Bab 1


Suara pedang dan aroma darah masih jelas dalam ingatan.

Membuka jalan menuju kematian.

Tapi kehidupan harus terus berjalan. Demi menemukanmu.

***

Cccrrsss ....!

Tebasan pedang yang mengayun kuat mengenai tubuh Jackson hingga membuatnya muntah darah saat itu. Dia sempat limbung dan jatuh berlutut di tengah kekacauan banyak orang yang sama-sama membawa senjatanya masing-masing untuk menyerang.

Seketika itu juga, Jackson memejamkan mata dan mengaktifkan tenaga dalamnya. Pria itu merapalkan sebua mantra yang akhirnya mengubah tubuh Jackson perlahan-lahan menjadi seekor serigala yang sangat besar.

Bulunya berwarna putih terang, dengan taring yang berjajar di seluruh mulutnya. Dia menggeram dan menggerakkan badannya begitu agresif dengan tatapan mata tajam dan bola mata warna biru yang sangat mencolok.

"Aaauuu ...!" Auman Jackson terdengar sangat kuat dan membuat pria di hadapannya terkejut sampai mundur ke belakang beberapa langkah.

Tak menunggu waktu lama, Jackson langsung melompat tinggi dan mengoyak tubuh lawannya tanpa ampun. Membuat bulu putihnya terkena cipratan darah. Dan mulutnya pun dipenuhi daging segar dengan darah yang terus mengalir tanpa henti di mulutnya.

Suara erangan yang diiringi tangisan terdengar, saat itu pula Jackson melepaskan gigitannya dan kedua bola mata Jackson membulat karena bingung dengan apa yang dia lihat.

Tunggu dulu!

Ini bukan lawan yang tadi dia serang bukan? Ini orang lain.

Jackson baru menyadari kalau yang dia gigit dan bunuh, bukanlah serigala dewasa yang seharusnya masuk ke medan perang dan menjadi petarung. Melainkan seekor serigala dewasa, dan juga seorang gadis yang tengah menyamar di tengah perang.

"Madelin!" batin Jackson berteriak.

Keempat kakinya yang besar segera mundur ke belakang beberapa langkah. Berusaha untuk mengubah keadaan dan menghindar dari tempat Madelin jatuh, terkapar dan berdarah saat ini. Dan di waktu yang sama, seolah semua situasinya berubah dengan sangat cepat bagi Jackson. Sang serigala justru melihat banyak pasukan di sekitarnya menghilang.

Hingga bersamaan dengan itu, seorang perempuan paruh baya yang tengah membawa satu tas di pundaknya berlari menuju Madelin sambil berteriak sangat keras.

"Madelin ...!" teriak Martha.

Martha—permaisuri Klan Selatan yang merupakan rival bagi Jackson ada di sana dan menangis memeluk Madelin sambil memberikan tatapan nanar pada pria yang masih berwujud serigala itu.

"Kau sudah membunuh anakku, Jackson?" tanya Martha.

Jackson yang akhirnya menyadari ada yang salah di sini, kemudian kembali berubah wujud menjadi manusia. Dia yang masih memakai baju zirah perangnya yang penuh darah dan luka sayatan pedang, juga berjalan tertatih menuju Martha dan Madelin yang sudah tak bernyawa.

"Kau membunuhnya!" teriak Martha sambil menunjuk Jackson dengan begitu tegas.

"Tidak mungkin!" ucap Jackson. "Yang Mulia ... bukan Madelin yang aku serang. Aku ..." Jackson masih merasa yakin bahwa sekian menit lalu, dia sedang menghadapi salah satu prajurit terkuat dari Klan Selatan yang berhasil menyayat tubuh Jackson hingga luka parah.

Bukan Madelin. Perempuan muda yang juga merupakan Putri dari Kerajaan Klan Selatan.

"Tapi kau sudah mengoyak tubuh anakku, Jackson!" Martha kembali berteriak.

Jackson yakin ada sihir di sini. Sihir yang membutakan mata Jackson untuk sesaat, hingga menyerang orang yang salah. Tapi pertanyaannya kemudian, bagaimana seorang Madelin bisa ada di medan perang yang sangat kacau dan berada di hadapan Jackson dalam waktu singkat?

Tangis Martha membuat lamunan Jackson hancur. Dan dia ingin sekali segera membuktikan bahwa bukan Madelin yang dia serang.

Tapi belum sampai Jackson berkata lebih jauh, Martha yang awalnya masih menangis tiba-tiba saja terdiam. Tubuhnya berubah kaku dan dia batuk darah.

"Uhuk!" Darah keluar dari mulut Martha cukup banyak.

"Yang Mulia ...!" Jackson langsung berlari mendekat dan ingin memberi bantuan.

Tapi semuanya terlambat, karena saat Jackson berhasil bersimpuh di dekat sang Permaisuri, kondisinya justru sudah tak bernyawa. Dengan posisi di mana Jackson memangku tubuh Martha yang penuh darah. Dan jasad Madelin yang tergeletak di dekatnya.

"Yang Mulia ...!" Jackson memanggil Martha dan berusaha menyadarkan wanita itu sekali lagi.

Sampai sebuah pedang yang mengkilat mendadak ditaruh persis di leher Pangeran Klan Utara tersebut dengan suara besar dan garang di belakangnya.

"Pembunuh!"

"Tidak ...!" teriak Jackson.

Napasnya tersengal dan keringat dingin kembali membasahi sekujur tubuhnya saat bangun pagi ini. Kepalanya terasa sangat berat dan telinganya berdengung. Hingga pria itu harus memejamkan mata beberapa saat sebelum akhirnya bisa menemukan kesadaran utuhnya sendiri.

Dia menarik napasnya dalam-dalam setelah sadar bahwa dia masih ada di kamarnya yang dingin seperti es, dengan tubuh polos tanpa baju dan hanya mengenakan satu celana panjang training berwarna hitam.

Mata tajamnya mengarah pada jam dinding besar tepat di depan ranjang, yang menunjukkan pukul empat dini hari.

"Lebih awal rupanya," gumam Jackson.

Iya, dia memang bangun lebih awal dari waktu yang sudah dia atur pada alarm-nya sendiri. Di mana menurut keinginan Jackson dan kebutuhannya, dia bisa tidur sampai pukul tujuh pagi hari ini, sebelum harus kembali berjibaku untuk menjadi dosen di sebuah kampus ternama yang punya kesibukan sangat banyak.

Apalagi semalam dia harus bekerja lembur sampai lewat tengah malam. Yang berarti dia hanya punya waktu tidur sekitar dua jam? Atau bahkan kurang dari itu karena bangun diwaktu seperti sekarang.

Tanpa menunda lagi atau bahkan berusaha melanjutkan tidur yang jelas sangat kurang waktunya, Jackson bangkit dan meraih ponsel dari atas nakas untuk menghubungi seseorang.

[Kau di mana? Kenapa tak membalas pesanku?]

Kening Jackson mengernyit mengetahui kalau pesan yang dia kirimkan sejak semalam, sama sekali belum terbaca oleh penerimanya. Bahkan belum juga mendapat balasan.

Dan rasa khawatir yang tiba-tiba merayap dalam hati Jackson, kemudian membuat pria itu mengindahkan seluruh rasa lelah dan ngantuk saat itu, untuk mengambil kaosnya sendiri dan memakai jaket sebelum pergi menggunakan mobil menuju satu tempat.

Sebuah tempat yang diyakini Jackson sebagai lokasi orang yang dia cari berada.

---Radio Rooftop, Covent Garden London, Inggris---

Suara musik yang mengalun keras dengan hentakan yang sangat kuat terdengar hampir di seluruh sudut Club Malam yang terletak di lantai 10 dari sebuah hotel bintang lima di kota London yang letaknya cukup dekat dengan Sungai Thames dan sebuah Katedral itu.

Di mana seorang DJ tampan yang menjadi tamu utama di Club tersebut tengah memainkan musik yang semakin memabukkan, ketika waktu mulai merangkak terus naik dan membuai banyak pengunjung di sana semakin melayang.

Di samping DJ itulah, seorang wanita dengan tinggi menjulang dan memiliki tubuh seksi sekaligus indah meliukkan tubuhnya mengikuti irama.

Dengan satu tangan memegang gelas berisi cocktail dan satu tangannya lagi dia pakai untuk memeluk erat sang DJ, sembari sesekali menghujani DJ itu dengan ciuman ganas.

"Kau sangat cantik hari ini, Paula ...!" bisik DJ itu setelah memasang lagu yang menghentak.

Tangannya yang berada di pinggul Paula kembali bergerak dengan nakal untuk membuat gadis itu tersenyum dan sedikit terangsang. Sebelum kemudian Gregory—DJ itu mulai menarik bibir Paula yang seksi untuk dia cium dengan sangat ketat dan kedua tangannya mulai menjelajah untuk melepaskan kaitan baju Paula satu demi satu.

Diperlakukan dengan sangat kurangajar, nyatanya Paula bukan merasa risih, melainkan kelihatan sangat bahagia. Dia membalas pelukan Gregory dengan pelukan juga dan menempelkan tubuhnya pada sang pria, hingga terlihat sangat intim di antara gemerlap lampu.

Keduanya mulai naik dan merasakan terpancing satu sama lain, sampai tiba-tiba tubuh Gregory menjauh dengan cepat dari hadapan Paula dan terlempar sangat jauh dari sana ke bawah panggung DJ.

Yang kemudian membuat beberapa pengunjung terkejut dan menghentikan keasyikan mereka, untuk melihat Jackson yang melampiaskan kemarahannya kepada sang pria.

Bughh! Buggh! Bughh!

Berulang kali Jackson melayangkan pukulan di wajah Gregory hingga berdarah. Tatapan matanya pun terlihat sangat tajam, seolah ingin menerkam Gregory saat itu juga.

"Jackson berhenti!" teriak Paula.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top