AALove2~18
"Sisiii..."
Digo mengejar Sisi. Sekarang bukan lagi menarik tangan atau bahu tetapi memeluk tubuh Sisi yang bergetar hebat karna menahan tangis. Sisi tau ia merasa sangat sensitif. Digo membuatnya merasa tak dianggap. Entahlah apakah itu terlalu berlebihan? Tapi Digo sudah keterlaluan. Menuduhnya main hati dengan orang yang dia percayai menjaga dan menemaninya. Memang itu bukan tidak mungkin, mungkin saja terjadi. Tetapi bagi Sisi sama saja Digo tak percaya pada kesetiaannya. Sementara Digo sendiri apa? Pergi bersenang-senang tanpa memberitahu apa-apa padanya. Sisi merasa tak dianggap.
"Please jangan pergi kemana-mana, tetap disini...." bisik Digo ditelinga Sisi.
"Buat apa? Buat dituduh nggak setia dan jaga hati?" gumam Sisi dengan suara terbata.
Digo menyadari telah salah mengeluarkan kalimat. Selingkuh. Artinya itu tidak setia dan tidak jaga hati seperti komitmen mereka. Artinya lagi, ia sudah tak percaya pada Sisi. Sementara dia sendiri juga merasa bersalah karna tak bilang pada Sisi ternyata pertemuannya dengan Bram sekaligus merayakan ulangtahunnya.
"Maaf....."
Digo menahan tubuh Sisi dengan tetap memeluknya erat dari belakang. Mengunci gerak Sisi yang mencoba melepasnya dengan kasar menyikut tubuh Digo. Sesaat tubuh Sisi menyerah tak bergerak lagi. Sekarang hanya isakan yang terdengar. Digo menenggelamkan wajahnya dibahu Sisi. Sisi merasakan degup jantung Digo yang berdetak lebih cepat dengan napas yang tersengal akibat tubuh mereka yang bergerak bertentangan.
"Masalah seberat apapun akan aku hadapi asalkan kamu tetap disini, disampingku, Sisiii!" bisik Digo membuat airmata Sisi semakin meleleh. Benarkah? Sisi hanya diam tak menjawab. Bingung dengan perasaannya sekarang.
"Aku cuma takut kamu memindahkan rasa nyamanmu disampingku sama yang lain, sayang..." ucap Digo lagi.
"Sementara kamu memindahkan rasa nyamanmu dengan kesenangan sendiri?" tanya Sisi sambil menyusut hidungnya yang berair.
"Bukan itu..." Digo melepaskan pelukan dan memutar tubuh Sisi menghadapnya.
"Lalu apa?" tanya Sisi dengan nada menyela.
"Pesta itu buat cowok, tanya aja sama Jabar, Nesha aja nggak ikut, aku cuma mau ngehargai Bram, dia yang akan bantu aku ngelancarin jalan kerjasama dengan Supermarket...lagian asap rokok, minuman, hingar bingar musik nggak cocok buat kamu yang harus jaga kesehatan buat nampung benih aku!"
Hening. Seketika Digo takut salah bicara lagi.
"Kalau aku nggak bisa kasih kamu anak, apa kamu akan ninggalin aku?"
Sisi mulai mempertanyakan yang selama ini menyesak didalam dadanya.
Digo memandang Sisi yang terlihat resah. Sepertinya itu yang membuat dia sensitif. Digo menahan wajah Sisi dengan kedua tangan yang merangkum pipinya yang lembab.
"Persoalan seberat apapun siap aku hadapi asalkan jangan kehilangan kamu, kamu tau?" Digo berucap lembut dan terasa menenangkan bagi Sisi.
Digo menatap Sisi dalam mata bercahaya dan berkacanya. Sisi menatap binar kesungguhan dimata Digo. Tadi itu mereka hanya salah paham. Tadi itu ucapan dari rasa takut diantara mereka ada yang berpaling.
"Yang aku tau aku menyayangimu lebih dari apapun juga, kehilanganmu akan membuatku gila, kamu tau kenapa?" Akhirnya Sisi membuka suara setelah sepi menyelimuti mereka, "Karna aku mencintaimu dengan jiwa bukan hanya dengan hati, bila aku kehilangan kamu, aku bukan hanya sakit hati tapi sakit jiwa, Digo..." bisik Sisi melanjutkan ucapannya dengan mengangkat kedua tangan menangkup pipi Digo.
"Aku sering bilang akan tetap memelukmu dengan segala kelebihan dan kekurangan kamu, Sisi, kalau aku harus kehilangan kamu, aku bukan hanya sakit jiwa tapi kehilangan jiwa....." gumam Digo pelan lalu menarik tubuh Sisi dalam pelukannya.
"Digooo..." suara Sisi terharu disela tangisannya dalam pelukan Digo, "Aku minta maaf belum bisa menampung benih kamu dirahim aku!" ucap Sisi lagi membuat Digo melepas pelukan dan menyentuh dagunya.
"Berarti belum ada yang terbaik, karna hanya benih terbaik yang mampu bersaing dan menjadi juaranya, anak kita akan menjadi seseorang yang hebat makanya Tuhan masih memilihkan yang mana yang harusnya menjadi garis keturunan kita!"
Digo menghapus sisa airmata yang menggenang disudut mata Sisi dan menundukkan wajahnya hingga dahi dan hidung mereka bersentuhan.
"Akan tetap memelukmu, selamanya!" bisik Digo didepan wajah Sisi yang tak berjarak dengan wajahnya.
"Setia dan jaga hati, itu sajakan?" balas Sisi dengan napas yang beradu dengan detakan jantungnya. "Jangan pernah ragukan lagi, aku pasti bisa menjaga diri dengan komitmen kita itu selamanya," lanjut Sisi sambil menatap Digo sebelum memejamkan mata merasakan hembusan napas mereka yang terasa hangat menyapu bibir karna tak berjarak.
"Iya, setia & jaga hati, itu saja, Sisi!"
Sisi merasakan kenyal bibir Digo terasa menyentuh tipis bibirnya.
"Aku mencintaimu, hhhhh," Sisi mengambil napas saat bibir mereka yang saling mengecup terlepas.
"Tidak ada yang mencintaimu, seperti aku cinta sama kamu," Digo menunduk lagi menjangkau dahi Sisi dan mengecupnya singkat sambil menetralkan napas dengan dada yang berdebar dengan rasa hangat didalamnya lalu memeluk Sisi kembali. Lama mereka dalam keadaan seperti itu. Berpelukan. Merasakan detak jantung yang sudah seirama kembali.
"I love you, sayang Sisi, mbemku ... " ucap Digo mencium pelipis Sisi yang masih berada dipelukannya.
"Love you too, sayang Digo, ncitku ... " Sisi merasakan Digo mengeratkan pelukan sampai ia terasa begitu terhimpit dalam dekapannya.
"Mandi gih, tadi udah buka-bukaan dipakai lagi bajunya!" Digo melonggarkan pelukan dan memencet hidung Sisi yang memeluk pinggangnya erat.
"Iyalah, masa aku keluar rumah nggak pake baju, emang rela aku pake bra sama segitiga keliaran dijalan...?" Sisi menyentil dagu Digo.
"Enggaklah, pake baju aja aku cegah, apalagi nggak pake, cuma aku yang boleh lihat isinya," Digo mengangkat tubuh Sisi membuat Sisi lebih tinggi darinya. Mereka membiarkan tas Sisi yang jatuh kekaki mereka.
"Cuman liat doang emang?" tanya Sisi sambil menunduk menatap Digo dengan nada menggoda.
"Enggaklah..." Digo mendorong daun pintu kamar dengan kakinya dan membawa Sisi yang menyentuhkan hidung ke hidungnya masuk kedalam kamar.
Habis berantem, memang terasa lebih intim rasanya. Terbayang kesibukan Digo dikantor dan kesibukan Sisi di kampus yang membuat mereka terasa berjarak padahal setiap hari bertemu disatu ranjang. Tugas kampus Digo bukan tidak ada tetapi kebetulan tidak berbarengan dengan Sisi karna mereka kan berbeda jurusan.
"Gara-gara kamu aku pake lagi bajunya, sekarang bukainnnnn....." desah Sisi manja ketika tubuhnya diturunkan Digo disamping tempat tidur lalu Sisi menjatuhkan diri di ranjang empuk mereka.
"Tapi nggak tanggung jawab kalau ke kamar mandinya telat ya," sahut Digo sambil duduk ditepi tempat tidur dan menatap Sisi yang melabuhkan kepalanya diatas bantal.
"Kenapa memangnya?"
"Mampir dulu kepelukan bang Digo soalnyaa..."
Sisi tertawa mengangkat punggung ketika Digo menarik bajunya keatas dan meloloskan melewati kepalanya. Satu persatu helaian ditubuh Sisi berjatuhan disamping tempat tidur. Bibir mereka terbungkam karna kini saling menarik lembut. Gigitan kecil Digo dibawah dagunya baru bisa membuat Sisi menarik napas sambil memejamkan mata dengan meremas rambut Digo yang mulai menuruni leher menuju sekal dadanya yang sudah polos. Tangan Sisi merayap keleher dan meremas bahu Digo ketika ia merasakan aktivitas Digo menyusun kissmark disekeliling daerah aerolanya yang terlihat coklat pekat. Sisi menggeliat karna merasakan gelenyar ngilu sekaligus gelenyar hasrat yang menuntut lebih akibat sentuhan basah didadanya. Sisi meraba dada Digo yang entah kapan sudah polos lalu mencium kepala Digo yang tenggelam diantara benda kembarnya yang menantang kenyal, lembut tapi menegak meskipun terasa nyeri. Dengan ciuman lembut dibibirnya Digo melabuhkan hasrat yang sudah menuntut ketubuh Sisi yang terhimpit dibawahnya. Tubuh mereka bergerak berlawanan dengan napas yang memburu berjuang mencapai puncaknya.
Digo menenggelamkan kepalanya diatas bahu Sisi setelah mengecup kening dan bibirnya sesaat setelah tubuh Sisi mengejang diiringi Digo yang memacu dengan cepat.
Sisi merasakan jantung Digo berdetak berkejaran diatas dadanya sementara napasnya sama tersengal.
"No one love you like I love youuu, Sisii..." bisik Digo.
"Digoo..." hanya itu yang bisa Sisi ucapkan menjawab kalimat Digo.
*****
Digo menggenggam tangan Sisi yang terselip dijarinya erat. Cemas. Baru saja Jabar menelpon kalau Nesha jatuh dari kamar mandi dan pendarahan. Bagaimana keadaannya mereka tak tahu karna Jabar hanya bilang Nesha butuh darah. Golongan darah Nesha sama dengan Sisi jadi Sisi ingin mencoba mendonorkannya kalau tidak takut melihat jarum suntik nanti.
Kepala Sisi tiba-tiba pusing, ia pikir mungkin karna mengingat melihat jarum suntik dan darah.
"Beneran mau donorin darah?" tanya Digo menoleh Sisi tak yakin melihat Sisi menekan pelipisnya.
"Iya beneran, kasian Nesha, semoga janinnya nggak apa-apa...." Sahut Sisi membiarkan Digo ikut memijit kepalanya sambil melangkah.
Sisi terbayang dirinya yang sangat berharap mendapatkan bayi tapi belum dikasih makanya merasa ikut sedih dan takut terjadi sesuatu pada bayi Jabar dan Nesha.
Didepan ruang perawatan Jabar terlihat terduduk dengan tangan menutupi wajahnya.
"Nesha nggak papa-kan Ja?" Sisi bertanya begitu sampai didepan Jabar. Jabar menggeleng.
"Nesha nggak papa tapi bayi kami..." Jabar seperti tak bisa melanjutkan kalimatnya. Seketika Sisi duduk disamping Jabar dan mengusap pundaknya.
Digo ikut duduk disebelah Jabar hingga Jabar berada diantara mereka berdua.
"Dia mengeluarkan banyak darah, dia butuh darah...."
"Gue, gue yang akan donorin darah gue!" Kata Sisi cepat.
"Butuh berapa kantong?" tanya Digo.
"Tiga."
"Di PMI ada?" tanya Sisi.
"Sedang dicari Aba ..."
"Buruan anterin aku ncit buat donor darah!" Sisi berdiri dengan wajah yang cemas.
Digo ikut berdiri dan membantu Jabar untuk berdiri juga agar mengantarkan mereka ke ruang perawat untuk mendonorkan darah Sisi.
"Sabar ya Ja," ucap Sisi mencoba menguatkan Jabar yang kehilangan janin berusia dua belas minggu dalam kandungan Nesha.
"Alhamdulilah disabar-sabarin, Si."
*****
"Diperiksa dulu ya Mbak..." Perawat ber-name taq Ranita itu mengambil stetoskopnya dan penensi darah untuk memeriksa Sisi. Sisi merasa agak mual, mungkin karna diruangan itu tercium bau obat-obatan yang rasanya menusuk sekali di indera penciuman Sisi.
Akhirnya petugas melakukan check up sebelum donor darah. Mereka akan memeriksa untuk beberapa aspek sebelum diputuskan apakah Sisi layak untuk menyumbangkan darah.
Sebelum berbaring ditempat tidur perawatan, berat badan Sisi ditimbang terlebih dulu.
Mereka juga akan memeriksa tingkat hemoglobin, tekanan darah, riwayat medis dan kemudian mereka akan menetapkan apakah Sisi layak sebagai pendonor atau tidak.
"Maaf Mbak, emmmh?"
"Sisi, suster..."
"Mbak Sisi, memang mbak Sisi tidak ada riwayat memiliki penyakit, tapi berat badan mbak Sisi dibawah 45kg, tekanan darahnya juga rendah, lagipula wanita hamil sebaiknya tidak mendonorkan darah..." ucap suster yang memeriksa Sisi membuat Sisi melebarkan mata.
"Wanita hamil?"
*********************************
Banjarmasin, 13 September 2016
Bingung ya, bahagia diatas kesedihan oranglain....
Tapi itulah hidup, ada susah ada senang, ada tangis dan ada tawa.
Terima Kasih.
ILU
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top