Part 3
Hati terkadang sulit untuk dikontrol bahkan ketika logika meminta untuk melupakan. Alena mungkin terlihat baik-baik saja saat ini. Bahkan hampir terlihat sangat baik. Tapi tidak ada yang pernah benar tahu apa yang ada dalam hati dan pikirannya kecuali dirinya sendiri.
Dalam tiga bulan terakhir Alena menghela nafas setiap kali mengingat Arsen. Pria yang kini Alena hindari. Alena tidak ingin lagi berurusan dengan Arsen terlalu dekat. Memberi jarak adalah bagian terbaik yang bisa dia lakukan saat ini.
Alena sudah memutuskan. Dan dia pikir itulah yang terbaik. Terbaik dari segala hal yang dia rasakan kini. Alena lagi-lagi duduk dibalkon kamarnya. Hal yang selalu dia lakukan ketika perasaanya sedang tidak baik-baik saja.
Alena tidak mengatakan apapun kepada Arsen. Bahkan jika dia terluka karena sikap pria itu. Alena tetap akan mengatakan dia baik-baik saja. Sudah terlalu banyak hal yang terjadi diantara mereka tanpa bisa dicegah.
Alena memeluk tubuhnya sendiri. Angin malam memang selalu terasa semakin dingin. Hari dimana dia mengenal Arsen. Alena tahu,bahwa matanya sudah beralih menatap dari seorang Rashid kepada Arsen. Bertahun-tahun Alena mengenal Arsen dan Alena selalu menghindari dan menepis tentang pria itu.
Tapi,takdir selalu lagi dan lagi menyatukan dia kepada dirinya entah dengan cara apapun. Bahkan Alena tidak pernah berpikir dia akan bertemu Arsen setelah begitu lama tidak melihat dan tahu pria itu. Arsen adalah hal yang selalu Alena hindari.
Ponsel Alena berdering. Jihan menelponnya. Alena menghela nafas. Anak ini pasti tahu kalau dirinya sedang tidak baik-baik sekarang. Sosial media Alena penuh dengan kata-kata bijak dan jika itu sudah terjadi. Jihan tahu apa yang terjadi kepadanya.
"Halo," Alena menarik kursi dan duduk disana. Menerima pangilan telpon Jihan.
"Lagi ngapain?"
"Santai,ada apa?"
"Pasti lagi galaukan Arsen." Alena terkekeh. Alena padahal jarang menceritakan tentang Arsen kepada Jihan. Tapi wanita ini pasti selalu bisa menebak.
"Ngak juga."
"Lupakan aja dia. Sama Dani aja gimana?" Alena menghela nafas. Menatap bintang-bintang dilangit.
"Aku tidak mau membuat anak orang kecewa jihan. Kamu bilang Dani trauma karena mantannya menikah. Pria seperti dia bukan tempat untuk bermainkan."
"Karena aku tahu kamu tidak pernah bermain. Itu kenapa aku memberi Dani. Setidaknya berkenalan lah dulu." Alena terdiam sesaat.
"Aku belum siap."
"Karena kamu masih memikirkan Arsen. Padahal Arsen sendiri sedang dekat dengan wanita lain."
"Itu pilihan dia aku tidak punya hak untuk melarang. Perasaanku tentang dia itu adalah masalahku sendiri Jihan."
"Aku tahu,tapi kamu juga sudah memutuskan. Jadi kenapa tidak mencoba dengan yang lain?"
"Perasaan tidak semudah itu di balikan."
"Kenapa tidak mengatakan segalanya dan hanya menanggung sendiri Alena. Pria itu pasti tidak tahu apapunkan."
"Lebih baik dia tidak tahu. Daripada tahu hanya akan menambah masalah. Bukankah lebih baik begini sekarang? Dia bisa memilih sesuai kriteria dan keinginan dia."
"Tapi..."
"Sudahlah Jihan. Masalah Arsen dengan wanita lain itu adalah pilihan dia. Masalah perasaanku kepada Arsen adalah masalahku sendiri. Aku hanya ingin memberi waktu untuk diriku. Aku lelah saat ini."
"Kamu tidak mudah untuk jatuh hati Alena. Tapi setiap kamu menjatuhkan hatimu kenapa selalu menjadi hal yang mustahil untukmu?"
"Takdir,mungkin sudah jalannya. Rashid maupun Arsen mereka pasti akan menjadi hal yang samakan?" Jihan terdiam. Dia tidak tahu harus mengatakan apa pada sahabatnya.
Satu-satunya hal yang Jihan inginkan dari Alena adalah wanita ini bahagia dan menikah dengan pria yang benar-benar akan mencintai segala hal tentang dirinya. Bahkan jika itu adalah kekurangan Alena.
Jihan tidak pernah suka melihat Alena bersedih apalagi itu soal cinta. Bukan hanya Jihan tapi sahabat mereka yang lainpun sama. Salah satu sahabatnya saja sudah menanyakan keadaan Alena dan dia masih mengatakan dirinya tidak apa-apa.
"Berbahagialah Alena. Hanya itu yang ingin aku lihat darimu." Alena menahan airmatanya agar tidak jatuh. Meski Alena tidak mengatakan semua isi hatinya. Tapi Jihan selalu tahu segala hal yang sudah Alena lewati. Jatuh dan bangun dalam cinta.
"Aku akan baik-baik saja Ji. Dan akan selalu seperti itu."
"Jika kau benar-benar bisa melupakan Arsen itu jauh lebih baik. Pria itu tidak pantas memiliki seluruh cintamu."
"Ayolah Jihan kamu tahu bukan itu masalahnya."
"Iya aku tahu,tapi tetap saja sikap pria itu tidak pernah bisa dibenarkan. Alena,dulu kamu bersama Riki kamu juga selalu menangis karena pria itu kasar secara kata-katakan. Dan kamu tetap bertahan dengan dia dengan segala bentuk kekurangannya. Satu-satunya hal yang tidak bisa mereka dan Arsen lakukan adalah bersyukur mendapatkanmu."
Jihan saat ini sangat emosi. Dia tahu seperti apa sahabatnya itu. Tapi Alena memang malang selalu bertemu dengan pria yang tidak pernah bisa menghargai dirinya kecuali satu orang pria itu adalah Rashid. Jihan sangat tahu itu kenapa Alena tidak pernah bisa melupakan seorang Rashid. Arsen bahkan tidak akan pernah bisa dibandingkan dengan pria itu sampai kapanpun.
"Sudahlah Jihan,cukup mengomelnya."
"Aku kesal,setiap pria yang membuat kamu jatuh hati. Mereka tidak pernah pantas untuk mendapatkan hatimu. Mereka selalu tahu bagaimana menunjukkan nilai dirinya. Sebagai sahabat kami hanya ingin kamu bahagia Alena. Mendapatkan pria yang bisa menerima segala hal tentang dirimu. Bukan mengubahmu menjadi orang lain. Itu artinya dia tidak pernah benar-benar mencintaimu."
"Iya Ji aku tahu. Sudahlah saat ini aku hanya ingin ketenangan Jihan. Apapun yang menjadi takdir akan selalu menemukan jalan pulang. Jika tidak,artinya bukan takdirku."
"Pada akhirnya kau akan selalu begini. Ketika melepaskan Rashid dulu juga begitu. Kamu ini trapis psikologi. Tapi sungguh permasalahan hatimu itu sangat membuat stress." Alena tertawa.
"Bukankah aku memang rumit? Jadi sudah sepantasnya akan begini."
"Mau dikenalin dengan pria saja masih mikir seribu kali. Dani itu tampan,dia pekerja keras. Mantanya dokter Alena. Aku sangat yakin jika dia bertemu kamu dia akan bisa melupakan masa lalunya."
"Aku belum ingin dengan siapapun saat ini Jihan. Menjadi sendirian saat ini mungkin jauh lebih nyaman. Aku butuh untuk mengistirahatkan diriku. Semua terasa melelahkan. Aku bukan berhenti atau menyerah. Aku hanya sedang istirahat. Agar kembali baik-baik saja."
"Baiklah,take your time. Kita selalu ada untukmu."
"Terimakasih Jihan sekarang ayo kita tidur. Selamat malam."
"Malam."
Alena mematikan ponselnya. Dia menatap bintang dilangit. Saat ini dirinya memang sedang memberi jeda kepada dirinya sendiri. Untuk segala hal. Pekerjaan yang terlalu berat maupun masalah hati. Alena benar-benar sedang beristirahat. Dia hanya menginginkan ketenangan saat ini.
Melepaskan Rashid dan kemudian menyadari dirinya sudah jatuh hati kembali dan itu adalah Arsen. Kemudian melihat semua realita tentang dirinya dan Arsen seperti sebuah ketidakmungkinan. Perasaan pria itu dan segala hal yang terjadi . Keinginan,kerinduan,dan kemudian bayangan masa lalu menghantui. Datang menjadi satu dihadapan Alena benar-benar membuat Alena lelah.
Bahkan jika kini Arsen menemukan wanita lain seperti harapannya. Atau keinginananya. Alena juga tidak berhak untuk melarang. Mungkin saja itu jalan terbaik. Iya mungkin saja. Entah haruskah dirinya kali ini bertaruh kembali dengan takdir tentang Arsen. Seperti yang dia lakukan sejak awal. Alena tidak tahu. Karena hatinya sekarang hanya menginginkan ketenangan. Hanya itu yang dia butuhkan saat ini.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top