AALove2~17

"Kamu ke toko bukunya sama Toby ya, aku nggak bisa nemenin ... "

"Ok."

Sisi menaruh telponnya. Membenahi tas dan bersiap-siap pergi tetapi harus menunggu Toby. Toby teman mereka di kampus. Akhir-akhir ini Digo meminta bantuannya untuk menemani Sisi karna dia tak bisa. Digo terlalu sibuk. Dia bilang sedang berusaha memasukkan hasil tambaknya ke sebuah Supermarket terbesar dikota mereka hingga harus bolak balik bertemu dengan rekan yang akan diajak kerjasama dan menurut Digo orang itu juga orang yang sibuk hingga harus segera dipepet sampai berhasil.

Drrrtttt....Drrrrtttt....Drrrrttt
Ponselnya bergetar dan berbunyi kembali.

Toby calling

"Ya Tob? Udah gue udah siap," Sisi kembali menutup telponnya dan memasukkan kedalam tas lalu segera keluar dari kamar menuju ruang tengah dan langsung keluar dari apartemen.

Toby sudah menunggu ditempat parkir. Dan Sisi segera masuk kedalam mobilnya lalu mereka langsung pergi ke toko buku mencari bahan untuk tugas kampus.

Resah. Saat ini Sisi sangat tak nyaman. Meskipun pergi bersama Toby diijinkan oleh Digo, jauh dilubuk hati Sisi ia ingin tetap bersama Digo kemanapun ia pergi. Ia hanya takut ada yang salah menilai. Hal itu pernah ia ungkapkan pada Digo. Tapi Digo berusaha meyakinkannya kalau tidak apa-apa.

"Kan aku yang ijinin, mbem, nggak papa, aku lebih baik kamu sama Toby daripada kamu sendirian."

"Kenapa nggak sama Flo aja?"

"Flo juga sedang sibuk, lagian Toby kan juga sekalian punya tugas yang sama dengan kamu!"

Sisi tak bisa menjawab lagi. Akhirnya mengikuti apa maunya Digo. Padahal sebenarnya sendirianpun tak apa. Asal diantar sama driver dia bisa kemanapun juga.

"Si, kita makan dulu?" tanya Toby setelah sudah menemukan buku yang mereka cari.

"Enggak gue mau langsung pulang ya Tob, kepala gue pusing!" ucap Sisi sambil menekan kepalanya.

"Ok, padahal gue laper dah." sahut Toby dengan wajah memelasnya.

"Lo mau makan? Ya udah gue temenin..." kata Sisi akhirnya karna kasian melihat Toby yang menekan perutnya.

"Nggak papa nih, Si?" tanya Toby tak enak.

"Enggak papa kok," sahut Sisi meyakinkan.

Setelah mencari bahan ditoko buku mereka mampir di restoran sebelah toko itu yang menjual makanan Indonesia. Sisi tak memesan apa-apa, hanya minum saja. Pikirannya lebih pada Digo yang sekarang sangat sibuk hingga menemani saja tidak sempat.

Kamu pulang jam berapa?

Sisi mengirim pesan pada Digo.

Mungkin jam delapan ya

Jawaban Digo membuat Sisi melihat jam yang melingkar dipergelangan tangan kirinya.

Ok

Kamu masih sama toby?

Masih, nemenin dia makan

Oh, habis itu langsung pulang ya

Iya

"Sisiiiii....."

Suara teriakan memanggil mengejutkan Sisi. Maria. Dia satu sekolahan waktu di SMA tapi lain kelas.
Melihat mata Maria yang menatapnya dan Toby bergantian membuat Sisi tak nyaman.

"Udah nggak sama Digo lagi?"

"Digo sedang sibuk Mar...."

"Sibuk masing-masing?"

"Maksudnya?"

"Tadi gue lihat Digo di party-nya Bram!"

"Bram?"

"Iya, kamu nggak tau siapa Bram?"

"Rekan dia untuk kerjasama dengan supermarket..."

"Oh berarti lo tau dia ngerayain ultah tadi habis pulang kantor, gue kirain kalian udah nggak sama-sama lagi!!"

Sisi mengangguk. Seakan-akan tau Digo pergi ke party rekan bisnisnya itu. Sisi menyembunyikan tarikan napasnya tertahan. Bukan ke Party-nya yang membuat Sisi tak nyaman. Tapi ke tidak terus terangan Digo. Dia tadi hanya bilang kalau ada urusan bisnis sama Bram bukan ke acara pesta ulang tahun Bram. Kenapa Digo tidak mengajaknya? Kenapa tega menyuruh orang lain untuk menemani dirinya? Kenapa ia lebih memilih ke pesta oranglain daripada menemani istri mencari bahan untuk kepentingan kuliah?

"Gue kesana Si, mau makan dulu, disana tadi makanannya kurang selera, lagipula banyak minuman, musiknya bikin pusing!" Maria pamit menuju meja lain. Sisi mengangguk sambil tersenyum.

Kenapa Digo? Kenapa sudah tak mau terbuka? Apa yang membuat dia bersikap seakan Sisi tak penting dalam hidupnya? Karna sesuatu paling diinginkannya tidak terwujud segerakah? Apa ini benar karna persoalan janin yang belum juga tumbuh didalam rahimnya? Tapi ini baru tujuh bulan. Tujuh bulan tetapi sudah dikalahkan Jabar?

"Digoooo, lo harus mengakui kalau gue lebih tokcer dari pada lo boss...." teriak Jabar diujung telpon dan itu terdengar Sisi karna saat itu Sisi sedang disamping Digo duduk di Sofa.

Dua bulan setelah menikah Jabar memberi kabar kalau Nesha hamil. Dan itu sempat membuat Sisi merasa tak berguna menjadi seorang istri. Sisi menekan pelipisnya yang tiba-tiba berdenyut. Kepalanya tiba-tiba pening.

"Toby, habis ini temenin aku ya..."

"Kemana?"

"Ke salon, mau creambath, udah lama nih nggak perawatan rambut!"

"Ok."

*****

"Darimana?"

Sisi hanya melirik Digo ketika ia membuka pintu apartemennya. Digo terlihat duduk didepan Tv dengan wajah tak suka. Sisi melirik jam di dinding, jarum pendek menunjukkan keangka 9 sedangkan jarum panjang ke angka 3.

"Sisi?"

Sisi cuma diam tak memandang Digo dan melangkah menuju kamar mereka.

"SISI!" Nada suara Digo meninggi. Sisi mempercepat langkahnya lalu memasuki kamar dan menutup pintu dengan keras.

Blammmm!!!

Mata Digo reflex tertutup karna bunyi pintu didepannya dibanting. Heran sekaligus emosi sedikit merasuki hati Digo. Kenapa Sisi yang marah? Harusnya dia yang marah kenapa Sisi pulang terlambat dan tak memberi kabar. Bahkan Sisi tak menjawab telpon dan pesannya. Dia bilang setelah menemani Toby makan dia akan pulang. Itu jam berapa? Jam 19.30 Waktu Indonesia Barat. Sekarang jam berapa dia pulang? 21.15 atau jam 9 lewat 15 menit. Bahkan Sisi harusnya ada dirumah sebelum Digo pulang. Digo tadi merasa sudah jelas mengirim pesan kalau ia akan pulang jam 8.

Digo membuka pintu kamar yang untungnya tak terkunci.

"Gue udah sampai didalam kamar kok Toby, thanks ya udah anterin ke Salon, nanti temenin aku lagi ya besok-besok...." Sisi berdiri didepan cermin, menyentil rambutnya yang baru di creambath dan di blow. Wangi.

Yang membuat dada Digo bergemuruh bukan hanya karna tubuh Sisi yang minim penutup. Tubuhnya hanya terbalut bra dan kain segi tiga berwarna maroonnya didepan cermin sekarang. Tapi yang membuat dadanya dipenuhi sesak karna emosi terlebih karna ucapan Sisi ditelpon pada Toby. Jadi dia ke salon? Dan minta anterin lagi besok-besok sama Toby? Tidak bisa dibiarkan....

Sisi menaruh hapenya diatas meja rias. Dan berbalik seolah tak ada siapa-siapa didepan pintu yang tertutup meski ia menyadari Digo melangkah kearahnya. Lalu Sisi meraih handuk digantungan baju dan melilitkan ditubuhnya.

Melewati Digo, Digo yang sepertinya sudah kehabisan kesabaran meraih lengan Sisi dan menariknya kasar.

"Apa sih? Sakit tau, ihh!!" Sisi berusaha melepaskan cengkraman Digo.

"Kamu kayak nggak nganggep aku lagi ya sekarang? Udah nyaman sama Toby? Nggak butuh aku lagi?"

Sisi masih berusaha melepaskan tangan Digo dari lengannya saat Digo menarik lagi lengan Sisi hingga tubuhnya bergeser lebih mendekat lagi padanya.

"Maaf, Digo..."

"Maaf Apa?"

"Akuuu..."

"Bilang kalau kamu udah nggak mau lagi sama aku, jangan main-main sama pria lain dibelakang aku, aku suamimu ya Si!"

"Heeiii, kamu gila ya? Atau pura-pura lupa? Yang nyuruh aku minta temani Toby siapa? Yang meminta Toby menemani aku siapa? Kenapa kamu marah padahal kamu sendiri yang menyuruh hah?" Pertanyaan Sisi bertubi-tubi didepan wajah Digo yang memerah.

"Lalu kenapa telpon dan pesanku nggak dibales? Kenapa nggak bilang setelah makan ke salon? Trus selain ke Salon kalian kemana? Ngapain hah? Selingkuh?"

PLAKKKK!!!

"Jaga ya mulut kamu!!!"

Sisi sudah habis kesabaran. Tangannya melayang ke pipi Digo. Dan jari telunjuknya tegak menuding wajah suaminya yang merah karna amarah.

"Kalau aku dicurigai, berarti kamu pantes untuk dicurigai, kamu bilang ada urusan bisnis dengan rekan yang mau kerjasama sama kamu tapi buktinya apa? Emang kamu bilang kalau kamu ikut party si Bram itu? Emang kamu bilang disitu banyak minuman dan cewek-cewek liar, emang kalau udah nggak terus terang kayak gitu kamu anggap aku istri kamu, hah?"

Sisi menghempaskan tangan Digo yang terulur kearah bahunya. Sisi melangkah tapi bukan ke kamar mandi melainkan ke tempat tidur dimana ia tadi melepas bajunya. Sisi memungut baju yang tadi dipakai dan mengenakannya kembali.

Sesaat Digo tak menyadari apa yang akan Sisi lakukan sampai ia selesai mengenakan baju dan menarik tasnya kembali.

"Nggak usah cari-cari masalah sama aku kalau kamu yang sudah tak ingin lagi, Digo!!!"

"Sisiii, heiii...."

Digo mengejar Sisi yang berlalu dari hadapannya lalu berusaha menarik tangan Sisi.

"Kamu mau kemana? Kamu jangan..."

"Kamu udah nggak butuh aku lagi, jadi buat apa aku ada disini?" Potong Sisi cepat, secepat ia melepaskan tangan Digo yang mencengkram pergelangan tangannya.

"Siapa bilang aku nggak butuh kamu lagi?" Digo balik bertanya dan mengejar Sisi yang melangkah cepat sebelum ia sempat membuka pintu kamar.

"Buktinya kamu lebih suka ke party teman kamu daripada nemenin aku pergi-kan? Iyakan? Kamu udah nggak terus terang sama aku dengan keasikan kamu yang baru, iyakan?"

Sisi bertanya tapi seakan tak memberikan kesempatan pada Digo untuk menjawab karna merasa sudah menemukan jawabannya. Jawaban tanpa kepastian yang hanya ada dalam pikirannya.

"Kecewa sama kamu, Digo!" Suara Sisi mulai bergetar dan membiarkan air yang sedari tadi ditahan menggenang disudut matanya lalu membalikkan badan dengan cepat melangkah menjauhi Digo. Pikiran Sisi tak tenang. Rasanya kacau. Dan Digo dalam keadaan yang sama. Tak tenang dan kacau.

"Sisiii....."

*******************************
Banjarmasin, 12 September 2016

Selamat Idul Adha teman-teman.
Maaf, hari ini korban perasaan dulu ya...

Terima Kasih.
ILU

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top

Tags: