AALove2~19

"Wanita hamil?"

Sisi memegang perutnya dan menatap perawat bernama Ranita itu. Ia tersenyum dan mengangguk memandang Sisi yang terheran-heran.
Sampai didepan pintu ruang pemeriksaan Sisi masih saja merasa seperti orang linglung.

"Hamil?"

'Ck. Kenapa sampai lupa bertanya sama suster Ranita, kenapa dia bisa bilang gue hamil?'

Sisi berbalik lagi masuk kedalam ruangan pemeriksaan sebelum mencapai pintu. Saking tegangnya, heran juga tak percaya dia sampai tak bisa berkata-kata tadi.

"Kenapa mbak Sisi?"

"Umm, tadi suster bilang saya hamil?"

"Iya, kenapa mbak? Apa mbak Sisi tidak menyadari?"

"Saya..." Sisi menggeleng sambil memegang perutnya.

"Umm, payudara saya justru terasa ngilu dan..." Sisi meraba payudaranya. Lebih lembut dan terasa lebihhh...besar.

"Mbak Sisi mengira itu tanda-tanda haid?" Tanya suster Ranita dan Sisi mengangguk.

Selama ini kan begitu, memberi harapan hamil karna telat haid tapi nyatanya biasanya ketika payudaranya terasa nyeri justru tak lama dia haid.
Sisi tiba-tiba menutup hidung dan ketika menelan ludahnya ia merasa mual.

"Maaf mbak, saya sepertinya nggak tahan bau obat disini begitu nyengat..." Sisi memundurkan badannya.

"Sebaiknya Mbak Sisi testpack nanti setelah sampai dirumah, dan untuk memastikan lagi bisa ke dokter kandungan," saran suster Ranita sambil tersenyum.

"Test pack?"

"Jika Mbak Sisi ingin menggunakan test pack, disarankan supaya Mbak Sisi mengambil sampel urin di pagi hari. Lalu lihat tanda berupa garis yang diperlihatkan oleh alat tersebut. Jika ada dua tanda berarti positif, dan jika hanya ada satu berarti sebaliknya," jelas suster Ranita lagi.

"Bagaimana suster bisa menyimpulkan saya sedang hamil?" tanya Sisi masih penasaran.

"Saya hanya melihat dari fisik mbak Sisi saja, mbak Sisi sedari tadi nahan mual, trus dari tekanan darah mbak Sisi yang rendah yang diikuti percepatan denyut nadi, gejala kehamilan ini terjadi akibat peningkatan kebutuhan darah ibu dan janin. Biasanya ibu hamil juga akan merasakan jantungnya berdetak lebih cepat, apakah mbak Sisi merasakannya?"

Sisi mengangguk membenarkan pertanyaan suster Ranita.

"Ohya, gejala hamil yang lain adalah perubahan pada pola pernafasan, perempuan hamil akan bernafas lebih dalam dan lambat. Ini disebabkan desakan diafragma ke arah dada atau karena kelelahan akibat perubahan yang terjadi," suster Ranita menambahkan lagi. Mungkin suster ini dulunya ingin menjadi dokter kandungan makanya dia sangat mengerti tentang kehamilan. Atau memang itu pengetahuan umum juga bagi perawat selain khusus kebidanan. Entahlah, Sisi tak tau, yang jelas dadanya seakan menghangat seketika.

"Semoga saja benar!" Bisik Sisi lalu pamit dari hadapan Suster Ranita setelah mengucapkan terima kasih.

Didepan pintu ruang perawatan, Digo terlihat duduk bersandar dikursi ruang tunggu sambil memejamkan mata. Kemana Jabar? Apa yang harus ia katakan padanya jika Jabar bertanya apakah ia bisa mendonorkan darahnya atau tidak? Sisi menghela napasnya.
Kenapa harus ada kesedihan disaat harusnya mereka sekarang bersorak bahagia?

Sisi duduk disamping Digo pelan-pelan.

"Sayang Digoo..." Sisi menyentuh bahu Digo. Digo bergerak dan membuka matanya. Menoleh dan langsung bergerak meluruskan punggung dan menekuk kakinya yang tadi diluruskan.

"Udahan periksanya? Gimana? Memenuhi syarat jadi pendonor?" tanya Digo beruntun sambil meraih tangan Sisi.

Sisi sekarang sedang bingung harus berwajah seperti apa? Senyum, seperti orang yang nggak punya rasa toleransi. Mau memasang wajah sedih, padahal harusnya ia senang.

"Sayang Sisi, kenapa? Jadi donorin darah?"
Sisi menggeleng mendengar pertanyaan Digo.

"Kenapa? Kamu nggak sehat?" tanya Digo lagi.

"Berat badanku kurang, tekanan darahku rendah..." jawab Sisi dengan wajah memelas.

"Ohh ya, mau gimana? Nggak papa kok, tadi aba-nya Jabar kayaknya udah dapat darah di PMI semoga sesuai dengan yang diharapkan jumlahnya," sahut Digo mengusap kepala Sisi. Pantas saja Jabar tidak ada, mungkin dia sedang mengurus itu. Pikir Sisi.

Tadi sebenarnya Jabar sudah bilang, sepertinya Sisi tak perlu mendonorkan darahnya karna Aba mengabarkan sudah mendapatkan darah tapi Digo memilih membiarkan saja kemauan Sisi yang sudah terlanjur diperiksa petugas.

"Yukk, ke ruang perawatan nengokin Nesha!" Digo berdiri dengan tetap menautkan tangannya ke tangan Sisi.

"Ncittt..." Sisi menarik tangan Digo untuk menahannya. Tiba-tiba jantungnya berdebar.

"Hmmm?" Digo menghentikan ayunan langkahnya dan menatap penuh tanya pada Sisi.

"Kamu nggak mau tau, apalagi sebabnya kenapa aku tak cukup syarat menjadi pendonor?" tanya Sisi dengan wajah sulit diartikan Digo hingga jantung Digo langsung berdebar karna berprasangka.

"Jangan bilang kamu ada suatu penyakit...." Digo berkata dengan wajah cemas. Sisi cepat menggeleng dan Digo merasa lega. Tapi apa?

"Kata suster itu lagi, wanita hamil sebaiknya jangan mendonorkan darah," Sisi berkata dengan menahan debaran bahagia dalam dadanya.
Sesaat Digo terlihat terdiam. Sepertinya mencerna kalimat Sisi yang baru saja didengarnya.

"Wanita hamil? Kamu kan nggak sedang hamm..." Digo berkata dan seketika mulai konek dengan ucapan Sisi, "Jadi kamuu..." Digo merasakan tangannya mulai gemetar dibahu Sisi. Sisi mengangguk-angguk dengan mata yang berkaca. Sama. Digo juga terlihat berkaca dan bahkan mulai mengkristal disudut matanya. Luar biasa. Hadiah terindah dari Tuhan.

"Selamat sayang umi," Digo meraih tubuh Sisi dan memeluknya dengan perasaan yang luar biasa bahagia.

"Selamat juga buat kamu, sayang abi," balas Sisi.

"Apa mau kedokter kandungan sekarang?" Digo mendadak mulai tak sabar memeriksakan kehamilan Sisi.

"Beli test pack dulu aja untuk lebih memastikan, ini sudah malam pasti banyak antrian kalau ke dokter, sekarang nengok Nesha dulu," ucap Sisi.

Mereka melangkah saling berangkulan disepanjang koridor menuju ruang perawatan Nesha. Sesekali mereka saling menoleh dan Digo menyentil ujung hidung Sisi yang mengerucutkan hidungnya sama bahagia. Digo hampir saja ingin melonjak girang dan ingin membuat Sisi melayang dalam gendongannya tapi seketika tersadar sedang berada dirumah sakit bahkan Jabar dan Nesha saja baru kehilangan calon anak mereka.

Digo dan Sisi menyembunyikan tawa mereka untuk sementara demi menjaga perasaan Jabar dan Nesha. Tentu diwaktu dan lain kesempatan Digo dan Sisi akan punya waktu memberi kabar bahagia mereka itu. Sementara Sisi berdoa semoga hasil test pack akan sesuai dengan harapan mereka.

*****

Digo menggeliat meregangkan tubuh ketika merasakan cahaya matahari mulai membias diwajahnya ketika terdengar horden ditarik dan terbuka.

Digo membuka mata dan menundukkan wajah melihat bawah lengannya yang kosong. Digo terlonjak bangun. Ia baru ingat Sisi akan mencoba test pack pagi ini. Kata Sisi menurut suster yang memeriksanya untuk memberikan hasil maximal, ia sebaiknya men-tes urine nya dipagi hari.

Sebenarnya mereka sudah tak sabar. Tadi malam tak ada yang bisa tidur. Maklumlah pasangan muda. Mereka takut hasilnya tidak sesuai harapan kalau tidak dicoba di pagi hari.

"Kenapa suster bisa menyimpulkan kamu hamil, mbem?" Tanya Digo tadi malam ketika mereka sudah sama-sama dibawah selimut tapi tak bisa tidur.

"Katanya dari fisik aku, ncit, salah satunya inii..." Sisi menunjuk dadanya.

"Kenapa?" Digo meraba dada Sisi dan meremasnya.

"Aduhh, sakitttt, ncit..." Sisi setengah menjerit menepis tangan Digo.

"Eeh eeh, maaf sakit ya...." Digo mengusapnya lagi. Kok gitu aja sakit? Padahalkan pelan doang? Digo bingung.

"Ngilu tauu, nggak kerasa ya lebih lembut dan lebih besar?" Sahut Sisi lagi sambil bertanya dengan mengusap dadanya sendiri.
Digo menyisihkan tangan Sisi dan menggerakkan tangannya seperti mengukur dengan menangkup telapak tangannya ke dada Sisi yang masih tertutup baju tidur. Tak puas, Digo menyusupkan tangannya kebalik kaos Sisi dan menaikkan bra-nya.

"Hmmm iyaa...."

Sisi geli sendiri melihat dan merasakan apa yang baru saja dilakukan Digo.

"Besok malam kita ke dokter ya, sayang..." bisik Digo setelah menarik Sisi kedalam pelukannya.

"Nggak sabar pingin cepat pagi..."

"Ya udah bobo."

"Usapin punggung aku."

"Siap umi, apa sih yang enggak buat kamu sayang," ucap Digo sambil mengalihkan tangan yang melingkari pinggang Sisi ke punggung dan mengusap istrinya yang tiba-tiba lebih daripada manja.

"Ncittt...."

Suara Sisi membuyarkan lamunan Digo tentang tadi malam sebelum tidur.

Digo melonjak bangun dari tempat tidur dan menghampiri Sisi yang masih membenahi horden yang baru dia buka.

"Ayoo, buruan test pack..." cecar Digo.

"Udahhhh......."

"Hasilnya?"

Digo memandang Sisi dengan dada berdebar.

"Yeayyy...." Digo mengungkapkan rasa berbahagianya kali ini dengan bersorak ketika Sisi menunjukkan test pack bergaris dua didepannya. Sisi merasakan tubuhnya melayang karna dipeluk dan diangkat Digo hingga kakinya tak menginjak lantai lagi.
Bahagianya sudah tak bisa terbendung lagi.

"Akhirnya kita punya dedek," sorak Digo kesenangan. Digo memeluk Sisi lagi.

"Ini sama kayak Maliq nggak ya? Kamu maunya cowok apa cewek?"

"Apa aja yang dikasih Allah, yang penting kamu sama bayi kita sehat dan selamat sampai lahiran, Sayang..."

*******************************
Banjarmasin, 16 September 2016

Everything is fine.
Always happy.
Thank you so much, All.
Yuk ngadem dulu disini...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top

Tags: