Chapter 17 : Labirin

Mata Adnan terbuka menerima cahaya pagi. Perutnya sangat lapar dan seluruh tubuhnya lemas seolah diperas habis.

Ia berusaha bangun. Kepalanya langsung berputar saat ia mengangkatnya. Kakinya yang telanjang ia jejakkan di lantai kayu yang dingin. Ia merayap berjalan dengan bantuan dinding dan benda benda yang ia bisa jadikan tumpuan untuk fisiknya yang kini lemah. Pandangannya pun masih mengabur. Beberapa langkah ia berjalan, Adnan terserang sakit kepala hebat yang membuat ia jatuh limbung tak sadarkan diri lagi.

Adnan!!

Suara tegas itu menyentakkan Adnan. Dengan cepat ia bangun dan memegang belatinya. Mengedarkan pandangan pada sekeliling yang remang. Aneh. Fisiknya sekarang sehat. Pandangannya fokus dan tajam. 

Tetapi, ini dimana?  Banyak sekali tanaman seperti tembok yang mengelilinginya. Adnan berjalan lurus ke depan. Menemukan belokan ke kanan. Dua cabang ia temui.

Saat mengambil jalur kiri ia terkejut ada yang menggigit kakinya.

Argh!

Rasa sakitnya menjalar. Seorang anak kecil dengan tatapan kosong sedang menggigitnya. Adnan dengan cepat menancapkan belatinya ke jantung anak itu. Membuat sang anak mati seketika. Lalu melanjutkan perlanannya lagi. Beberapa belokan lalu menemukan jalan buntu.


Apa ini sebuah labirin?  Adnan langsung tahu. Ya, ia disesatkan dalam labirin. Beberapa langkah ia menjumpai seoranh gadis yang mendekatinya. Pandangan matanya juga kosong. Gadis itu merangsek maju tanpa takut. Adnan mencoba menyerang namun si gadis bisa melawan dan bertahan dengan mudah. Tenaganya juga berpuluh kali lipat dari bocah yang tadi.

Adnan mencari kelengahan dari lawannya dan memilih kabur daripada terluka semakin parah. Masalahnya sekarang adalah mencari ujung labirin ini yang membuat ia pusing setengah mati.

Gigitan tajam di bahunya membuat Adnan menjerit keras. Gadis bermata kosong itu masih jeri mengejarnya. Adnan membanting dirinya ke belakang. Menindih si gadis. Tetapi gigitannya tidak juga mengendor. Ia tohok dengan sikunya dan perempuan itu melepaskan gigitannya dan tertawa gila. Adnan menancapkan langsung belatinya pada dada si perempuan dengan cepat akurat.

Darah menjalari leher serta dadanya Adnan.

"Astaga?  Makhluk apa mereka? " Adnan bermonolog. Ia kembali lagi menyusuri lorong labirin. Berkali-kali menjumpai jalan buntu. Tembok tinggi tanaman ini benar-benar mengurungnya dan menyulitkannya untuk keluar.

Nafasnya memburu.

Adnan. Selamatkan aku! 

Suara yang familiar itu muncul lagi. Dengan terengah Adnan berjalan lagi dan naasnya ia bertemu dengan dua lelaki dewasa yang juga berpandangan kosong. Masing-masing mereka membawa pedang sebagai senjata.

Kali ini peperangan pecah. Adnan berusaha melawan sekuat dan secepat yang ia bisa. Disini ia bisa terluka, berdarah dan merasa sakit. Namun ia tak tahu ia ada dimana? Setelah melawan dengan segenap kekuatan tersisa Adnan melanjutkan menyusuri lorong-lorong labirin. Di depannya sekitar 20 meter ia melihat cahaya. Seseorang terkurung dalam cahaya itu. Semakin dekat dan semakin dekat ia bisa melihat wajah yang terkurung itu dengan jelas.

"Sais? " desis Adnan. Rambut putih sais berkibar. Matanya terpejam rapat. Tubuhnya setengah melayang di udara dengan pakaian yang sama saat dirinya menghilang. "Sais? Sais! Bangunlah!  Kenapa kau ada disana? " Adnan meneriaki Sais. Namun sia sia. Sais masih bergeming dalam posisi yang sama.

Adnan melangkah mendekati Sais.

"Jangan melangkah lebih jauh! " sebuah suara lain yang familiar menghentikan langkah Adnan. Kan'an Almerin mendekatinya dengan pedang Panjang yang terhunus. Matanya masih tertutup.

Adnan salah kalau dia aman bersama Almerin. Pangeran Kedua itu malah menghantamnya dengan pangkal pedang di dadanya. Membuat ia tersentak.

Nafasnya sesak saat itu. Berkali kali Adnan menarik nafas dengan susah payah. Ia sekarang berada di afas ranjang. Ranjang?  Bukan di labirin lagi!

Adnan terbatuk.

"Kau sadar. " Robin menyadarkan Adnan ia ada dimana. Masih di bilik peristirahatan. Badan Adnan dilumuri ramuan yang menutupi luka luka tusukan dari Shinji. Selebihnya hanya nyeri dan memar.

"Robin. Kau melihat Sais? " tanya Adnan dengan susah payah. Ia berusaha duduk dan terus memburu Robin. "Robin jawab!  Kau tahu Sais dimana? "

"Tenanglah Ad. Ketua Sais belum ada kabar sampai sekarang. "

Hhh.  Hhh... Hhh...

"Ketua Sais. Dia sedang.. Dihisap. "

"Apa? " Robin menegang.

















Hufft..  Melenceng dari garapan awal. Jadi harus ekstra mikir lagi...
😖🤓😆

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top