Alone in the World

Jika saja tidak ada siapapun di dunia ini selain seseorang itu sendiri, lalu dunia tersebut terasa sunyi. Itulah yang dipikirkan sebagian orang, termasuk juga diriku. Sudah pasti ia tidak akan bisa bertahan lama karena setiap makhluk hidup selalu bergantung pada makhluk hidup lainnya. Namun siapa sangka aku mengalami hal tersebut.

Ketika bangun dari tidur, aku tidak mendapati satu suara pun, bahkan suara kicauan burung yang selalu terdengar di pagi hari. Semua berubah menjadi sunyi secara tiba-tiba seakan hanya diriku saja yang ada di dunia ini. Begitu bangun kedua tungkai tengah berjalan mengelilingi desa tempatku tinggal sambil menyebut nama mereka, memastikan bahwa ada orang lain selain aku.

Namun hasilnya nihil. Tidak ada satupun orang di desa ini, bahkan aku tidak mendapati hewan ternak milik beberapa warga. Aku juga mengunjungi desa sebelah dan tidak mendapati satu orang pun. Hal itu membuatku bertanya akan keberadaan mereka. Apa sebenarnya yang terjadi? Ini sudah dua minggu sejak aku terbangun.

Tiba-tiba aku teringat seorang penyihir yang memberiku kutukan yakni berada di dunia ini sendirian.  Setelah itu terpikirkan olehku kalimat yang dilontarkan sang penyihir. Ia akan mencabut kutukannya jika aku mendapatkan sesuatu, yaitu sebuah kristal berwarna ungu. Jika aku mendapatkan benda tersebut, maka kutukan itu akan dicabut.

Dengan ragu aku memutuskan untuk melakukan pencarian kristal ungu. Agar bisa terbebas di dunia yang hening ini, aku harus melakukannya.

Sebelum itu aku mempersiapkan semua yang diperlukan. Setiap hari aku selalu menyelesaikan misi dengan mencari benda yang langka untuk membiayai kebutuhan hidup, bayarannya sesuai dengan tingkat kesulitan misi tersebut. Sudah banyak misi yang telah diselesaikan dari kesulitan tingkat rendah hingga tingkat tinggi. Asal kalian tahu, aku ahli melakukan hal tersebut. Jadi mencari sesuatu sudah hal yang biasa serta mudah untuk dilakukan.

Setelah semua siap. Aku bergegas pergi mencari benda itu. Ingin sekali aku mendapatkan kristal ungu secepat mungkin agar bisa terbebas dari kutukan penyihir itu. Tapi, tiba-tiba aku berhenti melangkah. Ada sesuatu yang janggal.

Di mana kristal itu? Dan seperti apa bentuknya? Dia tidak memberitahuku tentang benda itu. Meskipun begitu, hal tersebut tidak membuatku berhenti mencari kristal ungu dan pasrah terhadap kejadian yang menimpaku, lalu hidup selamanya di dunia yang sunyi ini. Aku tidak sanggup hidup sendirian.

Dengan ini aku bertekad akan mencari kristal ungu hingga ke ujung dunia. Aku pastikan bisa mendapatkan benda itu, lalu bebas dari kutukan sang penyihir. Kemudian aku melanjutkan langkah yang sempat tertunda.

Langkah demi langkah akhirnya tiba di sebuah hutan. Tempat yang selalu dikunjungi ketika hendak menyelesaikan misi yang didapat. Kebanyakan benda langka itu berada di hutan.

Begitu telah tiba di hutan, aku segera mengeluarkan senjata untuk berjaga-jaga jika saja ada hewan buas ataupun monster yang menyerang, meski aku tahu bahwa mereka tidak akan ada di sini.

Aku harap gaun putih ini tidak menggangu ketika dalam perjalanan ataupun saat bertarung nanti, entah kenapa gaun tersebut tidak mau dilepas. Gaun ini dikenakan sejak terbangun dan mendapati dunia berubah menjadi sunyi, jika diingat-ingat sepertinya aku tidak memiliki gaun putih.

Selama diperjalanan, aku tidak mendapati seekor hewan ataupun monster. Tentu saja ini bagus, tidak ada halangan saat mencari kristal ungu, lagipula hanya diriku saja yang berada di dunia ini. Tapi disisi lain membuatku merasa cemas, aku benar-benar sendirian di dunia ini.

Malam segera tiba. Kemudian aku memutuskan untuk istirahat, lalu membuat api unggun dengan menggunakan beberapa kayu dan ranting yang telah dikumpulkan. Setelah itu aku memakan bekal yang telah dibawa.

Tak lama kemudian matahari telah terbenam membuat seisi dunia menjadi gelap, walaupun demikian ada bulan yang menerangi kegelapan malam.

Malam ini terlihat berbeda dari biasanya. Aku tidak mendengar suara hewan saat malam hari ataupun mendapati hewan yang beraktifitas pada malam hari. Tentu saja hal ini membuatku merasa ketakutan. Takut akan kesendirian. Aku merasa sendirian di dalam kegelapan.

Aku harus segera mendapatkan kristal ungu supaya semua ini berakhir. Seketika terpikirkan mengenai alasan sang penyihir mengutukku. Jika dipikir-pikir, aku tidak melakukan kesalahan apapun. Semua ini adalah salah orang-orang yang telah membuatku dikutuk oleh penyihir tersebut.

Pagi telah tiba. Mentari kembali menyinari bumi setelah sekian lama diselimuti kegelapan. Aku membuka mata dan masih mendapati hal yang sama. Seperti hari-hari sebelumnya, aku menutup mata, lalu berharap bahwa semua ini hanyalah mimpi. Begitu bangun, aku dapat mendengar suara nyanyian burung serta mendapati orang-orang sibuk dengan kegiatan masing-masing. Namun harapan itu tidak dikabulkan.

Tanpa berlama-lama. Aku segera memakan beberapa makanan yang kubawa. Setelah itu melanjutkan pencarian kristal ungu. Aku menghela napas, lalu menatap ke sekeliling hutan. Meski akan merasa kecewa, tapi aku terus berharap agar bisa menemukan kristal ungu secepat mungkin.

Hari demi hari kulalui dengan mengunjungi semua tempat agar bisa menemukan benda yang dicari. Namun, belum ada hasil sama sekali. Meski begitu, aku tidak akan berhenti hingga berhasil menemukan kristal ungu.

Seperti biasa matahari terbenam, lalu digantikan oleh bulan sebagai pengganti penerangan. Tanpa sadar lututku menyentuh tanah lantaran sudah tak sanggup lagi. Hari demi hari kuhabiskan untuk mencari kristal ungu, tapi sampai sekarang aku belum menemukannya. Perbekalan yang dibawa mulai habis, tidak ada hewan untuk dijadikan makanan, aku juga tidak bisa memakan buah karena bisa saja buah tersebut beracun.

Seketika air mata turun tanpa izin.  Aku merasa menyesali perbuatanku dan ingin mengungkapkan semua perasaan ku saat ini. Tapi aku mencoba untuk menahan keinginan tersebut. Namun pertahanan itu tidak bertahan lama.

"Aku menyesal! Aku menarik semua kata-kataku! Sekarang aku mengerti rasanya hidup tanpa siapapun! Aku minta maaf!" pekikku dengan rasa penuh penyesalan.

Tiba-tiba aura ungu gelap muncul dihapanku. Lalu aura tersebut berkumpul hingga terlihat seorang wanita bersurai pirang kecoklatan dengan mengenakan pakaian seorang penyihir, Alyra. Wanita itu lah yang mengutukku.

"Apa kau yakin?" tanya Alyra. Ia menatapku dengan pandangan kosong. Entah apa yang ia pikirkan.

Tanpa berlama-lama aku mengangguk sebagai jawaban. Sang penyihir menatapku sambil membuat keputusan sepertinya. Hal tersebut membuatku menundukkan kepala dan tidak berani menatapnya.

"Sekarang kau mengerti bukan? Setiap makhluk hidup tidak bisa hidup sendiri, sehebat apapun makhluk tersebut. Jadi kau tidak bisa melakukan semuanya sendiri sehebat apapun dirimu," jelas Alyra. Aku hanya diam tak berkutik, kata-kata yang baru saja dikeluarkan langsung menempel di kepala serta membuatku teringat suatu kejadian sebelum dia mengutukku.

Terkadang aku menyelesaikan misi bersama teman-teman yang satu tim denganku. Pada tim tersebut akulah yang memimpin. Namun kami selalu gagal, berbeda ketika aku menyelesaikannya sendiri yang selalu berhasil, meski pernah gagal beberapa kali. Suatu hari, seperti biasa kami gagal lagi, hal itu membuatku merasa kesal dan menyalahkan mereka karena tidak becus dalam melaksanakan perintahku.

"Andai saja aku tidak satu tim dengan orang-orang payah seperti kalian. Dengar ya, aku bisa melakukan semuanya sendiri tanpa bantuan siapapun. Kenapa semua orang di sini menyebalkan?! Andai saja di dunia ini hanya ada diriku saja." Begitulah kalimat yang dilontarkan saat itu. Jika diingat kembali aku merasa malu pada diriku sendiri. Pada saat itu juga salah satu temanku yakni Alyra mengutukku dengan mengabulkan kalimat terakhir yang kuucapkan.

Ada dua cara untuk lepas dari kutukan tersebut yaitu meminta maaf pada mereka atau mencari kristal ungu di mana benda itu tidaklah ada, mau dicari hingga ke ujung dunia kristal ungu tidak akan ketemu. Aku bisa saja meminta maaf pada mereka, namun karena takut serta merasa malu, maka aku memutuskan untuk mencari kristal ungu dan mengabaikan cara pertama.

"Kami sudah memaafkanmu. Baiklah, aku akan mencabut kutukannya," ujar Alyra. Kemudian Alyra mengangkat tongkatnya, lalu ia mengucapkan sesuatu seketika keluar kabut berwarna ungu gelap mengelilingi aku dan Alyra hingga penglihatan kami dihalang oleh kabut tersebut.

Perlahan-lahan kabut itu mulai menghilang. Kini aku berada di desa tempatku tinggal dan mendapati orang-orang yang terlihat sibuk dengan urusan masing-masing. Dunia tidak hening seperti sebelumnya. Hal itu membuatku bernapas lega.

🌻The end🌻

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top