Bucin Mode: Musubi

Musubi

Oleh: Alicia U.

Petal sakura terbang bersama angin bagaikan hujan di musim semi. Begitu cantik dan memukau setiap mata. Namun di balik keindahannya, tahukah kau bahwa tersimpan sebuah kisah yang begitu memilukan?

Sebagaimana yang kita ketahui, bunga sakura hanya mekar sekali dalam setahun. Sebuah perjuangan untuk dapat bersemi. Namun, setelah ia berhasil tumbuh dengan cantik, sang angin meniupkan kelopak-kelopaknya hingga berpisah dengan sang pohon. Hanya sekejap mereka bersama, lalu berpisah sekian lama. Sang pohon harus menunggu setahun lamanya hingga sang sakura kembali mekar di dahannya.

Aku ingat perkataannya padaku—kekasihku, sang prajurit Shinsengumi[1] yang pemberani. "Sang pohon begitu mencintai sang sakura hingga ia rela menunggu selama bermusim-musim hingga sang sakura berenkarnasi kembali di dahannya. Melewati musim panas, gugur, dan dingin sendirian. Bukankah ia begitu setia?"

Pikiranku tergerak oleh serangkaian kata yang ia tuturkan. Lalu kukatakan padanya sambil bermanja dalam rangkulan, "Kau tahu? Jika hidupku adalah sebatang pohon sakura, maka kau adalah ratusan petal di dahannya. Kaubuat pohon yang kering kerontang nan jelek ini menjadi cantik serta mendatangkan musim semi yang begitu menawan untuk semua orang. Namun bedanya, aku tak ingin angin menghembusmu pergi dariku."

Dia tertawa geli. "Namun tidak ada seorangpun yang dapat menghentikan angin berhembus. Memprediksi saja tidak bisa. Lalu bagaimana?"

"Ya, aku akan menunggumu hingga berenkarnasi dan kembali padaku," jawabku simpel.

Hari itu sangatlah sempurna. Langit begitu cerah, aku duduk di bawah naungan pohon sakura yang sedang berguguran cantik bersama kekasihku; menikmati peristiwa zenbou sakura[2], angin berhembus sejuk, dan kudapan yang kami santap begitu manis. Ia bisikkan kisah romantis dan manis, begitu menyentuh hati, seperti puluhan novel yang telah kami baca.

"Aku yakin Tuhan tidak akan memisahkan kita. Meskipun berpisah, beliau pasti akan mempertemukan kita lagi bagaimanapun caranya," masih terekam jelas kalimat yang keluar dari mulut manisnya hanya untukku, "jika kita terpisah pun, akan kulakukan apapun untuk menemukanmu." Dan ia segel janjinya dengan kecupan manis pada keningku.

Hari itu begitu sempurna hingga rasanya ingin kuhentikan waktu agar kedamaian tersebut abadi. Namun, mungkin karena hari itu sangatlah sempurna, maka Tuhan mengkehendaki kami berpisah, hingga menjadi perpisahan yang manis sekaligus menyakitkan.

Saat malam tiba, sebuah penyerangan terjadi di markas Shinsengumi[1]. Rumahku dan beberapa warga yang tinggal tak jauh dari markas tersebut, mengalami kerusakan juga; rumah kami terbakar. Kekasihku itu berbalut seragam kebanggaannya, berlari menerobos api, menyelamatkanku dan warga sipil lain. Berkatnya, tidak ada korban jiwa dalam kebakaran.

Namun, salah satu pihak kontra melepaskan banyak anak panah kepada kami. Dia mencoba melindungiku dengan mengorbankan punggungnya. Alhasil dialah yang menggantikanku mati di medan tersebut.

Aku sangat terpukul, setiap hari bertingkah seolah kematiannya itu hanyalah sebuah delusi. Setiap hari aku bertingkah seperti orang gila yang menunggu sebuah kabar dari kekasihku. Aku tetaplah percaya bahwa ia akan kembali seperti bunga sakura di musim semi.

Namun, yang lebih menyakitkan lagi adalah, semua itu hanyalah bunga tidur, meski semuanya terasa sangat nyata. Saat kutatap wajahnya, bertukar senyum, bercanda gurau, dan membagi kehangatan kasih. Seolah aku memang hidup dalam bunga tidur tersebut.

Memang sih, itu sangatlah tidak logis. Aku kan, hidup di zaman modern, sedangkan mimpiku itu memiliki latar era Shinsengumi[1]. Aku juga belum pernah bertemu dengan pria yang kucintai itu dalam mimpi itu. Namanya saja aku tak ingat saat ku terbangun. Tetapi berkatnya setiap hari aku memiliki perasaan sedih yang amat mendalam, seolah perasaan saat mengetahui pria fana itu masih membekas di hati, seolah aku ini benar-benar mencintainya.

Ya, aku begitu mencintainya. Seorang Akizora Kaya, akhirnya mencintai seseorang setelah 8 tahun mati rasa terhadap cinta.

Siang berganti malam, berganti hari, berganti minggu, dan berganti bulan. Perasaan itu masih saja membekas padaku. Dan aku sungguh gila, tak nyaman dengan kondisiku ini. Kerap kali kuputuskan untuk melupakan kenangan menyakitkan itu, tetapi tiada guna. Malah, perasaan bersalah kian bersarang di dalam jiwa, dan mimpi itu terus terulang. Seolah ia memanglah hidup.

Pada akhirnya aku mencoba berkencan dengan macam-macam lelaki, berharap suatu saat dapat melupakan pria fana itu. Namun, perasaan bersalah yang kurasakan kian menjadi-jadi. Mungkin aku terlanjur mencintai pria fana itu, hingga hilang hasratku untuk menjalin kasih dengan pria lain. Jauh di dalam hatiku, aku tetaplah percaya bahwa ia akan kembali seperti bunga sakura di musim semi. Aku tahu ini gila.

Lalu kemudian dia datang, seorang pria bernama Koyama Reiji. Dia adalah pria yang baru-baru ini menjadi rekan kerjaku. Ketika pria lain mengeluh bahwa aku gila saat mendengar cerita mengenai mimpiku, Reiji mengatakan hal yang berbeda. "Pria itu pastilah sangat beruntung, sebab hingga di kehidupan ini pun, kau masih mencintainya." Kata-katanya membuatku tertegun.

Kami berdua perlahan menjadi teman, lalu sahabat, sebab lucunya kami saling memahami. Anggaplah teman senasib. Ia dibesarkan sebagai anak kuil, oleh sebab itu dia percaya dengan yang namanya renkarnasi. "Sesuatu yang diajarkan ketika aku remaja, mimpi bisa berarti musubi[6], sebuah ikatan antara waktu, antara manusia, dan bermacam jenisnya. Aku rasa mimpi itu bisa saja nyata. Kau pernah mendengar soal renkarnasi?" katanya saat kami makan siang bersama.

"Lalu, jika benar itu adalah musubi[6],maksudmu pria yang kutemui dalam mimpi itu benar-benar nyata?" tanyaku serius.

"Bisa jadi. Tapi, bukankah kalian sudah berjodoh? Maksudku, kalian saling mencintai sampai rela melakukan apapun demi kebahagian orang yang kalian cintai," balas Reiji sebelum menyuap mie ke dalam mulutnya, "jika begitu adanya, seharusnya ia juga terlahir di masa ini untuk menuntaskan hal yang belum ia capai dahulu, terutama padamu."

"Sesuatu yang belum tuntas?" lagi-lagi aku menyernyit.

Reiji menatapku lekat. "Iya. Menikahimu, benar?"

Seketika aku menunduk, kembali menatap mangkuk yang isinya hampir habis. "Jadi... maksudmu aku harus menunggunya? Tapi sampai kapan? Usiaku sudah hampir menginjak 26, orangtuaku mungkin akan segera menjodohkanku dengan pria asing," lirihku.

"Aku bahkan tak tahu seperti apa wajahnya, atau namanya, bagaimana aku bisa tahu jika dia orangnya?" aku menghela napas resah.

"Akizora-san[8]," panggil Reiji, "Apa kau tahu tentang legenda benang merah[9]? Semua pasti akan tiba pada waktu yang tepat. Kau dan dia sudah terhubung, pasti ada satu-dua cara yang membuat kalian akan saling mengenal, nanti. Percayalah pada Kamisama[4]."

Aku hanya dapat mengulum senyum. Reiji selalu seperti itu, religius. Tetapi setidaknya ia adalah teman yang baik serta mau menerimaku apa adanya. Mungkin sebab itu pula aku mulai optimis bahwa aku akan baik-baik saja dalam penantian yang tidak pasti ini. setidaknya aku memiliki Reiji yang setia di sampingku.

Namun, suatu kejadian membuatku berubah pikiran.

Malam itu aku berjalan pulang bersama Reiji. Angin berhembus sepoi menerbangkan beberapa kelopak bunga sakura kepada kami. Ah, saat itu adalah bulan April, puncaknya bunga sakura bersemi. Kami berhenti sejenak untuk menyaksikan deretan pohon sakura di pinggir jalan yang menggugurkan kelopak bunganya, tak peduli dengan pedestrian lain yang berlalu lalang. Reiji nampak terkesima memperhatikan setiap kelopaknya berguguran, sementara aku menahan perasaan sakit di hatiku. Hal ini mengingatkanku pada hari itu, dimana aku kehilangan pelita hidupku. Mungkin sebab itu pula, aku selalu merasakan sakit yang teramat bila melihat sakura.

Lama-kelamaan aku membenci bunga merah muda mungil tersebut.

"Bagaikan hujan di musim semi...," gumam Reiji seketika membuatku mendongak kepada pemuda yang berdiri di sampingku itu. Ia masih tidak melepaskan pandangannya dari bunga yang berguguran itu; aku hanya berdehum, mengiyakan.

Reiji kembali berujar, "Mereka begitu cantik dan memukau setiap mata. Namun di balik keindahannya, tahukah kau bahwa tersimpan sebuah kisah yang begitu memilukan?"

Sebentar. Reiji... rasanya aku pernah mendengar kalimat itu. Tapi dimana? Aku menyelami ingatanku dalam bungkam sementara pemuda itu kini menoleh padaku dengan senyuman manisnya.

"Kaupasti tahu bahwa bunga sakura hanya mekar sekali dalam setahun. Sebuah perjuangan untuk dapat bersemi. Namun, setelah ia berhasil tumbuh dengan cantik, sang angin meniupkan kelopak-kelopaknya hingga berpisah dengan sang pohon. Hanya sekejap mereka bersama, lalu berpisah sekian lama. Sang pohon harus menunggu setahun lamanya hingga sang sakura kembali mekar di dahannya," katanya lagi.

Kali ini aku benar-benar membelalak. Aku memang pernah mendengar kisah ini sebelumnya, hanya saja tidak di dunia nyata, melainkan mimpi. Kisah yang telah menggerakanku, kisah manis nan juga pahit yang pernah ia ucapkan padaku; kekasih fanaku.

"Koyama-san[8]... darimana kau tahu kisah itu?" tanyaku memberanikan diri setelah bersusah payah menelan saliva. Tak mungkin, kan, bahwa Reiji adalah... pria dalam mimpiku?

Reiji menyernyit, tetapi tidak sedikitpun senyumnya pudar. "Entahlah... kalimat itu terus terngiang-ngiang di kepalaku," katanya kemudian memalingkan wajah. "Rasanya aku pernah bercerita seperti itu pada seseorang wanita, tetapi aku tak dapat mengingat siapa. Tetapi ia nampak sangat senang padahal aku hanya mengarang-ngarang cerita itu saat sedang menonton pohon sakura... seperti saat ini," akunya.

Dadaku terasa sesak, dipenuhi perasaan rindu yang tiada terbendung lagi. Pandanganku mulai buram, sekuat tenaga mengahan haru. "Sang pohon begitu mencintai sang sakura hingga ia rela menunggu selama bermusim-musim hingga sang sakura berenkarnasi kembali di dahannya. Melewati musim panas, gugur, dan dingin sendirian... apakah aku salah?" ucapku melanjutkan ceritanya.

Reiji membelalak tidak percaya. "Darimana... kau tahu lanjutan cerita itu?"

"Karena aku," lirihku, "aku yang mendengar cerita itu. Di bawah pohon sakura kala itu."

Aku pikir memang aneh, aku bisa berkawan sedekat itu dengan Reiji. Rasanya aneh, aku bisa senyaman itu dengannya. Pantas saja.... Rupanya dia adalah kekasih dari dunia fanaku.

"Koyama-san[8]... aku pikir ini aneh, tapi rasanya kaulah pria yang memiliki musubi[6] aneh denganku, dari dalam mimpi," ucapku.

Reiji terdiam, seolah dia sedang mengekseminasiku dengan tatapannya. Tak lama kulihat setgumpal air menitik di sudut matanya. Reiji menutupi kedua matanya dengan tangan sehingga tak dapat kulihat sepasang mata yang sedih itu.

"Ah, maaf, aku terbawa suasana," katanya. "Aku ingat sekarang. Dahulu sekali aku pernah bermimpi mendekap gadis berpakaian yukata yang begitu kucinta di bawah naungan pohon sakura. Apakah itu kau?"

Di sisi lain, aku hanya bisa menyunggingkan senyum. Rasa bahagia terlalu berkecamuk dalam hati hingga aku kehilangan kata-kata. "Reiji-san[8], maukah kaubuat pohon yang kering kerontang nan jelek ini menjadi cantik sekali lagi?"

Ini adalah pengalaman musubi[6]yang kualami dalam hidupku. Terasa bagaikan kisah fantasi, tetapi sesungguhnya benar-benar nyata. Tuhan benar-benar mengikat jemari kami dengan benang merah yang sama. "Jika kau bersabar dan yakin terhadap-Nya, aku yakin Tuhan akan mempertemukan benang merah-mu." Itulah yang Reiji katakan.

Semua pasti akan tiba pada waktu yang tepat. Yah... saat ini aku berada di ambang masa single-ku. Orangtuaku akan segera menjodohkanku dengan pria yang tidak kucintai, dan Tuhan menunjukan musubi[6]kami.

Kau dan dia sudah terhubung, pasti ada satu-dua cara yang membuat kalian akan saling mengenal. Malam ini, dibawah guyuran kelopak bunga sakura yang menari tersapu angin, kami mengatakan hal yang sama seperti di masa lalu. Hal itu menjadi tanda pengenal bagi kami.

Kamus Kecil

Shinsengumi[1] kepolisian para era kekaisaran Bakumatsu di Kyoto.

zenbou sakura[2] peristiwa duduk di bawah pohon sakura pada puncak mekarnya bunga.

musubi[6] ikatan;hubungan.

(nama)-san[8] sufiks yang menyatakan penghormatan; tuan/nyonya/nona (nama).

legenda benang merah[9] benang di kelingking dua insan, menandakan mereka adalah jodoh.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top