ALEANDRA - 12
Setelah disuruh keluar oleh Alea, Khanza dan yang lainnya pergi ke kantin. Mereka berniat mengisi perut mereka sebentar sebelum kembali menemani Alea. Perut mereka meronta karena sepulang sekolah belum terisi apa pun. Sam mengikuti rombongan itu tanpa berkomentar apa pun. Ia memilih diam dan sibuk dengan pikirannya sendiri.
Setelah Khanza dan yang lainnya pergi, tak lama Dean datang. Ia baru saja pulang dari kampus. Tadi, Letisya berpesan kepada Dean agar menjaga Alea karena ia dan Adi ada urusan belum bisa dipastikan kapan akan kembali ke rumah sakit.
Saat di depan ruang inap Alea, Dean mendengar adiknya berbicara dengan seseorang. Dean penasaran. Ia membuka sedikit pintu hingga ia bisa melihat siapa lawan bicara Alea.
Andra. Dean mengerutkan keningnya melihat adiknya menitikkan air mata.
"Aku enggak bisa percaya sama kamu, Andra. Meskipun aku pengin banget buat bohong kalau kamu enggak pernah tidur sama Sarah."
Dean menegang.
Tanpa sadar, ia membuka pintu ruang inap Alea lebar-lebar. "Maksud Alea tadi apa, Ndra?" tanya Dean.
Alea dan Andra menoleh ke arah Dean. Mereka berdua diam. Tak tahu harus menjawab apa.
Dean mendekat ke arah dua murid SMA itu. Ia bukannya tidak paham apa maksud perkataan Alea tadi, hanya saja ia ingin mendengar penjelasan Andra. Sejelas-jelasnya.
"Kenapa lo diem aja, Ndra?" cecar Dean.
Ia tengah menahan diri agar tidak langsung melayangkan tinjunya ke muka Andra karena ia masih memikirkan adiknya yang pasti akan terluka jika ia melukai Andra.
Andra masih diam.
Dean mengepalkan tangannya. "LO BISU, NDRA?!" Nada Dean naik satu oktaf.
Alea menunduk. Ia takut. Ia tak pernah melihat Dean semarah ini. Alea meremas selimut yang ia pakai.
Andra menatap Alea yang terlihat ketakutan. Beralih menatap Dean yang tengah emosi. "Bang, gue mohon jangan bikin Alea takut!" seru Andra penuh permohonan.
Dean menggeram. Andra terlalu berbelit.
"Enggak usah alihin pembicaraan, Ndra!" Deon menurunkan nada bicaranya. Ia juga melihat kalau Alea meremas selimut dengan gemetar.
Andra menghela napas. "Gue akan jelasin, sejujurnya. Tapi, gue mohon dengerin penjelasan gue sampai selesai."
Dean bergumam sebagai persetujuannya. "Jadi, kemarin pa-"
Pintu ruang inap Alea terbuka. Ucapan Andra terhenti. Adi dan Letisya masuk ke dalam ruang rawat Alea. Keduanya tampak mengenakan setelan formal.
"Wah, ada Andra!" seru Adi.
Letisya berjalan ke arah Alea. Kening Letisya berkerut saat melihat Alea terlihat ketakukan dan mata yang berair, seperti habis menangis. "Kamu kenapa, Sayang?" tanya Letisya khawatir. "Apa ada yang sakit?" lanjut Letisya.
Alea menggeleng.
"Ada apa ini, Andra, Dean?" Adi menanyai dua lelaki yang sejak tadi bersama dengan Alea.
Dean mendengus. "Papa tanya aja sama Andra! Dia yang udah bikin Alea nangis." Dean menatap tajam ke arah Andra.
Adi menatap Andra meminta penjelasan. "Ada apa ini Andra?" tanya Adi pada Andra.
Andra menghela napas. Ia menatap Adi dan Letisya bergantian. "Om, Tante, sebelumnya Andra mau minta maaf karena udah buat Alea menangis."
Andra membungkuk meminta maaf kepada dua orang tua Alea.
"Sebenarnya saat di puncak ada masalah yang terjadi menimpa Alea dan Andra," lanjut Andra.
Letisya mengingat kembali kondisi Alea saat pulang dari liburan di puncak. Alea terlihat seperti habis menangis. Jadi, Alea ada masalah kala itu.
Letisya menatap putri semata wayangnya. Ia mengusap kepala Alea.
"Kenapa kamu enggak cerita sama Mama, Sayang?" tanya Letisya.
Alea diam. Andra menoleh ke arah Letisya lalu menatap Adi. "Andra akan ceritakan kronologi kejadiannya, Om, Tante, tapi Andra minta Om dan Tante tidak memotong cerita Andra."
Letisya dan Adi saling bertukar pandang. Keduanya kompak mengangguk. Andra menghela napas sebelum mulai bercerita. Ia menceritakan semuanya kepada keluarga Alea tanpa ada yang ditutupi.
Setelah mendengar cerita Andra, Adi dan Dean mengeraskan rahang mereka. Marah? Tentu saja. Kecewa? tentu. Sementara Letisya, ia menangis. Ia mengibai putri semata wayangnya.
Andra menatap penuh permohonan kepada Adi. "Om, Andra benar-benar tidak melakukan itu. Andra dijebak, Om!"
Adi emosi dan melayangkan satu pukulan telak yang tak bisa Andra hindari. "Kamu udah berani, Andra! Siapa kamu, hah? Berani-beraninya, kamu menyakiti perasaan anak saya, hingga kondisi anak saya seperti ini!"
Adi mengetatkan rahangnya geram.
Alea menangis. Melihat Andra mendapat tinjuan dari papanya. Ia tidak rela Andra terluka.
"Udah, Pa, ini di rumah sakit, pikirkan keadaan Alea," lerai Letisya ikut menangis pilu melihat Alea yang harus mengalami hal seperti ini.
"Papa kecewa, Ma! Andra sudah sakiti perasaan anak kita sampai sejauh ini!" Adi berteriak keras semakin membuat Alea makin terisak.
"Andra minta maaf, Om! Tapi, Andra enggak melakukan seperti yang Om dan Tante pikirkan," ucap Andra berusaha menjelaskan.
Pintu ruangan Alea terbuka, lagi. Khanza dan yang lainnya masuk ke dalam ruangan Alea. Sam terlihat memancarkan sinar permusuhan kepada Andra.
"Mana ada maling ngaku? Penjara penuh, kali," ucap Sam menyindir.
Deon menoleh ke arah Sam. Sejak tadi temannya satu itu membuat situasi memanas terus. Deon memegang bahu Sam. Memberi isyarat agar tidak membuat suasana makin runyam.
Rian menghela napas. "Sam, lo jangan cepat simpulin sesuatu. Belum tentu apa yang dilihat Alea, kebenarannya. Mungkin aja, kan, Andra dijebak?"
Sam menoleh ke arah Rian. Pandangan tak terima dilemparkan olehnya. "Lo nuduh cewek gue jebak Andra, gitu?"
Adi mengepalkan tangannya kuat-kuat. Mendengar teman-teman Andra beradu mulut makin membuat dia panas. Adi menatap tajam Andra. "Mulai sekarang, jangan pernah temui Alea lagi! Dan mungkin perjodohan kalian akan kami pertimbangkan lagi nanti."
Andra terkesiap mendengar perkataan Adi. Andra meraih tangan Adi dan berlutut di depan Adi. "Om, Andra mohon, jangan batalin perjodohan saya dengan Alea. Saya cinta Alea, Om!" Seru Andra memohon.
Alea yang melihat Andra sampai berlutut, menutup mulutnya dengan kedua telapak tangannya. Ia tak percaya Andra mau berlutut di depan papanya. Adi bergeming.
Andra masih berada di posisi yang sama. "Andra mohon, beri Andra kesempatan, Om! Andra akan buktikan kalau Andra tidak melakukan itu semua, Om. Andra mohon!"
Letisya mengusap punggung suaminya. Ia tersenyum tipis ke arah Adi lalu mendekat ke arah Andra, mengusap bahu Andra. "Andra, bangun dulu!" seru Letisya sambil mengajak Andra berdiri.
Andra berdiri menghadap Adi dan Letisya.
"Om, beri kamu kesempatan untuk membuktikan semua ucapan kamu itu. Tapi, ingat! Kamu belum diperbolehkan menemui Alea jika kamu belum membuktikan perkataan kamu tadi!" seru Adi memberikan ultimatum.
Andra seddikit lega mendengar ucapan Adi. Andra berjanji akan secepatnya menyelesaikan masalahnya ini dan membuktikan kalau dia tidak melakukan apa pun di vila.
Khanza yang melihat suasana sudah mulai mendingin berinisiatif mengajak teman-temannya untuk pulang karena takutnya keadaan akan makin runyam lagi jika mereka masih di sini terutama dengan adanya Andra dan Sam.
Andra mendekat ke arah Alea. Ia berpamitan. Andra memeluk Alea.
"Sayang, aku mohon kamu percaya sama aku. Aku akan buktiin kalau aku enggak melakukan itu dengan Sarah," bisik Andra sambil memeluk Alea.
Andra mengurai pelukan mereka. Ia mengusap puncak kepala Alea dengan kedua manik menatap Alea dengan teduh.
Dean menarik kerah seragam Andra. Sedikit kasar. Ia tak tahan melihat tingkah Andra dan Alea yang membuat jiwa jomlonya terguncang.
"Cepet pulang! Pamit aja butuh waktu satu abad!" seru Dean dengan kesal.
Akhirnya, Andra dan teman-temannya keluar dari ruang rawat Alea setelah menyalami Letisya dan Adi bergantian.
***
Andra membanting pintu mobilnya dengan kasar. Langit berwarna biru gelap saat Andra sampai di rumah. Ia tak langsung pulang setelah dari rumah sakit. Ia berdiskusi dengan Rian mengenai rencananya membuktikan bahwa ia tidak bersalah apa pun dan ia dijebak. Pembicaraannya dan Rian menghasilkan satu rencana yang tersusun dengan rapi dan hanya diketahui oleh mereka berdua.
Lelah. itu yang dirasakan Andra saat ini. Tidak hanya fisik, tetapi pikiran dan batinnnya juga. Lelah. Andra membanting pintu rumahnya dengan keras.
William yang sedang bersantai di ruang tengah melihat kelakuan putranya sambil menggelengkan kepala. Ia tahu putranya memiliki masalah karena ia diam-diam menyelidiki perubahan Andra beberapa hari ini.
"Jadi ingat masa lalu," batin William melihat tingkah Andra yang tak jauh berbeda dengan dirinya dulu, saat memiliki masalah dengan istri tercintanya.
"Andra!" panggil William.
Andra menoleh ke arah papanya. Ia melangkah mendekati William. Sejak mereka berbaikan, William lebih banyak meluangkan waktu di rumah, niatnya agar bisa menebus kesalahannya pada Andra selama ini karena telah mengabaikan putra semata wayangnya.
William menyuruh Andra duduk saat sang putra sudah berada di sebelahnya. "Sudah siap cerita sama Papa apa masalah kamu?"
Andra menghela napas. Ia menyandarkan punggungnya di kepala sofa. Matanya menatap ke langit-langit.
"Andra enggak yakin Papa akan percaya sama cerita Andra, sama seperti yang lainnya!" seru Andra sedih mengingat tidak ada yang percaya dengan ceritanya.
William tersenyum tipis. "Ceritakan! Papa akan dengar, mungkin Papa bisa bantu kamu."
Andra menoleh ke arah papanya. Ia menghela napas berat sebelum mengalirkan kronologi kejadian mengerikan di vila milik Sam. Menceritakan siapa Sarah dan apa saja yang pernah dilakukan Sarah pada Andra sebelumnya. Tak ada satu detail yang terlewat. William mendengarkan cerita dari sudut pandang putranya meskipun dia sudah tahu semua yang terjadi pada Andra selama ini karena diam-diam ia menyuruh orang kepercayaannya untuk mengawasi Andra.
Mendengar cerita Andra membuat William tersenyum, ia kembali mengingat masa mudanya dulu. Andra benar-benar menjiplak dirinya dulu. Jika sudah terpaut pada satu gadis dia tidak akan bisa menoleh ke gadis lain.
"Om Adi juga bilang kalau perjodohan Andra dan Alea akan dibatalkan kalau Andra enggak bisa buktiin, Andra enggak bersalah." Andra menutup cerita panjangnya.
William menepuk bahu Andra. "Mengenai perjodohan kamu dengan Alea, kamu tidak perlu khawatir. Semuanya akan tetap berjalan seperti seharusnya, Andra."
Andra menatap papanya dengan pandangan bingung. William menyunggingkan senyum tipis. "Papa tahu siapa yang menjebak kamu!"
Andra terkesiap. "Siapa, Pa?" tanya Andra antusias.
William melipat kedua tangannya di depan dada. "Jika Papa kasih tahu kamu pelakunya, sama saja kamu tidak berusaha untuk membuktikan kepada Alea dan keluarganya kalau kamu dijebak, Andra."
Andra menundukkan kepala. Ia membenarkan ucapan Papanya. Ia berjanji pada Adi kalau dia akan membuktikan kalau dia tidak melakukan apa yang dilihat Alea.
Melihat Andra tampak lesu tentunya membuat Andra kasihan. William mengusap kepala Andra. "Papa hanya kasih kamu satu petunjuk."
Andra menatap Papanya. "Pelakunya ada di sekitar kamu, Andra!" seru William memberi tahu.
Andra mengerutkan keningnya dalam-dalam. Ia berpikir keras. Siapa? Siapa? Dan siapa?
William lagi-lagi menarik tepi bibirnya membuat lengkungan tipis. William mengacak rambut Andra, gemas. "Anak Papa sudah besar sekarang, sudah tahu cinta-cintaan," cibir William.
Andra berdecak. "Papa enggak jelas!"
William tertawa. "Sana ganti baju, setelah itu kita makan malam bersama!" perintah William dengan tegas.
Andra menghela napas. Ia melaksanakan perintah papanya dengan pikiran yang masih berputar-putar penuh pertanyaan. Siapa yang dimaksud papanya?
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top