3. Dominasi

Novel ini rumit, tapi aku nulisnya nyantai. Jadi klu ada kritik saran, langusng aja tulis di komen ya...

Cupchocochip.

Suasana menjadi tegang. Pihak BIG hotel yang tadi berada bersama kami, pelan-pelan mudu dan pergi menghindari dampak dari pertengkaran yang mungkin terjadi.

"Sudahlah Sakura," bujuk Sasuke pada kekasihnya.

"Aku akan meluruskan sesuatu pada Naruto. Jadi diamlah!" bentak Sakura, yang langusung membuat Sasuke menciut dan memojokan diri.

Sakura memenahi rambutnya dengan gerakan gemulai. Mengangkat tinggi-tinggi wajahnya, dan berjalan ke arah Naruto dengan tatapan penuh ancaman.

"Maaf ya, Naruto. Pernikahanmu dengan Sasuke itu hanya pura-pura. Jadi jangan terlalu berharap untuk memposisikan dirimu sebagai seorang pengantin. Tempat ini akan aku gunakan untuk pernikahan kami nanti, setelah perpisahan kalian. Yang akan aku pastikan tidak akan lama lagi. Jadi, bersiap-siaplah untuk menjadi janda, bahkan sebelum kau menikah." Ia mengatakan tiap kata dengan penuh penekanan, bahwa Sasuke hanya miliknya. Dan Naruto tidak punya kekuatan apa-apa untuk memisahkan mereka berdua.

Namun yang Sakura harapkan, untuk Naruto terlihat ketakutan, dan bertekuk lutut padanya, rupanya tidak kunjung terjadi. Yang ia dapati malah sosok Naruto kokoh berdiri, sama sekali tidak merasa takut atau pun terintimidasi.

"Kau tidak menyerah?" tanya Sakura heran. Selama ini, tidak ada yang tidak takut akan ancaman dan dominasinya. Kenapa yang ini tidak mempan?

"Tidak," jawab Naruto singkat. Tidak ada ekspresi.

"Kau tidak takut pada ancamanku?"

Naruto sejenak menimbang sebelum mengutarakan jawaban.

"Kau bebas mengatakan apa pun. Merencanakan apa pun. Aku tidak peduli. Tugasku untuk saat ini adalah mencari tempat resepsi untuk pernikahan kami. Bila kau menginginkan tempat ini, kau boleh mengambilnya. Aku dan Sasuke akan mencari yang lain."

Sakura sedikit lama dalam memproses apa yang Naruto katakan. Dan ia menemukan kesimpulan, bahwa Naruto seolah-olah tidak membutuhkan tempat ini, dan akan mencari yang lebih baik bersama Sasuke, sang mempelai pria. Sedangkan, Sakura bisa bebas memakai gedung ini untuk menikah entah dengan siapa.

"Kau sungguh kurang ajAAAAAR!" Sakura hampir maju untuk menjambak Naruto, kalau saja tidak dihentikan oeh Sasuke.

"Sakura!" Sasuke memeluk erat Sakura, agar wanita itu tidak melakukan hal yang tidak seharusnya ia lakukan. "Tenanglah. Kenapa kau sangat emosional hari ini. Aku menuruti keinginanmu untuk ikut, karena aku ingin kau tidak salah paham. Bukan malah bertengkar dengan Naruto!"

Setelah tersadar karena ucapan Sasuke, Sakura menjadi sedikit ,malu akan tindakannya.

"Aku juga perlu meluruskan sesuatu," ujar Naruto, tidak mau kalah. "Bila kau ingin pernikahan ini berakhir. Merengeklah pada priamu. Karena aku pastikan, pembatalan pernikahan, tidak akan pernah terucap dari mulutku. Ingat itu, Sakura." Naruto mengatakannya dengan penuh penekanan seperti yang Sakura lakukan tadi. Membuat lawannya semakin jengkel, karena wanita cupu di depannya, rupanya tidak selugu penampilannya.

"Baiklah. Kita lihat nanti, seberapa kuat kau menghadapai tekanan dariku!" ancam Sakura.

"Ok!" jawab Naruto singkat.

"Baikah. Selesai. Ok. Ayo kita cari hotel yang lain untukku dan Naruto," kata Sasuke, mencoba menengahi.

'Aku belum menikah, tapi ribetnya seperti punya istri dua,' iner Sasuke, sambat.

Akirnya mereka kembali masuk dalam mobil dan melanjutkan perjalanan.

Perjalanan kali ini sama sepperti keberangkatan tadi. Hanya saja suasananya sangat senyap, karena tidak ada lagi celoteh dari Sakura yang mengiringi perjalanan mereka.

"Kita cari yang hotel bintang empat," kata Sakura, tiba-tiba.

Naruto yang duduk di kursi penumpang dan Sasuke yang mengemudi, menoleh ke arah Sakura bersama-sama.

"Aku tidak ingin, tempat kita menikah lebih indah dari pada tempat kalian menikah," kata Sakura, memperjelas maksudnya.

"Turuti saja kemauan pacarmu. Aku tidak tahan dengan rengekannya," jawab Naruto. Lalu kembali berfokus pada handphonenya. Tidak peduli pada wajah merah Sakura yang semakin murka padanya.

Sedangkan Sasuke hanya tersenyum maklum. Mendapati Naruto yang ternyata cukup keren untuk tidak memperlakukan Sakura sebagai lawan.

Mereka akhirnya menjelajahai semua hotel berbintang empat di seluruh Tokyo. Ternyata semua sudah ada yang memesan pada tanggal pernikahan mereka. Bahkan hotel bintang lima yang lain pun juga sudah tereserfasi. Semua penuh pada tanggal dua februari.

Sakura sempat meberikan ide untuk mencari hotel bintang tiga, namun malah dibentak oleh Sasuke, karena itu hanya akan menjatuhkan reputasi keluarganya yang merupakan orang terpandang.

Hingga akhirnya, tidak ada jalan lain, selain menggunakan ballroom BIG hotel—hotel terbaik pertama pilihan Sakura yang mereka kunjungi tadi—yang pastinya membuat Sakura marah sejadi-jadinya.

Petang mulai datang saat mereka pulang. Sasuke mengantarkan Sakura terelebih dahulu, masih dengan wajah muram dan tidak terima. Ia berjalan masuk rumahnya ditemani Sasuke. Naruto hanya bisa melihatnya lewat jendela mobil. Ia melihat Sasuke tengah berbicara pada Sakura yang tengah kecewa, mencoba meyakinkan dan membujuknya, hingga wanita itu perlahan merubah raut wajahnya menjadi senang dan memeluk Sasuke dengan antusias sebelum perpisahan mereka.

Sasuke masuk dalam mobil, menemui Naruto dengan wajah bahagia karena telah dapat mengambil kembali hati kekasihnya.

"Kau bisa pindah ke kursi depan. Aku tidak ingin kita terlihat seperti supir dan majikan," perintah Sasuke.

Setelah Naruto beralih ke kursi depan, Sasuke mulai mengemudikaan mobilnya ke arah yang berlawanan, menuju rumah Naruto.

"Akhirnya keberuntunganmu yang menang," kata Sasuke, membuka percakapanan mereka.

"Entahlah," jawab Naruto, terkesan masa bodoh.

"Kenapa? Kau tidak menyukai tempat itu?" tanya Sasuke. Ia lupa untuk meminta pendapat Naruto tentang gedung yang akan mereka gunakan. Ia sedikit merasa bersalah karenanya.

"Terlalu mewah. Aku lebih menyukai yang sederhana. Toh, kita hanya akan mengundang keluaarga inti."

"Hmmm. Kau ingin membatalkan reserfasi?" tanya Sasuke.

"Tidak perlu sejauh itu. Sudah sangat baik kita bisa menemukan tempat yang kosong," kata Naruto, bijak.

"Ok."

"...."

Lalu tercipata keheningan karena tidak ada topik yang terpikirkan dari keduanya. Hingga akhirnya Naruto membuka percakapan mereka sekali lagi. "Bagaimana dengan Sakura?"

Sasuke tersenyum oleh pertanyaan Naruto.

"Aku membujuknya. Untuk menikah di Prancis," ujarnya dalam kebanggaan.

"Hahaha ... Kau sangat memahami seleranya."

Melihat Naruto berreaksi seolah tidak ada apa-apa, Sasuke memberanikan diri untuk bertannya.

"Kau tidak marah?"

"Kenapa harus marah?"

"Karena aku akan terus mengajak Sakura untuk mempersiapkan pernikahan ini. Aku tidak ingin ada kesalahpahaman di antara kami, hanya karena kita selalu bersama-sama," penjelasan Sasuke.

Naruto yang mendengarkan penjabaran dari Sasuke, malah membuang napas berat.

"Sebenarnya aku tidak marah. Hanya saja, kalau aku boleh jujur. Pacarmu itu sungguh menjengkelkan."

Entah kenapa. Setiap kata-kata yang Naruto sampaikan padanya, seperti seorang teman lama yang tidak pernah bertemu. Dan dia sama sekali tidak sakit hati pada opini yang Naruto kemukakan tentang Sakura. Ia malah cenderung menyetujuinya.

"Kau hanya tidak kenal siapa dia. Dia orang yang menyenangkan," pembelaan Sasuke.

"Iya, kau benar. Tai kucing rasa coklat," sarkas Naruto, terlalu pelan untuk dapat didengarkan oleh lawan bicara.

"Apa?" Sasuke minta pengulangan.

"Lupakan."

"Katakan apa itu!"

Naruto menimbang sebentar sebelum menjawab, "Kau mabuk cinta. Buta cinta." Naruto mengakhiri kata-katanya dalam senyuman mengejek.

"....."

Sasuke langsung merona merah, malu.

"Tentu saja tidak!" kilahnya. "Lalu kau? Sudah lima tahun terakhir kita bertemu. Tapi kau masih mengharapkanku. Apa itu kau bukan psyco?"

"Anggap saja, aku lebih berpengalaman dari pada kalian," jawab Naruto, santai.

"Hahaha .... pengalaman apa. Yang aku dengar malah kau tidak pernah pacaran sama sekali." Sasuke menyipitkan matanya sebagai ejekan.

Naruto berpikir sejenak sebelum menjawab, "Hmmm ... pengalaman untuk menerima rasa cinta itu sebagai anugerah."

"Hah?"

Naruto merilekskan punggungnya dengan bersandar pada sandaran kursi penumpang. Lalu setelah menemukan posisi paling nyaman, ia pun memulai penjelasannnya.

"Menyukai seseorang menurutku bukan lagi saling cinta. Itu lebih pada rasa ingin memberikan yang terbaik pada orang yang kita sayangi. Tanpa mengharap apa yang telah kita berikan akan mendapat balasan dari yang lain."

Sasuke mengangguk setuju pada apa yang Naruto katakan. Namun ada sesuatu yang mengganjal juga di benaknya.

"Bila seperti itu, kau harus siap menerima ketidakadilan dalam cinta. Karena banyak orang lebih senang menerima, dari pada harus memberi," sanggah Sasuke.

"Kalau seperti itu ya sudah," jawab Naruto, terlalu biasa.

"Maksudmu?" ujar Sasuke, tidak paham.

"Kalau dijabarkan lagi, rasa senangku hanya sebatas,' senang melihat yang kucintai menerima apa yang aku berikan.' Bukankan semua masalah yang kau jabarkan tadi sudah tidak berarti?" ujar Naruto.

Sejujurnya Sasuke paham dan cukup tersentuh dengan teori yang Naruto pegang

"Lalu kenapa kau tidak memutuskan pernikahan ini? Kau tahu, kebahagiaanku adalah bersama Sakura." Sasuke tersenyum dalam kemenangan.

"Karena aku lebih mencintai keluargaku dari pada kau. Apa yang mereka katakan, akan aku lakukan."

Sasuke akhirnya menemukan jawabannya.

"Kenapa kau tidak mengatakan ini saat kita pertama kali bertemu."

"Karena aku tahu, kau belum siap, menerima apa yang ingin aku jelaskan."

Tercipta jeda pada percakapan mereka. Masing-masing tengah mencari pembelaan untuk dirinya sendiri.

"Hahahha ... dari mana kau tahu, aku siap atau tidak siap?" Sasuke mencoba memancing ketidakberdayaan Naruto.

'Karena aku lebih mengetahui siapa kau, dari pada dirimu sendiri.' Andai Naruto dapat mengatan hal itu. Namun kata-kata itu hanya ia simpan dalam hati.

Tanpa sadar mereka telah sampai tujuan. BahkanSasuke telah memarikir mobilnya tepat di depan rumah Naruto. Namun keduanya masih enggan untuk mengucap perpisahan.

"Tebakanku sering benar."

Sasuke tertawa remeh. "Tebakan. Ternyata kau tidak banyak berubah. Tetap aneh seperti dulu. Tapi aku senang, sekarang kau tidak lagi cinta padaku. Itu berita terbaik yang perah kau berikan padaku sepanjang perjumpaan kita."

"Ha-ha-ha. Kau pun masih sama menjengkelkannya seperti dulu. Baiklah, terima kasih tumpangannya. Kita berjumpa lagi minggu depan." Naruto membuka pintu sendiri dan langung pergi tanpa menoleh lagi.

"Hati-hati!" Sasuke mengaasi si gadis sampai masuk ke dalam rumahnya. "Dasar gadis urakan."

Kemudian ia melanjutkan perjalanan untuk menuju rumahnya sendiri.

Bersambung ....

Saran donk. Nonton drakor Mr. Queen enaknya lewat app apa? (klu bisa yang kuotanya habis dikit) atau kalian punya alamat webnya? ...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top