling. Akhirnya ia menemukan laki-laki itu.
Rinzy pun memutuskan untuk berpindah ke seberang sana, dekat dengan Alren yang terlihat akan mulai beraksi.
Seraya menurunkan sedikit topinya, gadis itu memerhatikan Alren yang tengah bersiap balapan.
Namun, tidak sengaja kedua bola mata mereka bertemu. Cepat-cepat Rinzy mengalihkan pandangannya dan berpura-pura mengambil ponselnya.
Dari balik helm laki-laki itu tersenyum tipis. "Matanya mirip."
Terdengar seseorang perempuan berpakaian minim, berteriak untuk mulai balapan. Tepat saat bendera di turunkan kedua motor itu melaju dengan sangat cepat. Bahkan terlampau cepat.
Entah, berapa jauh jarak satu putaran. Jika dipikir-pikir tidak ada seru-serunya sama sekali. Mungkin bagi, ini menyenangkan tapi tidak untuknya.
Ya, setidaknya ia tidak pergi ke tempat berbau alkohol. Sepertinya laki-laki masih cukup baik menurutnya.
Sekitar lima belas menit berlalu Rinzy masih berdiri di belakang kerumunan orang di pinggir jalan raya itu.
"Mereka muter sampe mana, sih?" gumam Rinzy.
Seraya menoleh ke arah lainya, menunggu kedatangan laki-laki itu. Tiba-tiba panggilan telepon masuk.
"Iya, halo Bi."
"Gimana?"
Tepat saat itu terdengar dua motor melaju dengan sangat kencang menuju garis awal tadi.
"Maaf Bi, tadi aku nggak bisa halangin dia. Tapi, dia aman."
"Iya, nggak apa-apa, Ris. Nanti Bibi sampein."
"Iya Bi, aku kabari lagi."
"Hati-hati, udah tengah malam."
Rinzy terkekeh kecil. "Nggak apa-apa, Bi. Udah pagi juga."
"Hati-hati pulangnya, Ris,"
"Oke, Bi."
Gadis itu memasukkan ponselnya dalam saku hoddie dan menuju geng Alrzy yang terlihat tengah berbincang-bincang.
Gadis itu berdiri cukup jauh dari mereka, sesekali menoleh pada Alren.
Satu jam berlalu, sekarang Rinzy terduduk di atas motor matic-nya. Sudah lima kali Alren balapan dan ia selalu menang.
"Luar biasa sekali bocil. Kenapa dia nggak jadi pembalap aja? Daripada balap liar nggak jelas gini."
Melihat gerombolan Alren sudah mulai bubar. Gadis itu pun memakai helm lalu menyalakan mesin motor.
Dari jarak yang cukup jauh Rinzy mengikuti mereka.
"Mana mereka pake motor gitu semua. Lah gue? Hadeh, semoga aja nggak pada kaya setan bawa motornya."
Setelah perjalanan cukup jauh dan mereka mulai pisah di pertigaan menuju perumahan yang cukup elit. Rinzy masih fokus mengikuti motor sport berwarna hitam dengan sedikit abu-abu itu.
Tanpa disadari gadis itu mulai memasuki perkampungan dengan pencahayaan yang cukup suram. Makin lama jalan semakin kecil hingga hanya cukup dua motor saja. Satu rumah dengan rumah yang lain berjarak cukup jauh.
Tiba-tiba ia terhenti saat mendengar suara kereta api yang semakin dekat.
"Astaga, hampir mati gue," ujar Rinzy terkejut tepat saat kereta api lewat depannya dengan sangat kencang. Ia menoleh ke kanan ada saluran air yang cukup besar.
"Jangan-jangan gue salah ngikutin motor?" tutunya pada diri sendiri seraya memutar balikan motor.
Mendadak sebuah motor besar menutup jalannya dengan cahaya lampu yang membuatnya silau.
"Siapa lo?" tanya laki-laki itu seraya menaikan kaca helm. "Ngapain ikutin gue, hah?"
"Matiin dulu kek, motornya," jawab Rinzy masih memakai helm. "Cepetan."
Alren pun mematikan mesin motor dan hanya motornya yang masih nyala dengan sinar yang redup.
"Lo cewek pulpen?"
"Cewek apa? Gue Rinzy temen sekelas lo. Kenapa berhenti depan gue?"
"Ngapain ngikutin gue?"
"Nggak usah kepedean. Gue mau ke rumah bibi gue di daerah sini. Tapi kayanya gue nyasar."
"Ke rumah orang jam tiga pagi?"
"Kenapa emangnya? Mau tengah malam kek atau pagi buta juga terserah gue."
"Lo kalo boong liat-liat. Gue nggak percaya."
"Gue nggak suruh lo percaya yang penting gue udah kasi tau."
"Lo juga ke tempat balapan tadi kan?"
"Emang gue keliatan cewek yang suka tempat nggak jelas begitu?"
"Ngomong yang jujur!"
Rinzy mulai dongkol dengan Alrena yang membentaknya. "Bukan! Minggir lo!"
Gadis itu lantas menaikan gas dan melaju pergi.
Alren hanya menatap ke arah motor matic yang mulai menjauh. "Gue dibentak? Dasar cewek gila!"
***
Seraya melangkah malas gadis berkuncir itu menuju kelas di lantai dua. Kantung matanya besar, bahkan ia tidak ingat sudah memasukkan bukan. Atau ia hanya membawa tas kosong saja.
"Gara-gara ngikutin tuh bocil gue jadi nggak tidur gini. Untunglah dia balik ke rumah Dewa. Repot banget hidup," tutur Rinzy seraya merapikan ikatan rambutnya.
"Halo, Rinzy," sapa Dhea dengan senyuman lebar menoleh pada Rinzy.
"Eh, Dhea, lo berangkat pagi banget."
Gadis itu mengernyit, lalu beralih pada jam tangan. "Sekarang jam tujuh kurang sepuluh, Zy."
"Astaga, otak gue nggak jelas, nih." Rinzy terkekeh geli seraya menepuk pelan kepalanya.
"Lo nggak tidur? Apa karna hari ini ulangan? Jangan terlalu berlebihan belajarnya."
Rinzy tersenyum tipis. "Boro-boro, gue aja nggak inget."
"Iya, nih."
Terdengar beberapa motor datang dari belakang Rinzy dan Dhea. Beberapa siswi kegirangan melihat geng Alrzy datang hingga ada yang mengabadikan momen dengan memotret mereka.
Namun, tidak disangka tiba-tiba tepat saat motor pertama datang menuju lapangan. Kaca spion motor itu menabrak lengan Rinzy hingga ia hampir terjatuh.
"Astaga."
"Lo nggak apa-apa, Zy?" tanya Dhea seraya melihat lengan Rinzy. "Mau ke UKS?"
Rinzy mendengus kesal seraya menatap laki-laki itu yang tengah memarkirkan motornya. "Tuh, bocil bikin naik darah pagi-pagi."
"Jangan ke sana, Zy. Mending diobatin dulu." Dhea menahan tangan Rinzy.
"Nggak apa-apa, Dhe."
Gadis itu lantas menarik kedua lengan baju dan menghampiri laki-laki itu.
Alren membuka helmnya.
"Kenapa mendadak slomo gini? Dikira di drama kali," batinnya.
Gadis itu memukul motor Alren. Ia benar-benar kesal sekarang. Kenapa laki-laki itu selalu membuatnya kesal?
"Heh! Cewek pulpen ngapain, sih? Nggak jelas."
"Coba lo liat gue, masih keliatan nggak?"
"Lo pikir gue buta? Ya, masih lah!"
"Terus kenapa lo nabrak gue dengan spion lo itu? Kalo punya mata itu dipake bocil."
"Siapa suruh jalan di situ? Salahin orang terus."
"Hah? Lo nyalahin orang terus. Kenapa jadi gue, bocil?"
"Lo-"
Buru-buru gadis itu mengambil pulpen dari saku bajunya dan mengetuk dahi Alren cukup keras. Hingga laki-laki itu mengaduh kesakitan.
"Apa? Mau marah? Atau mau mukul gue?" balas Rinzy menantangnya. "Lo pikir kaya gitu keliatan keren? Nyatanya nggak sama sekali."
Setelah berkata demikian Rinzy menghampiri Dhea dan mengajaknya beranjak pergi dari sana.
"Anjing, mood gue ilang."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top