Part. 25

Setelah setengah jam, mereka mencari kafe yang sesuai dengan keinginan Rinzy kekasihnya itu. Akhirnya, gadis itu memutuskan untuk pergi ke kafe, tempat tongkrongan geng Alrzy. Tidak berlangsung lama, setelah memarkir motor. Pasangan itu melesat masuk dan memilih salah satu meja dekat dengan jendela kaca yang cukup tinggi.

Sejujurnya selama perjalanan memilih kafe tadi. Rinzy sempat cemas karena takut bertemu dengan teman kampusnya yang tinggal di daerah ini. Jadilah, mereka berdua datang ke kafe ini karena letaknya di ujung kota Bekasi bagian Utara.

Kafe dengan unsur kayu sebagai interior desain cafe terlihat minimalis. Dengan lampu gantung berwarna kuning yang terlihat menggantung di tiap atas meja. Kemudian beberapa tanaman hias yang terletak di atas meja, memberikan kesan segar di dalam kafe.

Setelah terduduk di salah satu meja berbentuk segi panjang itu. Pelayan datang dengan pakai kaos berkerah warna hitam.

“Bos,” sapa laki-laki itu melempar senyuman dengan sedikit anggukan.

“Udah, balik lagi lo, Dra? Gimana kabar nyokap?” tanya Alren.

“Udah mulai sembuh, Bos. Thanks buat bantuannya waktu itu,” balasnya.

“Bagus kalo gitu. Betewe, kalo gitu lagi, lo kabarin gue,” ujar Alren tersenyum tipis. Kemudian menepuk pelan pundak laki-laki itu.

Thanks, Bos. Ini pacar bos yang kemarin ke sini?” celetuk laki-laki bernama Indra itu.

“Hai, gue Rinzy,” sapa Rinzy seraya mengulurkan sebelah tangannya. Langsung disambar oleh Indra.

“Jangan lama-lama, anjir. Bisa aja, lo ambil kesempatan. Inget dia Ibu bos lo, Dra,” ujar Alren seraya memisahkan jabatan tangan itu membuat Rinzy dan Indra tertawa.

“Iya, maaf ya, Ibu Bos.”

“Recil, apaan, sih?” sahut Rinzy memukul lengan Alren. “Jangan panggil Bu Bos, udah cukup tua gue ngurus, nih bocil. Kesannya gue jadi makin tua, tau nggak?”

Alren memajukan tubuhnya, lalu berbisik. “Sayang, jangan buka kartu. Aku keliatan bocah banget.”

Rinzy tertawa kecil menatap wajah Alren yang ketakutan. Laki-laki itu takut, jika image-nya yang akan turun. Karena kelakuan manjanya ketahuan. Bukannya mengikuti perkataan kekasihnya itu, Rinzy malah mengerjai Alren kembali.

“Eh, Dra. Nih bos lo, aslinya gemesin minta di gampar, di luar doang ganas. Dalamnya itu bocah lima tahun,” lanjut Rinzy seraya tertawa geli.

Indra yang berdiri di sebelah Alren hanya tertawa kecil. Rasanya ingin tertawa lepas tapi, saat Alren melempar tatapan menyeramkan. Lebih baik ia mengurungkan niatnya.

“Aku ngalah hari ini kamu jelekin aku. Kalo kamu seneng, aku juga.”

Baiklah, sepertinya jiwa bucin dalam diri ketua geng motor ini mulai terlihat. Tapi, ini adalah salah satu hal yang menghibur Rinzy.

Melihat kekasihnya itu memalingkan wajahnya, membuat Rinzy tidak enak. Sekaligus menggemaskan. Gadis itu memajukan tubuhnya, mendekati Alren. Sontak membuat laki-laki itu menoleh, dengan senyuman manis khas Rinzy.

“Jangan ngambek, ya. Cuma bercanda aja, kok. Maaf, ya, Recil.”

Gadis itu mengusap lembut rambut laki-laki itu di sisi kanan Rinzy. Kemudian turun ke lengan dan menepuk pelan.

Saat itu juga tubuh Alren terasa membeku. Jangan sampai, ia terlihat salah tingkah di depan kekasihnya ini. Tolong, Rinzy sangat cantik dan manis sekarang. Memang tidak salah, ia mencintai gadis ini.

“S-siapa yang ngambek?” tanya Alren dengan wajah yang mendadak seperti anak kecil tengah marah. “Aku bukan anak kecil, ya.”

“Ngatain orang ngambek nggak jelas, tapi situ juga sama aja,” balas Rinzy. Netranya beralih pada Indra yang masih berdiri di sebelah Alren. “Udah, pesen dulu. Kasian Indra.”

“Anjir, lupa gue masih ada lo.”

Indra hanya tersenyum tipis. Ternyata ia baru tahu bagian luar itu memang hanya cover. Sisi yang tidak Indra ketahui tentang ketua geng motor Alrzy ini, cukup membuatnya terkejut.

“Jadi, mau apa, Bos?”

“Kamu mau apa, Sweetie?”

“Aku kaya waktu itu.”

“Vanila latte cold dua sama wafel banana vanilla dua juga,” tutur Alren pada Indra sembari dibarengi dengan kecepatan tulisan pelayan itu.

“Oke, Bos. Ditunggu,” lanjutnya. Kemudian melesat pergi dari sana.

“Jadi, sampai kapan kamu pegang tangan aku, Recil?” tanya Rinzy yang sedikit kesulitan mengetik keyboard ponselnya. “Kalo gini, Aku nggak bisa bales chat.”

Alren terkekeh kecil. “Iya, sayang, sori." Seraya melepaskan genggaman tangannya. "Lagi chat sama siapa?”

Sama cowo gue yang asli,” batin Rinzy sebelum beralih pada Alren. “Dhea, dia tanyain tugas matematika wajib. Aku bilang, kalo belum ngerjain.”

Astaga, kekasihnya sudah mengerjakan tugas dan selalu rangking satu. Tapi, gadisnya malah belum mengerjakan tugas sekolah dan sesantai ini. 

Laki-laki mencubit gemas pipi Rinzy. “Pulang dari sini, langsung ngerjain PR-nya. Apa mau pinjam buku Dewa, biar kita kerjain dulu? Kayanya dia pindah ke sini sementara, di lantai paling atas.”

Rinzy mengelus pipi bekas cubitan Alren tadi. “Make up, aku berantakan. PR gampang, lah. Nanti baru kerjain.”

“Nanti malam kita ngerjain bareng, jangan males, ya sayang. Biar kita bisa rangking satu bareng-bareng.”

“Aku nggak terlalu minat, kasi yang lebih membutuhkan aja,” ujar Rinzy santai sembari memainkan ponselnya.

Jujur hal ini membuat Alren terkejut. Pasalnya dari semua anak kelas MIPA 1 sepertinya hanya kekasihnya yang sesantai ini.

“Lepas dulu hapenya, aku lagi ngomong,” tutur Alren lantas mengambil ponsel itu dan meletakkan di sebelah gadis itu. “Jadi, kamu mau ngerjain bareng di rumah atau ngerjain sekarang? Aku nggak suka kamu dihukum.”

“Kalo aku santai nggak masalah, Recil. Kalo kamu wajib ngerjain.”

Alren menautkan kedua alisnya. “Pilih salah satu.”

Disela-sela pembicaraan mereka, seorang pelayan datang membawa pesanan mereka. Kemudian meletakkan makanan dan minum depan kedua orang itu.

“Makasih, ya,” ujar Rinzy sedikit menunduk sembari tersenyum. Lalu beralih pada Alren. “Mendingan kita makan dulu. Soal PR, nanti gampang.”

“Aku nggak mau makan, kalo gitu,” balas laki-laki itu, lalu menyandarkan punggungnya sembari melipat kedua tangan di depan dada.

“Iya sayang. Nanti aku ngerjain di rumah.”

Kalo gini, gue ngambek terus aja, lah,” batin Alren.

“Nih, makan dulu.” Rinzy mendorong piring mendekati Alren. “Nggak usah ngambek. Nggak cocok.”

Rinzy yang sudah sibuk dengan makanannya sendiri membuat fokus Alren terbagi. Jujur saja, Alren benar-benar bersyukur memiliki kekasih seperti Rinzy. Gadis cerewet, dengan sifat mandiri dan keibuannya. Selain itu, kekasihnya ini memiliki beberapa kesamaan dengan almarhum sang Ibu.

Ia sangat bersyukur memiliki Rinzy. Alren berharap gadis ini bisa menemaninya hingga nanti. Walaupun, Alren sudah lama tidak ibadah. Tapi, ia sangat berharap pada Tuhan agar melindungi Rinzy apapun yang terjadi. Takdir terkadang tidak sejalan dengan apa yang diharapkan, jadi yang harus dilakukan sekarang adalah melindungi senyuman manis itu selamanya.

Setelah selesai makan, Alren ingin mengajak Rinzy ke tempat nongkrong khusus geng Alrzy yang terletak di lantai empat kafe ini. Tapi, gadis itu menolak karena sudah mengantuk berat.

Saat akan memakai helm, dering ponsel berbunyi dari dalam sling bag Rinzy.

“Nih dari Dewa,” ujar Rinzy seraya memberikan ponsel Alren.

Alren menerima ponselnya itu. “Tumben banget, nih, Dewi.”

Ren, ke atas bentar.”

“Ngapain Dew? Gue mau pulang sama cewe gue. Besok aja, lah.”

Penting, cepet.”

“Jangan lama.”

Iya.”

Laki-laki lantas mematikan panggilan teleponnya. Kemudian memasukkan ponsel ke dalam saku celana depan.

“Sweetie, kamu tunggu sebentar. Aku ke atas, ya,” ujar Alren sembari memberikan helm.

Rinzy mengangguk kecil. “Jangan lama. Nanti kita kemalaman.”

“Oke, tunggu sebentar. Kalo ada orang jahat, langsung telpon aku.”

“Iya, iya. Cepet sana.”

Alren mengusap lembut puncak kepala Rinzy, seraya tersenyum manis. Setelah itu, langsung beranjak pergi kembali kafe itu. Gadis itu hanya terdiam membeku, ia mengusap puncak kepalanya. Sungguh ini membuat Rinzy salah tingkah, bahkan ia masih setia tersenyum. Seraya melihat Alren yang sudah menaiki anak tangga.

“Gue yang cuma pegangan tangan sama Raka. Pas sama bocil, bener-bener bikin deg degan. Sialan,” gumam Rinzy.

Gadis seperti Rinzy ini termasuk orang yang pemilih. Apalagi jika sudah berurusan dengan hati seperti ini. Ia akan sangat berhati-hati. Raka adalah laki-laki pertama yang cintanya terbalas oleh Rinzy. Dari sekian laki-laki yang menyukai saat SMK hingga kuliah sekarang. Gadis itu benar-benar membatasi skinship, karena ia tidak ingin terlalu dalam mencintai seseorang. Tapi, entah mengapa saat bersama Alren ia malah menerima begitu saja. Entah karena ingin mendalami akting atau ia mulai menyukainya.

“Risha? Lo Mosha kan?”

Sontak membuat Rinzy menoleh ke arah suara gadis itu. “Lusi?”

Gadis berponi dengan rambut yang dibiarkan terurai itu berlari kecil menghampiri Rinzy.

“Astaga, Mom Sha. Aduh, temen gue makin cantik aja,” tutur Lusi seraya memeluk sahabatnya itu. Kemudian melepaskan pelukannya. “Nunggu siapa, Sha?”

“Nunggu temen gue, Lus. Lo sama Anton ke sini?”

“Iya, gue bosen di rumah. Anton ngajak gue ke sini, deh.” Sorot mata Lusi terhenti pada motor sport tepat di belakang Rinzy. “Wah, temennya cowo, nih? Raka mau di kemanain, tuh?”

“Raka ada di kostnya, lah. Cuma teman lus, awas aja lo nyebar gosip, nggak jelas.”

Lusi terkekeh geli. “Anjir, gue ngga gitu ya. Itu mah si Via yang tukang gosip.”
Netra Rinzy menuju tangga yang terlihat dari luar. Beruntunglah, Alren belum kembali.

“Lo liatin apa?”

“Liat temen gue. Mendingan lo masuk kasian, tuh Anton.”

“Iya, si Anton hampir lupa gue. Sha, kali-kali dateng ke rumah gue, kek. Nanti bawa sama bayi yang lo bilang itu, pengin liat.”

Rinzy hanya mengangguk kecil menanggapi perkataan teman kampusnya itu. Lagipula, sebentar lagi pekerjaan akan selesai. Ia akan meninggalkan Alren dan kembali pada Raka.

Tanpa dua gadis itu sadari, terdapat dua orang dengan motor sport berwarna hitam. Tengah mengawasi tiap gerak Rinzy.

“Cewe gue makin cantik.”

“Sesuai rencana kan, Bang?”

“Gas.”













(◍•ᴗ•◍)
Ria sheria
17/11/21

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top