Part. 22

Waktu sudah tepat pukul satu pagi, beberapa orang berkumpul sangat ramai. Di sini juga tidak semua laki-laki, perempuan pun ada dengan pakai minim. Astaga, Rinzy saja pakai jaket masih terasa dingin maklum ini jaket murah yang dia beli di toko online bulan lalu.

Sembari mencari keberadaan Alren, gadis itu memasuki kerumunan. Baru saja akan mencari ternyata laki-laki itu baru sampai. Beberapa orang di sana menyambutnya apalagi banyak gadis cantik juga. Dasar bocah.

Apalagi saat melihat Alren membuka jaket dan helm. Mereka hingga berteriak histeris, Astaga apa tidak berlebihan. Perasaan itu biasa saja tidak sekeren itu, karena penasaran Rinzy melangkah keluar kerumunan. Tepat saat sorot matanya melihat Alren ia benar sungguh terkejut. Kenapa bocah itu mendadani tampan? Anak SMA punya badan sebagus itu?

Buru-buru Rinzy mengalihkan pandangannya, memukul sedikit dahinya.

“Sialan, mendadak cakep gitu. Nggak, nggak boleh,” gumam Rinzy seraya menggeleng kecil.

Terlalu fokus dengan pikirannya. Rinzy tidak sadar Dewa sudah berada di sebelahnya, sembari memperhatikan gadis disebelahnya yang begitu familiar itu.

“Rinzy, itu lo kan?” tanya Dewa membuat Rinzy terdiam kemudian menoleh.

Mampus sudah, niat mau nyamar. Ternyata ngga guna,” batin Rinzy.

“Lo ... Rinzy SMA Karya?” tanya Dewa lagi.

“Sori, lo salah orang,” balas Rinzy seraya menunduk dengan sedikit menarik tudung jaketnya.

“Di sini bahaya, mendingan lo pulang,” lanjut Dewa.

“Gue ada urusan penting.” Tepat saat Rinzy akan pergi, Dewa sudah lebih dulu menarik tangannya pergi dari sana.

“Ikut gue,” ujarnya.

Laki-laki itu menarik pergelangan tangan Rinzy keluar dari kerumunan. Kemudian menuju ke deretan motor sport milik anak geng motor Alrzy.

“Lo bahayain nyawa lo sendiri. Mendingan lo balik.”

“Dewi—“

“Dewa, nama gue.”

“Iya, sori. Gue ada urusan di sini, lagian gue bisa jaga diri, tenang aja kali,” balasnya seraya membuka tudung jaket itu.

“Masalahnya lo itu—“

“Gue nggak bisa lama-lama,” potong Rinzy.

Sebenarnya Dewa sudah tahu kalau Rinzy akan datang begini. Ia hanya takut, jika Rico melihat gadis ini bagaimana? Apalagi saat ia tahu, kalau dirinya menjadi taruhan Alren dengan Rico. Memang kadang-kadang kebodohan Alren membuatnya geram. Belum lagi, Rico sudah mengetahui wajah Rinzy.

Entah darimana tiba-tiba Dewa melihat Rico yang tengah berjalan ke arah mereka. Cepat-cepat laki-laki itu menarik tangan Rinzy dan memeluknya. Ia menarik menutupi kembali tudung jaket itu, lalu berbisik.

“Rin, diem sebentar,” bisiknya.

Tunggu laki-laki kenapa memeluknya mendadak? Astaga, Rinzy merasa kurang nyaman. Rasanya benar-benar beda saat bocah itu memeluknya. Kurang sedikit hangat, astaga pikiran apa itu. Rinzy mengumpat dalam hati.

“Sori kalo lo nggak nyaman,” lanjutnya.

“Iya, tapi gue sesek napas, Dew.”

Dewa menunduk sedikit melihat gadis itu, lalu  melonggarkan pelukannya.

“Ada apaan?” tanya Rinzy penasaran.

“Diem dulu.”

Rico hanya tersenyum miring, kemudian mendecak kecil melihat Dewa laki-laki pendiam itu tengah memeluk perempuan. Rico merasa sedikit aneh tapi ya sudah.

Melihat wajah Rico membuatnya sedikit geram. Pantas saja, Alren selalu ingin menghajar anak ini. Untunglah ia bukan tipe yang seperti Alren yang langsung menghajar hingga babak belur.

Setelah itu, Rico lantas beranjak pergi. Perlahan Dewa melepaskan pelukannya.

“Astaga, lo kenapa, Dew?”

“Nggak apa-apa, udah lo balik sekarang.”

“Bocil, ah, maksud gue Alren belum balapan kan?”

Entah, harus bagaimana Dewa memintanya untuk pergi. Ia hanya khawatir jika Rico bertemu dengan Rinzy akan berbahaya. Apalagi laki-laki sangat menggilai Nessa, dan bodohnya kekasihnya itu melaporkan jika Rinzy membuatnya kesal. Kegilaan Rico itu bisa saja mencelakai Rinzy.

“Cewek pulpen lo ngapain di sini?” tanya laki-laki berkaos hitam yang mendadak muncul di belakang Rinzy. “Ikut gue.”

Dewa yang juga terkejut hanya diam dan berdiri sedikit menjauhi Rinzy. Ia tahu kalau sebenarnya Alren sudah menyukai gadis yang sering membuatnya kesal dan laki-laki itu sangat cemburuan. Jadi, ia lebih memilih cari aman saja. 

“Eh, bocil. Lo di—“

“Ayo cepet ikut gue.”

Alren langsung menarik pergelangan tangan Rinzy dan membawanya pergi. Gadis itu sedikit kesusahan menyamakan langkah kaki Alren yang besar.

“Bocil, tangan gue putus tanggung jawab.”

“Lo ngapain di sini?” seraya melepaskan tangan Rinzy. “Bukannya gue bilang di rumah aja? Bahaya.”

Rinzy melipat kedua tangannya depan dada seraya mendekati wajah Alren dan sedikit menengadah.

“Lo tau bahaya, terus ngapain lo masih di sini? Apa bedanya sama gue?”

“Ini nggak cocok buat lo, lo cewek—“

“Ya, terus kalo gue cewek kenapa?! Lo pikir, gue nggak bisa jaga diri?”

Alren menarik napas panjang, kemudian menghela perlahan seraya menyugar rambutnya.

“Kenapa malah diem?!” lanjut Rinzy kemudian memundurkan tubuhnya.

“Terus lo maunya apa?”

“Gue mau lo pulang, kita cari makan gue laper.”

Alren mengerjap beberapa kali. Ada apa dengan gadis cerewet ini? Ia terlihat menggemaskan. Jadi, tidak tega menyuruhnya pulang.

“Bentar.” Tiba-tiba gadis itu menarik tangan Alren menjauhi pohon besar.

“Kenapa?”

“Nggak, gue takut aja. Kenapa nggak boleh gue takut?”

Alren yang sebelumnya agak kesal. Mendadak terkekeh geli karena tingkah Rinzy.

“Lo sengaja ya?” tanya Alren membuat Rinzy bingung.

“Hah? Sengaja apa maksudnya?”

“Nggak, bukan apa-apa. Ya udah, ayo pulang.”

“Bocil, ini beneran lo?”  

“Bukan, gue calon pacar lo.”

Gadis itu terkejut, degup jantungnya berdetak kencang. Pipinya mulai memanas sekarang. Laki-laki ini benar-benar membuatnya salah tingkah.

“Bocil, gue bukan tipe cewe yang gampang percaya sama cowok modelan lo,” balasnya lagi.

Alren terkekeh kecil. “Ck, emang gue cowok model gimana?”

“Sok cakep, sok keren, sok kuat. Ya pokoknya sok sok lah.”

“Sok gini bukannya lo suka?” goda Alren seraya menggerakkan alisnya naik turun.

“Udah ah cape gue, bocil.”

Alren mengusap puncak kepala Rinzy gemas dengan senyuman manisnya.

“Lo beneran suka sama gue? Kenapa bisa suka? Karna gue keren kan?”

Seketika wajah gadis itu datar dengan sorot mata malas.

“Tingkat percaya diri yang bagus, bocil.”

“Ya, memang. Lo mau apa?”

“Ck, situ punya uang berapa?”

“Ada lah, tapi gocap doang.”

“Doang? Lo bilang gocap doang? Orang kaya beda ya. Duit segitu, gue bisa makan seminggu, bocil.”

“Aduh, kasian banget cewe gue.” Seraya mencubit pipi gadis itu pelan.

Baiklah, sekarang jantung Rinzy mulai aneh. Semoga saja wajahnya tidak merah. Apa-apaan bocah ini? Membuatnya malu saja.

“Bocil, gue bukan cewe lo.”

“Lebih tepatnya belum, cewek pulpen.”

Akhirnya, setelah perjuangan yang melelahkan, ia berhasil juga. Baiklah, lebih cepat lebih baik. Rinzy, memang harus menyelesaikan ini lebih cepat.

Tiba-tiba seseorang dengan wajah sangat kesal. Menarik sebelah bahu Alren, kemudian menghantam meninju pipi Alren begitu sangat keras. Hingga laki-laki itu tersungkur.

“Bangsat, gue udah bilang jauhin cewe gue,” teriak Rico ketua geng motor SMA Guna.

“Bocil, lo nggak apa-apa?” tanya Rinzy sembari memegang luka disudut bibir Alren.

Alren tersenyum tipis, menahan perih di sudut bibirnya. “Pertanyaan klise ya, tapi nggak masalah. Kalo lo yang nanya.”

Geram melihat wajah Alren yang malah tersenyum. Rico kembali menarik kerah baju laki-laki dan memaksanya berdiri.

“Heh! Siapa lo? Lepas tangan lo itu?!” bentak Rinzy seketika membuat Alren terdiam.

Rico tersenyum miring. Kemudian melepaskan tangannya pada kerah baju Alren mendorongnya.

“Lo Rinzy? Bener?” tanya Rico.

Rinzy melipat kedua tangannya depan dada. “Nggak usah, sok kenal.”

“Cantik.” Rico mendekati wajah gadis itu, seraya membuka tudung jaketnya. “Sayang, dijadiin taruhan. Kalo gini, gue semangat.”

Rinzy membulatkan matanya sempurna. Detik itu juga ia terdiam. Apa maksudnya taruhan?

Tepat saat akan menyentuh pipinya. Rinzy langsung mencengkeram pergelangan laki-laki itu dengan sangat kencang hingga terdengar suara ringisan kecil. Padahal baru saja Alren akan menghajar Rico. Namun, gadis itu sudah lebih dulu.

“Gue nggak peduli, sialan! Mendingan urusin cewe lo yang gatel,” bisik Rinzy. “Dan suruh dia jauhin Alren.”

“Siapa yang lo bilang gatel, hah?”

Rinzy terkekeh kecil. “Cewe lo, Nessa. Pantesan aja dia caper sama cowo orang. Lo aja begini, taruhan ngga jelas. Mendingan putus aja kalo nggak guna—“

Plak.

Suara tamparan itu begitu kencang hingga beberapa orang di sana, seketika menoleh pada mereka. Rinzy memegang pipinya itu sedikit meringis, sungguh ini sangat perih. Ternyata begini rasanya ditampar laki-laki. Lebih keras dari dugaannya.

Alren yang melihat hal itu. Lantas melayangkan bogeman kencang pada sebelah pipi Rico hingga laki-laki tersungkur jatuh. Belum selasai di situ, Alren menduduki perut Rico dan terus menghujani dengan meninju beberapa kali.

Bhak.

Bhak.

Bhak.

“Bangsat! Lo apaan cewe gue, hah?!” bentak Alren terus meninju wajah Rico. “MATI LO, ANJING!”

Beberapa orang di sana, hanya bisa melihat ketua geng motor itu berkelahi. Tidak ada yang berani memisahkan mereka, kecuali Nessa dan sepertinya Alren menemukan pawang baru.

Rico mendorong tubuh Alren dengan kencang, menjauhi laki-laki itu kemudian berusaha berdiri.

“Ck, serius cewe lo? Bukan barang?”

“Bacot lo anjing!” umpat Alren kemudian ikut berdiri.

Tepat saat Rico akan meninju wajah Alren kembali. Terdengar suara pukulan cukup keras.

Bhak.

Hingga membuat laki-laki terjatuh ke depan tepat di hadapan Alren.

Terlihat seorang gadis berambut panjang membuka tudung jaketnya, dengan sebelah tangan memegang helm yang digunakan untuk memukul tadi.  

Rinzy menyugar rambutnya ke belakang seraya tersenyum miring ke arah Rico yang sudah pingsan. Bahkan beberapa laki-laki di sana terpesona dengan kecantikan gadis itu. Apalagi Alren yang melihat Rinzy tanpa berkedip. Pertama kalinya, gadis itu menguraikan rambutnya.

“Sori, gue sengaja,” tutur Rinzy kemudian melempar helm itu pada orang yang dekat di sana. “Lo pikir gue bakal diem, karna lo tampar tadi? Brengsek banget, nih orang. Kasar sama cewe, pantes Nessa juga kabur, bangsat!”

Wah, Alren belum pernah melihat Rinzy mengeluarkan umpatan seperti itu. Sungguh gadis itu sedang dalam mode marah dan keren sekaligus.

Bahkan Dewa, Givon dan Ervin yang berada tidak jauh dari sana hanya ternganga kemudian bertepuk tangan bersamaan.

Setelah itu beberapa orang mendekati mereka kemudian mengangkat tubuh Rico.

Gadis itu menghampiri Alren yang masih menatap dirinya tidak berhenti.

“Kenapa senyum? Gue tau, gue cantik. Ya kan?”

Alren hanya mengangguk kecil dan masih terpesona. Laki-laki seperti tengah terhipnotis dengan gadis itu hingga membuat Rinzy mengira ia kerasukan sesuatu.

“Ada yang luka? Mau ke rumah sakit?” tanya Alren sembari memegang kedua bahu Rinzy memeriksa keadaan gadis itu.

“Seharusnya gue yang tanya, lo gimana? Bisa bawa motor nggak? Kita mampir ke minimarket dekat sini? Atau mau ke rumah sakit aja? Takut isi perut lo pindah tempat lagi. Bocil, gue ngomong tuh—“

Alren langsung menarik tangan Rinzy dan membawa ke dalam dekapannya. Gadis itu terdiam sedikit syok karena tingkah laki-laki itu. Tolong kenapa jantungnya ini tidak bisa diajak kerja sama dan selalu saja begini. Tapi, tidak rugi juga sih, tanpa sadar Rinzy menyandarkan kepalanya di dada bidang laki-laki itu juga melingkarkan tangannya.

“Sakit banget ya, bocil?” tanya Rinzy setelah beberapa saat terdiam.

Perlahan Alren melonggarkan pelukannya. “Banget, tapi udah nggak.” Kemudian kembali memeluk gadis itu.

Dewa, Givon dan Ervin merasa bahagia akhirnya ketua geng yang menyebalkan itu sudah ada pawangnya sekarang dan juga mungkin dengan begini Alren sudah tidak terlalu kepikiran dengan gadis yang dicarinya sejak dua tahun lalu itu.

“Wah, liat tuh majikan sama pembantu jadian,” celetuk Ervin.

“Pin, mulut lo minta di getok pake pulpen Rinzy,” balas Givon.

“Akhirnya,” ujar Dewa tersenyum tipis.

Sebenarnya sejak tiga hari lalu Alren sering menelponnya dan mengirim chat tentang perasaan pada gadis itu. Sejujurnya Dewa sedikit curiga dengan gadis itu, tapi setelah dia tahu. Memang lebih baik Alren dengan Rinzy yang sangat cocok dengan pribadi sahabatnya itu. Dengan begitu Alren juga bisa berubah menjadi lebih baik lagi.

Rinzy masih terdiam dalam pelukan laki-laki itu. Ini sungguh membuatnya tenang dan sangat hangat. Setelah beberapa Rinzy  melonggarkan pelukannya.

“Jam berapa sekarang?” tanya Alren.

“Kenapa?” balas Rinzy sedikit bingung.

“Cepet.”

“Jam setengah dua pagi.”

“Delapan dua tiga dua tiga. Lo resmi jadi cewe gue. Ngga ada yang bisa sentuh selain gue. I love you.” Kemudian mencium punggung tangan Rinzy.

Rinzy terdiam mematung seketika saat benda kenyal itu bersentuhan dengan tangannya. Sungguh ini benar-benar membuatnya terkejut, bahkan dari awal pacaran saat sekolah dulu. Tidak ada yang seperti ini. Seketika gadis itu tersenyum manis.

“Kenapa, hm?” tanya Alren sembari tersenyum manis. 

“L-lo nggak becanda kan?”

“Gue mesti lakuin apa biar lo percaya?” balas Alren masih memegang kedua tangan Rinzy.

Tolong jantung gue mau meledak,” batinnya.

“O-oke gue percaya. Tapi, lepas dulu tangan gue ya. Gue agak deg degan gitu.”

Alren terkekeh kecil. “Jadi, kita mau ke mana?”

“Pulang, udah pagi. Besok sekolah.”

“Yah, kok pulang?” Seketika wajah Alren murung, padahal niatnya mau mengajak Rinzy jalan sebentar.

***

Mereka memutuskan untuk pergi ke salah satu minimarket dekat arena balapan itu. Sebenarnya Alren ingin langsung pulang karena Rinzy benar-benar sangat khawatir padanya. Tapi, gadis itu bilang untuk mampir dulu mengobati lukanya.

Rinzy keluar dari minimarket melihat Alren tengah tertidur di kursi dengan topi yang dipakai menutupi wajahnya. Gadis itu tersenyum manis.

“Bocil, bangun bentar, gue obatin dulu.” Rinzy menarik kursi mendekati Alren. Baru saja gadis itu terduduk, kepala laki-laki sudah bersandar di sebelah bahu.

“Nyaman banget, lebih dari bantal.”

“Ya, gue mau obatin gimana, bocil?”

“Lo cantik banget tadi. Rambutnya digerai aja, kalo di rumah. Di sekolah, jangan. Soal banyak cowo kaya binatang.”

Rinzy menoleh sedikit padanya. “ Di sekolah emang nggak pernah. Siapa yang lo bilang binatang?”

“Bagus, banyaklah. Sekolah swasta nggak mungkin bersih sepenuhnya, sayang.”

“Gue pikir cuma sekolah negeri aja yang ada kasus begitu,” batinnya.

“Iya udah. Ayo cepet, diobati dulu baru tidur.”

“Bisa begini nggak? Ngantuk banget.”

Rinzy menarik napas panjang, kemudian menghela kasar. “Ya udah, gue coba sebentar. Kayanya bakal perih, jadi tahan.”

“Bentar.” Alren meraih sebelah tanya Rinzy yang memeluknya. “Kalo gini, nggak bakal berasa.”

“Kenapa sampe meluk? Nggak sampee sakit banget kayanya, perih doang.”

“Kan gue yang ngerasain.”

“Iya, udah diem.” Perlahan Rinzy mengobati bekas luka di sudut bibir Alren. “Kok bisa lo temenan sama Rico atau siapalah namanya itu.”

“Dia ... Cuma temen balapan sama taruhan aja.”

“Kurang kerjaan balapan liar terus taruhan lagi. Udah gitu, bahan taruhannya cewe sendiri. Jahat banget,” lanjut Rinzy masih fokus mengobati Alren.

Tiba-tiba Alren menunduk sedikit. “Ya, sori sayang. Nanti di selesaiin, kok.” Sembari memainkan jari jemari Rinzy.

“Kaya anak kecil tau nggak? Berani berbuat, berani bertanggung jawab.”

“Iya, iya. Sori.”

“Dia juga kayanya nggak suka lo deket sama Nessa. Ya udah, jauhin aja, bikin repot aja.”

“Nessa nggak suka sama Rico.”

“Ya, terus kenapa pacaran? Lucu banget.”

“Dipaksa sama bokapnya.”

“Dijodohin maksudnya? Tapi si Rico suka banget sama Nessa. Sampe, lo bonyok begini.”

“Kurang lebih gitu, karna Nessa teman gue dari SMP, gue coba bantu. Itu aja.”

“Bantun boleh, tapi jangan terlalu urusin masalah orang. Urusan hidup sendiri aja udah susah, ditambah lagi sama urusan orang.”

“Iya.”

“Iya doang, nggak lakuin percuma, bocil.”

“Iya, sayang. Aku ngantuk.” Alren memeluk Rinzy dari samping. “Sebentar ya.”

Sepertinya Rinzy harus mulai terbiasa dengan tingkah Alren yang sering membuat tubuhnya mematung.

Bocil, lo tau nggak? Ini jantung gue, sialan banget,” batinnya.







(◍•ᴗ•◍)
Ria sheria
7/11/21

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top