Part. 17

“Lo pikir gue bocil?” tanya Alren membuat Rinzy menahan tawa.

Dibalik wajah sombongnya itu, sebenarnya laki-laki seperti anak kucing yang imut. Ia tahu dari wanita paruh baya yang sering menceritakan masa kecil Alren. Selain itu laki-laki bertubuh tegap ini termasuk keras kepala kira-kira tidak ada bedanya dengan dirinya.

“Ya kan gue bantu aja, mungkin aja lo males.”

Lantas laki-laki itu terduduk di sebelah Rinzy dengan dua kotak makan ditengah mereka berdua.

“Gue cape berdiri,” ujarnya seraya mengalihkan pandangannya.

“Emang gue tanya?” lanjut Rinzy lalu terkekeh kecil.

“Bacot, cepetan mana duit gue"

Rinzy merogoh dua lembar uang berwarna merah dari saku bajunya. Tidak sengaja lembar kertas terjatuh.

“Kertas apaan?” tanya Alren memicingkan matanya sedikit terlihat curiga.

Buru-buru gadis berkuncir kuda itu memasukkan kembali kertasnya ke dalam saku rok.

“Kertas hapalan gue kenapa? Mau minta juga? Udah pinter ngga perlu.”

Alren tersenyum miring seraya melirik gadis itu yang tengah lanjut makan.

“Rangking satu doang. Nggak ngaruh buat hidup gue.”

Sekilas Rinzy melirik pada laki-laki itu. Jika dipikir-pikir sedih juga, ditinggal Ibunya sejak sekolah dasar. Padahal masa-masa itu masih membutuhkan bimbingan orang tua. Nasib mereka berdua sama, bedanya Rinzy ditinggal Ibunya saat SMK tepat saat hari terakhir ujian nasional kala itu.

Garis takdir itu terkadang sangat mengejutkan. Hingga kenyataan sangat sulit diterima.

Rinzy tersenyum simpul sembari menepuk pelan pundak Alren.

“Ngaruh banget malah. Itu artinya otak lo cair, nggak kaya gue beku.”

“Bukannya lo kemarin empat besar di kelas?”

Rinzy tersenyum tipis. “Bukan gue tapi walas lo sama Mami yang buat.”

“Itu cuma beruntung aja. Aslinya gue nggak sepintar lo. Lagian ....” Rinzy berhenti sejenak sembari kembali menyuap sesendok nasi ke dalam mulut. “Gue juga nggak suka kejar-kejaran, yang penting paham materi aja. Santai gue tuh.”

“Kalo mau santai kenapa nggak masuk MIPA 4? Di sana malah pada males belajar, cocok banget buat lo.”

“Ngelawak lo, bocil?! Ya kali, gue nggak sebodoh itu juga.”

Terdengar kekehan kecil lolos dari laki-laki itu.

“Seneng banget kalo hina gue ya?” lanjut Rinzy sembari mengunyah.

“Mana duitnya? Gue ada janji sama orang.”

Gadis itu mengulurkan tangannya dan memberikan dua lembar uang berwarna merah. “Sama siapa?”

“Urusan banget kayanya. Terserah gue lah.”

Dengan cepat Rinzy menarik kembali uang kertas itu. “Kalo sama si Nessa itu, gue nggak mau kasi.”

“Nggak cocok lo cemburu. Gue kan udah bilang, gue nggak suka sama lo, cewek pulpen!”

“Bocil, gue tuh suka sama lo. Nggak usah deketin dia kek, cantikan gue kemana-mana.”

Alren tertawa terbahak-bahak. Gadis dihadapannya ini benar-benar sangat percaya bahkan membuatnya sampai sakit perut karna terlalu tertawa.

“Cowok liat lo aja males, mana bisa gue tertarik sama lo.”

“Liat aja, gue pasti bisa buat lo suka sama gue,” balasnya seraya memasukkan sendok dan menutup kotak bekal itu.

Baru saja Alren akan berdiri tidak sengaja tangannya menyenggol kotak makan milik Rinzy yang belum tertutup rapat. Isi bekal itu jatuh berantakan, padahal gadis itu baru saja makan beberapa sendok. Itu karena menunggu Alren datang. Menyebalkan.

“Bocil! Bekal gue?!” teriak Rinzy nyaring lantas terjongkok di bawah.

“Sori gue ngga sengaja.”

Tepat saat Alren akan berjongkok dan membantu Rinzy. Tiba-tiba suara seseorang memanggilnya cukup keras.

“Ren,” panggil gadis itu kemudian menarik tangan Alren agar kembali berdiri. “Kamu kenapa?”

“Gue nggak apa-apa, Nes. Tapi, pembantu gue ini, nggak sengaja gue—“

“Ini uang buat kamu.” Nessa lantas melempar tiga lembar uang berwarna biru tepat di wajah Rinzy. “Maaf nggak sengaja.”

“Nessa—“

Rinzy menatap tajam gadis itu. Ia benar-benar sangat marah sekarang. Gadis ini tidak ada sopan santunnya sama sekali. Rinzy kuda itu menjatuhkan kembali kotak bekal itu hingga membuat gadis di depannya itu tersentak kaget. Kemudian mengambil uang kertas yang dilemparkan Nessa.

“Maksud lo apa?!”

“Itu ganti rugi biar kamu nggak deket sama Alren lagi.”

Mulutnya setengah menganga reaksi perkataan gadis bernama Nessa itu.

“Kenapa jadi gue? Seharusnya lo yang jauhin bocil gue.”

“Kamu itu cuma pembantunya.”

“Heh! Mulut lo!” Dengan cepat Rinzy menarik rambut Nessa.

“Aaaaaa, sakit Ren.” Nessa menjerit.

“Heh! Jangan deket-deket sama cowok gue, sialan!” Rinzy menjambak rambut gadisnya dengan kencang.

Alren hanya menatap datar kedua gadis itu bergantian. Mungkin seperti ini rasanya mempunyai dua pacar. Untunglah ia tidak ada niatan memiliki dua kekasih.

Jika dibiarkan lebih lama lagi, ia yakin mereka berdua ini akan menyesal karena kehilangan banyak helai rambut.

“Kenapa lo berdua jadi berantem?!” ujar Alren sedikit meninggikan suaranya. “Berisik anjing!”

Kedua gadis langsung berhenti menjambak rambut satu sama lain.

“Lo juga ngapain main jambak rambut Nessa?” tanya Alren pada Rinzy yang tengah merapikan kuncirannya.

“Ya, gue kesel bocil!”

Nessa tersenyum miring pada Rinzy. Ia sudah tahu, gadis pengganggu ini akan sangat mudah disingkirkan apalagi hanya sebatas pembantu. Dasar gadis tidak tahu malu.

“Nessa, cuma salah paham aja.”

“Bodo amat deh. Mendingan lo berdua pergi, jijik gue liat nih cewek.” Rinzy lantas berjongkok kembali mengambil kotak bekalnya.

“Maaf ya, Rin,” tutur Nessa dengan raut wajah sedih yang dibuat-buat.

Rinzy berdecak kesal. “Lo pikir gue peduli? Sana pergi!”

Nessa menarik tangan Alren dan pergi dari sana. “Nessa, salah lo berurusan sama gue.”

***

Dhea berlari kecil keluar kelas tepat saat selesai mata pelajaran pertama setelah istirahat tadi. Gadis itu terlihat terburu-buru, ah benar setelah kejadian tadi Alren belum melihat gadis cerewet itu.

Biasanya jika tidak ada guru seperti ini. Gadis itu akan bergosip apapun bersama Dhea dan beberapa gadis deretan mejanya.

Rasanya Alren sedikit merasa khawatir. Ini mungkin hanya perasaan iba antara majikan dan pembantu saja.

Beberapa menit setelah Dhea pergi. Alren memutuskan untuk bangkit berdiri dan langsung keluar kelas.

Sejujurnya sedikit ada perasaan tidak enak. Tapi, ia juga kesal gadis itu berani-beraninya menjambak rambut Nessa. Alren sangat tahu sifat gadis itu, tidak mungkin ia sengaja melakukannya.

Alren hanya khawatir pada keadaan Nessa. Pasalnya gadis itu sering mendapatkan kekerasan.  Membayangkan saja membuatnya naik darah ingin menghajar laki-laki.

Beberapa langkah sebelum UKS tiba-tiba terdengar seseorang terjatuh. Buru-buru Alren berlari kecil dan memasukki ruangan itu.

“Cewek pulpen, lo jatoh?”

Rinzy menoleh ke arah suara itu.

“Bukan gue, bocil. Bantuin kek.” Seraya membantu adik kelasnya itu kembali ke ranjang.

Alren berlari kecil ke arah laki-laki itu. Kemudian membantunya kembali berbaring.

“Udah biarin, gue aja. Lo genit banget deket cowo mulu,” ujar Alren menyingkirkan tangan Rinzy dari kaki laki-laki itu.

“Nggak jelas,” gumam Rinzy seraya memutar bola matanya malas.
Keduanya beralih pada adik kelas itu. Laki-laki itu terlihat sangat pucat dan keringat dingin yang mengucur deras.

“Nyusahin aja lo. Ada nomor telpon yang bisa dihubungi nggak?” tanya Alren.

“Nggak usah Bang. Tanggung udah mau bel,” balas laki-laki bernama Putra.

“Karna mau pulang itu biar cepat dijemput. Kelas 10 kan lo?”

“Iya, Bang,”

“Nih pake hape gue.” Alren mengulurkan tangannya memberikan ponsel. “Tapi, jangan diabisin pulsa gue.”

“Makasih, Bang.”

“Ke gue? Tuh ke kakak cerewet itu,” lanjut Alren menunjukkan gadis yang berdiri di seberangnya.

“Oh iya kak Rinzy, makasih kak,” tutur Putra seraya tersenyum manis.

“Nggak cocok lo dipanggil kakak.”

“Sirik aja lo bocil.”

Ternyata laki-laki ini ada sisi baik juga. Rinzy pikir Alren hanya bocah menyebalkan yang manja dan tidak sopan santun. Sisi baiknya membuat Rinzy merasa senang.

“Ngapain senyam-senyum nggak jelas?” tanya Alren membuyarkan lamunannya. “Kesambet lo!”

“Bocil, nggak usah buat kesel, sehari aja bisa nggak?”

“Lo yang ngeselin cewek pulpen.”

“Bocil, kalo mau berantem mending di lapangan, mumpung sepi.”

Alren terkekeh kecil sembari melihat wajah Rinzy yang mendadak masam itu. Entah mengapa rasanya, ia jadi mudah tertawa karena gadis berkuncir itu.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top