4. Bayangan

"Kita"

Yang di panggil menoleh, wajahnya masih nampak kuyu setelah tadi terbasuh dengan air yang ada di sekitar bus.

Pemuda dengan surai melawan gravitasi mengigit pipi bagian dalamnya diam-diam, entah mengapa dia merasa sungkan bertanya dengan pemuda bersurai dwiwarna tersebut.

"Umh- tak jadi" Lebih baik dirinya tak bertanya terlebih dahulu takut-takut jika ia salah berbicara.

Osamu yang di depannya meliriknya sekejap sebelum memberi isyarat untuk tetap diam saja. Bokuto mengangguk, menyamakan langkah kakinya dengan pemuda abu tersebut.

Kita sendiri nampak tak begitu peduli, dia masih tetap berjalan seperti biasa. Kadang kala iris miliknya akan bergerak ke atas menatap sosok tubuh mungil yang kini di gendong oleh Suna.

Setitik rasa penyesalan kembali timbul di hatinya kala melihat sosok Yaku yang masih memejamkan matanya sedari tadi. Tanpa sadar pegangannya pada tas ranselnya mengerat, bibir bagian bawah ia gigit kuat demi menjaga agar air matanya tak tumpah.

Puk

Nishinoya menepuk pelan bahu pemuda tersebut lalu berjalan melewatinya di susul Hanamaki dan juga Sakusa.

"Yaku hanya pingsan, dia pasti akan baik-baik saja setelah kita sampai di villa nanti. Jangan salahkan diri Om" Ungkap Sakusa pelan, masker yang tadi ia turunkan kembali ia naikan dan segera mempercepat langkahnya mendekati sosok Suna yang ada di depan bersama Semi dan Ushi.

"Masih jauh kah?" Pertanyaan lirih itu terdengar dari arah belakang dimana sosok Kenma lah yang mengeluh. Kakinya sudah lelah karena berjalan dari tadi.

Lev yang kebetulan ada di sebelahnya mengangkat bahunya, "Entah lah"

"Ayo semangat Kenma! Kita hampir sampai kok" Ujar Hinata memberi semangat, Kenma menoleh lalu mengangguk lemah. Tetap melanjutkan jalannya walau ia letih

Komori yang di sebelah Hinata tersenyum, "Benar yang di katakan Hinata-kun, lihat di depan sudah nampak bangunan villa nya"

Langkah kaki Semi adalah yang pertama menapak di area villa. Lalu di ikuti Ushijima lalu Suna dan Sakusa baru yang lain.

Semua mata tertuju pada bangunan villa yang kini sudah ada di hadapan mereka. Bangunannya terlihat masih kokoh dan juga terawat, riak air dari kolam yang ada di depan villa menambah kesan tenang di sana.

Villa tersebut memiliki dua buah bangunan, satu sama lain saling bersebelahan dengan satu buah jembatan kecil di antara dua balkon yang ada. Bangunan tersebut di cat sewarna kayu mahoni membuat nampak lebih aesthetic.

"Kayaknya nyaman-nyaman aja nih, kuy lah masuk" Ajak Nishinoya seraya berjalan terlebih dahulu mendekati pintu utama villa.

Suna mengikuti di belakang, ingin segera menidurkan Yaku ke posisi yang benar. Takut-takut nanti pemuda mungil tersebut semakin kesusahan menormalkan aliran nafasnya.

"Assalamu'alaikum"

Pintu terbuka dan yang pertama terlihat di penglihatan Nishinoya adalah perabot yang kurang lebih seperti yang ada di villa pada umumnya.

Mereka semua masuk, tak ada setitik pun rasa khawatir di batin mereka. Menganggap seolah semua ini adalah hal biasa.

Manik runcing layaknya kucing menatap mereka yang telah memasuki villa. Seringai kejinya nampak sangat terlihat di balik semak di dekat jembatan mini.

****

Kelopak matanya terbuka, hela nafas keluar sesaat setelah ia melihat langit-langit yang bukan biasanya ada di kamar miliknya.

Ini masih malam, pukul 12 atau mungkin 1 dini hari dan kantuk yang tadi menyerang Oikawa lenyap, seolah tersapu oleh air.

Pemuda itu bangun dari posisi tidurnya, iris cokelat miliknya melirik ke sana kemari mencari ponsel miliknya guna mengecek jam.

Cahaya dari layar ponselnya adalah satu-satunya yang menjadi penerang di kamarnya saat itu.

Pukul 01.10

Masih sangat pagi dan seharusnya ia masih tidur, namun entah mengapa ia seolah dipaksa bangun dan tak di perbolehkan tidur kembali.

Ponsel segera ia kantongi, berjalan dengan suara minim agar tak membangunkan teman sekamarnya yang masih terlelap.

"Mungkin berjalan-jalan sejenak tak ada salahnya" Ucapnya dalam hati kala dirinya telah keluar dari kamarnya.

Dahinya mengernyit kala melihat lampu ruang tengah yang masih menyala terang, padahal ia ingat jika ia lah yang mematikan lampu tadi sebelum masuk ke kamar.

"Oik?"

Tubuhnya berjengkit kaget, hampir berteriak jika tangannya tak refleks menutup mulutnya. Dalam sekejap ia menoleh ke belakang melihat siapa yang menganggetkan dirinya.

"Sakusa?!"

"Sst"

Sakusa memberi isyarat diam dan secara refleks Oikawa mengangguk, mengerti maksud dari pemuda dengan surai arang tersebut.

Sakusa memberi kode untuk berjalan terlebih dahulu yang langsung di tanggapi oleh Oikawa.

Keduanya berjalan pelan menuju dapur, mungkin hanya  tempat tersebut yang tempatnya agak jauh dengan kamar tidur yang lain jadinya tak akan menganggu.

Oikawa menarik kursi dengan pelan kala keduantan telah sampai, Sakusa sendiri menuju pantry dapur dan mengambil sebuah mug yang masih mengepulkan uap panas.

"Insomnia atau-?"

"Insom"

Oikawa beroh kecil, iris menelisik dapur villa tersebut yang cukup modern untuk villa yang ada di dekat hutan seperti ini.

"Nih"

Mug lain di geser mendekat ke lengan Oikawa yang kebetulan ada di atas meja. Oikawa mengangguk, bergumam terima kasih sebelum mengangkatnya untuk meminumnya.

"Menurutmu bagaimana?" Oikawa terdiam, irisnya tanpa sadar turun ke bawah dengan mimik muka yang terlihat menyiratkan kesedihan.

Sakusa paham, kejadian seperti ini baru pertama kali ini terjadi. Sebelumnya tidak, walau Kita Shinsuke sangat kesal dengan anaknya itu dia tak akan berbuat nekat sampai hampir membunuh Yaku.

Tapi..

Kenapa harus Yaku?

Semi juga anak Kita bukan? Tapi mengapa harus Yaku?

Oh jangan lupakan Natsu, dia juga termasuk saudara Yaku dan Semi yang berarti anak Kita juga.

Tapi..

Hell, kenapa harus Yaku? Kenapa tidak Semi? Apa hanya karena saat itu Yaku yang naik ke bus sendiri atau apa?

Pikiran-pikiran rumit terus berputar di otak Sakusa, dia benar-benar tak paham dengan situasi ini. Dia ingin marah tapi bisa apa? Bukti untuk menuduh Kita Shinsuke sebagai dalang kasus ini belum cukup. Lagian dia tak mungkin berbuat segegabah tersebut.

Sakusa mendengus kasar, kepalanya sedikit pening memikirkan hal ini.

Andai dia mempunyai satu buah petunjuk.

Sebuah serungai di tarik ke atas. Wajah yang terbayangi oleh bayangan dari benda di dekatnya menambah kesan mistis pada dirinya.

Niat hati ingin segera menarik busur panah miliknya namun tak jadi jika iris cokelat menatapnya tajam.

****

Sebuah tarikan nafas sedang dilakukan oleh pemuda tersebut. Dia menoleh ke arah jendela, pemandangan halaman depan villa yang masih gelap adalah yang ia lihat. Tentu saja, ini masih pukul 3 dini hari, masih terlalu awal bagi dirinya untuk bangun.

Pemuda itu memijit pelipisnya sejenak, sejak sampai di villa kepalanya terasa pusing.

Mencoba untuk berpikir positif, itu mungkin hanya efek samping dari bangun di dini hari. Biasanya dia juga begitu jika bergadang dengan yang lain.

Srek
Tap

Kepalanya menoleh kembali ke jendela, dia mendengar sebuah suara tapak kaki yang berjalan di atas rumput seraya sedikit di seret tadi.

Iris cokelat miliknya memincing melihat ke sekitar halaman, mencari keberadaan pemilik tapak kaki tersebut.

'Apa aku salah dengar?'

Dia baru saja ingin menjauh dari jendela jika saja ia tak melihat sosok yang mirip dengan Yaku berjalan tertatih di luar.

"Yaku?"

Dia melihat kembali, ingin tahu apa yang dilakukan pemuda mungil itu di pagi hari seperti ini.

Langkah kaki sosok itu berhenti membuat Nishinoya penasaran setengah mati. Dia berniat menyusul sohibnya itu jika saja sosok itu tak tiba-tiba menoleh ke belakang.

Setengah wajahnya tertutup bayang-bayang pohon yang ada di depannya. Kepalanya memang tak menoleh sepenuhnya ke arah Nishinoya tapi hanya sekedar melirik.

Tanpa sadar keringat dingin berembes dari pelipisnya, Iris cokelatnya terpaku oleh Iris milik sosok Yaku yang ada di depan.

Dia menarik senyum keji lalu berjalan kembali memasuki hutan, tubuhnya secara tiba-tiba tak terlihat kembali seolah dirinya tertelan begitu saja oleh gelapnya hutan.

Nishinoya sendiri masih mencoba mengatur nafasnya, dia tahu itu bukan Yaku. Yaku tak akan seperti itu, apa mungkin itu halusinasi dirinya?

Tapi-

"AAAAAAAAAA!!!!!!"



















Umh- yahh..
Maafkan saya karena telat dua hari untuk mengupdate buku ini. Ada beberapa alasan khusus yang enggan saya sebutkan karena ini mungkin aneh.

Saya mohon maaf sekali lagi /membungkuk/

Ah iya, untuk ke depannya akan saya usahakan untuk update satu hari sekali.

Matta ne~

Kamis
17 Desember 2020.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top