Stop Bullying

Jam menunjukkan pukul 02.37 dini hari. Matanya masih tetap terjaga dengan tugas Bahasa yang membuatnya terasa sesak. Mery memijat kepalanya pusing. Dia mencoba untuk berdiri dari meja belajarnya sekadar mengambil air untuk membasahi kerongkongan yang mulai mengering, suaranya melemah. Matanya terasa perih.

"Siapa yang akan menjadi Lawan mainku dalam tugas ini?" Hanya itu yang ada diisi kepalanya saat ini.

Bukan hanya tugas sekolah yang ia pikirkan tapi masih ada adiknya yang harus ia prioritaskan. Setelah kematian ayah dan ibunya ia harus rela membagi waktunya untuk belajar dan bekerja membiayai adiknya.

Mery membantingkan kasar tubuhnya ke atas ranjang, dia mencoba menutup kedua matanya mengingat besok dia akan kembali menguras otak dan tenaganya.

***

Alarm jam 05.00 pagi terdengar nyaring di kedua telinganya. Mery membuka kedua matanya mengedarkan pandangannya rasa pusing di kepalanya masih terasa. Ia melangkah gontai menuju kamar mandi rasa malas yang selalu dihinggapinya setiap pagi.

Suara Keributan yang berasal dari peralatan dapur membuat adiknya terbangun. "Selamat pagi Kak," sapa seorang adik perempuan yang menjatuhkan wajahnya ke meja makan.

"Pagi, Nadia," jawab Mery.

"Nadia, Kakak akan pulang malam seperti biasa. Makan siang dan malammu semuanya sudah Kakak siapkan di lemari. Jangan lupa kunci pintu jangan kau gantung ya." Mery mencoba mengingatkan sang adik. Hanya dibalas anggukan oleh adik perempuannya.

Semenjak kematian kedua orang tuanya sebulan lalu, mereka hidup berdua, dan Mery harus bekerja paruh waktu di sebuah caffe, yang beruntung nya caffe itu mau menerima seorang pelajar.

***

Mery duduk di perpustakaan untuk mengerjakan tugas drama yang belum rampung. Dia menatap ke arah luar jendela. Mery terkenal cupu di kelasnya tidak ada yang mau berteman dengannya. Semua teman-temannya selalu mengejeknya si bodoh dan kampungan.

Bahkan kenalannya saat MOS yang sekarang menjadi teman sekelasnya pun menjauh. Ketika guru selalu membentuk kelompok pun tidak ada yang mau memasukkannya sebagai anggota kelompok mereka.

Mery selalu menghabiskan waktunya di perpustakaan. Tak terasa lelehan air matanya membasahi pipi tirusnya, suara isakan tangis mulai terdengar mengingat apa yang sudah dialaminya. Dia tidak mampu berkonsentrasi dengan setumpukan tugasnya.

Mery yang baru duduk dikelas 1 SMA harus mendapatkan bullying dari teman-temannya. Dia merindukan kedua orang tuanya. "Ayah, ibu aku merindukan kalian."

Jam 5 sore Mery cepat-cepat membereskan buku yang berantakan di atas meja. Karena hari ini dia harus bekerja di caffe. Kerja paruh waktu yang harus ia lakukan demi kebutuhan dan adiknya. Mery bersyukur adiknya tidak memiliki sifat manja. Didikan dari kedua orang tuanya sudah tertanam di dalam diri mereka sejak dini. Jadi, dia tidak terlalu khawatir bila ditinggal bekerja.

Hari ini caffe tidak terlalu ramai. Mery bisa mengerjakan tugas dramanya yang selalu tertunda. Sedangkan minggu depan tugasnya harus sudah di praktikan.

"Aku harus membuat Tema apa? Tapi siapa yang sudi menjadi lawan mainku?" lirih Mery yang sambil memainkan pulpen di atas bukunya.

Suara lonceng pintu caffe membuat Mery berhenti dari lamunannya.

"Selamat datang," sapa Mery ramah.

Rombongan kumpulan anak motor datang memenuhi seluruh meja caffe. Dengan sigap dan ramah Mery pun melayani para pengunjung dengan baik.

Rasa pegal kaki yang dirasanya tidak mengindahkannya. Yang ada di benaknya hanyalah adik tercintanya. Apa pun akan ia lakukan.

Hujan turun sangat lebat malam sudah semakin larut dia mencoba memesan taksi online, tapi tidak ada yang merespon. Sumpah demi apa pun Mery sangat mengkhawatirkan adik kesayangannya di rumah.

Dia terus melirik ke arah jam tangan. Sudah jam 10 Malam. "Oh Tuhan kenapa sulit sekali mendapatkan taksi online," gerutunya. Mery terus berkutat dengan ponselnya. Jemarinya terus memesan taksi online. Sampai akhirnya suara klakson mobil terdengar.

Tiitt

Tiitt

Mery mendongakkan kepalanya Mery terlihat kebingungan. Karena setaunya dia belum mendapatkan taksi online yang di pesannya.

"Mery masuklah biar ku antar pulang." Suara berat itu terdengar samar-samar karena teredam oleh suara hujan. Tidak berpikir panjang Mery pun langsung masuk kedalam mobil.

"Terimakasih, Pak sudah mau mengantarku pulang," jawab Mery malu-malu.

"Panggil saja Rangga, ini kan diluar jam kerja."

"T-tapi pak Anda atasan saya."

"Aku tidak menerima penolakan Mery! lagi pula umur kita tidak terpaut jauh."

"Baiklah R-Rangga. Mery menunduk menyembunyikan wajahnya yang merona.

"Maaf, karena caffe hari ini ramai kau jadi kerja lembur dan pulang selarut ini. Orang tuamu pasti mengkhawatirkan mu."

"Orang tuaku sudah meninggal sebulan yang lalu. Aku hanya tinggal bersama adik perempuan ku," lirihnya.

"M-maaf aku ti--"

"Tidak apa-apa," potong nya cepat.

"Kau bekerja paruh waktu apa tidak kasihan pada adikmu?" tanya Rangga.

"Tentu saja! Aku juga sangat mengkhawatirkannya. Setiap hari aku selalu meninggalkannya sendiri dirumah. Kita jarang bertemu, bertemu pun hanya saat kita sarapan. Tapi ini lah yang harus aku jalani. Sekarang aku adalah kakak sekaligus orang tua bagi Nadia. Aku tidak ingin merepotkan siapapun." Mery terus menunduk memainkan ujung bajunya.

Rangga hanya terdiam dia begitu kagum pada sosok gadis yang ada disampingnya. Tidak terasa mobil Rangga sudah terparkir di depan rumah sederhana milik Mery.

"Terimakasih, sudah mengantarkan ku pulang." Mery tersenyum lalu melangkah keluar mobil.

Mery pelan-pelan memutar kenop pintu. Dengan hati-hati dia berjalan menuju ranjang dimana adiknya terlelap. "Maafkan Kakak yang selalu meninggalkanmu," kata-katanya terputus, air matanya kembali menuruni kedua pipi tirus itu, "sendirian di rumah."

Tidak ingin membuat adiknya terbangun Mery segera pergi dari kamar adiknya dan berjalan ke arah kamarnya. Dia merebahkan tubuhnya dan menarik selimut untuk segera pergi ke alam mimpi.

***

"Hey, Cupu kau mandi tidak? Kenapa badanmu bau sekali." Teriak dari seorang anak laki-laki.

Mery terus menunduk berjalan ke tempat duduk yang berada di belakang. Dia merapatkan kedua tangannya mencoba menahan airmatanya agar tidak terjatuh. Semua teman-teman menatapnya sinis. Ada yang saling berbisik, mentertawakan. "Apa salahku?" lirihnya.

Lima menit kemudian suara bel terdengar menandakan jam pertama akan segera dimulai. Hari ini Mery terlihat sangat gugup. Karena hari ini adalah pelajaran Bahasa dan guru pasti bertanya dengan siapa yang akan menjadi lawan main kita di drama nanti. Sedangkan dia tidak memiliki lawan main.

"Selamat pagi, anak-anak."

"Selamat pagi, Bu!"

"Sudah kalian pilih siapa yang akan menjadi teman dalam drama kalian nanti. Lebih dari 2 orang pun boleh maksimal 3 orang dalam 1 kelompok."

"Sudah Bu." jawab para murid.

"Tulis di kertas siapa saja teman kalian dan kumpulkan pada ketua kelas. Mulai minggu depan kita akan mulai dramanya dan akan ibu pilih secara acak. Kalian mengerti?"

"Mengerti, Bu!"

Mery melihat semua ke arah teman-temannya. Tidak ada yang ingin mengajaknya bergabung dalam kelompoknya. Sampai akhirnya ia menawarkan diri pada teman yang duduk di depannya.

"Gina, bolehkah aku bergabung dalam kelompokmu?" tanya Mery ragu-ragu. Gina menatap teman sebangkunya, lalu menoleh kebelakang "jangan harap," jawabnya penuh penekanan, lalu mereka tertawa.

Mery hanya bisa terdiam. Lelehan air matanya menerobos keluar dan segera di hapus kasar olehnya.

***

Guru bahasa memeriksa nama kelompok yang akan melakukan drama nanti. Tapi guru itu terkejut saat di sana hanya tertulis nama satu siswa.

Nama Kelompok : MERRY

Kelas : X

Merasa curiga guru bahasa itu memanggil Mery ke ruangannya.

"Mery," tanya sang guru.

"I-iya, Bu!" Jawab mery.

"Kenapa hanya ada namamu saja disini? Apa kau tidak mengajak teman lain untuk bergabung menjadi teman drama mu nanti?" Tanya guru.

"S-sudah, Bu, tapi tidak ada yang ingin mengajakku untuk bergabung Bahkan mereka menolak ku untuk masuk dalam kelompoknya," cicit Mery.

Guru itu hanya menatapnya bingung. "Kenapa? Apa kau ada masalah dengan teman sekelasmu?" tanya gurunya lagi.

"Tidak ada, Bu."

"Lantas kenapa hanya namamu saja yang kau tulis di sini? Sedangkan bermain drama kau butuh lawan main. Tidak bisa jika hanya kau yang melakukannya sendirian. Jadi, ibu akan menunggu kau mencari teman lawanmu. Carilah satu orang lagi," titah sang guru. Yang hanya dibalas anggukan oleh Mery.

***

Hari Minggu adalah hari yang di tunggu-tunggu oleh Mery. Karena dia bisa meluangkan waktunya seharian bersama adiknya yang masih kelas 5 sd.

"Kakak, Nadia ingin pergi ke kebun binatang. Sudah lama kita tidak pergi kesana."

"Hmm... Nadia ingin kesana?" tanya sang Kakak.

"Iya, Nadia ingin kesana seperti waktu masih ada ayah, dan ibu," ucapnya semangat.

"Ayo, kita pergi ke sana, tapi tunggu Kakak gajian dulu," jawab sang Kakak yang hanya di balas anggukan oleh adiknya.

Nadia sedang asyik dengan beberapa

bonekanya, dan Mery yang fokus menonton tv tiba-tiba ponselnya berdering.

Ddrrtt...

Ddrrtt...

Di layar handphone tertulis 'Pak Rangga' Alis Mery menukik ke atas "Ada apa pagi-pagi dia menelponku? "H-halo?" jawab Mery.

"Mery, apa kau ada di rumah?"

"I-iya, ada apa pak? Apakah ada sesuatu yang penting?"

"Keluarlah aku ada di depan rumah mu."

Mery pun terkejut sedang apa atasannya berada di depan rumahnya.

Segera Mery pun membukakan pintu dan benar saja Rangga sudah berdiri tepat di depan pintu dan memegang sebuah kantong pelastik berisi makanan.

Rangga tersenyum polos sambil mengangkat kantong pelastik ditangannya. "Ini untuk adikmu."

Mery hanya terdiam lalu mempersilahkannya untuk masuk. Dia masih tidak percaya atasannya datang ke rumah. Karena selama ini tidak ada yang pernah berkunjung ke rumahnya.

"Halo adik manis," sapa Rangga.

"Halo Kak," jawab Nadia.

"Ini untukmu." Rangga memberikan semua makanan yang ia bawa untuk Nadia, tapi Nadia melirik sang Kakak seakan meminta ijin untuk menerimanya. Dan di balas anggukan oleh Mery.

"Terimakasih, kak!" ucap Nadia.

"Samasama sayang."

Nadia lalu pergi ke dalam kamarnya meninggalkan kakak dan temannya berdua.

Rangga pun mengerti dengan keterkejutan Mery karena kedatangannya yang mendadak tanpa memberi tahu sebelumnya.

"Maaf bila kedatanganku membuatmu terkejut," ucap Rangga yang menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Ah, aku hanya sedikit bingung. Karena Pak Rangga tiba-tiba datang ke rumahku. Dan selama ini tidak ada yang pernah datang ke rumahku."

"Jadi, aku adalah tamu pertama yang datang ke rumahmu, begitu?"

Seketika wajah Mery memerah dia menunduk menyembunyikan rona merah yang berhias di pipi tirusnya.

"Kau tidak bermain bersama teman-temanmu?"

"Aku tidak memiliki teman, siapa yang ingin berteman dengan gadis cupu dan kampungan sepertiku?" lirih Mery.

"Aku mau berteman denganmu," sahut Rangga cepat.

Mery hanya tersenyum "tapi, kau adalah atasanku, Pak!"

"Apakah ada larangan jika atasan ingin berteman dengan karyawannya?"

Mery semakin tersipu malu mendengar ucapan dari Rangga.

Mereka menghabiskan hari minggu ceria bersama.

***

Jam 7 semua siswa-siswi kelas X berhamburan memasuki kelasnya. Tak terkecuali Mery. Dia harus terkunci di dalam toilet sekolah karena temannya Shalsa dan genk satu kelasnya menguncinya dalam kamar mandi.

"Tolong.. Buka kan pintunya. Siapapun yang diluar sana tolong buka kan." Tidak ada jawaban. Mery semakin panik. Handphone nya dia taruh dalam tas.

"Kenapa kalian lakukan ini padaku?" Mery terus mengetuk-ngetuk pintunya dari dalam berharap ada yang mau menolongnya. Satu jam pelajaran dia lewatkan akhirnya dia mendapatkan hukuman dari wali kelasnya.

"Hey, Mery awas ya kalau kau berani mengadu pada Guru!" ancam Shalsa. Mery hanya bisa menangis ingin rasanya mengadu tapi dia sangat takut.

"Culun belikan aku minuman dan camilan, ini uangnya," perintah Shalsa. Lembaran uang yang terlipat-lipat itu dilemparnya ke arah Mery.

Mery pun pergi. Gelagak tawa yang terdengar oleh Mery membuatnya sedih. Setiap hari dia diperlakukan seperti ini. Mery hanya ingin belajar dengan tenang. Tidak bisakah?

***

Kini Mery duduk di perpustakaan. Dia mendapatkan ide untuk membuat naskah dramanya kali ini. Mungkin ini cara Mery menyampaikan kepada guru apa yang sudah menimpanya. Setidaknya dia masih merahasiakan siapa yang telah membullynya selama ini.

Tugas Drama Bahasa "Stop Bullying"

Sherly berangkat lebih awal. Dia pamit kepada orang tuanya seperti biasa. Sesampainya disekolah dia membaca buku. Tiba-tiba Angel dan genk-nya menghampiri Sherly.

Angel : (Dengan dilemparnya buku ke wajah Sherly). "Culun kerjakan PR ku."

Sherly : "Tidak!" tegas Sherly.

Angel : "Apa kau bilang?"

Sherly : "Aku bilang tidak apa kau tidak dengar!" Teriak Sherly.

Angel : (Angel menarik kerah baju Sherly).

"Sudah berani kau melawanku culun."

Sherly : "Kau punya otak kan! Kenapa kau tidak pakai otakmu untuk berpikir, huh! Jangan karena aku selama ini diam aku takut padamu."

Angel semakin geram. Lalu menampar Sherly. "Plakk!!!"

Angel menyeret Sherly bersama teman-temannya ke kamar mandi dan menguncinya di dalam sana. Sherly berteriak meminta tolong, tapi tidak ada yang berani menolongnya. Karena Angel dan genk-nya sangat di takuti di sekolah.

Sherly : (Sherly berteriak). "Tolong buka kan pintunya."

Guru : "Siapa di dalam?"

Sherly : "Tolong saya, Bu! Saya di kunci di sini oleh Angel dan kawan-kawannya. (Sherly memohon).

Guru : "Tunggu! ibu akan meminta bantuan."

Guru itu menolong Sherly dan membawanya ke ruang Kepala Sekolah. Dan menceritakan semuanya. Lalu memanggil Angel dan kawan-kawan. Akhirnya mereka pun mendapatkan hukuman dari sekolah.

Pada hari itu Sherly tampak bahagia. Dia tidak mendapatkan perlakuan buruk lagi. Sherly harap teman-temannya bisa jera. Karena melakukan bullying terhadap seseorang bukan lah sifat terpuji. Melainkan merugikan dirinya sendiri.

Akhirnya tugas Mery pun selesai. Dia akan memberikan kepada guru bahasanya dan menjelaskan kenapa dia tidak dapat bergabung bersama kelompok lain.

***

"Selamat pagi, Bu!"

"Pagi, silahkan masuk, Nak."

"Bu, ini tugas drama saya. Maaf saya tidak bisa mencari teman lawan main dalam tugas saya kali ini. Tapi lewat drama ini saya harap ibu bisa mengerti saya." Mery menunduk merematkan jari-jarinya.

Tapi diam-diam gurunya memperhatikan gerak-gerik muridnya yang terlihat aneh.

"Baiklah, biar ibu yang akan membantumu menjadi teman lawan mainmu kali ini."

Mendengar penuturan sang guru Mery tampak terlihat bahagia senyum di wajahnya begitu mengembang. "Terima kasih, Bu!"

Selepas Mery pergi dari ruangannya dengan segera Guru itu melihat tugas yang anak muridnya berikan. Betapa terkejutnya Guru Bahasanya yang tidak lain adalah wali kelasnya sendiri.

Gurunya tidak pernah tahu jika anak didiknya menjadi korban bully oleh teman-temannya. Dan dia pun menjadi tahu alasan mengapa Mery waktu itu melewatkan satu pelajaran, lalu menghukumnya.

Gurunya pun bangga terhadap Mery, karena selama ini dia tidak pernah mengadu. Bahkan dia menceritakan semuanya melalui tugas ini. Dia pun tidak menyebutkan siapa yang sudah membully nya selama ini.

"Ibu akan mencari tahu siapa yang sudah membully mu," ucapnya.

***

3 hari kemudian guru mata pelajaran bahasa itu membahas tentang Bullying di kelas. Gurunya menjelaskan pengertian dan dampak dari membullying.

Bullying yang berarti mengintimidasi atau melakukan kekerasan atau pemaksaan baik dlam bentuk kata-kata atau perbuatan.

Pembullyan dapat mengakibatkan dampak psikologis yang sangat buruk pada korbannya.

Korban bisa merasakan berbagai emosi seperti dendam, takut, malu, tidak nyaman, terancam, konsenterasi belajarnya berkurang. Bahkan bisa menyebabkan berkeinginan untuk bunuh diri.

"Dan Ibu tahu beberapa anak di sekolah ini sudah melakukan bullying terhadap temannya."

Mendengar ucapan gurunya Shalsa melirik ke arah Mery yang membuat Mery menjadi takut. Mery terus menunduk rasa cemas yang dirasanya membuat tubuhnya gemetar. Gurunya menangkap perilaku Shalsa yang menatap ke arah Mery.

Tanpa sepengetahuan Mery gurunya sudah mengetahui siapa yang telah membully anak didiknya selama ini.

"Shalsa!" Panggilan itu membuat Shalsa tersontak kaget.

"Ikut ibu ke kantor sekarang!" perintah sang guru yang langsung di ekori oleh Shalsa dan teman genk-nya.

1 jam berlalu Wali kelas dan Shalsa bersama teman-temannya kembali ke kelas. Wali kelas meminta Shalsa untuk meminta maaf pada Mery.

"Maafkan aku Mery," ucapnya sesal.

"Sudah ku maafkan. Aku harap kau bisa berubah dan kita bisa menjadi teman." Kemudian Mery menyodorkan tangannya untuk berjabat tangan pada Shalsa.

"Baiklah, ibu harap kejadian ini tidak terulang lagi. Dan kau Shalsa ibu harap kau bisa berubah, dan hukuman skors selama 1 bulan yang kami berikan bisa menjadikan mu dan yang lainnya pelajaran."

Mery bisa Bernapas lega. Akhirnya dia dapat belajar dengan tenang tanpa ada rasa ketakutan lagi. Mery pun berharap tidak ada lagi korban pembullyan di sekolahnya.

End

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top