Part. 10

Laki-laki itu terus memandangi sekeliling kamar berukuran 3x3 sebelum melirik sekilas pada gadis yang tengah melipat kedua tangannya depan dada.

"Hampir lima menit lo liatin kamar terus. Besok kelas pagi kali. Cepet." Rinzy lantas menyambar tas sedang berisi beberapa baju dan membuka resletingnya.

"Ini kamar tidur apa kamar mandi?"

Rinzy yang sudah terduduk di lantai menoleh menampilkan wajah datar. "Lo liat ada kloset nggak?"

"Nggak ada kamar lebih gede?"

"Lo tinggal di sini bayar?"

"Ini satu AC berdua?"

"Syukur pake AC bukan kipas sate."

"Nggak bisa gue di sini."

"Terima kenyataan aja sih, repot banget," balas Rinzy seraya mengeluarkan beberapa baju laki-laki itu.

"Kenapa gue mesti tinggal sama lo?"

"Karna kalo sendiri pas lo mati, nggak ada yang tau. Di sini kan masih sepi."

"Dih, anjing. Lo nyumpahin gue mati?"

"Sedikit mencondong ke sana. Udahlah, dari pada bacot, sini gue ajarin lipat sama beresin," ujar Rinzy mengajak Alren.

"Nggak, lo kan juga pembantu gue. Lo aja, cepet." Alren terduduk di sisi ranjang.

Rinzy bangkit berdiri dan berkacak pinggang. "Oh, nggak mau? Gue buang underwear lo nih ya?" Seraya mengangkat celana dalam berwarna biru dongker.

"Heh! Itu sempak bermerek."

"Tugas gue bantu lo biar bisa mandiri. Lo paham kata mandiri nggak?" Rinzy melempar pakaian dalam itu ke arah muka Alren.

"Lo cewek pulpen bener-bener-"

Ucapan Alren terhenti tepat saat Rinzy membalikan tas itu dan mengeluarkan semua pakaian di dalamnya.

"Kalo udah begini harus di?"

"Emang anj--"

Gadis itu melempar baju ke wajah Alren. "Diberesin, dong. Silakan Tuan." Rinzy terkekeh geli.

Alren sangat tidak menyukai berantakan seperti ini. Rasanya ingine memanggil Bibi Yuni tapi sekarang tidak ada. Hanya ada gadis cerewet yang selalu menganggapnya bocah.

Terpaksa laki-laki menuruni ranjang. "Minggir!" lalu terduduk di bawah mendekati pakaian yang berserakan.

"Dih, ngambek lo. Sini gue bantu, kasian gue." Rinzy ikut terduduk di lantai mambantu merapikan pakaian laki-laki itu.

"Nggak usah!" Alren mendorong Rinzy hingga kepalanya terbentur dinding.

Duk.

Rinzy meringis pelan mengusap kepalanya.

"Bocil ih, sakit."

"Eh, gue nggak sengaja." Alren lantas mengusap kepala gadis itu seraya memeriksa ada benjolan atau tidak.

"Awh, lo kenapa pencet di benjol, bocil?"

"Coba liat." Laki-laki itu mendekati Rinzy, seraya memeriksa kepala gadis itu.

Rinzy mendadak merasakan jantungnya berdetak lebih cepat. Ia menutup mata, tepat saat dada bidang laki-laki itu berada di hadapan wajahnya.

"Bocil, gue sesek napas."

Seketika Alren lantas kembali memundurkan tubuhnya. "Lo ada riwayat asma atau gimana? Kalo lo mati gue yang masuk penjara."

"J-jangan deket-deket lo bau, sana!" Rinzy lantas mendorong Alren sedikit.

"Gue nggak mandi setahun juga nggak bau kali." Seraya mencium kaos hitamnya.

"Sialan, jantung gue hampir copot," batin Rinzy.

Tanpa merespons Rinzy lantas beralih mengambil satu persatu baju. Melipatnya dan memasukkan ke dalam box besar penyimpanan selimut dengan resleting di bagian atas dan depan.

"Nah, lo udah tau kan gimana? Pertama di lipat begini, terus tinggal di susun aja."

"Ini nggak ada lemari? Gembel banget pake beginian."

Rinzy melirik laki-laki datar. "Lo nggak bisa napas, kalo ada lemari. Apalagi lemarin lo itu."

"Gue curiga, lo ada dendam tersembunyi sama gue."

"Iya lo kan orang jahat," balas gadis itu santai. "Ini lo lanjutin dulu."

"Mau ke mana lo? Tanggung banget ini tinggal dikit."

"Gue mau ke kamar sebentar."

"Lo nggak takut gue ngintip tuh?" canda Alren seraya menunjuk tembok pembatas kamar mereka berdua yang berlubang untuk AC itu.

"Bebas, kalo lo mau nabung dosa."

Alren terkekeh kecil. "Nggak tertarik gue. Nggak ada yang bagus dari lo."

Rinzy ternganga setengah seraya berkacak pinggang. "Ck, ya nggak apa-apa. Lagian ini buat calon husband gue, kok."

"Pede banget ada yang mau sama cewek pulpen cerewet kaya lo."

"Bodo amat, nggak denger." Gadis itu lantas keluar kamar dan menuju kamarnya tepat di sebelah.

Alren tersenyum tipis memandangi gadis itu hingga keluar kamarnya.

Ia jadi teringat perkataan gadis itu tadi. Dalam kehidupan yang berubah-ubah ini akan selalu banyak kejutan. Buktinya sekarang satu-satunya orang tua kandungnya. Mengusir laki-laki itu, anak semata wayangnya. Bahkan uang dan motornya tidak diberikan hanya beberapa pakaian.

Ia pun tidak tahu kenapa bisa berada di rumah ini. Alren pikir Papinya sejahat itu ternyata gadis itu berbohong kalau ia menemukannya di pinggir jalan. Dasar, gadis itu memang tidak bisa dipercaya.

"Haduh, capek banget, sat. Tuh cewek bener-bener bikin kesel," tutur Alren seraya berbaring di ranjang.

Tiba-tiba seseorang membuka pintu seketika membuatnya menoleh. "Lo ngapain rebahan, sih? Cepet mandi! Udah malam gini."

"Cerewet lo, handuknya mana?"

"Nih," balas Rinzy serayae melempar handuk tepat di muka Alren.

"Harga handuk berapa? Kasar banget, kaya lo."

"Cepet mandi, bocil."

Alren pun menuju ke luar kamar. Seraya mengikuti langkah gadis di depannya menuju kamar mandi yang letaknya di ujung.

Kamar mandi berukuran kecil dengan bak mandi dari semen juga kloset di sebelahnya.

"Ini lampunya mati apa gimana? Masa gue mandi gelap-gelap," ujar Alren kesal seraya melihat kamar mandi yang gelap gulita.

"Iya belum beli bolam lagi. Mandinya buka pintu aja."

"Gila lo!"

"Heh, pintu dapur bisa dikunci lagi. Siapa yang mau liat lo mandi? Jijik banget."

"Jijik? Lo merendahkan harga dirinya gue, sat!"

"Iya udah deh, terserah. Gue mau pergi dulu. Baju lo udah gue gantung di belakang pintu kamar mandi," tutur Rinzy sebelum menuju ruang tamu.

Baru saja Alren menampakkan kaki di dalam kamar mandi. Seketika tubuhnya membeku melihat hewan melata dekat dengan kakinya.

"Weh, anjing apaan tuh?" pekik laki-laki itu lantas keluar kamar mandi. Seketika membuat Rinzy terkejut dan berbalik.

"Ada apaan?" tanya Rinzy.

"Bangsat! Kenapa ada hewan segala sih?"

"Apaan? Kaget gue bocil."

"Tuh lo liat ada hewan." Seraya menunjuk hewan kecil yang tengah berjalan menuju pinggiran kloset.

"Hewan apaan?" tanya Rinzy sebelum masuk ke kamar mandi. "Mana?"

"Mata lo buta apa gimana? Itu deket sikat atau apalah itu namanya."

"Cicak? Lo takut cicak?"

Alren mendehem seraya memegangi handuknya. "Nggak takut, cuma geli. Ya kali, kan gue laki."

"Ya udah, sana mandi," balas Rinzy santai.

"Gimana gue mau mandi? Dia ngeliatin gue," lanjut Alren menghalangi Rinzy ke luar kamar mandi. "Buangin, kek."

"Tuh, cicak di sana. Lo kan mandi sebelah sini."

"Tuh, cicak mesum banget njing."

"Emang cicak mau ngeliatin lo, dia juga geli."

"Ya udahlah, gue nggak jadi mandi."

"Penakut banget lo, dasar bocil."

Rinzy pun mengambil plastik kresek bekas dari pinggiran rak, dekat kompor. Untuk menangkap cicak.

Perlahan Rinzy mendekati hewan kecil itu. Dengan tangan yang dilapisi kantung kresek langsung menangkap hewan itu.

"Nih buang," ujar Rinzy seraya mengikat plastik itu agar cicak tidak kabur.

"Sekalian aja, kenapa jadi gue? Inget, gue tuan lo pembantu. Udah seharusnya lo yang kerjain ginian."

Rinzy memandang datar Alren. "Orang kalo penakut suka banyak alasan banget."

"Patuh aja sih sama Tuan."

Rinzy yang menuju pintu belakang rumah. Kemudian langsung membuang hewan itu.

"Udah selesai, sana mandi."

Alren pun mencoba melangkahkan kakinya masuk kamar mandi kembali. Namun lagi-lagi ia memekik.

"Bangsat kenapa sekarang ada cacing?!" teriak Alren. "Cewek pulpen!"

Tapi saat ia mengintip keluar gadis itu sudah tidak ada.

"Woy, cewek pulpen!"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top