Letting go
Saat ini aku sedang berada tepat di depan orang yang sangat ingin aku temui dari 5 tahun yang lalu, entah angin apa yang membawanya kesini dan duduk didepanku saat ini.
Kita terus saling menatap tanpa ada sepatah katapun yang keluar dari mulut kita masing-masing padahal mulut ini masih berada di tempatnya dan masih utuh.
Seperti bertukar pikiran kita saling memandang, aku sangat tau dia ingin mengatakan sesuatu.
Tuhan … bolehkah aku merobek saja mulutnya agar dia berbicara?
“Haruskah aku mengatakannya?” matanya memberikan kode seakan dia mengatakan itu.
Tolonglah , aku ini bukan cenayang ataupun dukun beranak, aku hanya seorang mahasiswa psikologi biasa yang hanya bisa melihat kelakuan dan gerak geriknya bukan membaca fikirannya.
Aku bukan roy kiyoshi yang bisa menebak apa yang terjadi pula.
“Jadi,” ucap kita berbarengan. “lo duluan” ucapku mengunnakan kata panggilan yang jarang bahkan hampir tidak pernah aku katakana padanya --lo.
“Kamu berubah cepet ya de,” ucapnya sambil diiringin seyuman.
Aku tau bukan itu yang ingin dia katakan! seyumannya terlalu menipu, dia lupa aku sudah tau semua sifat yang ada pada dirinya.
Aku hanya bisa berkecambuk dalam fikiranku tanpa mengatakannya, sumpah serapah ini terlalu ekstrem jika harus aku keluarkan bukan?
“Aku masih sama, masih orang yang menyukai lemon,” hanya itu yang bisa aku ucapkan padanya, dan kenapa aku harus membawa buah lemon ah entahlah.
“Tepat sekali, orang yang sama yang menyukai lemon. Seperti tidak ada orang lain yang menyukai lemon di dunia ini”
Kalimat yang Ia lontarkan seakan membawaku pada masa lalu saat aku masih mengemgam tangannya erat.
--flashback
“Aku ingin lemon tea, jadi ayo kita ke kedai yang di depan sana” ujarku saat pertamakali memasuki mobilnya.
“Hei bocah, aku bukan supirmu. Tidak bisakah kau sopan sedikit, atau berikan aku salam pertemuan?” protesnya sambil menginjak pedal gas.
“Aku lupa bahwa yang menjeputku saat ini adalah kekasih rasa kakakku, karena sudah seminggu dia tidak menghubungiku. Dengan alasan keluar kota, tapi ternyata dia pergi ke luar negri.
Sungguh masam kelakuannya seperti lemon bukan?” jawabku sambil mencubit pipinya gemas.
“Baiklah aku yang salah agasshi, tapi sekarang aku sedang tidak ingin mampir ke kedai sana karena aku hanya memiliki waktu 30menit kedepan. Dan selanjutnya aku ada rapat penting”
“Baiklah aku tunggu juga undangan pernikahanmu dengan gedung pencakar langitmu itu, aku sangat setuju kalian terlihat serasi dan langgeng. Bahkan kau menghabiskan waktu lebih banyak dengannya dari pada denganku” aku yang langsung memasang earphone dan melihat kearah jendela.
Kelakuanku kadang tidak bisa aku kontrol jika sedang begini. Dan orang disebelahku ini sudah hafal betul bagaimana jeleknya sifatku.
Aku melirik sekilas dan melihat wajahnya yang agak berubah.
Dia, yang selalu sibuk karena pekerjaanya.
Dia, yang selau mementingkan clientnya. Dia, yang selalu melarangku untuk berusan dengan buah yang bernama “lemon” padahal aku sangat menyukai buah kuning masam itu.
Dia, yang selalu menelponku tidak tau waktu. Dia, yang selau mebuat aku kesal tapi selalu membuat aku merindukannya setiap hari.
Dia, orang yang selau menangkapku saat aku jatuh, dia , dia dan dia yang ada dipikiran dan hatiku dan hanya dia yang mampu bertahan selama 2tahun dalam kehidupanku.
“Ayolah kakak akan ganti lemon tea mu itu dengan ice cream, bagaimana?”
“Tidak”
“Dengan tiket konser”
“No”
“Dengan sepatu”
“ANDWE!! Dengan waktu kakak di hari sabtu seharian, gimana?” ucapku sambil membuat mataku seolah olah menjadi puppy eyes.
“Minggu” Jawabnya tegas
“Sabtu atau belikan ade lemon tea”
“Oke kakak nyerah, ayo beli lemon tea. Tapi hanya satu cup berukuran kecil”
“Ade sayang kakak” ucapku sambil mengecup pipi kirinya, dan dia hanya terkekeh geli.
Kini aku sudah memasuki kedai yang aku maksud dan langsung memesan. “1 lemon tea dan cheese cake” ucapku saat ada di depan counter pemesanan.
“Mohon maaf tapi lemon teanya sedang tidak ada stock” ucapan pelayan itu membuat moodku cukup turun.
“Lemon squesh jika begitu” dan tepat sedetik setelah aku menyelesaikan kalimatku, aku merasakan senggolan di tanganku saat aku melihat orang yang menyengolku sepasang mata elang tajam sudah menatapku dan mata itu berbicara seolah olah mengatakan “TIDAK” dengan tanda seru banyak dibelakangnya.
“kebetulan minuman yang berbahan dasar lemon sudah habis” aku hanya cemberut mendengar kata itu.
Dan orang yang disebelahku ini hanya terseyum geli sepertinya dia ingin sekali tertawa sekarang.
“ayolah di dunia ini bukan ade aja yang suka lemon, wajar stocknya habis” ucapnya saat kita melanjutkan perjalanan pulang.
Dan aku hanya bisa cemberut sampai rumah.
***
“De,” tiba-tiba suara bassnya menyadarkan lamunanku. Tentang masa lalu yang aku lewati bersamanya.
“Sebenernya kakak balik bukan buat ngelanjutin apa yang udah kita bangun selama 5tahun kebelakang, dalam waktu 5tahun ini kakak terus berpikir gimana caranya ngelepas sosok ade dari hidup kakak. Terlalu lama memang, kakak cuman sembunyi dan jadi pengecut. Dan…”
“Minggu depan kakak bakal nikah dengan seseorang yang udah bikin kakak nyaman… lagipula kita udah sepakat buat ga saling jatuh cintakan selama ini?”
potongku seakan tau semuanya yang akan dia katakan.
Padahal kalimat ini muncul dengan sendirinya dari mulutku, sementara orang yang didepanku hanya menunduk pasrah. Bagus sekali ini persis seperti adegan drama korea yang sering aku tonton.
Tiba-tiba air mataku meluncur dengan bebas dipipiku tanpa dikomando, jawabanku benar ternyata, dan perasaanku padanya benar ternyata.
“shhttt jangan nangis kakak yakin ade udah sadar ini dari dulu kok, sakitnya cuman sementara besok juga ade bisa seyum bahagia lagi. Ade udah gede sekarang udah tau mana yang terbaik buat ade, dan kakak sadar kakak bukan yang terbaik buat ade. Kakak cuman bajingan yang ditakdiri buat nyakitin ade beberapa taun kebelakang ini” ucapnya sambil menghapus air mataku.
Oke beri tepuk tangan untuk sosok Kim jong in.
Dia bisa tau kalimat seorang bajingan sejati dan tidak lupa mengaku bahwa dia bajingan, bagus bukan? Bajingan yang jujur tapi aku tidak peduli dengan kejujurannya yang jelas saat ini dihatiku sudah ada lubang besar akibat perkataannya tadi.
Tapi memang betul kalimatnya mengadung kejujuran luar biasa, bahkan pupil matanya tidak bergoyang saat menatap dan menghapus air mataku.
Yang harus aku lakukan saat ini hanyalah melepasnya, karena dia juga sudah belajar melepasku bukan? Untuk kapan aku bisa melepasnya itu hanya rahasia hatiku, dan kesiapan mentalku.
“Makasih udah jadi payung saat ade kehujanan, makasih udah jadi senderan ternyaman selama 5tahun kebelakang, dan makasih udah ngasih tau ade rasa rindu yang luar biasa. Sampe rasanya pengen nangis gara-gara kangen. Kalo emang ini bisa buat kakak bahagia dan ade bahagia yaudah ade ga bisa berbuat banyak. Makasih juga buat nemuin ade di hari sabtu ini. Dan terimakasih untuk 5 tahun tanpa kabar, dan terakhir terimakasih udah liat ade saat ade udah sukses” ucapku dengan nada yang sangat tegar.
Dan pertemuan itu menjadi pertemuan terakhirkali aku dengan cinta pertamaku, sisanya kami seperti dua orang yang tidak saling mengenal.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top