10. Bencana

Malam kembali menyapa, kabut tipis perlahan mulai muncul kala matahari telah kembali ke peraduannya. Hawa dingin semilir menerpa mereka yang masih terjaga di sekitaran api unggun. Hanya beberapa yang dapat memejamkan matanya, sementara yang lain memilih untuk terjaga dan duduk diam di luar tenda.

"Dingin.. " Osamu menggosok tangannya yang bergemetar, entah mengapa udara malam itu begitu dingin daripada malam yang sebelumnya.

Jaket lain diletakkan di pundaknya, Osamu sontak melirik siapa pelaku tersebut. Sebuah senyum tipis terumbar dari parasnya, "Makasih Yaku"

Yaku mengangguk, tanpa banyak bicara dia kembali duduk di sebelah Osamu. Menatap dalam api unggun yang ada di hadapannya.

"Memang kamu nggak kedinginan juga apa" Jaket lain menutupi tubuhnya, Yaku terkekeh kecil seraya melepaskan jaket yang ada di pundaknya.

"Nggak kok, kan Yaku udah biasa" Jaket digenggam erat, rahang mengeras tanpa sadar. Suna menarik kembali jaket miliknya, melipatnya dan menaruhnya di samping tubuhnya.

"Masih jauh ya" Semi mendongak ke atas, menatap langit yang ada di atas kepalanya. Kedua tangannya mendekap kakinya menjaga agar hawa dingin tak terlalu terasa di kulitnya.

"Begitu lah"

Dan setelah itu hening kembali melanda, hanya ada suara kayu terbakar dan hewan malam yang terdengar di sekitar mereka.

Tak lama mereka saling diam, suara kepakan sayap burung-burung terdengar. Secara refleks mereka mendongak melihat apa yang membuat burung-burung itu berterbangan secara serentak.

"Bangun kan yang lain!" Ushijima berseru, tanpa banyak protes dan bertanya yang lain segera membangunkan yang sedang tertidur. Pemuda itu seolah tahu apa yang akan terjadi setelah ini.

Mereka berbondong-bondong membangunkan yang tertidur dengan keadaan panik, mengajak mereka keluar dari tenda dengan keadaan panik tak karuan.

Getaran dari tanah membuat mereka sontak berjongkok dan saling merangkul masing-masing. Getarannya sangat kuat mungkin bisa mencapai 6,5-7,5 skala Rc.

Suara tanah retak terdengar, Oikawa yang mendengar pertama menoleh. Irisnya membulat kaget karena melihat tanah di sebelahnya terbelah. Dirinya lantas berdiri menjauhi tempatnya saat ini.

"Lari! Lari! Tanahnya retak!!" Dia berseru ketakutan, tas yang tadi tergeletak begitu saja ia ambil dengan segera dan kembali berlari naik.

"OI! KENAPA KAU MALAH NAIK?!" Ushijima berteriak, dia lantas memungut tasnya juga dan mengikuti Oikawa di belakang.

Hal yang sama segera di lakukan yang lain, mereka segera berlari menyusul Oikawa dan Ushijima yang sudah lari terlebih dahulu ke atas.

Getaran dari bumi yang masih mengguncang membuat mereka beberapa kali oleng kesana kemari membuat beberapa diantaranya terjatuh dan kembali berguling ke bawah. Tak sanggup dengan getaran yang begitu dahsyat.

"Samu!!!"

Tangan Osamu digapai, sang kakak kembar berusaha menyelamatkan adiknya yang tergelincir ke sisi jurang yang ada di sebelah kiri mereka. Tak lama setelah itu gempa berhenti membuat mereka bernafas lega, setidaknya mereka tak perlu berlari lagi untuk saat ini.

Duk
Duk

Tobio menoleh, iris blueberry miliknya membulat kaget. Dengan segera menarik tangan Natsu yang ada di dekatnya dan kembali berlari.

"TOBIO! KENAPA BERLARI?!"

"TANAHNYA LONGSOR!"

Sisian kanan bergetar dan setelah itu tanah dengan perlahan mulai turun, Hinata yang kebetulan ada di sisian kanan tersandung. Dia berusaha bangkit namun kakinya malah terlilit akar menjalar sebuah pohon.

Tubuhnya dengan sekejap tertarik kebawah bersama pohon dan tanah yang lengser ke bawah. Tertimbun hidup-hidup di bawah tanah yang longsor.

"ATSUMU! POHONNYA ROBOH!"

Ushijima memperingati dan segera mendorong tubuh Atsumu menjauh yang mana malah membuat pegangan tangannya dengan Osamu terlepas.

Osamu membulatkan mata, tubuhnya jatuh ke bawah kala pegangan terlepas. Rasa kebas dan sakit merajam begitu tubuhnya jatuh di atas batu runcing sungai. Darah keluar dari luka yang di hasilkan, matanya berkedut menahan sakit sebelum akhirnya memutih dengan genangan darah di sekitar bebatuan.

Belum cukup sampai disana, tanah yang longsor segera menutupi jasadnya yang sudah merenggang nyawa disana.

Gempa kembali terjadi, pohon-pohon di sekitar mereka bergoyang dan beberapa hampir miring seolah hendak menimpa siapapun di bawahnya.

"LARI KE ATAS!" Nishinoya berseru panik kala melihat pohon besar di belakang mereka miring ke arah depan.

"Samu... Samu.. DIMANA OSAMU?!"

"ATSUMU!!!"!

Suara debaman dari pohon yang jatuh terdengar ke seluruh penjuru, surai emas berkibar tertutupi darahnya sendiri di sampingnya ada sosok Ushijima yang juga tertimpa batang pohon serta dahan runcing yang menembus perutnya.

Langkah kaki masih di bawa berlari, jantung berpacu dua kali lebih cepat kala merasakan getaran di tanah semakin terasa.

Mereka dengan tergesa berjalan menyeberangi jembatan yang terlihat sudah rapuh. Tak peduli itu akan roboh atau tidak yang terpenting mereka bisa selamat.

Belum sampai semuanya menyeberangi di sisi lain, jembatan itu sudah roboh terlebih dahulu. Tiga orang yang tertinggal mundur dengan perasaan was-was. Takut jika jembatan itu akan roboh ke bawah dan mereka tak bisa naik.

Sakusa berbalik, memandang siapa-siapa yang tertinggal. Irisnya berkilat kala melihat sosok kembaran, Natsu dan Komori masih ada disana.

"Cepat lompat! Akan kutangkap!" Serunya pada tiga orang disana.

Yaku tanpa pikir panjang segera mengambil ancang-ancang melompat, tak peduli dengan derasnya aliran sungai yang ada di bawahnya. Tangannya terulur hendak menggapai lengan Sakusa yang juga terulur ke arahnya.

Gempa bumi sudah berhenti beberapa detik yang lalu, tapi tak ada yang tahu apakah akan ada gempa susulan atau tidak.

Tangan saling bertaut, Sakusa dengan sigap segera menarik tubuh Yaku ke atas, pandangan kini mengarah pada Natsu yang nampak ragu-ragu di seberang.

"Natsu, lompat akan kakak pegang" Natsu menunduk, segera berlari dan melompat begitu saja ke arah Sakusa.

Tangannya kembali bertaut, Sakusa dengan mudah mengangkat Natsu dan memberinya ruang. Kini hanya tinggal Komori di sana.

"Komori! Lompat lah"

Suara air semakin bertambah deras, Suna menoleh ke sumber suara. Kelopak matanya terbuka sempurna kala melihat debit air yang mengarah dengan cepat ke jembatan.

"Komori! Cepat lompat sebelum banjir itu datang!!" Dia berseru panik, pasalnya kecepatan dari air itu cepatnya bukan main. Empat detik banjir itu ada di jarak 2 kilometer dua detik setelahnya banjir itu bisa saja ada dalam radius 1 kilometer dari jembatan.

"Se-sebentar Suna-san!" Tubuh Komori merinding kala indra pendengarnya mendengar suara air deras.

Kaki yang tersangkut di balik papan ia angkat sekuat tenaganya, walau meninggalkan sebuah luka parut yang cukup lebar dari kakinya. Ia tak peduli.

Dia dengan tertatih berlari, pandangannya masih tertuju ke depan dimana anggota yang lain menunggunya dengan gurat cemas serta ketakutan. Sakusa masih ada disana, mengulurkan tangannya untuk menangkapnya nanti.

Baru saja dirinya hendak melompat, pemuda itu bisa merasakan terpaan kuat dari air yang tiba-tiba datang. Kepalanya terbentur kesana kemari bersama dengan batang pohon dan struktur jembatan yang ikut terlibas oleh banjir.

Belenggu udara perlahan melepas dari dirinya, kesadarannya hilang saat itu juga karena banyaknya air yang ia telan di mulutnya. Tubuhnya terseret air entah kemana dengan kecepatan tak wajar.

Manik runcing memperhatikan dari salah satu pohon, terkekeh senang kala melihat jumlah korban yang terus bertambah.

Dia turun dan kemudian menghilang di balik sesemak berduri yang ada di bawah pohon.

























Umh-
No comment '-'

Apa yang sebenarnya saya tulis ini bah-
Jumlah korban bertambah banyak haha.

Senin
28 Desember.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top