; alienated
"The Universe is under no obligation to make sense to you."
— Neil deGrasse Tyson
Stasiun Antariksa Galactic Gateway, Tahun 2139
Karina punya sejenis kutukan yang membuat eksistensinya jadi malapetaka.
Awalnya, dia selalu menjelaskan kutukan itu dengan panjang lebar seperti 'malapetaka yang bisa membuat semua flora berubah menjadi debu'. Tapi, sekarang Karina menyebutnya sebagai kutukan Thanos.
Kalian tahu Thanos? Dia adalah karakter fiksi yang ada di dalam film buatan Marvel, pernah jadi film populer seabad lalu. Intinya, Karina dan Thanos sama-sama bisa merubah sebuah entitas hidup menjadi butiran debu semudah menjentikkan jari.
Percaya atau tidak, gara-gara kutukan Thanos, Karina hampir jadi dalang dibalik baku hantam antar galaksi.
Kutukan itu memang sudah aneh, tapi yang lebih aneh lagi, ternyata, di angkasa luar sana, ada sebentuk peradaban intelek yang didominasi oleh alien yang punya bentuk seperti pepohonan berjalan.
Serius. Groot yang bisa berjalan, menangis, dan puber di dalam Guardian of The Galaxy itu nyata. Bedanya, alien-alien itu tidak hanya berkata "I am Groot" sepanjang waktu.
Dulu, sebagai anak tunggal dari diplomat antargalaksi yang diharuskan tinggal di Galactic Gateway, Karina selalu terlibat dalam episode ramah tamah antara manusia dan alien yang datang berkunjung.
Ah, kalau kalian pernah menonton film jadul berjudul Valerian, kalian pasti bisa membayangkan seberapa besar dan kompleksnya stasiun antariksa Galactic Gateway. Bentuknya memang seperti bahtera berlapis baja yang melayang di luar angkasa. Orang-orang zaman dulu memang imajinatif, bukan? Bisa membayangkan masa depan dengan detail.
Lahir dan tumbuh besar di dalam bahtera antariksa yang dilapisi dinding baja membuat Karina tidak pernah berinteraksi dengan tumbuh-tumbuhan manapun secara langsung, dan tidak menyadari dia punya kutukan Thanos. Alhasil, di umur lima tahun, Karina dengan polosnya menjabat tangan si kapten dari planet Groot.
Jadi, setelah jabat tangan polos antara Karina dan kapten bangsa Groot, kalian pasti bisa menebak apa yang terjadi.
Pertama-tama, POOFHH! si kapten yang pada dasarnya merupakan pohon beringin berjalan itu langsung berubah jadi butiran debu. Seisi stasiun antariksa sontak melongo. Alien-alien yang sedang bertamu juga menujukkan reaksi tercengang bukan main.
Lalu, DUARR! perang antar planet yang berjarak puluhan galaksi itu pun pecah. Peradaban manusia hampir berakhir gara-gara kutukan absurd milik Karina! Wajar, alien mana yang ikhlas melihat pemimpin mereka dirubah menjadi debu?!
Untungnya, semua bisa diselesaikan dengan kepala dingin. Sepertinya baik alien maupun manusia belum berminat menjadi pemantik kiamat di alam semesta, meskipun kelakuannya itu tetap tidak termaafkan.
Gara-gara itu, Karina jadi tidak boleh lagi beramah tamah dengan para alien, padahal melihat berbagai rupa mereka itu menyenangkan. Banyak alien yang datang dengan cara menggelinding di dalam water ball berisi air, bukannya baju astronot. Rasanya jadi seperti melihat ikan-ikan yang punya kecerdasan serupa manusia.
"Persediaan tumbuhan di stasiun antariksa sangat terbatas dan langka. Jangan membuat ulah! Dan jangan merubah alien manapun jadi debu lagi!" Itu adalah ultimatum yang dilayangkan kedua orangtuanya sejak kejadian alien planet Groot.
Akhirnya, Karina diasingkan di salah satu kubikel kecil yang punya tempat parkir di puncak stasiun, terisolasi dari manusia dan alien manapun yang singgah di stasiun ini. Tidak cukup hanya berada jauh dari Bumi, Karina pun terasing dari hiruk pikuk stasiun antariksa.
Ah, dipikir-pikir, Karina jadi seperti Rapunzel yang dikurung di puncak menara. Bedanya, Rapunzel dikurung karena punya rambut istimewa yang bisa menyembuhkan, sedangkan Karina dikurung karena punya kutukan Thanos.
⚝
Ngomong-ngomong, hari ini Karina sedang kabur dari kastil Rapunzel ke tempat favoritnya akhir-akhir ini, di sektor Greenhouse. Dibandingkan lokasi lainnya di Galactic Gateway, tempat ini sangat-sangat indah, dipenuhi warna-warni tumbuhan yang segar dan asri dari berbagai planet tentunya, bukan hanya dari Bumi. Tujuan utamanya adalah untuk riset dan bahan makanan.
Sebagai anak penurut, Karina sebenarnya ingin menghindari sektor Greenhouse sebaik mungkin. Tapi, semakin dilarang, pasti semakin penasaran. Selain itu, tekadnya luntur setelah melihat seorang dari Bumi yang menarik perhatiannya. Percayalah, bisa melihat laki-laki seumurannya, terlebih berasal dari Bumi, adalah momen yang super duper langka. Soalnya, kebanyakan alien punya gender yang lebih rumit, atau malah aseksual.
Yah, lagipula, penyebab bodoh paling populer yang membuat orang melanggar peraturan adalah karena jatuh cinta.
Karina mengendap-endap menuju sektor Greenhouse, berusaha bersembunyi dari manusia ataupun alien-alien yang lewat dengan cara berjalan, melata, terbang, dan menggelinding. Karina trauma dijadikan subjek percobaan para peneliti cerdas yang selalu kekurangan sisi manusiawi.
"Sedang apa?"
Suara itu membuat tengkuk bergidik. Karina langsung dibuat gelagapan seakan baru tertangkap basah. Telebih ketika menyadari sosok dibalik suara itu adalah orang yang membuat Karina jadi rajin menyelinap ke Greenhouse.
Laki-laki itu adalah Doyoung. Doyoung Kim. Seorang ahli botani muda di stasiun antariksa Galactic Gateway. Karina sering melihatnya setiap kali mengintip di sektor Greenhouse. Tenggelam dalam aktivitasnya bersama tanaman-tanaman yang berasal dari Bumi dan beberapa planet lainnya.
Terkejut, Karina langsung mondar-mandir dengan panik, tersandung sana-sini saat berusaha mencari tempat untuk bersembunyi. Sekian lama mengisolasi diri membuat Karina jadi super duper canggung dan takut ketika berhadapan langsung dengan orang lain. Lebih parah lagi, dia adalah orang yang ditaksir Karina.
Lalu tiba-tiba 'POOFHH!', Karina tidak sengaja menyenggol kotak bening berisikan bibit-bibit tanaman yang sedang dibawa oleh Doyoung. Semuanya berubah menjadi debu dalam hitungan nano detik.
Karina melotot. Doyoung melongo. Untuk kesekian kalinya, Karina merubah tumbuhan di sekitarnya jadi debu!
Demi tuhan!
"Uh maaf-!!" Karina gelagapan, mengepal-ngepalkan tangannya dengan gugup, sudah siap mendapat tatapan ngeri sekaligus marah dari laki-laki itu.
Tapi tidak, Doyoung malah terkekeh sambil meniup debu yang bertebaran, Doyoung dengan santai lanjut melangkah menuju pintu Greenhouse. "It's okay, Karina. Cuma bibit-bibit kaktus dari Bumi."
Masih dengan wajah cemas, Karina diam-diam menghembuskan nafas lega.
Tunggu, apakah barusan laki-laki itu menyebut namanya?
Karina memang mengenalnya dengan baik, tapi, seharusnya, laki-laki itu tidak mengenal Karina.
Melihat tatapan penuh tanya dari Karina, Doyoung seperti mengerti. "Karina Ross Wagner. Urutan nomor satu di daftar blacklist sektor Greenhouse."
"Uh ..." Benar juga.
"Ayo masuk."
Dengan kondisi yang masih linglung, hampir saja Karina mengikuti ajakan Doyoung untuk masuk ke dalam Greenhouse jika dia tidak cepat-cepat mengembalikan kewarasannya. "Apakah ini ajakan untuk merubah seisi Greenhouse jadi gurun pasir?"
"Life is about trusting each other. C'mon," ajak Doyoung dengan wajah ceria yang mengingatkan Karina pada seekor kelinci, membuatnya merasa gemas sendiri.
Karina memandang Greenhouse tempat Doyoung menghabiskan waktunya. Dibandingkan Greenhouse kuno yang dipenuhi deretan tanaman mini dalam polybag, tempat itu lebih mirip seperti terarium kaca raksasa, lengkap dengan air terjun dan rerumputan hijau yang membentang di atas tanah. Mengingatkan Karina pada nuansa musim semi di Bumi yang pernah dilihatnya melalui augmented reality. Indah.
Seperti botanist sejati, laki-laki itu mulai memperkenalkan berbagai tumbuhan dan bunga-bunga yang selama ini tidak pernah Karina saksikan secara langsung. Seperti wisata di musim semi.
Karina dengan cemas memperhatikan jejak kakinya. Aman, rerumputan yang diinjaknya tidak berubah menjadi debu karena dia memakai alas kaki. "Kamu memang orang yang santai, ya?" tukas Karina, merasa konyol karena jadi pencemas sendirian.
Menyadari kecemasannya, Doyoung mengedikkan bahu dengan ringan. "Bukankah lebih menyenangkan melihat Greenhouse dari dalam, dibanding mengintip dari luar?" katanya dengan nada jahil.
Wajah Karina memerah mendengarnya. Laki-laki itu ternyata menyadari kelakuannya selama ini. "Uh-"
Karina mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru Greenhouse. Menangkap semua warna-warni tumbuhan yang cerah dan membuat hatinya seperti sedang dibanjiri dopamin. "Mana yang lebih cocok untuk menggambarkan perasaan kita saat menyentuh kelopak mawar ... serapuh kertas, atau sehalus beludru?" Dia menatap Doyoung ketika teringat sesuatu yang membuatnya penasaran.
"Huh?" Doyoung coba menyentuh kelopak mawar dengan lembut menggunakan jemarinya. Melihat betapa santainya laki-laki itu memainkan kelopak mawar, Karina mendadak iri setengah mati. "Hmm ... Keduanya? Serapuh kertas, sehalus beludru, sekaligus dingin seperti air embun."
Karina memejamkan mata, mencoba membayangkan dirinya sedang menyentuh kelopak mawah merah yang cantik berdasarkan rasa yang dijelaskan oleh Doyoung. "So ... it feels delicate?"
"Bingo, delicate." Doyoung menjentikkan jarinya, terlihat bernafas lega karena bisa menjabarkan semua perasaan itu dalam satu kata. "Mungkin karena perasaan itu, di Bumi, bunga ini khas dengan jatuh cinta dan ketulusan. Meskipun tertusuk duri mawar bisa cukup meyakitkan."
"Sama realistisnya dengan jatuh cinta. Memesona sekaligus menyakitkan," cetuk Karina. Wajahnya memerah karena malu telah sok-sokan puitis. Bertahun-tahun terjebak di kastil Rapunzel membuatnya lebih mudah terjangkit social awkward.
Karina berdehem, berusaha mengalihkan topik. "Uh- kamu tahu? mereka selalu berhipotesis kalau nenek moyangku mungkin adalah alien, dan kemampuan merubah tanaman jadi debu adalah hasil evolusi, atau modifikasi genetik." katanya. Entah apa yang membuatnya dengan mudah membuka diri pada laki-laki satu ini.
"Mungkin, di masa lalu, tumbuhan adalah musuh paling berbahaya." Doyoung kali ini berbalik untuk menatap Karina lamat-lamat, menunjukkan sebuah ketertarikan yang tidak pernah dibayangkan Karina. "Meskipun aku tidak tahu bisa seberapa berbahaya sebuah tumbuhan. Kecuali fakta bahwa beberapa dari mereka beracun jika dimakan."
"Maksudku ... dimana letak masuk akalnya?"
Karina sebenarnya selalu melongo kuadrat saat mendengar hipotesis asal bunyi itu, antara masuk akal dan tidak. Soalnya, tidak ada bukti mengenai kedatangan alien ke Bumi di masa lalu, kan? Lagipula, sejauh ini, tidak pernah ada alien dari planet manapun yang kebetulan punya kutukan Thanos seperti Karina.
"After all, The Universe is under no obligation to make sense to you," ungkap Doyoung dengan ringan, mengutip kata-kata terkenal dari seorang astrofisikawan di Bumi. Kita memang harus mengakui bahwa banyak hal di alam semesta ini yang tidak bisa dijelaskan, bahkan oleh sains sekalipun. "Berbicara soal masa lalu, aku punya satu yang menarik dalam Greenhouse ini."
"Martian Flower," ungkap Doyoung. "Salah satu bibit purba yang ditemukan di Mars. Tenggelam ratusan juta tahun bersama peradaban kuno di sana. Sayang sampai sekarang kondisinya masih dorman."
Karina memang mendengar mengenai penemuan terbaru di daratan Mars. Katanya, peneliti akhirnya menemukan jejak peradaban kuno yang terkubur jauh di dalam daratan Mars yang gersang. Sayang sekali kehidupan disana sudah benar-benar punah.
"Dorman?"
"Bibitnya masih dalam keadaan tidur, baru bisa tumbuh dalam kondisi dan lingkungan yang pas."
Dia lalu melihat martian flower yang disebut Doyoung, atau lebih tepatnya sebuah pot berisi gundukkan tanah. Tumbuhan itu dilindungi oleh kaca, tidak seperti tanaman lainnya yang tumbuh dengan bebas dalam terarium raksasa ini.
"Bukankah di masa lalu Mars punya iklim dan kondisi alam yang mirip seperti Bumi?"
"Yep, karena itulah bibitnya dipindahkan ke sini, meskipun masih perlu beberapa tes sebelum dikeluarkan dari kotak kaca."
"Interesting," gumam Karina, membayangkan bibit itu pernah tumbuh dan menghiasi daratan Mars di masa lalu. "Menurutmu, akan seperti apa rupanya?"
"Something beautiful?" Doyoung tersenyum dengan hangat. "Akan lebih menarik kalau kamu bisa menyentuhnya."
⚝
>>WARNING! CODE BLACK! GREENHOUSE SECTOR!<<
Karina sedang berusaha menyusup ke Greenhouse—seperti biasanya—ketika suara peringatan menggaung dengan menyeramkan di seisi stasiun antariksa.
Padahal, hari ini dia berniat untuk menemui Doyoung setelah seharian kemarin laki-laki itu tidak bisa berhenti mengoceh dengan antusias di telepon soal betapa menakjubkannya martian flower yang ternyata bisa tumbuh dalam iklim Bumi, menandakan bahwa di masa lalu, kondisi alam di Mars sama ramahnya seperti Bumi. Membuat Karina ikut antusias.
Namun, begitu mendengar peringatan itu, jantung Karina berdegup dengan tidak karuan. Gadis itu memacu langkahnya. Pasalnya, code black adalah tanda yang disepakati stasiun antariksa untuk keadaan yang mengancam nyawa. Terakhir kalinya Karina mendengar kode itu adalah sesaat setelah dia melenyapkan pemimpin dari planet Groot.
Apa yang terjadi di tempat ini?!
Karina terhenyak sesampainya di sektor Greenhouse. Kubikel kaca yang awalnya dipenuhi oleh tanaman-tanaman yang cantik itu menghilang, seisi kacanya tertutupi oleh tanaman rambat raksasa dengan batang yang menjalar kemana-mana. Mengingatkan Karina pada potret rumah horor dari Bumi yang seluruh dindingnya dikuasai oleh tanaman rambat liar.
Tidak seperti tanaman rambat yang pernah dia lihat di buku-buku flora Bumi, tanaman itu tumbuh dengan kecepatan yang supermasif, terus merambat layaknya seekor ular besar yang bisa membelah dirinya menjadi semakin banyak, juga melilit dengan kuat semua tumbuhan dan pepohonan lain yang ada di dalam sana, seperti monster rambat yang mencoba menghancurkan semua yang ada di sekitarnya.
"Oksigen! Martian flower kemungkinan besar sangat reaktif pada oksigen, tanaman itu tidak akan berhenti sebelum menyerap habis seluruh oksigen yang ada," kata seorang peneliti yang berada di tengah kerumunan.
"Sial! Apa yang dilakukan peradaban Mars di masa lalu hingga bisa menciptakan tumbuhan dengan intelektualitas seperti ini?"
"Jangan bilang, tumbuhan ini adalah dalang dibalik kehancuran peradaban di Mars."
Jantung Karina semakin berpacu mendengar hipotesa demi hipotesa yang terus dilontarkan peneliti. Benar-benar, deh, ilmuan adalah orang yang paling perduli dengan ilmu pengetahuan baru dibanding nyawanya sendiri.
Tidak menemukan seorang yang dia cari, Karina berusaha menerobos kerumunan yang ada. Tidak ada yang lebih penting daripada memastikan bahwa laki-laki itu selamat.
"Doyoung!" seru Karina ketika melihat laki-laki itu berada di dalam kubikel Greenhouse, berusaha menghentikan pertumbuhannya dengan segala cara. Tapi, jangankan berhenti, tumbuhan itu malah merambah semakin cepat, dan mulai melilit tubuh Doyoung juga orang-orang lain yang berada di dalamnya. Karina seperti sedang menyaksikan salah satu adegan dalam film-film fantasi.
Oh, mungkinkah cerita fantasi sebenarnya adalah realitas yang belum ditemukan? Tinggal menunggu waktu hingga karangan fantasi itu muncul dalam dunia nyata, menghancurkan duniamu seperti saat ini.
Tidak. Si monster rambat mungkin menghancurkan satu-satunya kenangan menyenangkan pemilik kutukan Thanos ini mengenai Greenhouse, tapi makhluk itu tidak boleh ikut membunuh satu-satunya orang yang berharga bagi Karina, memperkenalkan Karina pada dunia yang dilarang untuk disentuhnya.
Ah! Kutukan Thanos!
Karina menerobos pasukan militer antargalaksi yang mengamankan pintu masuk. Mereka terus-menerus mendorongnya mundur, mengatakan bahwa hanya pemegang izin dari otoritas yang berhak untuk masuk.
"Kalian tidak mengerti! Biarkan aku masuk!"
Karina dengan gesit merebut pass card yang dipegang oleh salah satu pasukan dan menempelkannya pada pintu Greenhouse. Tepat setelah pintu itu terbuka, si monster rambat mulai merambat keluar dengan kecepatan yang menyeramkan. Seperti ular-ular yang baru dilepaskan dari kandangnya, tanaman itu mulai melilit apapun yang ada di sekitarnya, termasuk kakinya sendiri. Hal itu sontak membuat gempar seisi koridor Greenhouse yang penuh sesak.
Lalu POOOOOFHHHHH!
Dalam satu kedipan mata, keadaan mengerikan yang sedang terjadi di tempat ini lenyap seketika. Greenhouse dipenuhi oleh debu pekat yang berasal dari si monster rambat, alias martian flower. Membuat semua manusia dan alien yang punya hidung terbatuk karena debu halus yang tidak sengaja terhirup.
Karina menghambur masuk ke dalam Greenhouse yang dipenuhi debu, meraih Doyoung yang terkapar di dalam sana sembari terbatuk-batuk, entah karena debu, atau karena tubuh laki-laki itu hampir saja diremukkan oleh si monster rambat.
Setelah memastikkan Doyoung baik-baik saja, Karina mendadak tertawa dengan lepas, tanpa beban, seperti orang gila yang baru keluar dari rumah sakit jiwa. Menertawai monster mematikkan yang baru saja dia rubah jadi debu dalam satu sentuhan.
Siapa sangka kemampuan anehnya ini bisa memusnahkan salah satu ancaman yang membuat seisi stasiun antariksa kalang kabut, hanya dalam satu kedipan mata? Rasanya, genre hidupnya sedang berubah menjadi komedi.
Padahal, seumur hidup, dia menghabiskan bertahun-tahun di kastil Rapunzel untuk membenci dirinya sendiri, mempertanyakan keanehan yang membuatnya menjadi terasing dan berbahaya.
"Miracle, isn't it?"
Doyoung ikut terkekeh disampingnya, sepertinya lupa kalau laki-laki itu hampir saja mati. Mungkin ini saatnya Karina mengganti julukkan kutukan Thanos menjadi keajaiban Thanos.
Tampaknya, meskipun kehidupan Karina itu lebih aneh dan terasing dibandingkan alien di planet manapun di alam semesta ini, setidaknya, Karina jadi tahu bahwa kutukan Thanos ini pernah berjasa untuk menyelamatkan dirinya dan banyak orang, terutama orang paling berharga baginya.
-Fin-
.
.
.
words count: 2328
Iya aku tau ini terlalu panjang, absurd, maksa, too much information, atau apalah itu dibandingkan romance uwu di musim semi, but hope you like it, or, at least understand it, wkwk T-T entah kesambet apa pas nulis cerpen ini, soalnya kalo inget Karina tuh bawaannya pengen bikin cerita yang sci-fi mulu, auranya dia terlalu futuristik *hey*
Ini ga penting sih, tapi stasiun antariksa rumahnya Karina itu terinspirasi dari opening valerian yang ini, keren banget huhu, seandainya di dunia nyata ISS pernah disamperin sama alien, kayaknya masa depan kita bakal mirip opening valerian 🤣
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top