Part. 23
“Nanti malam Rico ngajak balapan lagi, ngajak anak SMK 2 gimana lo pada ikut?” tanya Givon seraya kemudian menghisap rokok elektrik. “Bos kalo lo mau selesain taruhan itu mendingan jangan sama anak SMK itu juga. Lo tau kan mereka tuh sama abang-abangannya goblok.”
Alren mematikan rokoknya setelah tinggal sedikit. “Biar sekalian aja, njir. Gue kelarin malam ini, abis tuh aman. Gue juga nggak mau balapan lagi. Pensiun lah.”
Ervin dan Givon tertawa terbahak-bahak. Wah, gadis bernama Rinzy ini sudah berhasil membuat bos mereka ini pensiun. Suatu keberhasilan yang luar biasa.
“Tumpengan lah, kita. Akhirnya paduka kita dah tobat,” sahut Ervin. “Lagian ini semua emang awal dari si monyet Rico. Jadi, taruhan mulu malah jadi kecanduan.”
“Iya bener, Pin. Gue jatuh dari motor dua kali, untung masih hidup gue. Abis nyokap gue ngomel tujuh hari tujuh malam, gue udah kaga mau lagi lah,” tambah Givon.
Dulu geng Alrzy termasuk geng motor paling susah dikalahkan saat balapan liar. Melawan beberapa geng motor yang terkenal suka tawuran juga. Walaupun Alren suka berkelahi dan balap liar, bukan berarti dia suka asal berkelahi tanpa sebab.
Itu hanya untuk senang-senang dan uang dari taruhan akan digunakan untuk donasi ke panti asuhan dan juga uang patungan seluruh anak geng Alrzy.
“Nantilah kita makan-makan, nanti ajak cewe lo pada,” ujar Alren santai.
“Bos, lo minta di getok pake pulpen cewe lo,” balas Ervin kesal. “Gue jomblo, nyet. Masa gue ajak emak gue?”
Givon tertawa geli. “Tuh, ada Dewi.” Sembari menunjuk Dewa yang tengah sibuk bermain ponsel. “Wa, lo ngapain sih? Nonton ehem lo ya?”
Dewa menoleh dengan wajah datarnya. “Kaga, merusak otak, Pon.”
“Lo emang paling suci diantara kita, Wa. Salut gue sama lo,” sambar Ervin dengan wajah yang dibuat terharu.
“Nggak kaya tuh si bos nonton gituan dia yang paling depan,” sahut Givon melirik pada Alren yang duduk di depannya.
“Anjing, udah kaga gila! Udah menuju jalan yang benar gue,” balas Alren.
“Wah, paduka kita yang sangat amat garang dan kotor sudah mulai bersih sama Rinzy,” canda Ervin kemudian terkekeh geli.
“Kesannya gue kotor banget, anjir. Bentar, gue lupa kalo punya cewe. Gue kan nggak boleh balapan,” ujar Alren.
“Kan, lo mesti milih si bos. Ini juga ngaruh ke cewe lo. Lo tau kan, Rico ngincir cewe lo.” Kemudian Givon meneguk sebotol air mineral hingga setengah kemudian meletakkan lagi di atas meja.
“Bisa sih, cuma izinnya repot. Tapi aman cewe gue, lo nggak liat kemarin Rico pukul pake helm. Betewe, helm siapa, anjir?”
“Helm anak MIPA 3. Sabilah lo tinggal ganti, nggak lecet juga,” sahut Ervin.
“Soal cewe yang lo cari gimana?” lontar Dewa membuat Alren terdiam tepat saat akan menyalakan rokoknya. “Gue bukannya mau suruh lo nyerah, Ren. Kita udah keliling Bekasi dari timur, barat sampe selatan juga nggak ada. Lo juga pasti capek, jangan sampe lo sakit kaya dulu. Gue nggak mau kerepotan gara-gara lo.”
Alren menarik napas panjang kemudian menghela perlahan. “Tinggal bagian Utara kan? Daerah rumah gue yang sekarang, biar gue cari sendiri. Lagian cuma beberapa panti asuhan.”
“Kalo menurut gue lo ikhlasin. Tante lo bilang—“ ujar Givon langsung dipotong Ervin.
“Diem kek, nyet. Nggak usah dijelasin.”
Alren tersenyum tipis. “Gue cuma mau pastiin sendiri. Kalaupun dia udah nggak ada. Ya, nggak masalah.”
Entah, perasaannya akan seperti apa nanti. Jika Alren gadis itu benar sudah tiada.
“Lo ikut nggak, Wa?” tanya Ervin pada Dewa.
“Iya, tapi gue nggak ikut ke arena. Gue di kafe aja.”
“Iya iya, Dewi,” lanjut Ervin malas.
***
Uhuk.
Uhuk.
“Zy, lo udah gila? Eh, maksudnya ini gila banget,” teriak Dhea mendadak menghentikan langkahnya, hingga membuat Rinzy terkejut. “Lo sama Alren—Jadi, foto itu beneran lo, Zy?”
Rinzy yang ikut menghentikan langkahnya, seketika menoleh. “Bentar, maksudnya foto apaan?”
Buru-buru Dhea menarik tangan Rinzy untuk berhenti di pinggir kelas. Kemudian menunjukkan hasil tangkapan layarnya.
Semalam Rinzy memang sempat ke markas mereka lebih tepatnya kafe milik kakak laki-laki Dewa yang dijadikan tempat ngumpul terletak di lantai tiga. Sekadar info sebenarnya Rinzy yang memaksa untuk foto, tapi upload foto bukan dia tapi bocah itu. Astaga, sedikit memalukan.
“Iya, semalem gue—“
“Jangan bilang lo sama Alren ke—“
“Ke mana? Itu di rooftop kafe Dewa. Lo pikir hotel atau sejenisnya. Ya kali, Dhe.”
“Zy, gue nggak bercanda.”
“Gue juga nggak, Dhe. Udah, jangan kagum gitu, dong.”
“Ya, kali. Tapi, kok bisa? Gue bener-bener kaget, parah. Padahal belum sampe sebulan lo sekolah di sini. Kok bisa? Temen gue cakep banget apa ya.”
“Bisa dong, ada peletnya.”
“Zy, nggak lucu, gue takut yang begituan.”
Rinzy tertawa terbahak-bahak. “Bercanda, nggak mungkin gue pake gituan. Tapi, bener juga lo Dhe, kok bisa cepet gitu ya?”
Kemudian Rinzy kembali menarik tangan Dhea dan kembali melangkah menuju kantin.
“Lo tau, kenapa, Zy?” tanya Dhea dengan wajah amat serius.
“Kenapa, tuh?”
“Itu namanya kekuatan cinta dan takdir. Makanya, kalian cepet ketemu terus pacaran,” ujar temannya itu.
Rinzy menatap datar temannya itu. “Agak berlebihan ya, Dhe.”
“Gue beneran, Zy.”
Mereka yang terlalu fokus dengan obrolan, tidak menyadari jika Nessa tiba-tiba muncul dan menghadang jalan mereka berdua.
“Berenti kamu,” ujar Nessa.
“Zy, plis. Kalo bisa, jangan berantem di sini. Nanti, kita langsung masuk BK jalur ekspres,” bisik Dhea sedikit ketakutan.
Rinzy menyahut perkataan Dhea. Gadis itu lantas mendekati Nessa. “Sori, gue lagi ngga mau berantem,” ucap Rinzy dengan tenang sebelum beranjak pergi.
Setelah beberapa langkah dari sana, Nessa berteriak cukup keras. “Putusin Alren!” Rinzy dan Dhea kembali berbalik. “Kamu nggak cocok sama dia.”
Baru saja Dhea akan menahan Rinzy, tapi ia telat sekarang temannya itu sudah kembali menuju Nessa.
“Seharusnya gue yang ngomong gitu. Lo nggak cocok sama bocil gue, cowok lo yang brengsek itu. Bilang ke dia, jangan beraninya sama cewe. Lo berdua cocok, mendingan lo urusin cowo lo. Kenapa mesti repotin cowo gue?”
“A-aku bukan pacarnya lagi. Kita udah putus.”
“Sori, gue nggak peduli sama sekali.”
Nessa mendengus kesal, seraya mengepalkan tangannya kuat. “Aku bilang jauhin Alren!”
“Atas dasar apa lo perintahin gue? Dia suka sama gue, gue juga. Terus buat apa gue jauhin dia, hah?” balasnya membuat Nessa terdiam.
Seketika ada sesuatu yang hancur di sini. Nessa pikir dengan ia memutuskan hubungan dengan Rico. Ia bisa bersama Alren lagi dan bisa berpacaran dengan laki-laki itu.
“Lo sadar nggak? Cowo gue itu udah terlalu ikut campur ke masalah bodoh lo itu. Kalo nggak mau bantu, seenggaknya jangan nyusahin.”
Seketika Nessa terkejut dada sesak. Benar, kata Rinzy memang benar karena dirinya Alren selalu berkelahi dengan Rico. Bahkan waktu itu Alren pernah kecelakaan karena mantan kekasihnya itu. Gadis itu menunduk sedikit menahan tangisannya.
“Mulai sekarang lo harus jauhin, Alren,” pungkas Rinzy berusaha menahan emosinya. Lalu berlalu meninggalkan Nessa.
Nessa mengangkat kepalanya takut, langsung berteriak keras. “Dasar jalang!”
Seketika langkah Rinzy terhenti. Sialan, gadis ini benar-benar membuatnya geram. Kalimat itu yang biasa dilontarkan wanita tua yang mengaku sebagai istri sah ayahnya itu. Benar-benar, sialan.
Gadis berkuncir itu langsung mengambil kotak susu dari siswi yang lewat. Dengan langkah cepat, Rinzy mendekati Nessa melempar sembarang, menuangkan kotak susu di atas kepala Nessa. Lalu menekan kuat hingga seluruh wajah Nessa dilumuri susu coklat.
Beberapa siswa di sana sontak terkejut. Apalagi Dhea sampai membuat mulutnya ternganga setengah.
“Aaaaaaaaa ... Dasar jalang!” teriak Nessa lagi.
Rinzy langsung melempar kotak susu kosong itu ke wajah Nessa. Lagi-lagi gadis itu hanya berteriak nyaring.
“Lo bilang apa?!” bentak Rinzy tidak kalah keras. “Mulut itu dijaga, lo pikir bagus ngomong gitu? Hah!” seraya mendorong dahi Nessa dengan telunjuknya.
“Astaga, Zy,” ujar Dhea benar-benar syok karena Rinzy itu. Baiklah, ia akan pasrah sekarang. Mereka pasti akan menuju BK sebentar lagi.
“Biarin, Dhe,” balas Rinzy tidak peduli beranjak pergilah dan membiarkan Nessa sudah terduduk di lantai semari menangis sesenggukan.
“Tapi, nanti kita—“
“Udah, tenang aja, Dhe,” balas Rinzy menepuk pelan pundak Dhea.
Sembari melangkah jauh, Rinzy merogoh ponselnya kemudian menghubungi Mami Alren.
“Mami, ada sedikit masalah. Tolong ya, Mi. Nanti aku jelasin.”
“Baik, sayang.”
Panggilan itu langsung dimatikan Rinzy. Lanjut menghubungi Alren.
“Halo, sayang. Kenapa?”
“Ke kelas sekarang, nih cewe lo merengek minta lo dateng.”
“Lo kan cewe gue.”
“Nessa, udah cepet kesini. Nanti dia mati.”
Tanpa berlama-lama Rinzy langsung mematikan panggilan telepon dan memasukkan kembali ke saku rok.
“Rinzy, menurut gue kita mesti langsung ke BK.”
Rinzy terkekeh geli. “Ngapain? Kita makan siang dulu, udah ayo, Dhe.”
Sungguh Dhea benar-benar takut, jika benar mereka dipanggil ke ruang BK yang dikenal menyeramkan.
“Zy, jujur gue ngeri masuk BK.”
“Nggak bakal, percaya sama gue.”
“Makin panik gue, Zy.”
***
Sejujurnya dari tadi Rinzy ingin angkat bicara, tapi sepertinya tidak perlu. Biarkan saja, Mami yang bertindak sekarang. Lagipula tidak mungkin mereka bertiga hanya diam selama lima jam bukan. Baru tepat setengah jam wanita tua itu hanya menatap bergantian antara dirinya dan Nessa.
“Jadi, kalian kenapa berantem?” tanya wanita tua berkacamata bulat berambut pendek. Kemudian bangkit berdiri. “Kalian pikir itu bagus? Kalian itu sudah kakak kelas, seharusnya mencontohkan yang baik.”
“Maaf, Bu,” tutur Nessa seraya menunduk. “Tapi, dia yang salah.”
Rinzy terdiam dengan sudut bibirnya yang sedikit terangkat. Ini bukan kendalinya lagi, untunglah Mami Alren sangat cepat.
“Nessa, kamu dihukum bersiin toilet perempuan di lantai dua, Rinzy maafin perbuatan Nessa. Kamu silakan kembali ke kelas.”
“Baik, Bu,” jawab Rinzy bahagia sembari tersenyum mengejek Nessa.
Nessa ternganga setengah. Bagaimana bisa Rinzy tidak dihukum bersamanya? Ini bukan salah dia sepenuhnya. Gila. Ada apa dengan Ibu Sekar, yang kenal galak. Kenapa mendadak begini? Ini sungguh tidak adil.
“Bu, saya nggak terima. Dia juga salah Bu, baju saya basah—“
“Mau saya tambahkan hukumannya?” potong Bu Sekar langsung kembali terduduk di kursi empuk itu.
“Tapi, bu—“
“Silakan kamu kembali ke kelas, Rin.”
Dengan senyuman bangga Rinzy, langsung keluar ruangan itu. Gadis itu hanya terkekeh geli melihat Nessa terkena omelan besar.
Tidak disangka ternyata Alren sudah di depannya.
“Eh, lo disini?” tanya Rinzy sedikit terkejut.
“Dihukum?”
“Nggak, kan gue nggak salah.”
“Terus Nessa?”
“Tuh, masih di dalam. Sana masuk, kayanya dia nangis.”
“Lo cemburu?”
“Siapa yang nggak cemburu cowo sendiri, malah khawatir sama cewe lain? Ya udah, gue mau ke kelas.” Rinzy lantas beranjak pergi. Alren malah terkekeh geli di tempat.
Laki-laki berlari kecil mengikuti langkah kekasihnya. Kemudian, menggenggam sebelah tangan Rinzy.
“Ngambek mulu, nih. Pacar gue yang cerewet mana nih?”
“Lo nggak kasian sama Nessa? Dia suruh gue putusin lo.”
“Terus?”
“Ya nggak mau lah. Gue udah susah payah dapetin lo. Masa gue lepas, enak aja.”
Alren tersenyum manis, kemudian mengusap gemas puncak kepala Rinzy. Kalau begini, Alren semakin sayang pada gadis cerewet ini.
“Bocil ih, kunciran gue berantakan, dong.”
“Sini gue benerin.” Alren menarik tangan Rinzy menepi.
Rinzy membuka ikatan kunciran rambutnya. Kemudian memberikan ikat rambut itu pada Alren.
“Yang bener, nguncirinnya.”
Perlahan Alren mengambil semua helai rambut Rinzy kemudian mulai mengikat rendah seperti yang dibuat kekasihnya itu.
“Nah, udah selesai.”
“Lumayan lah, thanks. Kok bisa sama kaya gue buat, pasti biasa kuncir rambut cewe?”
“Ya, enggak lah, sayang. Kamu yang pertama.”
Rinzy menatap Alren penuh kecurigaan. “Beneran?”
“Iya beneran, ngapain boong,” tutur Alren seraya mencubit gemas pipi gadis itu.
“O-oke. Gue mau ke kelas dulu, bye,” lanjut Rinzy langsung kabur menahan degup jantungnya berdetak kencang itu. “Sialan bener nih, jantung.”
Hayiii
Aku balik lagi, ada yang kepo sama visual Nessa nggak?
Nah, ini visual Nessa. Mungkin ada yang kesel sama dia? 😂
(◍•ᴗ•◍)
Ria sheria
9/11/21
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top