Part. 28
“Udah pacaran masih aja diliatin nggak ada yang mau ngambil juga,” ujar Dhea tiba-tiba, kemudian terduduk di sebelah Rinzy. “Dari tadi catet nggak selesai-selesai, Zy?”
Dari tadi Rinzy hanya diam, sesekali ia meletakkan kepalanya di atas meja. Sembari menoleh pada Alren. Entah rasanya ia senang saja, melihat bocah itu terdiam begitu. Terlihat lebih tampan.
“Males, capek banget," balas Rinzy.
Sepertinya karena Rinzy baru pertama kali pacaran atau dia mulai menjadi budak cinta seperti ini. Yang Dhea yang tahu, teman itu baru pertama kali pacaran. Sejak tadi, gadis itu terus saja memperhatikan Alren yang tengah mencatat materi di papan tulis.
Sesekali laki-laki menoleh tersenyum tipis. Temannya itu langsung kikuk dan membelakangi Alren.
“Makanya, jangan diliatin terus? Giliran dia nengok lo salting sendiri." Dhea tertawa geli.
“G-gue salting? Ya, kali, Dhe. Bukan salting tapi kaget.”
Dhea menatap datar temannya itu. “Sama aja, Zy. Mohon maaf, nih lo harus hargai gue yang jomblo ini.”
Rinzy terkekeh geli, seraya mengangkat kepalanya. “Nggak, ah. Risiko lo jomblo, Dhe.”
“Jahat banget temen gue ini.”
Rinzy langsung merangkul Dhea. “Nggak lah, gue nggak jahat kali. Lagian pacaran itu banyak risikonya. Lo tau apa, Dhe?”
“Apa, Zy?”
“Sakit hati, sebelum memulai hubungan lo harus tau risiko apa yang bakal lo dapat. Jangan pernah lo salahin keadaan, kalo semisal lo tiba-tiba diselingkuhi atau cowok lo suka main tangan, karena itu pilihan lo. Sebelum memulai hubungan, lo dikasi waktu buat pdkt kan? Nah, saat itulah lo cari tau siapa cowok lo.”
Alren yang samar-samar mendengar perkataan gadisnya itu hanya tersenyum tipis. Masih fokus mencatat.
“Lo keliatan banyak pengalaman ya. Padahal lo baru pacaran sama, tuh cowok,” balas Dhea seraya menunjuk Alren.
“Belajar dari pengalaman orang aja. Pokoknya saat lo mau niat pacaran, sebisa mungkin jangan terlalu cinta sama dia.”
“Eh, gimana maksudnya, Zy?”
“Gini-gini, lo tau kan yang berlebihan itu nggak baik. Nah, sama pun dengan hubungan. Kalo misalnya saking sayangnya, apa-apa lo harus sama cowok lo terus. Kasian cowok lo dong, nggak ada waktu sama keluarga atau temannya. Kalo apa-apa harus sama lo. Itu contoh gampangnya,” jelas Rinzy.
“Bener juga, Zy. Tapi, gue nggak ada niatan mau pacaran. Gue mau fokus UN aja.”
“Bagus, jangan kaya Recil gue. Balapan aja. Dapat duit kaga, dapat luka iya. Cape kasi taunya,” balas Rinzy dengan membesarkan volume suaranya, sembari melirik sekilas pada Alren.
Ervin dan Givon yang terduduk di belakang. Langsung tertawa terbahak-bahak dengan ucapan Ibu ketua geng motor itu.
“Cuma Rinzy doang yang berani,” sahut Ervin. “Banyak sabar ya, Pak Ketu.”
Lanjut Givon, “tobat Bos, udah mau UN juga.”
Dewa yang melirik sekilas pada Alren. “Kepala Batu gitu. Tunggu ceweknya yang turun tangan, baru takut.”
Alren yang baru saja selesai mencatat hanya berpura-pura terkekeh. “Anjir, gue mau ngomong kasar. Tapi, ada cewek gue di sana. Sabar, sabar.”
“Bos, kalo mau marah jangan ditahan,” balas Givon seraya menahan tawa.
“Lo lupa ada, tuh,” sahut Ervin seraya menunjuk gadis berkuncir kuda itu.
Sesekali Dewa melirik sekilas pada Rinzy yang tengah tersenyum manis di sana itu. Entah ada perasaan aneh saat melihat Rinzy. Sepertinya ia pernah bertemu dengannya. Tapi, entahlah ia juga kurang yakin. Suara mereka berdua sangat mirip.
Tiba-tiba ponsel Dewa berdering sekilas. Menandakan pesan masuk.
Bang Raka
“Dew, gue balik ke rumah malam ini?”
“Ya, bawa apaan aja lo, Bang?”
“Bawa diri doang wkwkwk.”
“Gue usir lo, Bang.”
“Ya, terus gue bawa apa anjir?”
“Nitip lauk Bang, Bunda sama Ayah pergi.”
“Siap.”
“Thanks Bang.”
Tepat saat akan mematikan ponselnya. Sorot matanya terhenti melihat foto profil WhatsApp milik kakaknya.
"Ini mirip ...."
*
**
Sembari menunggu mata pelajaran berikutnya. Rinzy dan Dhea beranjak ke toilet, sejujurnya mereka menuju kantin terlebih dahulu. Entah, rasanya ia butuh makanan manis. Biasanya kalau mau menaiki mood, gadis itu akan membeli es krim atau coklat.
Ia sering dibuat kesal karena perilaku Alren. Ya, walaupun sudah tidak terlalu sering, semenjak mereka berpacaran.
Laki-laki itu juga sudah mulai patuh dengan perkataannya. Buktinya hari ini Rinzy belum menemukan Alren tengah merokok.
Rinzy tahu laki-laki itu pasti sangat berusaha untuk menghilangkan kebiasaan merokok itu. Bahkan kemarin Rinzy membelikan permen karet satu kotak di minimarket.Tapi, laki-laki itu menolak karena rasanya tidak enak.
Sengaja Rinzy membeli yang tidak merasa manis. Ya, karena kasihan hari ini dia akan membelikan permen lollipop yang manis.
“Betewe, ini gurunya emang males ngajar apa emang beneran ada acara, sih, Dhe? Capek nyatet terus. Kalo dosen gue—maksudnya kalo pas SMP guru gue nggak ada yang kaya gini,” ujar Rinzy berdiri seraya memakan es krim. Ia menatap lapangan dari koridor lantai tiga dekat toilet perempuan.
“Dua-duanya, Zy. Btw, lo keren di sini jarang ada yang pacaran sekelas. Karna mau cewek mau cowok pada berlomba buat rangking. Tapi, ada pasangan romantis yang dua-duanya lima besar,” jawab Dhea lalu menyendok es krim.
“Nggak percaya gue, Dhe. Kalo ada yang nggak pacaran.”
“Di kelas ini doang, Zy. Kalo kelas lain baru bukan pintu kelas aja pada lagi pacaran.”
“Kasian kalo jomblo.”
“Iya, kaya nasib gue.”
Rinzy melirik sekilas, seraya terkekeh geli. “Jomblo itu bukan nasib, Dhe. Lo cuma belum dapet yang tepat atau belum dikasi sama yang di atas aja.”
“Kaya kamu jodoh aku ya?” sahut laki-laki yang tiba-tiba muncul di sebelah Rinzy.
Hingga membuat es krim cone milik Rinzy itu tidak sengaja terkena sebelah pipinya. Untunglah tidak jatuh bisa-bisa ia rugi karena harganya cukup mahal.
“Ya, ampun bocil. Ngagetin tau nggak? Untung ini es krim nggak jatuh—“
Mendadak omelan gadis itu terhenti. Alren mengusap lembut es krim di pipi Rinzy dengan jari jempolnya. Kemudian ia memakan es krim itu. “Cerewet banget, nih pacar aku.”
Dan lagi Rinzy kembali dilanda degup jantung yang sangat kencang. Bisa tidak sehari saja Alren tidak romantis begini? Ini sangat membuat hatinya goyah.
Dhea yang berdiri di sebelah Rinzy, hanya menatap pasangan itu seraya memakan es krimnya. “Bucin juga ternyata si Alren,” gumam Dhea.
“Thanks,” tutur Rinzy mengusap kembali bekas es krim tadi. “Ngapain ke sini? Masih nggak ada gurunya?”
“Kamu yang ngapain ke sini? Aku cariin, katanya ke toilet malah makan es krim di sini. “
“Males di kelas.” Tiba-tiba sorot matanya terhenti melihat ujung rokok di balik saku baju Alren. “Sini, kasi ke sini.”
“Kasi apa?” tanya Alren seraya menggaruk tengkuknya. “Aku cuma bawa hape, kamu mau liat?”
“Recil, jangan kaya anak kecil, deh,” balas Rinzy mengulurkan tangannya meminta rokok itu. “Inget perjanjian, kan?”
Alren menghela napas panjang. Dengan malas ia merogoh korek api dan tiga batang rokok. Kemudian memberikan pada Rinzy.
“Sweetie, aku enek sama permen karet itu. Rasanya mau muntah.”
Rinzy mengambil dua permen lollipop dari saku bajunya. “Ini,” ujarnya seraya memberikan pada kekasihnya itu. “Kamu suka manis kan, nih. Maaf ya, sayang.”
Alren mengembangkan senyumnya. Kenapa setiap harinya Rinzy membuatnya makin jatuh hati begini. Rasanya ia tidak mau jauh-jauh. Sepertinya jiwa bucinnya mulai muncul ke permukaan.
Tepat saat Alren akan memeluknya. Rinzy langsung menyilangkan tangan di depan dada. “Nggak boleh, inget ini di sekolah.”
Mendadak wajah Alren sangat kecewa. Melihat itu membuat Rinzy merasa gemas, lalu mengusap lembut rambut laki-laki itu.
“Mana, nih jiwa ketua geng motor yang garang?” goda Rinzy membuat Dhea ikut tertawa geli.
“Ada, tapi sekarang lagi mode bareng pacar,” balas Alren seraya terkekeh kecil.
Rinzy terkekeh geli mendengar perkataan Alren itu. Rasanya sangat bahagia, ia tidak pernah mendapatkan ini dari Raka. Laki-laki itu tipe yang dewasa dan sangat jaga image. Tidak mungkin Raka manja begitu. Tiba-tiba Rinzy teringat kekasihnya.
“Oh iya, aku mau ke lantai empat, mau ikut?” tanya Alren.
“Ngapain? Jangan aneh-aneh, Recil.”
“Kami pikirannya negatif aja.” Alren menyentil pelan dahi Rinzy. “Aku sama yang lain mau tidur di atas. Males di kelas, AC-nya mati sama mau makan juga, mau ikut?”
“Nggak, aku mau ke kelas aja. Nessa jangan diajak. Kalo dia maksa ikut juga, mesti tolak.”
“Iya, sayang.”
“Iya, udah sana. Jangan ngerokok makan permen aja.”
“Iya.”
“Oke, hati-hati.”
“Padahal aku cuma ke lantai atas, lho.”
“Ya, hati-hati aja.”
“Iya, sweetie.” Seraya mengacak rambut Rinzy gemas. Kemudian Alren beranjak pergi.
“Jadi, ini rasanya jadi nyamuk, Zy?” ujar Dhea tiba-tiba.
“Mungkin, Dhe.” Rinzy terkekeh.
Hayiii...
Apa kabar? Semoga baik-baik ya. Sebelumnya maaf karena telat up ಥ_ಥ seharusnya aku up itu seminggu sekali, karna Minggu kemarin aku nggak up. Jadi Minggu ini aku up dua kali yaaa.
Terima kasih banyak yg udah baca yaa (つ≧▽≦)つ
Tunggu kelanjutannya yaa (人 •͈ᴗ•͈)
(◍•ᴗ•◍)
Ria sheria
9/12/21
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top