AALove2~1
Setelah sebulan menikmati masa-masa liburan sebelum masuk ke kampus baru mereka, Digo dan Sisi akhirnya mengikuti ospek dikampus yang sama.
Awalnya mereka ingin mengambil jurusan yang sama dan juga kelas yang sama. Tetapi ternyata Sisi disarankan untuk mengambil jurusan managemen bisnis sedangkan Digo mengambil jurusan managemen keuangan oleh orangtua Sisi dan diamini umi juga Om Rinto dan Jabar supaya ilmu mereka saling melengkapi.
"Yang penting tetep sekampus dan sama-sama kamu terus meskipun nanti beda kelas," ucap Digo.
"Apa kamu nggak bosen sama-sama aku terus, ncit?"
"Enggak, aku malah seneng bisa sama-sama kamu terus, saling jaga!"
"Sebenarnya jauh juga nggak apa kan Ncit, yang penting kata kamu 'Setia dan Jaga Hati, itu saja'," Sisi berucap mengulang komitmen yang sering diucapkan Digo saat mereka sedang merasa jauh karna bertengkar atau ada masalah.
"Tapi lebih tenang kalau aku bisa lihat kamu terus!" sahut Digo.
Awalnya, Sisi senang-senang saja ketika keposesifan Digo tambah meraja ketika mereka masuk kampus yang diawali dengan masa Ospek. Rasanya Digo sangat melindungi dan kelihatannya sangat sayang. Pandangan iri mahasiswi-mahasiswi lain dikampus membuat Sisi semakin merasa diatas.
Tapi lama-lama Digo terlihat berlebihan. Entahlah. Sisi juga tak mengerti, ada-ada saja yang membuat Digo protes. Entah karna pakaian Sisi yang tak enak dipandangannya karna membuat orang lain menatap Sisi lekat. Atau karna ada mahasiswa lain yang mengobrol dengan Sisi tapi dengan mata tak berkedip. Lama-lama Sisi jadi jengah.
"Siniiiii...."
Sisi menarik tangan Digo. Dan yang ditarik mengikuti arah langkah kaki simungil yang ternyata cukup memiliki kekuatan dalam hal tarik menarik. Kekuatan tarik menarik hati. Dan kekuatan menarik tangan Digo sampai Digo terseret.
"Apa sih, mbem?"
"Tuh, lihatttt ... "
"Ya ampun, mbem, kamu narik-narik aku gara-gara mau nunjukin ntu ketua Ospek lagi ciuman sama Dita?"
"Iya, biar kamu nggak cemburu-cemburu lagi, Ncit!"
"Dasar dia aja yang nggak bisa jaga hati, jaga mata, jaga diri ... "
"Emangnya kamu bisa? Kemarin aja lihat itu si Lola pakai rok pendek matanya jelalatan, coba aku pake rok pendek, dilarang!"
"Apa bagusnya rok pendek? Yang ada paha kamu terekspos, jengah dilihatin orang!"
"Apa bedanya sama kamu? apa maksudnya kancing kemeja dibiarin kebuka, biar semua orang liat tu dada, iya?"
Ck. Digo berdecak jengkel. Kalau dikasih tau pasti dia juga akan menyerang. Kalau Digo melarang pasti Sisi juga akan protes bila Digo sendiri juga melakukan sesuatu yang dia larang.
Ck. Sisi juga berdecak. Semau-maunya bikin peraturan. Dia sendiri nggak praktekin apa yang dia omongin. Gimana mau diturutin? Egois, nggak konsisten.
"Lo jangan mau berubah cuma karna ada yang menginginkan lo kayak ini dan itu, Si!"
Meica pernah berkomentar saat Sisi terlihat tersungut ketika Digo berlalu dari hadapannya dengan wajah tak enak lantaran Sisi memakai celana diatas lutut sampai hampir setengah paha saat mereka ada tugas bersih-bersih bersama di hari terakhir Ospek.
Meica sama-sama mahasiswi baru yang menjalani Ospek bersama mereka. Dia mengambil jurusan yang sama dengan Sisi dikampus itu. Selama Ospek apabila Digo kembali kebarisan bersama dengan rekan sejurusannya, Meica-lah yang ada disamping Sisi.
"Gue nggak pernah berubah karna orang lain, Digo juga nggak pernah minta gue berubah, gue cuman menghargai dia, gue tadi cuman ngerasa celana gue nggak terlalu pendek, terangkat karna gue gerak aja makanya terlihat pendek."
"Lalu Digo negur?"
"Iyaaa..."
"Ya lawan aja, dia aja gue lihat juga suka ngeliat cewek-cewek seksi, tuhhh!"
Meica menunjuk Digo yang terlihat dari jauh sedang tertawa dengan teman-temannya dimana didepan mereka terlihat Lola yang berpakaian seksi juga ikut tertawa bersama mereka.
Ck. Dasar Digo. Minta dijewer juga tu anak. Sisi mendekati Digo berdiri tanpa suara.
"Lo seksi Lol kayak gitu, ya kan Digo?" terdengar suara Dino yang ada disamping Digo.
"Yoi," sahut Digo terkekeh melihat Dino memukul pantat Lola yang mengenakan T'shirt lengan pendek berwarna putih pas body dan celana pendek jeans setengah paha dengan gulungan buku yang dipegangnya.
"Ehm, Ehm," Sisi berdehem disamping Digo membuat Digo menoleh kesampingnya.
Digo meliriknya dengan mata memicing membuat Sisi melotot.
"Jadi lo ninggalin gue buat deketin si seksi ini?" bisik Sisi dengan mata sedikit melotot membuat Digo merangkul bahunya dan membawa Sisi pergi dari dekat Dino dan Lola.
"Jangan ngomel-ngomel didepan orang..." Tukas Digo.
"Enggak kok, kan aku cuman nanya, siapa yang ngomel?" Sisi menarik wajahnya yang dipencet Digo gemas. Sisi merauk wajah Digo yang cengengesan. Menyebalkan.
Itu cerita kemarin. Cerita hari ini Sisi menarik Digo memperlihatkan Seno ketua Ospek yang sedang berciuman dengan Dita. Pasalnya Digo kemarin marah Si Seno ngobrol sama Sisi dengan mata yang nggak lepas-lepas memandang wajahnya.
"Dia cuman nanya, aku asal mana? Ya aku cuma jawab asal kota aku kan..." jelas Sisi.
"Pertanyaannya biasa tapi tatapan matanya yang nggak biasa!"
"Digooo, jangan gitu, kamu terlalu baper, dia natap aku biasa aja kok!"
"Aku ini cowok, tahu mana tatapan biasa, mana tatapan yang nggak biasa!"
Sisi terdiam. Sebenarnya sih iya. Mata Seno jelalatan. Tapi takkan bisa mengalahkan tatapan Digo. Hanya tatapan Digo yang membuatnya seperti ingin jatuh dengan lutut yang terasa tanpa kekuatan hingga tak kuat menopang tubuhnya. Hmm.
"Terlalu posesif, nggak asik!" Komentar Meica. Meica lagi. Kenapa setiap saat dan setiap waktu ketika dia berselisih paham dengan Digo, Meica hadir dengan pendapatnya yang anti mainstream. Sisi menoleh pada Meica dan tersenyum.
"Digo-kan gitu, karna dia sayang sama gue," sahut Sisi masih dengan senyumnya.
"Tapikan nggak juga harus seposesif itu, dia baru pacar, bukan suami lo yang harus lo turutin apa maunya, sayang sih sayang, tapi menurut gue kalau posesif berlebihan bukan sayang tapi mengekang kebebasan bergerak dan itu nggak asik!!"
Meica selalu menjejalinya dengan kalimat penolakan terhadap sikap cemburu dan posesif. Sisipun hampir saja berpikiran sikap dan ucapan Meica itu ada benarnya.
"Kita memang baru kenal, tapi gue nggak suka ngeliat ada cewek apalagi itu teman gue yang dijajah cowok!"
Sisi hanya diam mencerna omongannya. Tadinya ia berpikir alangkah senangnya memiliki Digo yang penuh perhatian dan posesif. Tapi sekarang kenapa hampir saja perasaan senang itu menguap habis?
"Gue nggak ngerasa dijajah, Mei," sanggah Sisi. Meskipun dia sedikit terpengaruh tapi didepan Meica dia tak menunjukkannya.
"Gue yang lihat, lo nggak nyadar!"
"Lo hanya lihat tapi nggak pernah ngerasain!"
"Lo bilang gitu cuma buat belain Digo, jangan nutupin perasaan lo yang tertekan karna dia, nanti lo makan hati, lo itu kelihatan kok mudah banget buat dibaik-baikin makanya dia seenaknya!"
Sisi menggeleng. Sama sekali selama ini ia nggak pernah merasa Digo menyakiti.
'Benarkah gue semudah itu dibaik-baikin?'
"Lo terlalu baik, mungkin walaupun disakiti lo tetap masih bisa baik, kalo gue mah enggak bisa digituin!"
Sisi tersenyum lagi. Berdebat dengan orang yang tak sependapat memang susah. Lebih baik didiamkan saja. Lagi pula Meica juga sah-sah saja mengeluarkan pendapatnya, tinggal bagaimana Sisi saja mencerna ucapannya.
"Lo keringetan..."
Meica menyentuh keringat yang jatuh mengalir dipelipis Sisi. Deg. Jantung Sisi langsung seperti ambruk mendapat perlakuan seperti itu. Meica ini kenapa?
"Yang jadi cowok lo harusnya bisa sayang-sayangin lo bukannya ngekang!" Telunjuk Meica menyentuh pipi mulus Sisi dan menyisirnya sampai ke dagu.
Sisi menatapnya makin tak mengerti.
*****
~Sisi Point Of View~
Digo memeluk pinggangku posesif, turun dari mobil dan melangkah menuju gedung tempat acara dengan penampilan pesta kami malam itu sepertinya Digo benar-benar tak membiarkan aku dipandang orang lain.
"Lain kali milih baju hati-hati, Mbem!"
Aduhh, kependekan lagi menurut Digo. Aku ini sudah memantapkan hati mengikuti kata-kata Meica agar tak terpengaruh dengan suruhan oranglain meskipun ia pacar aku. Eh, Digokan bukan pacar ya. Bukannya kami sudah sepakat untuk takkan mengatakan pacaran. Tapi apalah itu namanya intinya kami bukan hanya sekedar teman atau sahabat. Karna diantara dua orang pria dan wanita yang berteman dekat itu pasti ada perasaan lain tidak mungkin tak ada perasaan lain. Lagian saat perpisahan di SMA kemarin kitakan sudah Go Public sebagai Sahabat Hidup yang berkomitmen sampai disempurnakan dengan kehadiran anak-anak kami. Aih.
"Tapi ini masih deket lutut kok Digo," tukasku membela diri.
"Deket lutut? Harusnya bawah lutut," sahut Digo datar.
Diacara malam terakhir Ospek yang diberi judul 'semakin dekat dikampus' itu, Digo benar-benar tak bisa jauh. Ada jengah tapi juga merasa dilindungi. Tapi lagi-lagi Meica membuyarkan perasaan terlindungiku.
"Digo, dipanggil kak Seno," kata Meica pada Digo yang sedari tadi merangkulku tak lepas-lepas.
"Ngapain kak Seno manggil aku?"
Meica mengangkat bahu.
"Bentar ya, mbem," kata Digo mengusap kepalaku, aku mengangguk.
"Dimana dia?" Digo beralih ke Meica.
"Tuh disamping panggung!" tunjuk Meica.
"Jangan lama-lama, Ncit," pesanku dan gantian Digo yang mengangguk.
"Udah ngerasa lega sekarang?" Tanya Meica ketika Digo sudah berlalu dan Meica menyeretku keluar dari gedung.
"Maksud lo apa?"
"Gue nyelamatin lo dari si posesif!"
"Hah?"
Aku tak mengerti maksud Meica ini apa? Apalagi dia menyisihkan rambut dari dahiku. Aduh. Apa-apaan Meica?
"Cowok cuman bikin kita makan hati, mending kayak gue sama-sama cewek lebih asik!"
Aku menghindari tangan Meica yang terangkat ingin menyentuh kulit wajahku. Gila. Kenapa aku selalu bertemu dengan orang yang punya kelainan seperti ini? O my God.
"Jadi lo punya gebetan baru, si polos ini?"
Suara seorang cewek membuat kami sama menoleh. Tika?
"Kita udah putus, gue bebas ngelakuin apa aja ya!" sahut Meica dan itu membuat aku syok. Pacaran sesama jenis?
"Dasar perebut pacar orang lo!!" Tika mendorong bahuku.
"Eh, lo jangan sembarangan dorong-dorong dia ya!" Meica membalas dengan mendorong Tika balik.
Seketika aku merasa takut, kenapa aku bisa berada dalam situasi seperti ini?
Ya Tuhan, tolong hamba yang bodoh ini, pantas saja ia begitu gencar memberikan komentar miring dengan keposesifan Digo. Membuatku seakan menerima keposesifan Digo sebagai kekurangan padahal tadinya aku merasa itu sebuah ungkapan rasa sayang. Maafkan aku, Digo!
"Sisi, mau kemana?"
Teriakan Meica tak kuhiraukan. Aku melangkah cepat menjauhi mereka yang sedang bertengkar gara-gara aku.
"Sisi!!" Kejar Meica.
Tanganku disentak dan aku balas dengan menepis dan ingin segera berlalu sampai aku tersungkur. Kurasakan lututku perih. Aku tak peduli dan ingin segera berdiri meninggalkan mereka.
"Sisiiii...." suara khawatir Digo kudengar bagaikan sebuah keberuntungan buatku. Dia terlihat berlari kecil menyongsongku dan begitu sudah didekatku langsung berjongkok membantuku berdiri.
"Digooo...." Aku memeluk Digo dengan hati yang sungguh-sungguh merasa bersalah padanya.
"Nggak papa, aku disini!" Digo membalas pelukan dan mengusap punggungku menenangkan.
"Maafin aku, Digo!" Aku makin memeluknya erat dan mungkin dia bingung karna tak tau apa yang terjadi?
Entah bagaimana Meica dan Tika, aku tak peduli. Tiba-tiba aku takut pada mereka.
"Untung aku menemukanmu," suara lembut Digo membuat aku rasanya ingin menangis.
"Bawa aku pergi dari sini dulu, Digo!"
Digo tak berkata apa-apa tapi langsung merangkulku ingin menjauh dari tempat itu. Terpincang aku berjalan dalam dekapan Digo.
"Tali heelsmu lepas."
Aku melihat kebawah dan melihat kaitan tali sepatuku lepas sehingga membuat aku semakin susah berjalan. Aku ingin menunduk memasangnya tapi Digo sudah terlebih dulu berjongkok dan melingkarkan dipergelangan kakiku lalu mengaitkan talinya.
"Sudah."
Aku memandang Digo yang meluruskan punggungnya tepat didepanku. Digo memandangku lekat membuat mataku makin berkaca rasanya.
"Kita pulang..." Digo meraih bahuku kembali dan merangkulku menuju parkiran.
Kenapa aku merasa semakin bersalah melihat tatapan dan merasakan sikap Digo yang tenang ini?
******************************
Bjm, 19/7/2016
#AALove2, buat kalian udah ada nih, kita sejenak jalan-jalan kekampus ciptaanku ya...thanks vote dan komentarnya.
ILU
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top