9. Kiss
"Hem, tidak. Tapi aku tidak bisa melihat." Naruto setengah tersenyum canggung saat mengatakannya.
"Sedekat ini, masih tidak bisa melihatku?" Sasuke kini berbisik pelan di telinga Naruto, membuat Naruto bergidik geli, tapi ia tidak menghindar. Ini yang ia harapkan.
"Iya, bila sedekat ini. Aku bisa."
Mungkin, karena jarak mereka yang terlalu dekat, atau hawa sore hari yang mulai dingin. Lama-lama jarak itu hilang. Bibir mereka saling menempel, hidung mereka menyilang, pelukan mulai terjadi. Saling merangkul satu sama lain. Napas mereka menderu, dan bersatu. Di atas bukit belakang rumah, dengan cahaya temaram matahari yang malu-malu mengintip dari belahan bumi barat, hingga menghilang sempurna dan menjadi malam.
"Maaf," kata Sasuke.
Naruto tersenyum kecut. "Kau meminta maaf? Apa ini kesalahan?"
Sasuke terdiam, tidak bisa menjawab.
"Iya, ini kesalahan," kesimpulan Naruto. Seketika Naruto ingin menagis. "Sudah malam. Mari kita pulang." Suaranya bergetar.
Naruto hendak berdiri, sebelum dihentikan Sasuke dengan memegang tangannya.
"Aku." Sasuke menelan ludah. Ia bingung harus mengugkapkan apa yang ia rasakan kini. "Kau, adalah wanita paling tulus yang pernah aku temui. Aku merasa bersyukur, bahwa kau lah yang akan aku nikahi nanti."
Seolah bunga Sakura mekar lagi di musim panas, namun hanya pada area lokal, yaitu hati Naruto. Walau kini mereka hanya saling menatap dan tersenyum malu-malu. Bintang harapan seolah ada di genggaman. Seperti punguk yang berhasil menggapai bulan.
Cahaya bulan yang tadi bersembunyi di balik awan, kini menampakan kemilaunya. Menyinari dua sejoli yang saling jujur tentang persaan mereka.
***
"Sasuke, ayo bangun!"
"Hm..." ia tidak rela meninggalkan kasur.
"Kakek menunggumu."
"APA!" Sasuke langsung tersentak bangun. Ia tidak ingin memberikan kesan pemalas di keluarga Naruto.
"Bagus. Bersiap-siaplah."
Naruto langsung berdiri dan meninggalkan Sasuke yang pusing karena terlalu cepat bangun dari posisi tidurnya.
***
"Kemana kau membawaku?"
Naruto menyeret Sasuke melewati hamparan sawah yang luas. Mereka melewati jalan setapak yang hanya muat untuk satu orang saja. Hamparan sawah luas itu tidak ditanami dengan padi, daerah ini adalah salah satu sektor penghasil bunga terbesar di Jepang. Kali ini Sasuke dan Naruto tengah setengah berlari menuju sawah milik Kakek.
Naruto memakai dress tanpa lengan, dengan panjang se-lutut, kain putih yang ringan dan mayung dengan mudah tertiup angin. Mengenakan topi jerami besar, ia sangat seksi.
Naruto berlari riang di latarbelakangi bunga putih kecil yang bernama baby's breath-yang merupakan pertanian terbesar di daerah ini.
Naruto berlarian kecil di celah-celah sawah setapak kecil untuk petani lewat. Menikmati pemandangan luar biasa padang bunga putih. Sasuke, secara tidak sengaja, terpesona.
"Kemarilah cucu-cucu." Kakek yang ada di tengah padang bunga memanggil kami.
Mereka berdua mulai masuk ke tengah sawah dengan hati-hati agar tidak menginjak bunga yang telah dirawat dengan hati-hati.
"Kau lihat kumpulan bunga biru yang ada di sana, aku telah memborong semua bunga mawar biru muda itu untuk pernikahan kalian."
Baik Naruto maupun Sasuke terkejut dengan hadiah yang tiba-tiba kakek berikan pada mereka.
"Terima kasih kakek." Naruto langsung memeluk kakeknya dengan riang.
"Tapi jangan ke sana, ia cantik tapi tetap menyimpan duri. Kalian masih boleh main-main di sini. Kau bisa membantuku memanen bunga, Sasuke," penjelasan Kakek.
"Baik, Kakek."
Sasuke membantu Kakek dengan mengikat satu bendel besar buket bunga yang siap jual. Sedangkan Naruto sedang asik merangkai bunga hingga menjadi mahkota bunga. Sasuke sesekali melirik untuk memastikan bahwa wanita itu masih ada di posisinya. Namun ia sedikit kecewa saat mendapati, Naruto menghilang meninggalkan mahkotanya yang telah selesai di samping sawah. Ia melihat berputar lahan pertanian, namun tidak menemukan keberadaannya.
Sasuke memungut mahkota dari atas tanah, dan mengamatinya dengan sekasama. Mahkota bunga putih kecil yang cantik sekali. Pasti cantik sekali bila dikenakan pemiliknya.
"MAKAN SIANG SUDAH SIAP!" teriak sesorang dari belahan lain dari ladang.
Sasuke melihat ke arah suara, dan menemukan wanita yang ia cari, membawa keranjang rotan yang ia curiga berisi makanan. Satosi yang berada di sampinganya membawa dua botol besar yang berisi air mineral dingin.
"Kemarilah!" kata Naruto setengah berteriak.
Sasuke yang tidak ingin menyiakan kesempatan, langsung berlari mendekat ke arah mereka.
"Aku akan memanggil Kakek dulu."
Sasuke membantu menurunkan keranjang yang besar itu dari gendongan Naruto. Mereka menggelar tikar kain berasama-sama. Lalu menata makanan yang akan mereka makan bersama-sama pula. setelah semuanya selesai, entah kenapa suasananya mendadak canggung sekali.
Lalu Sasuke ingat sesuatu.
Ia mengambil mahkota bunga yang tadi ditingalkan Naruto, lalu ia tunjukan pada terdakwa.
"Kenapa kau membunganya, bukannya kau membuatnya dengan susah payah?"
"Aku hanya meletakannya di sana, tidak bermaksud membuangnya," pembelaan Naruto. Ia hendak mengambilnya dari Sasuke, tapi di halangi oleh si pria.
"Boleh aku memasangkannya?" pinta Sasuke, ingin merealisasikan bayangannya.
Naruto menyipitkan matanya, ragu. Kenapa tiba-tiba?
Tapi karena mata itu benar-benar meminta, Naruto mengalah, lalu melepas topinya. Ia menyodorkan puncak kepalanya ke arah Sasuke.
Sasuke bahkan bisa mencium wangi mint shampo Naruto. Ia meletakan secara hati-hati mahkota bung aitu di puncak kepala Naruto, dan menata rambutnya agar tidak mengahalangi pandangan.
Spontan, ia mengangkat dagu Naruto, lalu melihat hasil karyanya, membandingkan dengan bayangannya tadi. Wajah Naruto bersemu merah muda karena kepanasan. Matanya tertutup, karena tidak ingin kemasukan kelopak kecil bunga yan jatuh dalam proses pemasangan. Lalu tumbuh keinginan Sasuke yang baru.
Ia mendekatkan lagi wajahnya ke wajah Naruto, ia bermaksud untuk mendaratkaan kecupannya ke kening, tapi si bibir tidak terima, memilih tempat yang pernah ia sambangi kemarin malam.
Ciuman mereka kembali terjadi, kini sama sekali tidak ada embel-embel kesalahan dalam prosesnya. Mereka sadar, dan menginginkan satu sama lain.
Mereka melepaskan ciuman mereka saat mendengar suara kakek yang tengah berbincang-bincang dengan Satoshi seraya berjalan mendekat ke arah mereka.
Lalu seolah-olah tidak ada yang terjadi, Naruto menyambut Kakek dan Satoshi untuk makan bersama.
***
Mereka pulang sekitar pukul satu siang.
Sasuke heran, kenapa pihak photographer belum juga datang kemari. Harusnya mereka telah datang jam 12 tadi kalau sesuai dengan perjanjian.
"Kita tunggu saja sampai pukul dua. Siapa tahu mereka tersesat. Desa ini sangat terpelosok," hibur Naruto pada Sasuke yang mulai cemas.
"Andai saja ada sinyal. Aku pasti sudah menghubungi mereka," keluh Sasuke.
"Kau butuh telephone? Kenapa tidak bilang?"
Naruto mengantar Sasuke menuju ruang tengah, dan menunjukan telephone kabel di tengah runagan itu, yang sama sekali tidak disadari Sasuke sadari keberadaannya, rupanya benda itu belum pernah berdering selama Sasuke ada di sini.
"Lalu kenapa aku harus galau karena tidak bisa menelfon Sakura selama ini."
Naruto terkejut saat nama itu disebut lagi. Ia pikir hati Sasuke telah sepenuhnya jatuh padanya, tapi rupanya itu hanya harapan palsu.
Sasuke kini sibuk menekan nomor telephon dari pihak photographer. Telfon itu tersambung dan Sasuke berbicara dengan nada yang sedikit tegas di telphon.
Naruto yang tidak lagi fokus, hanya diam di tempatnya, tanpa tahu apa yang menyebabkan Sasuke begitu marah saat ini.
"Sakura benar-benar mengacaukan semuanya. Kau tahu, dia membatalkan secara sepihak jadwal pemotretan kita. Sial!"
Naruto sedikit demi sedikit mulai kembali ke dunia nyata.
"Apa? Kau sudah memastikan dengan jelas? Apa tidak bisa menjadwalkannya ulang?" tanya Naruto.
"Tidak bisa kalau terlalu mendadak. Mereka tidak mau. Aku tadi sudah memintanya, tapi mereka tidak bisa. Aku merasa harus memberikan peringatan tegas pada Sakura saat kita pulang nanti. Lama-lama ia semakin tidak terkendali."
"Kenapa tidak sekarang?" kata Naruto, lalu mengarahkan pandangan ke telephone yang baru saja ia gunakan.
"Aku tahu aku di mana. Tidak semudah itu aku menelphone wanita lain di rumahmu," pembelaan Sasuke.
"Baik, syukurlah kau ingat."
Naruto yang tidak ingin mendengar nama wanita itu di sebut lagi, langsung pergi tanpa permisi, bahkan tidak menghiraikan panggilan Sasuke untuknya.
"Naruto, kau mau kemana?"
Naruto tidak peduli, dan tidak ingin peduli lagi.
Bersambung ....
Besok up date lagi ... Like dan koment yang banyak ya ....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top