Part. 30
“Sweetie, sampe kapan kamu natap aku gini? Bikin takut aja, kenapa sayang? Ini udah sepuluh menit,” tutur Alren sejak beberapa menit kekasihnya itu terus saja diam.
Gadis itu tidak mengatakan apapun sejak tadi. Entah, rasanya Rinzy terlihat menyeramkan sekaligus menggemaskan. Rasanya ingin mencubit pipinya dan menciumi dengan gemas.
Alren yang terduduk di sofa panjang lantas menarik tangan Rinzy yang terduduk di sofa kecil. Menyuruh gadis itu duduk di sebelahnya. Tanpa penolakan gadis berkuncir itu mengikutinya.
“Sweetie, kamu udah makan siang?”
“Diam,” balas Rinzy seraya melirik tajam Alren dengan bibirnya yang sedikit melengkung ke bawah.
Alren yang mendengar itu langsung menutup mulutnya rapat-rapat dengan telapak tangan.
“Jawab jujur. Ketauan boong, aku kebalikin, nih meja. Sekalian aku berantakin ruangan ini,” ancam Rinzy.
“Oke, kenapa sayang?”
Gadis itu mendorong meja di depannya. Kemudian terduduk di atas meja seraya melipat kedua tangannya depan dada.
“Kamu diapain Nessa? Hitungan ketiga harus jawab. Satu ... Dua ....”
“Dia nggak ngapa-ngapain,” sahut Alren cepat seraya memegang kedua bahu Rinzy. Namun, gadis itu menyingkirkan itu. “Aku nggak boong, sayangnya aku. Beneran, kok.”
“Terus, kenapa bajunya gitu? Kancingnya juga kebuka. Segala bahas nikah, kamu mau diajak nikah karna alasan nggak masuk akal gitu, hah?!”
Alren hanya tersenyum tipis, tidak niat membalas omelan gadisnya itu. Ia lantas mengusap lembut rambut ke arah belakang dan membuka ikatan kunciran Rinzy. Hingga rambut gadis itu terurai.
“Kamu percaya sama Nessa? Dia sengaja buat kamu cemburu. Lagian kamu nggak denger, aku tolak permintaan Nessa tadi. Mana mungkin aku nikah sama dia. Aku cuma sayang sama kamu apapun yang terjadi.” Alren menarik tangan Rinzy ke arah dadanya tepat di detak jantungnya, membuat gadis itu terbelalak. “Bahkan sampe detak ini udah berenti, aku akan terus sayang sama kamu.”
Kemudian Alren menggenggam tangan Rinzy. “Rasanya aku takut mati. Kalo nanti aku mati, aku takut nggak bisa jaga kamu.”
“Berenti ngomong gitu!” potong Rinzy dengan nada yang sedikit tinggi. “Aku nggak suka, kamu ngomong gitu.”
Alren tersentak kekasihnya itu mendadak meninggikan nada suaranya. Beberapa detik kemudian netra gadis itu mulai berkaca-kaca.
“Kamu pikir ditinggal itu enak? Rasanya sakit banget, Recil. Sampe mati rasa.” Rinzy menghempas tangan Alren, kemudian menyeka air matanya yang mulai mengalir di pipinya.
Sungguh, ia sangat tidak menyukai seseorang yang dekat dengannya membicarakan kematian. Cukup sudah ia kehilangan Ibunya. Ia mengingat jelas sebelum Ibunya meninggal, wanita paruh baya itu sempat mengatakan hal yang sama seperti yang Alren katakan.
Alren menarik pelan tangan Rinzy dan kembali terduduk di sebelahnya. Laki-laki memeluk gadis itu, mengusap lembut belakang rambutnya.
“Maaf, aku salah. Aku nggak akan ngomong gitu lagi. Maaf gara-gara aku, kamu nangis lagi.”
“Aku juga jadi marah sama kamu. Maaf, ya, sayang.”
“Kayanya baju aku banjir," ujar Alren setelah sejenak terdiam.
Rinzy lantas menjauhkan tubuhnya, melihat baju Alren sudah basah karena air matanya juga cairan dari hidungnya itu. Astaga, ini sungguh memalukan.
“Astaga, bocil. Kenapa kamu nggak bilang kalo basah? Untung aku bawa baju seragam putih kamu.”
Alren terkekeh geli. “Aku nggak mau merusak suasana kita, Sweetie. Tapi, sejak kapan, kamu baju seragam putih aku?”
Gadis itu menyeka air matanya dengan tisu yang dibawa. “Sejak pertama kita tinggal bareng. Persiapan kalo nanti sobek atau kotor. Kamu kan bocil suka berantem.”
“Sebocah itu kamu anggap aku ya? Padahal aku udah 18 tahun, lho. Kamu sama aku juga tuaan aku, tapi kamu liat aku kaya bocah lima tahun. Jahat.”
Rinzy tertawa geli dengan mata yang masih sedikit merah. “Iya, sori, Recil. Cepet buka bajunya.”
“Kamu mau ngapain? Jangan aneh-aneh, ya. Aku belum siap.”
Rinzy mengetuk dahi Alren cukup keras. Hingga membuat laki-laki itu mengaduh kesakitan.
“Pikirannya kotor aja, mau ganti baju lah. Kamu pake kaos polos lagi kan? Nanti aku ke kelas ambi baju kamu.”
“Nggak usah, cuma dikit. Nanti juga kering.”
“Beneran?”
“Iya sayangnya Alrenzo.”
“Ya, udah. Aku mau ke kelas.”
Tiba-tiba Alren menarik tangan Rinzy hingga membuatnya terduduk di pangkuan lelaki itu.
“Temenin bentar,” ujar Alren seraya menatap netra gadis itu kemudian menyandarkan kepalanya di bahu Rinzy.
“N-ngapain? Jangan aneh-aneh.”
Alren melingkar tangannya pada pinggang Rinzy. “Cuma meluk aja, masih pengen peluk. Kamu udah nggak marah sama aku soal tadi kan?”
Rinzy menggeleng kecil. “Nggak, aku bukan bocil yang ngambekan.”
Laki-laki itu terkekeh kecil, kemudian mendadak terdiam sejenak. Ia menghela napas panjang. Alren jadi kepikiran tentang gadis yang dicarinya beberapa tahun lalu itu. Entah rasanya sedikit sia-sia, walaupun ia cukup puas sekarang. Ia sedikit ragu cerita pada Rinzy.
“Zyzy, kamu inget gadis yang aku cari itu? Ternyata dia udah nggak ada, katanya karna sakit empat tahun lalu.”
Rinzy sontak terkejut. Laki-laki itu sudah menghabiskan waktu cukup lama untuk mencari Zyzy. Tapi, ternyata ia sudah pergi sejak lama. Pasti rasanya sangat menyakitkan.
“Aku cari ke semua panti asuhan di Bekasi. Ternyata dia udah meninggal, aku telat. Kenapa aku telat banget?”
“Kamu dikasi tau pemakamannya nggak? Biar kita ke sana.” Alren melepaskan pelukannya sedikit menengadah.
“Pihak panti asuhannya nggak tau. Karna pas meninggal, dia langsung dibawa sama Ayahnya.”
Rinzy menggenggam kedua tangan Alren seraya tersenyum manis. “Doain Zyzy yang banyak, biar di tenang. Aku yakin, dia pasti udah bahagia di sana. Kalo mau nangis juga nggak apa-apa, Recil. Aku ngerti perasaan kamu.”
“Makasih, sayang.”
***
“Bang, lo beneran cuma sebentar di sini? Masih dua Minggu lagi kan, baliknya nanti aja,” ujar Dewa kembali melanjutkan makan lauk yang di bawa Raka.
Raka mengacak rambut Dewa hingga membuat adiknya kesal. “Kangen kan lo sama gue?”
“Bang, kalo sakit mendingan minum obat sana," balas Dewa membuat Abangnya terkekeh geli.
“Susah punya ade kulkas.” Setelah Raka makan ia langsung merapikan piring-piring dan menuju tempat cuci piring. “Lama banget lo makan, gue tinggal. Lo cuci sendiri.”
Sepertinya Dewa akan menarik perkataannya yang tadi. Bisa gila dia, jika Raka kembali ke rumah seperti ini. Lihat saja sekarang, kakaknya itu kalau makan sangat cepat. Bahkan mungkin saat baru tiga suap pertama, ia sudah selesai. Dewa yang malas mencuci piring, pasti terpaksa makan buru-buru karena kakaknya itu. Sangat menyebalkan.
“Sabar kali, Bang. Bisa keselek gue.”
“Lo yang makannya lemot, Dewi. Mana sini, cepet. Gue cuciin,” ujar Raka sembari menggosok piring dengan spons. Dewa langsung memberikan piring miliknya.
“Bang, gue mau tanya--"
“Pendaftarannya belum dibuka, Dewi. Lo kebelet amat masuk kampus gue.”
“Bacot, gue bukan mau tanya itu.”
Raka menoleh sekilas. “Terus nanya apaan?”
“Nama pacar Bang Raka siapa? Dia beneran udah kuliah, Bang?”
“Tumben banget lo tanyain cewek gue. Lo ketemu dia? Soalnya dia emang lagi di Bekasi, niatnya gue mau ajak ketemuan.”
“Nggak, Bang. Gue kan nggak pernah ketemu mana tau pacar lo gimana.”
“Oh, iya, waktu itu gue ajak dia ke sini. Lo lagi nggak ada di rumah. Sayang banget lo nggak ada, dia bawa cupcake coklat kesukaan lo.”
“Namanya Rinzy bukan, Bang?”
“Mirip nama depannya, tapi beda. Cewek gue, nama panggilannya Risha. Udah kuliah juga, beda jurusan sama gue.”
“Beneran udah kuliah kan, Bang?”
“Lo pikir, gue mau sama bocah SMA?” balas Raka terkekeh. Kemudian setelah selesai mencuci piring, ia langsung meletakkan dengan rapi pada tempatnya tepat di sebelah. “Tapi cewek gue emang keliatan muda sama kaya gue."
Dewa hanya menatap datar sang Abang. Memang menyebalkan kakaknya itu. Sejujurnya ia sedikit curiga pada Rinzy. Pasalnya suara gadis itu dengan Risha pacar Abangnya sangat mirip. Tapi, mungkin bisa saja ada dua gadis berbeda dengan suara yang hampir sama, pikir Dewa.
“Nanti kita jalan bareng aja gimana? Gue ajak sama cewe gue juga. Kita makan sama nonton."
“Gue nggak mau jadi nyamuk.”
Hayiii ...
Terima kasih udah baca cerita ini ya. Jangan lupa tinggalkan jejak dengan vote atau komen, terima kasi lagiii (人 •͈ᴗ•͈)
Nantikan part berikutnya ya (。•̀ᴗ-)✧
(◍•ᴗ•◍)
Ria sheria
14/12/21
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top