AALove2~12

~Sisi Point Of View~

Sudah mendekati hari, rasanya jantungku semakin berdebar saja. Begini ya rasanya calon pengantin menunggu waktu duduk didepan penghulu dan disyahkan menjadi pasangan yang halal. Akhirnya aku merasakannya juga.

Jantungku berdebar jika mengingat aku akan hidup bersama dengan seorang pria yang selama hampir tiga tahun ini bersamaku. Usia kami hanya 20tahun, semoga ini tak termasuk menikah muda. Disebut menikah mudapun tak apa yang penting kami sudah merasa mampu dan bertanggung jawab dengan penyatuan cinta dalam ikatan yang suci ini.

"Mbem, kangen..."

Seperti Digo aku merasakan rindu yang sama. Rasanya sudah tak sabar ingin menyentuh wajahnya ketika kami bertemu. Untung saja masih boleh menggunakan telpon sebagai pengobat rindu, kalau tidak, bisa gelisah tiap hari menjelang pernikahan.

"Aku jugaa, kok lama bener sih kayaknya yaa," keluhku sambil berbaring miring dengan ponsel ditelinga.

"Kamu lagi apa?" tanya Digo.

"Tidur-tidurannnn, tapi nggak bisa tidurrr," sahutku lagi dengan nada manjaku seperti biasa.

"Kenapa?"

"Nggak ada yang mpok-mpokin, mama sama papa pergi ngasih undangan ketempat fatner kerja papaaa."

"Sini aku yang mpok-mpokin." ucapannya terdengar dengan nada bercanda.

"Emmmh kamu iniii..."

Tawanya pecah seketika. Dasar Digo, semakin hari semakin mesum saja. Eh, tapi cuma mau mpok-mpokin doang apanya yang mesum sih, aku aja yang mesum. Ngebayangin kalau Digo mpok-mpokin aku, apa cuma mpok-mpokin doang? Haha.

Tok.tok.tok.
Terdengar ketukan. Aku menoleh kearah pintu kamarku dan beringsut bangun dengan ponsel tetap menempel ditelingaku. Begitu aku membuka pintu terlihat mbak Iray didepan pintu berdiri menunggu.

"Kenapa mbak?"

"Ada yang mencari non," ucap Mbak Iray.

"Siapa?"
Aku mengeryitkan alis. Malam-malam begini siapakah? Aku melongok longok kebawah. Ruang tamuku nampak sepi tak ada kegiatan apa-apa.

"Nggak tau non katanya teman non, dia tadi sih kelihatannya memegang undangan pernikahan non," jawab mbak Iray.

Memegang undangan pernikahan? Mungkin salah satu temanku. Tapi siapa? Satupun nggak ada yang menelpon dan bikin janji mau datang. Aku penasaran.

"Ada yang datang?"

Aku sampai lupa telpon masih terhubung dengan Digo.

"Iya, ncit, bentar ya aku temuin dulu," sahutku.

"Iya deh, habis itu telpon aku lagi ya sayang," pesannya sebelum menutup telpon. Aku mengiyakan sambil menuruni tangga menuju kebawah dan keruang tamu.

Aku melewati ruang tamu yang sepi karna tak ada orang disana. Dirumah memang tidak ada aktivitas apa-apa karna pernikahanku dan Digo akan digelar disebuah mesjid yang dibangun Digo sejak beberapa tahun yang lalu sebelum bertemu denganku.
Dan resepsi akan diadakan di sebuah Gedung serba guna yang diserahkan pada sebuah weeding organizer. Jadi kami hanya mempersiapkan diri kami saja. Meskipun tak terkesan terlalu mewah aku sudah bilang pada Digo jangan pikirkan apapun kecuali berharap segera sah, itu saja yang terpenting.

"Kenapa nggak disuruh masuk sih Mbak Iray?" Tanyaku ketika melihat pintu depan terbuka tapi tamunya tak ada diruang tamu.

"Dia bilang menunggu diluar saja non," sahut Mbak Iray.

"Ya sudah, buatkan minuman ya mbak!" Pintaku padanya dan dijawab anggukan lalu mbak Iray pergi meninggalkanku.

Aku keluar dari rumah menuju beranda dengan tanda tanya. Begitu berada diberanda aku lihat seseorang berdiri membelakangi dengan tangan menyangga tiang. Aku memiringkan kepalaku. Siapa dia?

"Maaf?"

Seiring kata maaf dari bibirku yang keluar dalam nada tanya, pria itu berbalik dan bibirku yang tadinya tersenyum kini memudarkan lengkungannya karna terkejut.

"Sisi..."

Sumpah. Aku tak pernah terpikir akan bertemu lagi dengannya. Susah payah aku melupakan luka yang telah ditinggalkannya untukku. Luka yang membuat aku melemah karna merasa rendah diri. Luka yang sudah bertahun ini membelenggu perasaanku. Luka yang membuat aku merasa tak berharga. Gerald.

"Gerald?"

Kata yang bisa aku keluarkan setelah sepersekian detik terbelenggu keterkejutan hanya menyebut namanya. Darimana dia mendapatkan undangan yang ada ditangannya itu?

"Ternyata benar, Sisi Radhisa diundangan ini adalah Sisi-ku," ucapnya dengan nada yang datar.
Sisiku katanya?

"Da..darimana undangan itu..." tergagap aku bertanya dengan hati yang tiba-tiba tak keruan.

"Sudah bertahun aku mencari keberadaanmu, aku rela meninggalkan kota asal kita untuk mencarimu Sisi, aku hampir putus asa ketika akhirnya aku menemukan undangan ini," ucapannya tak bisa aku cerna lagi, meski darimana dia mendapatkan undangan itu tak terjawab. Yang ingin aku tau, ada maksud apa dia berani datang menemuiku?

"Lalu?"

"Aku mencarimu karna ingin bertanggung jawab dengan semua perbuatanku, ketika kamu pergi aku tak tenang, aku kekanakan dan tak dewasa hingga berpikiran meninggalkanmu hanya karna..."

"Sudah cukup penjelasannya..." aku memotong kalimatnya yang belum selesai karna sudah tahu arah pembicaraannya.

"Sisi biarkan aku bertanggung jawab, calon suamimu tak pantas menanggung semua perbuatanku," suaranya terdengar memaksa kini.

"Maaf..."

"Sisiii..."
Gerald mendekatkan dan aku bergerak mundur.

"Tolong jangan bicara tanggung jawab, aku sekarang tak membutuhkan kamu bertanggung jawab, yang aku butuhkan hanya doakan aku agar hidup bahagia," tegasku akhirnya meski dengan suara bergetar. Kulihat wajahnya yang tadinya lembut sekarang mulai mengeras.

"Tapi aku ingin mengambil hakku Sisi, aku yang harusnya berhak atas dirimu karna..."

"Tak ada yang harus merasa berhak, aku yang lebih berhak atas diriku sendiri," potongku dengan nada suara keras sekeras dia bicara sekarang.

Aku menyadari sepertinya aku sedang berhadapan dengan orang yang egois dan keras kepala seperti aku mengenalnya dulu.
Seperti dulu dia mencampakkanku karna aku tak mau lagi berbuat seperti keinginannya, seperti itu juga kini dia merasa dia berhak mengambilku kembali.

"Sisi, aku sudah bertahun-tahun mencari kamu, sekarang kita dipertemukan sebelum kamu menikah, artinya Tuhan masih memberi kita kesempatan bersama!"

Pemikiran yang ajaib. Kenapa begitu mudah dia mengatakannya? Memberi kesempatan bersama?

"Selama ini aku mati rasa, tak bisa mencintai seperti aku memilikimu, perasaan bersalah padamu membuat aku bertekad menemukan dan meraihmu kembali!"

Gerald melanjutkan kalimat-kalimatnya yang bernada memaksa dan semua itu demi perasaannya bukan demi aku.

"Aku sudah memaafkanmu, tapi maaf..."

"Kamu masih punya waktu membatalkannya Sisi!"

Gerald meraih tanganku dan aku menarik tanganku kembali tetapi ternyata genggamannya terlalu kuat untuk kutepis. Bahkan membuat ponselku terjatuh.

"Aku mencintai dia dan takkan membatalkannya, aku minta maaf!"

Aku meringis karna tanganku yang sakit dalam cengkramannya. Ya Tuhan, tolong aku. Sepertinya orang ini nekat. Tiba-tiba aku merasa takut. Kemana Mbak Iray? Kenapa dia tak muncul membawakan minuman?

"Sisi..."

"Tolong jangan paksa, lepasin please," aku menarik tanganku dan dia tambah erat mencengkramnya bahkan menarikku.

"Nonnnn..."

Suara Mbak Iray sedikit membuatku lega tapi cengkraman ditanganku terasa bertambah keras dan aku terseret ditariknya menjauhi beranda rumahku.

"Kalau tidak bisa dengan baik-baik, aku akan membawamu secara paksa!" Ucapnya dengan mata yang terlihat bengis.

"Nonnn," kejar Mbak Iray dan ia berhasil menggapai tanganku.

Mbak Iray menarikku mencoba melepaskan tangan Gerald yang dengan kuat mencengkramku. Sepertinya dia sudah kesetanan. Ya Allah, tolong ...

"Please Gerald, jangan begini, kamu pasti akan mendapatkan kebahagiaanmu walaupun nggak sama aku," ucapku masih berusaha melepaskan cekalannya. Mataku terasa mulai memanas dan berair. Aku benar-benar takut sekarang.

"Aku ingin kamu!!"

"Maaf..."

Aku hanya bisa meminta maaf. Kata apa lagi yang harus aku ucapkan?

"Digooo..."

Plakkk!!

Tangannya melayang ke pipiku setelah mendengar aku menyebut nama Digo.

Kurasakan renggutan paksa Mbak Iray ditanganku dan berhasil melepaskan cekalannya membuat mbak Iray menarikku beberapa langkah menjauh tetapi Gerald dengan bengis meraihku kembali dan mendorong jatuh mbak Iray kebebatuan dihalaman rumah.

"Mbak Irayy..." teriakku dan berusaha melepaskan diri darinya tapi tak kuat.
Mungkin dia sedang mabuk atau mungkin dia memang sudah gila. Entahlah, tapi aku takut. Papa, mama, atau siapapun datanglah. Aku tak bisa berharap Digo datang. Kami sedang tak boleh bertemu dan keluar rumah. Aku berteriak histeris saat diseret menuju halaman dimana sebuah mobil x-trail hitam terparkir disana.
Aku berharap ada yang mendengarku tapi takkan mungkin ada yang mendengar dengan keadaan lingkungan komplek yang sepi.

"Jangan bawa aku please, aku nggak mau, jangannn..."

"Kamu harus ikut akuu!"

Plakkkk. Plakkk. Plakkk.

Dan pandangankupun mengabur.

*****

~Author Point Of View~

Kepala Sisi terasa pening ketika ia mencoba membuka mata. Pandangannya yang kabur membuat ia harus mengumpulkan kesadaran sedikit lebih lama. Pukulan Gerald padanya membuat ia pingsan dan tak tahu lagi bagaimana nasib Mbak Iray.
Sisi menyadari ia sekarang berada didalam mobil yang dikemudikan Gerald. Kemana ia akan dibawa? Sisi merasa kalut.

Sisi tak mampu berpikir lagi ketika sebuah mobil lain tiba-tiba melaju dan menghalangi mobil Gerald yang juga tengah melaju.

Citttttttt.........
BRAKKKKKK!!!!

Bunyi rem berdecit dan benda yang bertabrakan membuat Sisi merasa ngilu dengan tubuh yang terhempas karna mobil Gerald menabrak pembatas jalan menghindari mobil yang menghalangi laju mobilnya.

"Kurang ajar, cari mati ni orang!!!" desis Gerald membuat Sisi bergidik takut. Sisi tak dapat mengeluarkan suara karna syok. Hanya ekspresi ketakutan saja sekarang yang terlihat dari wajahnya.

Rasanya begitu cepat seseorang membuka pintu mobil yang akan dibuka Gerald. Sebelum Gerald menurunkan kakinya orang itu sudah menarik tubuh dan menyeret Gerald keluar dari mobil dan akhirnya merekapun adu kekuatan saling menjatuhkan.

Pintu mobil disamping Sisi terbuka dan Sisi merasa lega melihatnya. Jabar.

"Buruan keluar, Si!" Perintah Jabar menarik Sisi dan membantunya menjauh dari mobil Gerald.

"Digoooo..."

Sisi melihat Digo dan Gerald saling pukul mengadu otot mereka. Terlihat wajah kedua orang itu sama keras. Sisi gemetar melihat mereka sepertinya benar-benar akan saling membunuh.

Jabar tak bisa menahan Sisi ketika ia lari menghampiri mereka, mendorong tubuh Gerald dan memeluk Digo. Sisi mengusap darah yang keluar dari sudut bibir Digo dan tiba-tiba darahnya mendidih. Entah kekuatan darimana, mungkin karna adanya Digo dan Jabar, Sisi mendekati Gerald dan memukul wajahnya.

Plakk. Plakk. Plakk.

Gerald menyentuh pipinya sendiri sesaat dan tangannya mulai terangkat untuk balas memukul tetapi ditahan oleh Digo dan menyerangnya beruntun sampai tak berdaya.

"Jangan muncul lagi karna lo sudah menjadi DPO polisi!!" ucap Digo setelah membanting Gerald ke aspal.

Orang-orang yang berdatangan membuat Gerald tak berdaya ketika Digo, Sisi dan Jabar meninggalkannya setelah melihat Sisi dan Digo saling dengan derai airmata.

Tanpa suara mereka berpelukan sampai tiba didalam mobil yang dikemudikan Jabar. Digo tahu Sisi syok hingga ia hanya memeluk dan mendekapnya sepanjang jalan menuju kerumahnya. Airmata Sisi tak henti-hentinya mengalir membasahi kaos Digo dan Digo tak henti juga menghapusnya.

"Aku nggak nyangka dia yang datang..." Sisi mendongakkan wajahnya menatap Digo yang mendekapnya. Digo hanya mengangguk menyentuh airmata Sisi dengan ibu jarinya.

"Aku nggak nyangka dia senekat itu..." Sisi melanjutkan kalimat sambil menyusut hidungnya.
Digo menunduk menyentuh dahi Sisi dengan dahinya menenangkan.

"Tenangin diri kamu ya."

"Aku takutttt."

"Ada aku, sayang."

Saat itu hati Digo tak nyaman mendengar ada yang mencari Sisi tapi Sisi tak tahu siapa yang mencari. Akhirnya Digo berinisiatif menelpon mbak Iray dan akhirnya mbak Iray tak jadi membuat minuman karna kembali lagi keruang tamu dan mengintip beranda dimana ada Sisi dan tamunya dari balik horden.

"Namanya Gerald den," ucap Mbak Iray setelah mendengar Sisi menyebut namanya. Dan seketika Digo tak tenang. Untuk apa Gerald datang menemui Sisi?

Didukung Jabar dan dibolehkan umi, akhirnya Digo melesat kerumah Sisi. Digo beralasan saat ini dirumah Sisi tidak ada siapa-siapa cuma mbak Iray. Digo berpesan pada Mbak Iray untuk terus mengawasi mereka sampai dia datang. Digo hanya ingin memastikan Sisi baik-baik saja meski ditemui oleh orang yang telah merenggut segalanya.

Sampai didepan rumah Digo melihat Mbak Iray sedang tersungkur mengejar mobil yang melaju dengan kecepatan tinggi meninggalkan halaman rumah Sisi. Digo semakin merasa tak nyaman dan yakin Sisi di bawa dengan mobil itu.

"Kejar mobil itu, den..." teriak mbak Iray.
Digo tak terlalu mendengar yang dikatakan Mbak Iray, tapi dari ekspresi wajah dan tangannya yang menunjuk kearah perginya mobil Digo menyimpulkan Sisi berada dalam mobil itu.

"Mobil itu Ja, kejar..."

Jabar membanting stir segera merubah arah mobil dan mengejar mobil yang baru saja berselisihan arah dengan mobil yang dikemudikannya.
Rasanya Digo ingin membantu menginjak gas agar mobil mereka bisa segera mendahului mobil yang membawa Sisi.

"Buru Ja!!!"

"Iya, iyaaa, lo tenang sih Bos, gue berusaha..." sahut Jabar mencoba tetap konsen mengejar meski diganggu suara keras dan cemasnya Digo sampai akhirnya ia bisa mengejar dan menyalip mobil lalu membuat suara benturan keras karna mobil yang mereka salip membentur trotoar jalan.

Digo bernapsu sekali memukuli Gerald. Melihat wajahnya Digo sangat meradang.

"Ini untuk kelakuan lo ninggalin Sisi dengan luka mendalam!"

BUKKK! Kepalan tangan Digo memukul keras wajah Gerald.

"Ini buat kenekatan lo membawa calon bini gue!!!"

BUKKK! Kali ini perutnya yang menjadi sasaran kepalan tangan Digo.

Pukulan Digo bukannya tidak berbalas. Dengan sangar Gerald membalas pukulan Digo.

"Dia hak milik gue, gue yang sudah mengambil miliknya yang paling berharga, lo tau??"

BUKKK!! Kepalan tangan Gerald memyentuh sudut bibir Digo.

Digo tak bisa menghindar terlebih mendengar suara Sisi memanggilnya. Ketika Sisi mendorong tubuh Gerald menjauh dan memeluknya Sisi melihat sudut bibirnya yang berdarah lalu mengusapnya dan tak menyangka Sisi akan bisa seganas itu memukuli Gerald. Hingga ketika Gerald ingin membalas pukulan Sisi, Digo semakin tersulut emosinya lalu membantai Gerald dengan membantingnya keaspal.

*****

"Sisiiii..." suara cemas mama Sisi terdengar begitu mobil yang dikemudikan Jabar tiba dihalaman rumah.

"Mamaaa..."

Begitu turun dari mobil Sisi langsung menghambur kepelukan mamanya yang sudah menanti dengan harap-harap cemas.

"Maaf mama ninggalin Sisi lama!" Mama Sisi memeluk anaknya erat.

"Aku takutt maaa," isak Sisi.

"Kenapa bisa-bisanya dia berbuat bodoh?" Geram Papa Sisi ketika Digo sudah ada didepannya. Papa Sisi lalu merangkul Digo masuk kedalam rumah.

Bukan hanya Sisi yang trauma dengan kejadian itu, bahkan Digopun merasa terus-terusan cemas. Seisi rumah ikut merasakan kecemasan itu. Sampai-sampai Sisi tak berani masuk kamarnya sendiri karna takut ditinggalkan.

"Aku pulang ya ... "

"Jangaan, kamu disini aja, jangan tinggalin aku, aku takutt dia datang lagiiii..."

"Dia nggak akan berani, polisi sudah mengantongi identitasnya, jangan kuatir ya," kata Digo menenangkan sambil membelai rambut Sisi yang menutup mata didekapannya. Sisi mengangguk.

"Asal kamu disini aku tenang," lirih suara Sisi karna ia hampir melayang kealam bawah sadar.

"Memang susah ya misahin kita, harusnya nggak ketemu sampai hari pernikahan, ada aja yang bikin kita ketemu kayak gini meskipun kejadiannya tidak menyenangkan!" bisik Digo berusaha mengambil hikmah dari kejadian yang tidak menyenangkan bagi mereka.
Digo menunduk mencium kening Sisi yang berada didekapannya. Begitulah calon pengantin, harus hati-hati. Didalam rumah saja masih kemungkinan terjadi sesuatu apalagi diluar rumah.

Digo melihat kesekelilingnya. Jabar sudah tertidur di Sofa ruang tamu dengan mulut sedikit terbuka. Sedangkan orangtua Sisi dalam keadaan yang sama. Mereka semua mencemaskan Sisi. Digo mengusap lengan Sisi yang membiru karna cekalan Gerald. Wajahnya yang mulus ditampar Gerald menyisakan bekas kemerahan membuat Digo sebenarnya meradang.
Digo menutup mulutnya yang menguap. Matanya juga ikut berat karna mengantuk.

"Lihat aja apa yang akan gue lakuin sama lo Gerald, lo sudah ngusik ketenangan gue, tunggu akibatnya!"

*****************************
Otw Palangkaraya, 29/8/2016

Sekelumit cerita sebelum DiSi menikah, setiap kejadian pasti ada hikmahnya.
Sabar ya semua diundang......
Terima Kasih.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top

Tags: