AALove2~5
"Digoo, kenapa lo diem aja?!"
Bentakan Flo mengagetkan Digo yang terpaku melihat kepergian Sisi. Digo tak menyahuti Flo tapi melangkah cepat sampai kakinya menendang bungkusan yang tadi terjatuh dikaki Sisi. Digo membuka pintu dan melihat punggung Sisi yang terguncang karna sedikit lari menjauhi beranda rumahnya.
"Sisiii....Si...."
Digo mengejar dan begitu dekat tangannya meraih bahu tapi ditepis Sisi lalu akhirnya Digo memeluknya dari belakang hingga tak bisa bergerak menjauh lagi.
"Mau kemana?" Digo mempererat dekapannya.
Sisi tak meronta karna entahlah, tiba-tiba rindunya lebih menguasai hati. Ia justru sangat sedih kenapa dalam keadaan seperti ini dia bukannya bisa melepas rindu tapi malah merasa sakit hati Digo memiliki tempat bersandar yang lain. Sisi menahan isakan hingga dadanya terasa sakit.
"Mau pergi dari hatimu!"
"Karna Flo?"
"Kamu terlihat lebih nyaman bersamanya," jawab Sisi cepat tapi sedetik kemudian otaknya merespon sesuatu. Flo?
Sisi memegang lingkaran tangan Digo didepan dadanya. Flo, kakak Digo yang di Inggris? Sisi merasa tolol sekarang.
Dadanya berdegup ketika sesaat hanya diam diantara mereka. Digo melepas pelukan dan meraih bahu lalu memalingkan tubuh Sisi menghadapnya. Sisi rasanya tak sanggup menatap Digo. Tangannya menghapus airmata dan menyusut hidungnya hingga Digo menyisil ujung hidung Sisi dengan ibu jari dan telunjuknya.
"Ya sama dia nyaman, dia kakak aku yang paling memahami aku, aku percaya semua omongannya tidak pernah mempengaruhi kearah kejelekan tapi membuat aku bisa bertahan sama seperti Umi!" Digo memandang Sisi yang tak juga memandangnya meski mereka sedari tadi berhadapan.
"Berarti sama aku sudah nggak nyaman?" tanya Sisi menatap batu bata yang dipijaknya.
"Nggak ada yang bilang begitu." sahut Digo lirih.
"Buktinya kamu sedang ada masalah nggak nyari aku lagi, udah nggak nyaman cerita sama aku?" tanya Sisi datar.
"Bukan begitu, aku takut..."
"Takut apa?"
Digo diam sejenak dan menghela napasnya pelan. Tangannya terangkat menyentuh bahu Sisi.
"Aku takut respon kamu tak sesuai harapanku, takut nggak dijawab, takut nggak dipeduliin," ucap Digo meremas bahu Sisi.
Sisi melihat kearah remasan tangan Digo dibahu kanannya. Tangannya terangkat menyentuh punggung tangan Digo yang berada disana.
"Kita ini terlalu banyak salah paham dan nggak dikomunikasikan dengan baik," ucap Sisi dengan nada lirih dan menatap Digo.
"Kamu lebih banyak berpikir dan menduga-duga sendiri," Digo menyentuh pipi Sisi dengan kedua tangannya. Menangkup dan mengangkat hingga mata mereka bertemu.
"Kamu juga," balas Sisi.
"Apapun yang kamu pikir tentang aku, aku nggak bisa nyalahin kamu," ucap Digo lagi membuat tatapan Sisi meredup.
"Meski aku berpikir kamu sudah nggak peduli sama aku?" tanya Sisi.
Digo menggeleng, "aku terlalu peduli sama kamu."
"Kalau orang berpikir kamu telah nyakitin aku, gimana?"
"Aku nggak peduli pikiran orang lain, mereka nggak tahu apa-apa, yang tahu aku gimana ya kamu, yang tahu kamu gimana ya aku," Digo menekan ibu jarinya dipipi Sisi.
"Apa kamu nggak peduli karna sikap kamu orang jadi berpikir kamu nggak bahagiain aku, nggak memperjuangkan cinta?" Sisi bertanya lagi.
Sisi ingin tahu bagaimana sikap Digo menjawab tanyanya dan menjawab tanya Meica yang mengira dia tak pernah merasa bahagia bersama Digo?
"Buat aku yang ada dalam lingkaran hubungan kita cuma kita, Si, nggak ada orang lain, yang lain cuma nonton, yang jalanin itu kita, ngerti?"
Sisi mengangguk dengan wajah masih dalam rangkuman Digo.
"Sekarang aku yang nanya, selama ini apa kamu nggak bahagia sama aku? Apa aku pernah nyakitin kamu? Apa yang nggak aku kasih buat kamu bila kamu mau?" tanya Digo dengan tatapan menuntut jawab.
Sisi terdiam. Apa? Digo justru tak pernah peduli tanggapan orang lain tentang mereka. Bahkan cenderung langsung menegur dan bersikap bila ada yang jelas-jelas tidak menyukai hubungan mereka. Contohnya uncle dan anty-nya saja tak bisa mempengaruhi Digo apalagi oranglain.
Sisi menatap Digo yang menatapnya dengan mata rindu. Tubuh Sisi refleks merapat memeluk Digo yang juga menarik Sisi kepelukannya.
"Maafin aku, Ncit!" isak Sisi
"Apapun yang kamu pikir tentang aku dan apapun yang kamu perbuat, yang pasti aku tetap sayang sama kamu, mbem!"
Sisi mengeratkan pelukan rindunya. Napas Digo yang menyapu kepalanya terasa hangat begitupun ketika bibirnya menyentuh dahi Sisi.
"Tetap ingetin aku kalau aku salah ya, ncit."
Digo memgangguk dan mengusap kepala Sisi lembut.
"Jangan bosen-bosen ngomelin aku, mbem, lima hari sepi tanpa omelan."
Sisi mencubit perut Digo.
"Kenapa omelan yang dikangeni sih, wajah imut aku kek, kamu kalau ngerayu nggak romantis banget sih?"
Digo tertawa.
"Siapa yang ngerayu, serius, kangen dibawelin tauuu," Digo mencubit bibir Sisi.
"Aaaaa, kamu iniiii...."
"Ya kan ciri khas, itu juga yang unik dari kamu, apa adanya banget, yang bikin aku nggak bisa lupa, sumpah, shhhh!"
Kalimat Digo berakhir dengan sebuah ringisan karna merasa perutnya tiba-tiba perih. Sisi menatapnya khawatir.
"Jangan bilang kamu lupa makan, ncit?"
Mata Sisi melebar menatap Digo. Ia baru menyadari kalau perut Digo dari tadi terlihat lebih rata dari biasanya. Pasti bukan karna Shit up supaya kotak kotak tapi karna lupa makan.
*****
~Digo Point Of View~
"Udah lima hari dia nggak selera makan, dipaksa juga malas, siapa yang disuruh nyuapin? Gue aja ogahhh!!"
Jabar antara mengadu membuka rahasia dan meledek karna melihat aku sedang disuapi makan oleh Sisi.
"Siapa yang minta suapin lo, najis..." sahutku dengan mulut masih mengunyah nasi goreng yang baru Sisi buat dan suapkan padaku. Dan aku melemparnya lagi dengan tisu.
"Najis mana sama yang datang kemarin malam nyamperin?"
Mati aku. Jabar mulutnya kenapa nggak bisa direm sih. Duh, pasti susah ini urusannya. Aku melirik Sisi.
"Siapa?" tanya Sisi melirikku dengan wajah penuh tanda tanya.
Dan aku sedikit melotot pada Jabar yang menutup mulutnya. Mungkin dia sendiri kaget karna keceplosan. Bukan aku mau menutupi ada yang datang kemarin malam. Tapi aku belum sempat cerita aja sama Sisi. Sedari tadi aku cuma melepas rindu pada Sisi. Memeluknya lama-lama sambil bersandar di Sofa sambil menunggu nasi yang dimasaknya di dalam rice cooker matang dan tinggal digoreng.
Sisi tadi menawarkan untuk beli nasi goreng diluar tapi aku sedang rindu masakannya. Sementara menunda rasa lapar, aku makan roti yang dibawa Sisi tadi.
"Clau cuman pamitkan tadi malam, dia kuliah dikota lain ikut sama orangtuanya, dulukan dia ikut sama neneknya disini!" Sahut Flo sedikit membantu, mungkin karna aku hanya terlihat memandang Sisi bingung.
Hmm, akhirnya Sisi tahu kalau Claudia, jelangkung yang nggak pernah bisa move on itu nyamperin kesini kemarin malam. Tahukan kenapa bisa disebut jelangkung? Sering datang tak dijemput pulang tak diantar
"Ohh Clau ya Kak," sahut Sisi mengangguk-angguk. Ya Allah, semoga dia nggak badmood lagi.
"Iya mbem, aku udah nggak bisa ngehindar, aku pikir Om Rinto, begitu aku buka pintu ternyata dia," sahutku dengan nada menyesal.
Sisi hanya tersenyum dan menyuapiku lagi. Sesekali dia membersihkan noda disudut bibirku. Sesekali dia juga menyuap nasi kemulutnya lalu mengunyahnya dengan santai.
"Berarti dia mau dong harusnya nyuapin kamu, ncit," ucap Sisi santai sambil menyuapkan sesendok nasi terakhir kemulutku.
"Emhh, ogahhh..." aku menggeleng sambil mengunyah nasi dan Sisi pergi kebelakang sepertinya menaruh piring kotor ditangannya.
"Lo ceriwis banget sih?" Aku memandang Jabar yang justru terkikik geli.
"Sori man, gue keceplosan!"
"Emang kenapa kalau Jabar keceplosan, ncit?"
"Enggakkk, aku belum sempat cerita sama kamu, maksud aku nanti aku ceritain kekamu tapi lupa karna lebih konsen lepas kangen, sayang, sini deh..." aku meraih tangan Sisi yang tiba-tiba muncul dengan pertanyaan yang baru saja diucapkan Jabar.
"Flo, ambilin popcorn dong!"
Sialan Jabar. Memangnya mau nonton dibioskop sambil makan popcorn.
"Mana ada?"
"Berarti kita beli dulu dong!"
"Ihh, lo nggak kenyang juga apa, baru juga makan nasi goreng buatan Sisi," sahut Flo tak paham.
"Mau nonton drama ini, trus dengerin rayuan si bos, duh Flo kenapa jadi lemot gini sih pulang dari London!" ucap Jabar sambil memainkan alisnya.
Flo menutup mulutnya menahan tawa ketika mata Jabar melirik dan memain-mainkan bola matanya kearah aku dan Sisi yang sedang aku rengkuh di Sofa.
"Ohh nonton drama enaknya sambil makan popcorn ya, ahaha, okee, I see...I see...!"
Aku meraih tissu diatas meja dan menggumpalnya lalu melempar kearah Flo yang sekarang tertawa tergelak sambil memegang perut. Jabar berdiri dan melemparku dengan serbet lalu menarik Flo.
"Ehh, mau ditarik kemana gue?"
"Lo masuk kedalam kamar gih, gue nonton tv noh..."
"Loh, katanya mau beli popcorn?" tanya Flo menggaruk kepalanya.
"Beneran mau beli popcorn?" tanya Jabar cengengesan.
Kenapa sih ni anak dua ribet banget mau beli popcorn aja?
"Benerannn, ayooo..." Flo menarik tangan Jabar hingga sepupu kami itu terseret lewat didepan aku dan Sisi.
"Ok deh," seru Jabar nyaring ketika berada didepan pintu, "bos gue pergi dulu ya bentaran, jangan macem-macem!" teriaknya lagi.
"Pa'an sih lo?" sahutku tak kalah nyaring.
"Kan biasanya kalau ada yang sedang berduaan orang ketiganya setan..." kata Jabar dengan wajah sok polos tapi terlihat menyebalkan sambil melongokkan kepala dibalik pintu lagi.
"Lo orang ketiganya makanya orang ketiga jauh-jauh sana!" usirku diiringi derai tawa Jabar yang terdengar dibalik pintu yang sudah tertutup.
"Heran tu anak dua, ribet amat..." sungutku sambil menunduk menatap Sisi yang ternyata sedang menatapku lekat-lekat.
"Kenapa?" Aku bertanya sambil menatap matanya yang berbinar...cemburu.
"Siapa lagi yang pernah datang kesini selain Clau?"
"Maksudnya?"
"Sebelum Jabar keceplosan lagi dan alesannya kamu belum sempat cerita, kamu bilang sekarang siapa lagi yang datang kesini?" Sisi mengulang pertanyaannya lagi yang tadi pura-pura tak aku mengerti.
Kenapa feeling dia jadi kuat begini sih? Ya kuatlah, aku sama diakan satu hati.
"Emhhh...Nesha," aku mengucapkannya sedikit ragu. Marah lagi nih nanti.
"Nesha? Siapa lagi dia?" tanya Sisi menatap tajam. Tuh kan agak seram kalau sudah begini.
"Ituu, ponakannya Om Rinto, dia kesini juga aku nggak tau, aku nggak ada dirumah, dia ketemu sama Jabar," sahutku.
"Tujuannya?"
"Nggak tau, tanya aja sama Jabar, dia janjiannya sama Jabar kok, memangnya kalau ada yang kesini pasti janjian sama aku? Enggak selalu ya, secara disini bukan cuma aku yang ada," sahutku nenepis kecurigaannya.
"Hmmm, gituu..."
"Udah sih sayang natapnya jangan penuh curiga gitu, kamu kan tau, aku sayangnya itu cuman buat kamu, nggak mungkin hilang begitu aja cuma dalam waktu lima hari dan sekejab pindah kelain hati, ya percaya sama aku..."
Sisi terdiam sejenak memandangku lalu mengangguk.
"Aku percaya..." ucap Sisi membuat aku sedikit lega, " tapi bener ya selalu sayang sama aku!" tunjuk Sisi didepan wajahku.
"Iyaaaa..." aku memencet hidungnya, "aku sayang sama kamu, selaluuu, mbemnmm!!"
Aku memeluknya. Semoga jangan ada marahan lagi antara aku dan dia. Sebenarnya aku sama Sisi tidak bisa berantem lama-lama, tapi khusus kali ini karna aku juga sedang sibuk menyelesaikan masalahku, terpaksa aku harus mengesampingkan tetapi tidak dengan perasaanku. Jangan mengira aku tenang selama jauh darinya, enggak sama sekali. Untung saja banyak hal yang aku kerjakan hingga waktu cepat berlalu tapi ketika malam sedang sendirian aku selalu merindukannya.
"Jangan beranteman lagi ya, mbem," ucapku menahan wajahnya yang akan menunduk.
"Iya, kalau kamu nggak ngajak aku berantem," sahutnya.
"Ih, siapa yang ngajak berantem, makanya jadi bini tu nurut sama laki..." aku mencubit hidungnya yang mengerucut.
"Lakinya juga harus kasih tau baik-baik sama bininya jangan didiemin trus dibebas-bebasin, apa maksudnya?" Sisi balas merauk wajahku.
"Eh iya-iya, maaf, udah jangan dibahas lagi ya," aku segera memotong pembicaraan kami yang sepertinya bakal mengarah kepada hal yang gawat lagi. Dan aku melihat seperti ada yang berubah dengan wajah Sisi. Berubah tambah imut.
"Ihh poninya dipotong tambah imut mbem, hati-hati nanti ditaksir lagi samaaa Meic....."
"Digoooo..." Sisi menutup mulutku sambil melotot dan aku tertawa memegang tangannya lalu mengecup keningnya dan dia merapatkan tubuhnya makin erat memelukku.
'Ah, lebih nyaman baikan daripada berantem!'
Everything is fine.
*******************************
Banjarmasin, 25/07/2016
Makasih ya semua
#everythingisfine
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top