Chapter 9
"Kau, (Y/n)...-neesan, bukan?" tanya Gou.
(Y/n) menatap mata Gou lalu mengangguk.
"Gou-chan!" ucap (y/n) sambil terkejut.
"A! Hisashiburi! Sudah lama sekali ya kita tidak bertemu. Ngomong-ngomong, kenapa (y/n)-neesan sampai jauh-jauh berobat ke rumah sakit disini? Rumah (y/n)-neesan kan di kota Samezuka" tanya Gou penasaran.
"Rumahku bukan di Samezuka lagi. Sekitar seminggu yang lalu, karena pekerjaan okaasan aku pindah kesini"
"Eh? Kalian saling kenal?" tanya Makoto.
"Tentu saja. Dulu (y/n)-neesan kan sekolah di SMA Samezuka, dia sekelas dengan oniisan. (Y/n)-neesan juga sering berkunjung ke rumahku jadi aku kenal denganya" jawab Gou.
(Y/n) hanya mengangguk, mengiyakan ucapan Gou.
"Sore jya, okaasan sedang menungguku. Aku pergi duluan, ya. Mata ne!" pamit Gou sambil berlari melambaikan tangannya.
Makoto dan (y/n) membalas lambaian tangan (y/n).
"Baiklah, bagaimana kalau kita pulang sekarang?" ajak Makoto.
"Um, ayo"
Makoto pun berjalan duluan. Sedangkan (y/n) belum beranjak dari tempatnya berdiri sekarang.
"A...ano!"
"Iya, (y/n)-san?" tanya Makoto sambil menoleh kebelakang.
"Terima kasih banyak sudah mau menolongku. Maaf sudah membuatmu repot begini. Padahal kau kan baru sembuh dari sakit. Maafkan aku"
"Tidak apa-apa, (y/n)-san. Tidak usah kau pikirkan. Lagipula, kau kan sudah merawatku kemarin. Seharusnya aku yang berterima kasih kepadamu"
"Aku tidak melakukan apa-apa, kok. Etto... soal Haruka-san yang marah, tidak usah kau pikirkan! Aku sama sekali tidak menyalahkanmu, Makoto-san. Aku yakin setelah kepalanya dingin ia pasti akan paham kejadian yang sebenarnya"
"Um. Aku juga berfikiran begitu"
Yokatta. Setidaknya, (y/n)-san tidak membenciku. Ia memang gadis yang baik. Aku memang tidak pantas untuknya. Ia terlalu sempurna untukku, pikir Makoto. Ia sudah benar-benar putus asa untuk mendapatkan (y/n).
"Kalian berdua sahabat baik, bukan? Kalau begitu, aku pasti akan membantumu untuk berbaikan lagi dengan Haruka-san. Aku tidak mau hanya karena salah paham begini kalian menjadi bermusuhan" ucap (y/n).
Makoto pun tersenyum. Lalu ia membalikkan tubuhnya sehingga berhadapan dengan (y/n).
"Arigatou ne. Kalau begitu sebagai gantinya...
Aku juga akan membantumu agar kau bisa bahagia bersama Haru-chan, (y/n)-san"
Sudah kuputuskan. Sejak awal aku memang tidak memiliki peluang. Salah satu jalan yang bisa aku pilih hanyalah,... membuat (y/n)-san dan Haru-chan bersama. Menyakitkan memang. Tetapi, hanya Haru-chan lah yang dapat membuat (y/n)-san bahagia. Kalau (y/n)-san bahagia, aku pun ikut bahagia, gumam Makoto. Ia mencoba berlapang dada dan mendukung hubungan (y/n) dan Haruka.
"E...eh?!" ucap (y/n) heran. Wajahnya seketika memerah. Ia jadi malu sendiri.
"A...apa maksudmu? K...kau tidak perlu melakukan hal sejauh itu, Makoto-san. A...aku jadi malu" lanjut (y/n).
"Tidak apa-apa. Aku akan melakukan apapun agar sahabatku bahagia" balas Makoto. Tiba-tiba, tanpa ia sadari ia meneteskan air mata.
"Eh? Makoto-san? Ada apa?" tanya (y/n). Ia terkejut karena Makoto tiba-tiba menangis.
Sial! Kenapa aku malah menangis di depan (y/n)-san? Dasar pengecut!, gumam Makoto yang merasa kesal dengan dirinya sendiri.
Makoto pun langsung mengelap kedua matanya dengan kain lengan bajunya.
"Ah! Ini... Sepertinya suhu tubuhku naik lagi. Jadi mataku berair" ucapnya sambil tersenyum untuk menutupi kebohongannya.
Sontak, (y/n) langsung berlari mendekati Makoto. Ia meletakkan punggung tangannya di dahi Makoto.
"Tubuhmu sedikit panas. Mau periksa ke dokter dulu?" tanya (y/n).
Makoto hanya terdiam sambil menundukkan kepalanya.
Kumohon. Jangan memberikan perhatian lagi kepadaku, (y/n)-san. Aku semakin sulit untuk menghilangkan perasaanku padamu. Semakin kau perhatian kepadaku, hatiku rasanya semakin sakit, gumam Makoto.
(Y/n) kebingungan sekaligus khawatir melihat Makoto yang sedari tadi hanya terdiam.
"Makoto-san? Ada apa? Maafkan aku. Gara-gara aku, kau jadi tidak bisa istirahat dengan baik" ucap (y/n) sambil memasang wajah sedih.
Namun, Makoto tetap tidak mengatakan apapun.
Kumohon, hentikan, (y/n)-san, gumam Makoto. Ia benar-benar merasa sedih.
"Makoto-san? Apa kau marah padaku? Maafkan aku" ujar (y/n) sambil menunduk. Ia merasa bersalah. Karena ia tiba-tiba pingsan, Makoto yang belum sembuh sepenuhnya terpaksa harus membawanya ke Rumah Sakit.
Makoto tidak ingin (y/n) merasa sedih. Dan ia sama sekali tidak marah kepada (y/n).
"Ah! Maaf. Aku sedikit melamun tadi. Aku sudah sembuh, kok. Ayo, kita pulang" ajak Makoto lalu ia berjalan duluan. Diikuti (y/n) dari belakang.
"Eh? Benarkah? Kau benar-benar sudah sembuh, kan?" tanya (y/n) sambil sedikit berlari agar dapat berjalan disamping Makoto.
"Um, tidak usah khawatir"
(Y/n) merasa khawatir. Ia merasa ada yang aneh dengan perilaku Makoto.
***
Keesokan harinya, mereka bersekolah seperti biasanya. Haruka yang masih sangat marah kepada (y/n) dan Makoto sama sekali tidak mengeluarkan sepatah kata pun kepada mereka berdua. Bahkan Haruka pun tidak melirik kearah mereka. Hal tersebut membuat (y/n) dan Makoto merasa tidak enak hati.
Bel pulang sekolah pun berbunyi. Waktunya para siswa melakukan kegiatan klub.
Makoto berjalan mendekati meja Haruka.
"Etto, Haru-chan. Hari ini kau akan latihan, kan?" tanya Makoto ramah.
Haruka pun berdiri dari bangkunya.
"Jangan dekati aku lagi" ucap Haruka dengan wajah yang terlihat kesal. Ia bahkan tidak memandang wajah Makoto sedikit pun. Dengan cepat, ia langsung pergi keluar kelas.
Makoto menghela nafasnya. Lalu, ia melirik ke arah (y/n).
Wajah (y/n) terlihat sangat sedih. (Y/n) sama sekali tidak berani mendekati Haruka. Apalagi setelah melihat Makoto dicampakkan di depan matanya sendiri. Hal itu membuat Makoto ikut sedih dan semakin menyalahkan dirinya sendiri.
***
(Y/n) dan Makoto akhirnya sampai di kolam renang SMA Iwatobi. Mereka melihat Haruka sedang berlatih keras untuk persiapan lomba.
Tiba-tiba Gou menghampiri mereka berdua.
"(Y/n)-neesan! Makoto-san!" sapanya sambil berlari kecil.
"Gou-chan! Kau juga anggota klub renang rupanya" balas (y/n).
"Iya. Tapi aku hanya manager di sini. Oh iya, Makoto-san belum tahu tentang lomba yang akan diadakan dalam waktu dekat ini, kan?" tanya Gou sambil melirik kearah Makoto.
"Lomba?"
"Iya, benar. Sebentar lagi akan diadakan lomba renang. Pelatih Sasabe ingin agar kau ikut cabang lomba gaya punggung dan estafet" ucap Gou sambil menyerahkan catatan berisi nama anggota klub renang beserta cabang lomba yang mereka ikuti.
"Baiklah. Akan aku ikuti. Arigatou, Gou-san" jawab Makoto.
Lalu, ia melihat nama (y/n) dan ternyata ia juga mengikuti salah satu cabang lomba. Hal tersebut membuat Makoto sangat khawatir.
"(Y/n)-san. Apa kau serius akan mengikuti cabang lomba renang gaya dada?" tanya Makoto sambil menatap mata (y/n).
"Um, tekadku sudah bulat. Kau tidak perlu khawatir, Makoto-san. Aku pasti bisa. Aku akan membuat otousan bangga padaku" ucap (y/n) dengan nada tegas. Tetapi Makoto tetap saja merasa cemas.
"Jangan paksakan dirimu, (y/n)-san" balas Makoto.
"Um. Tenang saja" ucap (y/n) sambil tersenyum.
Disisi lain, Haruka memandangi (y/n) dan Makoto dari dalam kolam renang. Ia merasa sangat kesal karena Makoto selalu berduaan dengan (y/n). Dan ia merasa (y/n) dan Makoto malah semakin dekat satu sama lain.
Apa yang kupikirkan? Aku harus fokus pada lomba ini! Pokonya aku harus memenangkannya, pikir Haruka lalu ia melanjutkan latihannya.
***
Kegiatan klub pun berakhir. Semua anggota klub renang mengakhiri latihan mereka.
"(Y/n)-san, ayo kita pulang" ajak Makoto.
"Gomen ne, Makoto-san. Aku... mau mencoba berbicara dengan Haruka-san dulu sebentar" ucap (y/n). Ia berusaha memberanikan diri untuk berbicara dengan Haruka.
"Perlu aku bantu berbicara?" tawar Makoto. Ia khawatir Haruka akan menyakiti (y/n) seperti saat itu.
"Tidak usah, Makoto-san. Aku hanya perlu berbicara empat mata dengannya. Lagipula, aku merasa tidak enak karena selalu merepotkanmu"
(Y/n)-san memang benar. Aku tidak boleh ikut campur urusan mereka. Aku hanya akan menjadi penghalang bagi mereka, pikir Makoto.
"Baiklah kalau begitu. Semoga berhasil, ya. Aku pulang duluan. Mata ne!" pamit Makoto sambil melambaikan tangannya.
(Y/n) pun membalas lambaian tangan Makoto. Ia langsung berjalan mendekati Haruka yang sedang memasukkan barang-barangnya ke dalam tasnya.
"Ano, Haruka...-san. Bisa bicara sebentar?" ucap (y/n) dengan suara pelan.
Haruka yang mendengar suara (y/n) tiba-tiba mematung. Ia sudah tidak mau lagi berbicara dengan (y/n). Sehingga tak lama kemudian, ia memutuskan untuk pergi menjauhi (y/n).
Hati (y/n) seketika hancur. Tetapi, ia tidak menyerah begitu saja. Ia pun mengejar Haruka dari belakang.
"Haruka-san! Aku mohon! Ada yang ingin aku sampaikan kepadamu!"
Haruka pun menghentikkan langkahnya. Begitu pula dengan (y/n), ia berhenti dibelakang Haruka.
"Menjauhlah dariku, (y/n)"
"Tapi..."
"Sudah kubilang jangan dekati aku lagi! Apa kau tidak mengerti juga?!" teriak Haruka.
Seketika suasana pun menjadi hening.
"Kumohon. Sekali ini saja. Dengarkan dulu penjelasanku. Aku tidak mau kau salah paham seperti ini"
"Apa lagi yang mau kau jelaskan memangnya?"
"Tolong jangan salahkan Makoto-san. Aku berani bersumpah ia tidak pernah melakukan hal-hal yang buruk kepadaku! Kumohon, percayalah padaku!"
"Aku sudah tidak peduli lagi" ucap Haruka sambil menunduk.
"Eh?" ucap (y/n). Ia benar-benar terkejut dengan perkataan Haruka tadi. Dirinya seketika hancur mendengarnya.
"Lakukan saja sesukamu. Jangan pernah menunjukkan wajahmu di depanku" ujar Haruka sambil melangkahkan kakinya menjauh dari (y/n). Tiba-tiba, (y/n) meneteskan air matanya. Hatinya semakin hancur setelah mendengar perkataan Haruka tersebut.
"Kenapa? Kenapa kau tidak mau mempercayaiku?! Melihatmu bersikap acuh seperti itu membuatku sangat sedih. Kenapa kau tidak mau mempercayai Makoto-san? Dia sahabat baikmu bukan?!" teriak (y/n) sambil menangis.
"Sudah kubilang aku tidak peduli lagi!" seru Haruka sambil menghentikkan langkahnya.
"Haruka...-san? Kenapa...?!"
"JANGAN PANGGIL NAMAKU LAGI! AKU BENAR-BENAR MEMBENCIMU, (Y/N)!" teriak Haruka. Lalu ia berlari meninggalkan (y/n) sendirian.
Hati (y/n) benar-benar hancur. Kini, Haruka sudah sangat membencinya. Tangisannya pun semakin menjadi-jadi. Kedua kakinya tak kuat lagi menopang tubuhnya sehingga ia terjatuh sambil terduduk di jalan.
Tiba-tiba, terdengar suara langkah kaki yang semakin lama semakin mendekat. Ternyata itu adalah Makoto, yang sedari tadi menguping pembicaraan mereka dari balik tembok.
Makoto merasa sangat kasihan melihat (y/n) yang menangis seperti itu. Ia pun mendekati (y/n) dan memelukknya. Tetapi, (y/n) masih tetap menangis.
Makoto tidak mengucapkan sepatah kata pun kepada (y/n). Tetapi pelukannya semakin lama semakin erat.
Kenapa, (y/n)-san? Aku ada disini. Aku akan selalu berada di sisimu. Tapi, kenapa kau tidak mau mengakui keberadaanku? Kenapa kau sama sekali tidak mengerti dengan perasaanku? Kalau kau bersamaku, aku tidak akan membiarkanmu tersakiti seperti ini!, gumam Makoto sambil menahan air matanya. Ia ingin sekali mengatakan hal tersebut kepada (y/n). Namun, ia juga tidak bisa memaksakan perasaan (y/n) agar menyukainya.
Sehingga, Makoto hanya bisa mendengar suara tangisan (y/n) dari dekat sambil tetap memeluknya erat.
***
Beberapa minggu kemudian, hari dimana lomba renang diadakan pun tiba.
Semuanya sudah siap untuk mengikuti lomba. Termasuk (y/n). Ia sudah mampu menahan nafasnya sedikit lebih lama dari sebelumnya. Namun, ia masih belum bisa berenang dengan cepat. Tetapi, ia akan mengerahkan semua kemampuannya dalam lomba ini.
Seluruh anggota klub renang Iwatobi duduk di kursi penonton sambil menunggu acara dimulai.
(Y/n) memandangi Haruka dari jauh. Hingga saat ini, Haruka masih tidak mau berbicara dengan (y/n) dan Makoto. Hal itu membuatnya semakin sedih. Setiap hari yang ia pikirkan hanyalah Haruka. Walaupun Haruka sudah dua kali memarahinya.
"Haah! Kapan acaranya dimulai? Nagisa haus sekali!" keluh Nagisa yang merasa kepanasan. Kebetulan Nagisa duduk bersebelahan dengan (y/n).
"Mau aku belikan minuman?" tawar (y/n).
"Eh? Beneran gak apa-apa?"
"Tidak apa-apa, kok. Cabang lomba renang wanita kan diadakannya terakhir. Jya, tunggu sebentar, ya" ucap (y/n) sambil beranjak dari tempat duduknya.
"Arigatou, ne, (y/n)-chan" balas Nagisa sambil tersenyum.
***
(Y/n) pun sampai di sebuah vending machine. Ia memilih minuman apa yang kira-kira disukai Nagisa.
"Nagisa kalau tidak salah menyukai stroberi. Mungkin aku belikan ini saja, ya?" ucapnya pelan sambil menekan-nekan tombol mesin untuk membeli sekotak susu stroberi.
Susu stroberi pun keluar dari mesin. (Y/n) langsung mengambilnya dan segera membalikkan tubuhnya.
Tiba-tiba ia menabrak seorang laki-laki yang berada di depannya secara tidak sengaja.
"Aduh!"
"Ah! Maaf! Aku tidak sengaja"
Suara itu! Aku tidak asing mendengarnya. Jangan-jangan..., pikir (y/n).
(Y/n) pun mencoba mengangkat kepalanya untuk melihat wajah laki-laki tersebut. Betapa terkejutnya dia. Laki-laki tersebut pun terkejut melihat wajah (y/n). Mata mereka saling menatap satu sama lain.
"Rin-kun?!"
~Bersambung
---------------------------------------------------
Uppuppuppu~
Minna sannnn,
Seperti biasanya, Yami desuu...
Maafkan Yami kalau update-an kali ini ngebosenin. Tadinya Yami mau up pas hari senin atau selasa kemaren.
Cumaaaaaan,,, Yami dibantai tugas beberapa hari kemarin dan baru punya waktu luang. Jadi Yami baru sempet update nya sekarang......
Huhuhuhu~~
Yami kasih sedikit spoiler deh. Jadi chapter ini tuh cuman buat penghubung ke certianya Rin (di chap selanjutnyanya). Jadi maklum yaa kalo up kali ini ngebosenin. Maafkan Yami again uhuhu~~( ・ั﹏・ั)
Penasaran kann? Kenapa Rin sama reader-chan bisa kenal. Sebenrnya td udah Yami kasi hint sih di up kali ini dan up sebelumnya. Apa cobaaa?? wkwkwk
Dannnn,,,,
Makasih banget buat yang masih dukung (terutama yang langganan komen sama yg suka vote wkwkwkw) ff Yami inii. Bikin Yami jd makin semanget 4 5 wkwkwk (๑•̀ㅂ•́)و✧
Udah dulu yaa dari Yami untuk kali ini. Sampai jumpa di chap 10
Bye byeeeee
And, Arigathanks... (≧∇≦)b
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top