Regret [Midorima x Fem!Reader]

Sebetulnya chap ini pernah di publish di buku sebelah sebagai songfict. Tapi aku lagi iseng, jadi aku ubah ke non songfict. Inti ceritanya sama aja sih cuma bedanya oneshot ini, aku pangkas jadi 1500words muehuehue.
Happy reading~
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Sudah setahun [name] putus dengan Midorima. Awalnya ia kira hanya main main saja, tapi Midorima tak pernah memintanya kembali. Bahkan menghubunginya saja tidak. Meski begitu [name] masih tak bisa melupakannya,

Ia terlalu mencintainya.

Dan disinilah [name] sekarang. Duduk di sebuah kedai kopi sendirian. Ditemani secangkir kopi hangat dan kerinduan masa lalu. Berharap sebuah keajaiban akan datang. Membawanya yang telah pergi kembali ke hadapannya.

Lonceng di pintu kedai berbunyi, Pria muda dengan surai emeral khalayak maniknya yang dibingkai baru saja memasuki kedai tersebut. Ia Midorima Shintarou.

"Shi-Shin-chan!"

Midorima menenggok mendengar namanya dipanggil. Pandangannya bertemu dengan sosok [name] tengah duduk di meja tempat mereka biasa bersama.

"Apa yang kau lakukan di sini nanodayo? Hentikan nama panggilan itu" Midorima melangkah menghampirinya seraya sedikit berdesis.

[name] menyeringai seraya menyahut, "harusnya aku yang berkata seperti itu. Dan, seharusnya kau katakan 'oh, lama tak berjumpa [name]-chan' bukannya 'apa yang kau lakukan disini nanodayo!' " [name] menirukan gaya bicara Midorima.

Di matanya [name] masih imut dan bersinar seperti dulu. Ia jadi bernostalgia ketika mereka masih bersama. Malu, Midorima membetulkan letak kacamatanya yang sama sekali tidak longgar, menutupi semburat merah muda di wajahnya.

"Duduk lah Shin-chan.. Temani aku." [name] memberi isyarat untuknya duduk di kursi di hadapannya.

Midorima menuruti. Ia menarik kursi tersebut untuk ia duduki. "Jangan pikir macam-macam, kebetulan hanya kau orang yang ku kenal di sini nanodayo." Ujarnya menghindari kontak mata denganmu.

Perkataannya membuat [name] cekikikan. "Masih saja tsundere seperti biasa." Suasana hening ketika seorang pelayan menghampiri meja kalian. Hanya terdengar Midorima dan pelayan yang bercakap.

Yang [name] lakukan hanya mengamati sosoknya melepas rindu. Bulu mata lentik membungkuk panjang sebagai mana pemiliknya membaca menu. Hidung yang dahulu menghembuskan nafas menggelitik setiap kali wajah mereka berdekatan. Kulit putih yang bersih. Dan bibir tipis yang dahulu memanjanya lembut penuh kasih. Dada sesak, nyatanya [name] menginginkannya kembali.

Seusai mencatat pesanan Midorima, pelayan tersebut undur diri meninggalkan mereka berdua.

"Aneh, aku tak melihat lucky itemmu." [name] membuka percakapan.

"Lucky itemku hari ini sweater. Ku kenakan sedari tadi nanodayo" balas Midorima.

"Tumben kali ini lucky item mu bukan hal hal yang aneh."

"Hah? Kau bilang apa nanodayo-"

"Hahaha tidak, bercanda." [name] meneguk kopinya. "Jadi.. Apa yang kau lakukan belakangan terakhir?"

"Kuliah kedokteran nanodayo." Jawabnya singkat. "K-kau?"

[name] tersenyum singkat. "Aku kuliah juga. Di [nama universitas]."

"Aahh.. Sepereti Takao eh?"

"Yep. Dia tak banyak berubah." timpalmu.

"Kalian masih akrab seperti dulu eh? Aku tak peduli sebenarnya. Bukan artinya aku peduli apa yang kalian lakukan bersama nanodayo." Lagi-lagi tsunderenya kumat.

"Kami sering pergi ke bioskop atau toko musik bersama lalu ke game center atau karaoke, pokoknya have-"

"Ya ya ya kau tak perlu menjelaskannya secara detil nanodayo" keluh Midorima menyela. Namun [name] tak mau terhentikan begitu saja.

"Dia mentraktirku ini itu, dan memuji ku. Ia pernah membuatkanku makan siang tapi kuakui itu tak enak. Ia mau mengantarku ke konser dan bermain bersama kucing nenekku juga~" [name] terus mengada-ngada. Hal yang keluar dari mulutmu barusan adalah hal-hal yang tak pernah Midorima lakukan untuknya. Midorima menyadarinya, sebelum ia kembali bernostalgia tanpa sengaja.

"Jadi kau pacaran dengan Takao sekarang? Jangan salah paham nanodayo" ujar Midorima belum sembuh dengan tsunderenya. Tawa [name] hampir saja pecah jika saja ia tak bisa menahannya.

"Shin-chan, Shin-chan. Kami tak pacaran." [name] berhenti sejenak karena pesanan Midorima datang. "Andai waktu itu aku sempat melakukannya bersamamu shin-chan."

Sedikit penyesalan memang tersisa di benak Midorima. Ia tak memanfaatkan waktunya dengan baik ketika mereka bersama. Mereka belum sempat melakukan banyak hal.

"Hal seperti itu tak akan ada gunanya nanodayo. Aku hanya ingin lulus SMA dengan baik."

"Ya ya apa lah katamu. Bagimu ujian itu nomor satu, ne? Apa kau tahu Shin-chan? Ada juga yang mau belajar sambil meluangkan waktunya untuk pacar mereka, sambil belajar."

"Tidak dengan gadis berisik dan menyebalkan sepertimu nanodayo. A-aku tak memperhatikanmu, tapi aku tahu" Midorima mendadak gagap.

"Yaah.. Itu juga sebabnya kita berpisah iya kan?" [name] kembali kalut dengan perpisahan mereka.

"Apa kau ingat waktu-waktu yang kita habiskan bersama? Waktu itu kau segalanya. Kalau mengingatnya aku jadi berdebar." Ujar [name] tiba-tiba. Midorima hanya menatapmu kosong mencoba menelaah. Ia meneguk ludahnya menanti [name] melanjutkan.

"Aku masih memikirkannya, terkadang. Aku tak percaya kisah itu telah berakhir. Dan itu membuatku berpikir untuk.." Sekali lagi [name] menghentikan kalimatnya. Midorima menyernyit. Setelah menghela nafas [name] melanjutkan, "Ne, Shin-chan.. Apa kita bisa kembali bersama ?" Ia membuat Midorima tersedak.

"Hah?"

"Ini aneh ya? Hehe. Tapi aku ingin kau kembali Shin-chan."

"Kau yang memutuskanku, kau tahukan nanodayo?" Ujar midorima membenarkan letak kacamatanya.

[name] menyernyit, "Ya, aku bodoh Shin-chan. Aku tak menginginkan perpisahan itu." [name] berterus terang.

"Kalau tak menginginkannya kenapa kau lakukan? Seharusnya katakan itu sejak lama nanodayo" ujar Midorima. Itu di mulutnya. Harus ia akui jika dalam hatinya ia juga punya penyesalan saat itu terjadi.

"Biar ku perjelas." Midorima mengeluarkan dompetnya kemudian meletakkan sejumlah uang di atas meja.

"Aku tak ingin berkata seperti ini namun aku perlu menyadarkanmu" Midorima berdiri dari tempat duduknya, namun sorot matanya masih tak lepas dari [y/n]. "Jalan kita berbeda nanodayo. Disamping, aku tak akan ada di Jepang mulai minggu depan. Kau tak bisa pacaran jarak jauh, aku tahu nanodayo." ia beranjak meninggalkan [name] terpaku disana.

Otaknya sedang mencerna apa yang dikatakan Midorima barusan. Bukan kah itu artinya ia mau kembali lagi secara tsundere?

Senyumnya terkembang, namun setelah sadar Midorima sudah keluar dari kedai dengan senyuman simpul.

[name] berlari keluar kedai, mencari keberadaan Midorima. Akhirnya ketemu, Midorima tengah menyebrang jalan bersama pejalan kaki lainnya.

"Shin-chan!" [name] mengejar.

"Shin-chan!" Sekali lagi ia memanggil namun Midorima enggan melirik meski hanya sekejap.

"Shin-chan! Aku bisa mencobanya, Shin-" ucapannya terhenti terdengar ketika para pejalan kaki mulai berisik terkejut.

Midorima membalikkan tubuhnya penasaran, mendapati orang-orang tengah berkumpul mengerubuni sesuatu. Ia menghampiri kerumunan di tengah zebracross itu yang berkatnya arus lalu lintas terhenti.

Didapatinya, pemandangan yang membuatnya menahan nafas dan membuat [name] diam. Terbaring sosok [name] di atas aspal lemah.

Midorima menerobos kerumunan itu, mengangkat tubuh [name] ke tepi. "Seseorang panggil ambulance nanodayo!" Teriaknya memanggil pertolongan. Nyatanya ia sangat cemas. Beruntung seseorang segera memanggil ambulance.

Midorima membenarkan posisi [name] yang hampir jatuh dari genggamannya. "Apa yang terjadi padamu nanodayo?"

[name] tersenyum dengan mata yang hampir menutup. "Hehe.. Aku mendapatkan perhatianmu." 
Ucapnya tetap ceria meski terdengar lemas.

"Bukan waktunya untuk itu! Baka!" Midorima membentak. Meski begitu [name] tahu bahwa sebenarnya Midorima sangat mengkhawatirkannya.

"Gomen.. Aku tak menyangka akan terjadi di saat seperti ini-"

"Baka! kau sakit atau apa nanodayo-"

"Shin-chan.." [name] menyelanya. Tangannya meraih wajah yang selalu ia rindukan. Ia takut tak akan bisa melihatnya lagi. Memikirkannya membuat sesak. Maniknya mulai berkaca-kaca, dan air mata jatuh dari sudutnya.

Meski begitu [name] tetap berusaha tersenyum. Bahkan ketika kesadarannya di ujung tanduk. "Aku.. Senang.. Aku.. Mencintaimu.." Energinya melemah, maniknya mulai menutup.

Midorima semakin cemas, ia takut kehilanganmu. "Candaanmu kelewatan, nanodayo! Bertahanlah!" Ia memanggili nama sang gadis berulang kali, namun [name] terlalu lemah untuk merespon. Dekapannya semakin erat, jantungnya berdegup semakin kencang. Ia ketakutan.

Ketika ambulance datang, [name] segera dibawa ke rumah sakit. Sepanjang perjalanan Midorima memegangi tangan dan memanggili namanya, berharap ia akan membuka mata.

Denyut nadi [name] semakin melemah, membuat Midorima cemas, tak ingin kehilangan [name] lagi.

"Bangun [name] kembali padaku. Buka matamu nanodayo." ia kembali bergumam. Dibelainya surai sang gadis seraya menciumi jemarinya.

Mereka sampai di rumah sakit, [name] dibawa ke ruangan gawat darurat. Midorima ikut berlari-lari disampingnya enggan meninggalkan seinchi pun. Namun sesuatu yang ia takutkan terjadi.

Tepat sebelum memasuki ruangan, denyut nadi [name] berhenti. Suara bising keluar dari mesin yang sedari tadi menghitung denyut nadinya. Ia diambang kematian.

Dokter segera melakukan kejut jantung begitu ia berada di dalam ruangan sedangkan midorima menunggunya di luar, terus gelisah tak karuan, sambil terus berdoa agar [name] kembali.

Tak lama kemudian lampu diatas pintu padam, bertanda kegiatan yang ada di dalamnya telah usai. Dokter yang menangani [name] keluar dari ruangan. Ia nampak bersimpati ketika Midorima menanyakan kondisi [name].  Bahkan ia tak berani menatap sang pemilik manik emeral nan berharap penuh agar [name] terselamatkan.

"Kami sudah mencoba yang terbaik semampu kami." Sang dokter angkat bicara. Ia membuat wajah Midorima pucat pasi.

"Beliau.. Tak bisa diselamatkan. Diduga menderita kanker dan sudah divonis meninggal." Begitulah sang dokter menjelaskan.

Sesak yang Midorima rasakan semakin menjadi-jadi. Ia tak percaya dengan apa yang dokter katakan padanya.

Midorima diberikan kesempatan terakhir untuk melihat [name]. Ia menggenggam tangan sang gadis dengan satu tangan, sedangkan tangannya yang satu membelai surai [hair color] [hair lenght] [name] gemetar.

"apa yang kau lakukan nanodayo? Kita baru bertemu lagi dan kau sudah pergi secepat ini? [name] baka." Ucapnya berbisik kelu. Batinnya sungguh tersakiti. Tak kuasa menahan kesedihan, Midorima menangis dalam kesunyian.

Genggamannya semakin erat, seiring  ia mendekatkan wajahnya pada telinga [name]. Ia berbisik, "Sampai jumpa di kehidupan selanjutnya nanodayo" dan mengecup kening [name] untuk yang terakhir kali.

Ia berduka cita atas kepergian sang terkasih. Kali ini [name] benar-benar meninggalkannya dan tak akan kembali. Hingga takdir mungkin akan mempertemukan mereka kembali. Di kehidupan nanti.

Dan ketika itu terjadi, Midorima berjanji tak akan pernah melepaskan [name] lagi,

Selamanya..

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top