Part. 31

“Sweetie, kamu beneran nggak apa-apa? Riko bukan cowo yang—“

Cup.

Mendadak tubuh laki-laki itu membeku ketika sang kekasih mengecup sebelah pipinya. Seketika Alren tersenyum tipis memandangi wajah gadis itu dari samping. Kenapa juga Rinzy harus ikut membantu masalah Nessa? Sungguh ia takut kekasihnya terluka. Walaupun kafe itu hanya beberapa anak geng motor King.

“Kamu tunggu di sini. Sebenarnya aku nggak ada rencana apa-apa, sih. Tapi, ya mudah-mudahan otaknya bisa terketuk,” tutur Rinzy kemudian bangkit berdiri.

“Inget, kalo kamu kenapa-napa langsung telpon aku. Pokoknya harus kasi tau aku, kalo kamu--"

“Ssttt ... Iya, sayang. Tenang aja, pokoknya aman,” potong Rinzy. Kemudian ia menepuk pelan pundak Alren. “Tunggu di sini, sambil makan. Oke?”

Alren lantas mengangguk patuh. “Hati-hati.”

Gadis itu langsung melangkah naik tangga menuju lantai dua kafe itu di mana Riko berada. Rambut diikat cepol dengan pakaian kemeja kotak hitam putih, membalut kaos polos putih crop. Dipadukan dengan sneaker putih dan sling bag hitam kecil.

Jika dipikir-pikir sebenarnya hal yang dilakukan sekarang ini. Tidak ada hubungannya dengan pekerjaannya sekarang. Ia hanya harus fokus menjaga Alren dari gadis-gadis seperti Nessa. Karena laki-laki ini sudah dijodohkan. Terkadang rasanya sedikit sesak, tapi ia tidak pantas merasa hal itu.

Merasa ada seseorang datang, laki-laki itu menoleh dan memperhatikan Rinzy bingung.

“Lo? Ada urusan apa ke sini?” tanya Riko tidak suka. “Gue janjian sama calon tunangan gue, Nessa. Bukan lo, barang taruhan.”

Rinzy mendecak kesal dan mengalihkan pandangannya ke lain arah karena kesal dengan wajah sombong itu.

“Nanti calon tunangan lo dateng. Tapi, gue emang ada perlu sama lo, gue langsung duduk.”

“Gue udah suruh duduk?”

“Ya, lo pikir. Gue mesti izin? Gue mau ngomong penting. Lo harus denger dan pasang telinga lo baik-baik.”

“Ck, pembantu sekarang, nggak ada sopan santun.”

Sungguh dalam hatinya Rinzy sudah melempar caci maki pada laki-laki ini. Ternyata sifatnya tidak beda jauh dengan Alren, walaupun Alren lebih baik.

Namun, laki-laki benar-benar tidak ingin mendengar perkataan gadis itu. Karena kesal dengan sikap Riko. Rinzy melepas sling bag-nya, lalu membanting ke atas meja dengan keras. Hingga laki-laki itu terkejut.

Brak.

“Anjing!” teriak Riko terkejut seraya mengelus dada. “Lo mau apa?!”

“Gue manusia, bukan batu. Lo bisa liat ada orang di sini? Kenapa main hape?” balas Rinzy geram seraya melipat kedua tangannya depan dada.

“Suka-suka gue.”

Rinzy memejamkan mata sejenak, kemudian melanjutkan perkataannya. “Lepasin Nessa. Lo mau dia bahagia? Putusin dia. Lo terlalu bodoh buat dia.”

Mendadak Riko terkejut, beberapa detik kemudian ia tersenyum miring. “Maksud lo apa, pembantu? Apa hak lo suruh gue putus?”

Gadis itu mendecak kesal. Kemudian memajukan tubuhnya mendekati meja. “Kalo lo nggak bisa jagain Nessa saat pacaran begini. Apalagi kalo udah tunangan atau nikah nanti? Bisa-bisa dia mati, lo nggak tau. Lo belum selesai sama mantan itu, ngapain sok pacaran lagi?”

Riko menelan saliva, ia benar-benar terkejut dengan lontaran kata-kata Rinzy itu. Dia sudah tahu, maksud dari gadis itu.

“Bayangin lo ada di posisi Nessa waktu itu. Dia hampir diperkosa dan lo ke mana? Sama mantan lo makan di kafe? Terus lo malah bilang, kalo lo yang selamatin dia waktu itu? Wah, luar biasa lo.”

Laki-laki itu masih terdiam merapatkan mulutnya. Ia tidak berniat untuk mengatakan sepatah kata pun. Semua yang dikatakan Rinzy benar adanya.

“Lo tau, gara-gara masalah ini. Nessa  minta bantuan Alren buat nikahin dia. Sialan nggak, tuh? Itu semua gara-gara kebodohan lo, Riko. Walaupun gue nggak suka sama Nessa. Gue bakal  bantuin dia, karena gue juga cewe.”

Sungguh Rinzy saja kesal dengan laki-laki ini. Pantas saja Alren sering menghajarnya, lihat saja ekspresi Riko. Benar-benar tidak terpengaruh dengan perkataannya tadi. Hanya wajah menyebalkan dengan senyuman miring di sana.

“Capek gue, ngomong panjang lebar. Tapi, nih orang malah jadi batu.”

“Lo nggak perlu ikut campur masalah gue,” tutur Riko setelah beberapa saat terdiam. “Mendingan lo cabut sekarang.”

“Lo pikir, gue mau lama-lama di sini?”

“Cabut!”

“Sabar.” Rinzy buru-buru memakai kembali sling bag-nya. Kemudian bangkit berdiri. “Bentar, punggung lo masih sakit?”

Riko menautkan kedua alisnya.

“Yang waktu itu, sori gue nggak sengaja," lanjut Rinzy.

“Menurut lo sakit nggak dihantam helm sekeras itu?”

“Sori. Gue udah bilang sori, karna gue nggak ada duit sekarang. Lo mau apa sebagai permintaan maaf gue. Cepet, gue nggak bisa lama.”

Lantas Riko bangkit berdiri seraya tersenyum tipis. “Nomor lo?” Kemudian laki-laki itu meraih sebelah tangan Rinzy. “Bisa, kan?”

Seketika Rinzy terkejut dengan sikap Riko. Tiba-tiba ia meminta kontaknya dan juga memegang tangannya begini. Tidak mungkin, laki-laki ini tertarik padanya bukan.

***

“Gimana kabar kamu, sayang? Aku dengar dari Lusi, kamu bantu-bantu catering gitu, ya? Inget, tetep jaga kesehatan,” ujar Raka sebelum menyuap kentang goreng.

Rinzy melirik sekilas pada Raka. “Thank you, Ka. Tenang aja, aku pasti jaga kesehatan, kok. Itu tuh, kamu sibuk banget. Sampai kabarin aku aja lama.”

Raka memegang sebelah tangan Rinzy dengan hangat. “Maaf sayang, belakangan ini banyak proker departemen. Jadinya agak sibuk.”

Gadis itu menggeleng kecil. “Nggak apa-apa, kamu nggak usah minta maaf. Sampai kapan kamu di sini?”

“Hm, sampai kita balik bareng ke Jakarta gimana?”

Seketika Rinzy terdiam. Ia takut, jika tiba-tiba suatu saat nanti dirinya dan Alren bertemu dengan Raka. Sungguh itu akan menimbulkan masalah besar. Gadis itu meneguk minumannya, sebelum membalas perkataan kekasihnya.

“Biar nanti kita bareng, sayang. Nggak mungkin kamu tinggal di sini, kan?” tanya Raka lagi.

“Nggak, kok. Aku bakal balik ke kostan, tapi mungkin agak lama. Jadi, kamu bisa balik ke Jakarta duluan, Ka. Ada sedikit urusan di sini,” kilah Rinzy.

“Urusan apa? Kamu butuh bantuan nggak? Aku usahain bisa bantu.”

“Hm, ada sedikit problem keluarga aja, kok. Nggak apa-apa, Ka.”

“Kalo butuh sesuatu langsung hubungi aku.”

“Siap, Pak Kabem,” balas Rinzy disambung tawaan geli sama pun dengan Raka.

Pasangan itu tengah tertawa dan terlihat sangat bahagia. Tanpa sadar seorang laki-laki melihat pemandangan itu hanya tersenyum miring. Benar-benar di luar dugaannya selama ini. Apakah gadis itu tidak merasa bersalah dengan apa yang dilakukan. Sungguh tidak tahu diri.

***

Pagi hari sekali Rinzy tidak tampak Alren sama sekali. Laki-laki itu sudah berangkat sekolah duluan, jadi ia hanya sarapan bersama Bibi. Padahal laki-laki itu tidak bisa melewatkan sarapan. Bahkan setelah meninggalkannya di kafe kemarin, Alren belum mengatakan maaf atau apapun padanya.

Terpaksa Rinzy berjalan kaki hingga depan perumahan dan menaiki angkutan kota menuju sekolah. Itu karena kuota Internetnya sudah habis. Ia tidak enak, jika haru meminta pada Mami.

Mata pelajaran pertama dan kedua, Alren tidak muncul sama sekali. Hanya ada anggota geng motornya saja. Ia sudah mencari laki-laki ke mana-mana, tapi tidak muncul juga. Rinzy juga sudah bertanya pada teman-temannya Alren, mereka tidak tahu di mana keberadaan laki-laki itu. Bahkan ponselnya juga mati tidak bisa dihubungi sama sekali.

“Recil, lo di mana, sih? Kalo Mami marah gue yang kena.” Rinzy masih berlari kecil seraya mencari kebenaran Alren.

Gadis itu terus mencari dibantu Dhea. Akhirnya tersisa satu tempat, rooftop. Itu tempat yang paling jarang dipijak murid sekolah ini. Dengan napas naik turun, Rinzy berusaha menaiki anak tangga itu. Sungguh ini sangat melelahkan, tapi jika Alren tidak ada di sini. Setidaknya ia bisa menikmati hembusan angin di sana.

“Akhirnya sampe juga. Recil lo di mana—“ mulut kecil Rinzy mendadak terdiam. Tubuhnya membeku, gadis itu membekap mulutnya yang ternganga lebar dengan telapak tangannya. “Recil, k-kamu ....”









Terima kasih udah baca cerita ini ya. Jangan lupa tinggalkan jejak dengan vote atau komen (人 •͈ᴗ•͈)

Nantikan part berikutnya ya (。•̀ᴗ-)✧




(◍•ᴗ•◍)
Ria sheria
28/12/21

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top