8. Aliran
Suara kayu yang terbakar terdengar begitu jelas, beberapa tenda juga berdiri mengitari api unggun yang berada di tengah.
Hawa dingin jelas menusuk kulit di malam yang sudah menuju puncaknya. Beberapa kali terdengar lolongan serigala yang panjang membuat beberapa orang yang masih terjaga menatap awas ke sekitar.
"Kenma, Hinata, Komori kalian masuk lah ke tenda biar kami yang bergilir menjaga tenda" Suna berujar setelah dirinya keluar dari salah satu tenda. Tubuhnya sudah tertutupi oleh jaket tebal miliknya, ketiga pemuda itu mengangguk. Berdiri serentak menuju tenda lain yang kosong di pojok.
Tak lama setelah Suna keluar, muncul lah sosok Atsumu yang masih nampak mengantuk. Setitik air mata terkumpul di ujung matanya setelah menguap tadi.
Pemuda bersurai emas berjalan mendekat lalu duduk di sebelah Suna, "Dimana Samu?"
Pemuda sipit menggeleng, iris tajamnya tertuju pada layar ponsel miliknya. Dia berdecak kala ponsel bermerek tersebut tak dapat menangkap sinyal.
"Memang dia tak ada di tenda?" Tanya Suna balik setelah menyimpan kembali ponsel di saku.
"Nggak, di tenda cuma ada Kita" Jawabnya sebelum kembali menguap.
Dan setelah itu tak ada percakapan lagi, keduanya diam seolah enggan membuka obrolan kembali. Sama-sama menutup mulut dan hanya memandangi api unggun yang ada di depan mereka.
"Kalian belum tidur?" Sosok Oikawa muncul dari semak-semak, sebuah senter yang mati berada di tangannya dan sebuah kantung kresek di tangan yang satunya.
Yang di tanya menggeleng serempak dan membuat pemuda bersurai cokelat itu menggeleng. Dia kemudian mendekat melempar kantung kresek yang ia pegang ke arah Suna.
Dengan mudah Suna menangkapnya, melihat ke dalam isi kantung kresek tersebut.
"Onigiri?"
"Ah, akhirnya" Oikawa duduk di sebelah Atsumu, menghela nafas panjang sejenak seraya merekahkan sebuah senyum.
"Dari Yaku, gue abis ke tempat dia tadi" Jelas Oikawa lalu memejamkan matanya.
Suna mengernyit heran, "Lo abis dari tempat Yaku? Emang dia dimana sekarang?" Dirinya berdiri hendak ke tempat dimana kekasihnya berada. Entah lah mungkin akan memarahinya sedikit?
Oikawa sontak membuka matanya, merentangkan tangannya tanda bahwa dirinya melarang Suna untuk pergi.
"Tenang dude, Yaku butuh waktu lagian disana udah ada Osamu, Bubud sama Makki. Biarin aja mereka sendiri" Suna menghembuskan nafas kasar, dirinya kemudian kembali duduk dan membuka satu bungkusan onigiri, memakannya dalam diam.
"Hahh... Moga aja nggak kejadian lagi" Gumam Atsumu seraya memandang ke arah langit.
Iris cokelatnya berkilat kala sebuah asteroid melintas di atas, senyumnya mengembang kala tak sengaja melihat fenomena tersebut. Sangat jarang bahkan tak pernah ia melihat asteroid melintas.
Mungkin bisa di bilang dirinya sedang beruntung? Ya anggap saja begitu.
****
Pagi menyingsing, dengan gerakan perlahan sang surya mulai menampakkan dirinya dari ufuk timur. Kicauan burung terdengar jelas di sana, aroma embun khas hutan menyapa paru-paru yang kadang menghirup udara kotor.
Lev adalah yang pertama bangun, pemuda tinggi dengan surai perak dengan iris hijau zambrud menatap sekitar.
"Belum ada yang bangun kah? Atau hanya aku saja yang bangun terlalu pagi" Gumamnya pada dirinya sendiri. Kaki-kaki jenjangnya berjalan menjauhi tenda, memasuki sebuah semak-semak menuju sumber air yang ia dengar.
Iris runcing berkeliak, menatap tubuh tinggi yang berjalan menuju tepi sungai. Seringai terlihat di wajahnya kala melihat bahwa mangsanya nampak tak merasakan hawa kehadirannya.
Dengan perlahan dirinya keluar dari tempat sembunyinya, berjalan dengan langkah tanpa suara sedikitpun seolah dirinya melayang di atas tanah.
Hembusan angin dari dirinya membuat suasana terasa mencengkam. Lev masih setia berjongkok di tepi sungai, nampak seperti mangsa yang sangat mudah diterkam.
Tubuhnya berjalan semakin dekat, dengan satu dorongan penuh amarah dia mendorong tubuh tersebut.
"Lev!!!!"
Iris berkilat dendam, tubuhnya terdorong ke belakang kala melihat dua tubuh masuk ke dalam sungai.
Tatapannya terlihat sangat datar dan tak peduli kala melihat dua tubuh yang mencoba melawan arus. Tubuhnya berbalik, pergi menghilang di balik kabut yang tiba-tiba datang.
"Kenh-mapfft-sanhff"
Tangan berusaha menarik lengan yang lebih kecil, pandangannya tertutupi oleh derasnya air sungai. Kadang kepalanya tenggelam timbul karena arus sungai.
Tubuh Kenma sendiri sudah terombang ambing di arus sungai, matanya terpejam dengan cucuran darah di pelipis. Beberapa kali iris hijau itu melihat bagaimana kepala bersurai puding itu terbentur batu-batu besar yang ada di sekitar sana.
Tangannya mengambang di udara, berusaha menangkap lengan Kenma yang sudah ada di hadapannya.
Bbrrukk
Pandangannya mengabur, kepalanya mendadak pening karena terbentur batu besar. Tubuhnya mati rasa seketika karena terombang-ambing begitu saja.
Beberapa kali suara tulang yang beradu dengan batu terdengar yang mana membuat siapapun yang di sana ngilu karena suaranya.
Tubuhnya tenggelam ke dasar, untuk sesaat pemuda bersurai silver merasakan ketenangan di sekitarnya. Tak ada lagi arus deras yang mengombang-ambingkan tubuhnya.
Cahaya dari atas perlahan tak dapat ia lihat, dadanya sesak karena pasokan oksigen yang menipis. Dirinya ingin bergerak ke atas menghirup udara untuk kelangsungan hidupnya tapi tubuhnya seolah menolak.
Rasa sesak tadi perlahan menghilang, matanya tertutup sepenuhnya. Tubuh yang semula jatuh ke dasar kini mulai terangkat naik, mengambang begitu saja di aliran sungai.
****
"Dimana Lev dan Kenma?" Oikawa bertanya kala mereka hendak pergi melanjutkan pendakian mereka.
Suna menolehkan kepala ke sekitar, mencari dua sosok yang dimaksud. Irisnya menemukan sosok Yaku, Osamu dan Hanamaki yang berjalan mendekat.
"Makki, tau Lev dan Kenma?" Sakusa segera bertanya, pemuda dengan surai merah jambu menggeleng.
"Memang kenapa?" Tanya Hanamaki balik. Sakusa menghela nafas kasar, bimbang apakah harus mengatakan jika Lev dan Kenma hilang atau tidak.
"Jangan bilang-"
Semua membeku di tempat, tremor melanda mereka secara serentak. Kilasan kejadian kemarin bahkan masih teringat di benak mereka secara jelas. Bagaimana kakak dari Kageyama Tobio merenggang nyawa.
"Ko-Komori.. "
Semua pasang mata tertuju pada Kita Shinsuke, pemuda itu menunduk dalam di sebelah Yaku yang melirik nya dengan pandangan tak percaya.
"I-itu.. " Tarikan nafas terdengar, nampaknya seorang Kita Shinsuke masih berusaha mengumpulkan keberaniannya untuk mengatakan hal yang ingin ia ucapkan.
"Pelakunya Komori! Dia yang mendorong Lev dan Kenma ke sungai" Ucapan lantang itu membungkam semua orang. Semuanya diam membatu seraya menatap sosok Komori yang masih terkejut.
"Itu tidak benar Kita-san!" Bantah pemuda dengan surai cokelat muda tersebut. Tanpa sadar tangannya bergemetar takut, entah karena ucapan Kita atau hal lain.
"Lantas siapa?! Siapa yang pagi-pagi buta sudah ijin pergi ke sungai selain dirimu?!" Seru Kita di antara teriakan frustasi dan ketakutan. Nafasnya tersenggal tak teratur, Yaku yang di sebelahnya mengusap pelan punggung Kita. Berusaha menenangkan luapan emosi sang Mama.
Semua yang disana masih diam, memang benar jika yang keluar dan pamit ke sungai di pagi hari hanya Komori saat itu. Sebuah kemungkinan.
"Tapi aku juga melihat Yaku-san!" Yang di sebut terlonjak kecil, iris cokelat miliknya menatap sekitar dimana para anggota yang lain kini mengarahkan pandangan mereka ke dirinya.
"Yaku dari pagi ada di dekatku, dia tak ijin ataupun pergi sedari pagi" Osamu maju, tubuhnya yang lebih besar dari Yaku maju dan menutup pandangan pemuda itu, menamengi anak angkatnya tersebut.
"Ada saksi lainnya, Hanamaki juga tahu jika Yaku tak pergi semenit pun dari tempat kami" Tambahnya dengan nada dingin, pandangan iris kelabunya menatap tajam sosok Komori.
"Tapi.. Tapi aku benar-benar melihat Yaku-san di sungai! Atau itu hanya kebohongan kalian karena kalian dari kemarin berbeda tempat dari kita semua? Kenapa kalian memilih tempat yang agak jauh dari tempat kita berkemah? Apakah untuk menutupi jejak kalian?" Bantah demi bantah di layangkan. Komori nampaknya juga tersulut oleh emosinya sendiri karena tuduhan tadi.
Nishinoya berdecih, "Apa maksudmu hah?! Apa kau tak memikirkan bagaimana keadaan Yaku saat tahu anaknya sendiri mati hah?! Coba kau pikirkan ibu mana yg tak shock saat tahu anaknya mati"
Suasana kembali menjadi tegang, kedua belah pihak sama-sama menyalahkan dan yang lain masih setia menonton, tak ada yang tahu siapa pelaku di balik ini semua.
Saling menyalahkan tanpa bukti yang kuat dan semakin mengurangi anggota.
Lilin padam perlahan dan teriakan kesakitan pun terdengar dari salah satu dari mereka.
Emh- cukup absurd '-'
Dan mungkin ini kejutan untuk para member karena ternyata Lev dan Kenma lah yang mati di chapter ini :>
Sebelumnya saya mengatakan itu hanya Lev kan? Hahaha itu bonus untuk kalian.
Spoiler? Ah terlalu banyak spoiler maka ceritanya tak akan seru yang terpenting kalian tahu ending-nya seperti apa~
Jaa mata ne~
Minggu
27 Desember 2020.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top