Bab 75. Belitung Shipwreck

Strategi pagar api Di Xuan berhasil menghentikan langkah Cakra dan para penyihir untuk sementara. Kobaran api suci telah menutup pandangan mata mereka semua. Saat kobaran api mengecil, kapal layar yang membawa Alea pergi sudah tidak terlihat lagi.

Cakra berteriak kesal dan lolongan makhluk itu terdengar sampai ke tengah laut.

Jeritan Cakra menambah kegundahan hati Alea.

Mengapa makhluk itu terus mengejarnya?

Jika Cakra pergi menyusul mereka ke Sungai Petang hari- lalu dimanakah Nyai Gunting Alam berada?

Apakah ia juga mengikuti perjalanan Cakra ke Muaro Chanpi?

Lalu bagaimana dengan Pushan dan Balaputra? Apakah mereka selamat?

Kenapa ia tidak kunjung bisa melakukan telepati dengan Pushan?

Apakah ia baik-baik saja?

Kegundahan hati Alea bertambah parah tatkala ia teringat dengan nama Selat Gaspar.

Ia yakin bahwa nama itu tertera di dalam dokumen yang menjelaskan histori Kerajaan Sriwijaya. Kenapa ia dulu malas membaca dokumen tentang artefak yang ditemukan oleh Professor Watt. Seandainya saja ia membacanya dengan serius, mungkin informasi tersebut bisa ia jadikan petunjuk untuk pelayaran kali ini.

Alea menarik napas panjang.

Ia khawatir jika Praya justru ingat dengan informasi penting itu!

Bagaimana jika informasi itu akan menentukan hidup mati mereka semua?

Gadis itu mengacak-acak rambut panjangnya. "Argh, kenapa aku tidak bisa mengingat benda apa yang ditemukan di Selat Gaspar!" sesalnya.

Dari kejauhan, Di Xuan memandangi tingkah laku Alea yang terlihat lucu di matanya.

Sudah sejak lama ia mengagumi Cikpuan Alea yang telah mencuri hati Xiao Hua, sang kakak angkatnya.

Setiap hari hatinya dipenuhi dengan dilema. Jika ia mengikuti kata hatinya, bukankah itu berarti ia mengkhianati Xiao Hua?

Di Xuan pun memutuskan untuk memendam perasaan yang ia miliki.

Namun pertemuan tidak terduganya dengan Alea membangkitkan kembali asa yang ia simpan. Apalagi kini gadis itu berada sangat dekat dengannya dan mereka akan terus bersama sampai kapal layar mereka tiba di pos terakhir.

Seorang awak kapal yang bernama Tian Shu mendekati Di Xuan yang tengah melamun.

"Lapor, kami mendapatkan pesan dari Pos Selat Gaspar".

Di Xuan merapihkan poni rambutnya yang terkena hembusan angin laut.

Ia berharap Tian Shu tidak menyadari bahwa ia tadi sedang memandangi Alea dari kejauhan. Mata Di Xuan kembali memperlihatkan tatapan yang dingin.

"Apa ada masalah?".

Tian Shu melaporkan bahwa semuanya berjalan sesuai dengan strategi yang telah disusun oleh Xiao Hua dan Di Xuan. Namun berita baiknya, mereka semua tidak perlu pulang dulu ke Tang. Saudara Xiao Hua telah menemukan seorang saudagar yang akan membantu mereka semua mengembara sampai ke Teluk Bengali.

"Bagus, jadi mereka bisa datang?" tanya Di Xuan dengan rona bahagia.

Tian Shu, pengawal berwajah bulat tersebut mengangguk. Di Xuan menepuk pundak pria itu. Tidak sia-sia ia memberi kepercayaan pada Tian Shu, yang tadinya hanya merupakan awak pengangkut barang di Kapal Tang. Kini Tian Shu sudah menjadi satu dari sekian kaki tangan Di Xuan. Pria bermata sipit dan bertubuh tegap itu sudah membuktikan loyalitasnya kepada Di Xuan dan juga Xiao Hua.

"Berapa lama lagi kita akan tiba di Selat Gaspar?" tanya Du Xian mencari tahu.

"Tidak lama lagi, jika Tuan lihat ke arah utara, Tuan dapat melihat bayangan pulau Mo-ho-Hsin. Itu artinya sebentar lagi kita akan mencapai Selat Gaspar" jawab Tian Shu lugas.

Du Xian mengangguk-angguk senang.

Ia membuka buku catatan perjalanan yang ditulis oleh Biksu Kenamaan Yi Jing. Ya, Du Xian adalah penggemar fanatik tulisan-tulisan Yi Jing. Sejak Xiao Hua mengenalkan nama Sanfotsi kepadanya, Du Xian pun getol mencari catatan perjalanan para biksu yang telah mengembara ke wilayah tersebut. Sampai suatu hari ia membaca Nanhai, nama buku yang ditulis oleh sang biksu. Berkat buku itu, ia akhirnya memutuskan untuk mengikuti jejak Xiao Hua untuk mengembara di Tanah Sriwijaya.

Mo-Ho-Hsin atau Pulau Wangka dalam bahasa Sanskrit.

Wangka dapat diartikan sebagai pusat timah. Di masa depan, pulau ini lebih populer dengan sebutan Pulau Bangka.

Pada zaman dahulu, pulau itu dikenal sebagai pulau bingung dan juga pulau mayat kapal. Banyak kapal yang menemui ajalnya di area pulau ini.

Ada yang bilang karena penghuni gaib di area Mo-Ho-Hsin tidak suka jika areanya dimasuki oleh manusia.

Dan ada juga yang menyalahkan ombak kencang yang sering tiba-tiba muncul di perairan dangkal. Tidak ada yang tahu pasti mengenai penyebab karamnya kapal-kapal di daerah Mo-Ho-Hsin. Namun justru tempat seperti inilah yang cocok untuk membangun pos persembunyian sementara.

Xiao Hua sudah mengatur pendirian pos darurat di Selat Gaspar.

Ia mendengar sebuah kabar dari Xiao Ke, kerabatnya yang ada di Changsa mengenai kunjungan para pedagang Oman yang membeli keramik dalam jumlah besar.

Para pedagang itu akan kembali ke negerinya dengan membawa produk-produk yang mereka beli di Changsa dan Zhejiang. Xiao Ke pun berhasil mendekati Ibn-Abbas, pemimpin rombongan saudagar Oman. Berkat keakraban mereka, maka Ibn-Abbas pun menawarkan diri untuk mengantarkan Xiao Ke ke Selat Gaspar. Tentu saja Xiao Ke menerima tawaran langka ini. Ia dan Xiao Hua sudah mengatur dua rencana.

Jika semua berjalan mulus maka ia akan bergabung bersama Xiao Hua dan Raja Sriwijaya untuk pergi ke Magadha bersama rombongan Ibn-Abbas. Saudagar Oman itu kebetulan memiliki seorang kenalan yang tinggal di Teluk Bengali. Ia akan meminta kenalannya untuk memandu Xiao Ke ke Mahavira Nalanda.

Namun jika rencana mereka gagal, maka ia akan menjemput Xiao Hua kembali ke Dataran Tang dan mencari kesempatan lain untuk pergi ke Magadha.

Hati Di Xuan sedikit bimbang.

Ia sebenarnya khawatir dengan kesehatan Xiao Hua.

Apakah kakak angkatnya ini kuat untuk menempuh medan laut yang keras?

Ia berharap Ibn-Abbas membawa sejumlah ramuan yang ia butuhkan untuk memulihkan kesehatan Xiao Hua.

"Tuan.... kita sebentar lagi sampai!!!!" seru Tian Shu dengan raut senang.

Kapal layar yang terbuat dari kayu itu mulai memasuki mulut selat. Di Xuan sedikit lega. Setidaknya, satu halangan sudah berhasil mereka taklukan. Pria itu berjalan menuju ke arah dek depan dan BRAK!!

Ia tanpa sengaja menabrak Alea yang tengah berjalan ke arah belakang kapal. Gadis itu hampir terpelanting ke belakang jika saja Di Xuan tidak sigap menangkap tubuh Alea.

Hati Di Xuan berdebar kencang.

Wajahnya memerah.

"Maaf" ujarnya sambil melepas tangannya dari punggung Alea.

Di Xuan langsung kabur secepat mungkin dari hadapan Alea. Ia tidak berani menoleh ke belakang. Pria itu khawatir jika interaksinya dengan Alea akan membuatnya semakin jatuh cinta.

Sikap aneh Di Xuan membuat Alea kebingungan.

Ia pun membahas hal ini dengan Kobi.

"Kobi..... " panggil Alea manja.

Kucing raksasa itu menyorongkan tubuhnya ke dekapan Alea.

"Menurutmu... apakah Di Xuan membenciku? Sejak pertemuan di Muaro Chanpi.... tingkahnya aneh dan dingin....".

Kobi menatap wajah Alea. Ia sendiri tidak yakin dengan jawaban seperti apa yang harus ia berikan. Karena sejujurnya, ia tidak memperhatikan sosok Di Xuan sama sekali. Di matanya hanya ada Nona Alea. "Dan kau tahu... setelah aku menangkap basah aksinya menyembuhkan Xiao Hua... ia berusaha menghindariku" lanjut Alea lagi.

Kobi memiringkan lehernya, "Biarkan saja nona.. jika ia tidak menyukaimu...kan Nona memiliki cinta Tuan Pushan.... Tuan Xiao Hua dan Sri Baginda!" jawab Kobi polos.

Alea menepuk kepala Kobi. "Hush, kau membuatku terdengar seperti seorang playgirl!" "Plegel? Apa itu nona..." tanya Kobi bingung.

"Ah, sudahlah..... hei, lihat! Itu daratan!!!!" pekik Alea senang.

Jika mereka berhasil mencapai daratan, bukankah itu berarti mereka memiliki kesempatan untuk memulihkan kondisi Xiao Hua? Jika kesehatan Xiao Hua pulih, maka ia bisa memfokuskan diri untuk mencari keberadaan Pushan.

Alea sebenarnya kesal, mengapa makhluk menyebalkan itu tidak kunjung membalas telepatinya?

Apakah saat ini ia sedang bertarung sehingga ia tidak bisa menghubungi Alea maupun Nobi bersaudara?

Kapal Di Xuan perlahan membawa mereka memasuki perairan dangkal. Alea terpana melihat perkemahan kecil yang ada di pinggir Selat Gaspar.

Lagi-lagi bendera Tang. Sebenarnya strategi apa yang sudah dipersiapkan oleh Xiao Hua? Apa yang membuat pria itu sangat loyal kepada Balaputra?

Kenapa ia mau membantu Raja Sriwijaya untuk mengembalikan kedaulatannya?

Dan apakah nama Xiao Hua akan tertulis di dokumen-dokuemn sejarah mengenai Sriwijaya?

Alea menarik napas, tentu saja ia tidak bisa menceritakan tentang pengalamannya ini ke siapapun di masa depan. Siapa yang akan mempercayainya? Mereka akan menganggapnya sebagai gadis gila! Gadis mistis! Atau bahkan mereka akan menuduhnya sebagai pengikut setan.

Gadis itu melayangkan pandangannya ke arah tiga buah kapal layar besar yang berlabuh di pinggir selat. Matanya memicing. Ia tertarik dengan desain dan struktur kapal yang berbeda dengan kapal milik Tang maupun Sriwijaya.

Alea juga belum pernah melihat warna dan simbol yang tertera di kibaran bendera kapal.

Apakah kapal-kapal itu adalah milik Kekaisaran Tang? Kenapa berbeda?

Rasa penasaran Alea sedikit terjawab saat ia melihat wajah beberapa pria yang menyambut kedatangan kapal mereka.

"Orang Arab?!" tanyanya bingung.

Kenapa bisa ada pria-pria berwajah arab di tempat ini?

Apakah Xiao Hua bekerjasama dengan Kerajaan Arab untuk melarikan diri dari Tanah Sriwijaya?

Alea tidak yakin dengan asal mula para pria tersebut. Tentu saja ia tidak bisa menyimpulkan apapun. Ia sama sekali tidak memiliki informasi mengenai Kerajaan Arab yang ada pada akhir abad ke-8 maupun awal abad ke-9.

Kapal Di Xuan pelan-pelan merapat ke pelabuhan sementara yang didirikan oleh penjaga perkemahan. Di Xuan turun dari kapal dan memeluk Xiao Ke yang telah menunggunya sejak dua hari yang lalu.

"Cepat juga kau datang sobat, kami padahal sudah berancang-ancang akan tinggal satu bulan disini..." goda Xiao Ke yang terlihat gagah dengan baju cokelatnya.

Di Xuan menyambut hangat Xiao Ke yang telah menjemputnya.

"Mana kakak Xiao Hua?" tanya Xiao Ke geragas. Ia heran kenapa sang kakak sepupu tidak kunjung turun dari dalam kapal.

"Aku rasa... kita tidak bisa memindahkan Xiao Hua untuk sementara waktu. Ia harus tetap di dalam kapal" jawab Di Xuan dengan suara lirih.

"Apa maksudmu?" balas Xiao Ke bingung.

Di Xuan pun menceritakan kondisi Xiao Hua yang terluka karena terkena peluru. Oleh karena itu, ia membutuhkan beberapa ramuan herbal untuk membantu proses pemulihan Xiao Hua. Pria itu kemudian mengajak Di Xuan untuk berkenalan dengan Ibn-Abbas yang baru saja keluar dari tendanya. Ia menceritakan mengenai kondisi kakak sepupunya dan berharap bahwa Ibn-Abbas mengizinkan Xiao Ke untuk mendapatkan sejumlah tumbuhan herbal yang ada di dalam Kapal Oman.

"Tentu saja.... kau adalah saudaraku ... itu berarti pria muda ini juga saudaraku..." ujar Ibn-Abbas dalam bahasa Cina yang fasih.

"Tu kan, dia tidak mengenalkanku... kan, dia mengabaikan keberadaanku" bisik Alea ke Kobi. Gadis itu memanyunkan mulut. Matanya terus mengamati gerak-gerik Di Xuan dari kejauhan.

Kenapa Di Xuan tidak menyuruhnya turun? Ia kan sudah muak melihat laut. Setidaknya izinkan ia untuk menyentuh pasir.

Mata Alea tanpa sengaja bertabrakan dengan saudagar tampan itu. Ia spontan melambaikan tangan dan memanggil nama Di Xuan. Alea menunjuk ke arah kapal Oman dan berharap Di Xuan mengizinkannya untuk masuk ke dalam kapal tersebut.

Di Xuan terperanjat. Ia mengepalkan tangan dan memukul-mukul dadanya sendiri. Senyum manja Alea baru saja meruntuhkan pertahanannya.

Ia memalingkan wajah dan berpura-pura tidak melihat gadis itu.

"Hei, siapa anak perempuan cantik di atas kapalmu? Sepertinya ia tengah mencoba mengajak kita berbicara?" tanya Xiao Ke penasaran.

Di Xuan memejamkan mata sebentar. Argh, kenapa semua menjadi rumit seperti ini!

Tidak bisakah cikpuan duduk dengan tenang di dalam kapal! Ia tidak ingin terlibat lebih jauh dengan gadis itu. "Apa dia tidak tahu jika senyumnya bisa membuatku menjadi gila!" gerutu Di Xuan di dalam hati.

"Assalamu-alaykum brother!!!" panggil Alea ke Ibn-Abbas dari kejauhan.

Mendengar salam yang familiar di telinganya, Ibn-Abbas pun membalas ucapan Alea.

"Oh, kamu tahu ucapan salam itu! Ayo turun sister!!!!" sahut Ibn-Abbas dengan ceria.

Saudagar Oman itu menyambut kedatangan Alea dengan ramah. Ia sempat terkejut dengan tiga ekor kucing mungil yang mengikuti Alea dari belakang.

"Masha-Allah, ini kucing-kucingmu? Lucu sekali!!!" seru Ibn-Abbas gemas.

Ia membelai punggung Nobi bersaudara dengan lemah lembut.

Alea terkagum-kagum dengan inisiatif Nobi bersaudara untuk mengubah penampilannya. Mereka kembali menjadi tiga kucing kecil yang lucu dan imut. Ketiga kucing ini dengan cepat merebut hati Ibn-Abbas yang ternyata adalah seorang pecinta hewan.

"Ayo masuk... masuk... tapi kalian tidak boleh nakal ya... barang-barang disini sangat mahal" seru Ibn-Abbas sambil menggendong Nobi bersaudara di tangannya.

Alea terpukau melihat isi di dalam kapal Ibn-Abbas.

Seluruh dinding kapal dipenuhi dengan karung-karung jerami yang berjejal. Dari dalam karung tersebut tersembul berbagai keramik berwarna emas, putih biru dan putih. Mata Alea tertuju pada sebuah cangkir emas yang ditunjukkan oleh Ibn-Abbas kepada Di Xuan.

Ia pernah melihat cangkir tersebut! Tapi dimana?

Ibn-Abbas juga menunjukkan cangkir unik yang memaksa penggunanya untuk menyeruput air dari hidung. "Ini cangkir hidung!" tawanya renyah.

Cangkir hidung? Tiba-tiba Alea teringat dengan isi dokumen yang hampir ia lupakan. Ia teringat dengan gambar cangkir kecil berwarna hijau yang menarik perhatiannya. Saat Ibn-Abbas menunjukkan pahatan kura-kura kecil di tengah cangkir, tubuh Alea langsung lemas.

Tangan gadis itu mulai mengeluarkan keringat dingin. Ia memandangi motif piring-piring dan cawan-cawan teh yang ada di dalam karung jerami. Motif daun-daun putih biru yang ada pada piring keramik. Karakter hanzi bertuliskan teh pada cawan berwarna cokelat muda.

Oh My God!!!

Alea langsung menghampiri Di Xuan dan berbisik pelan di telinga pria itu.

"Kita harus pergi.... kita harus segera meninggalkan tempat ini....".

Di Xuan menatap wajah Alea. Dari tempo napas gadis itu, ia yakin bahwa Alea berusaha memberitahunya mengenai sesuatu yang serius. Pria itu mengajak Alea ke sudut kapal dan mencari tempat yang sedikit tersembunyi.

"Apa maksudmu?" tanya Di Xuan dengan tatapan dingin yang ia buat-buat.

"Kapal ini adalah Belitung Shipwreck! Di masa depan, bangkai kapal ini akan ditemukan oleh seorang nelayan. Kapal ini tidak mungkin selamat... kita harus pergi sekarang dan menyelamatkan Xiao Hua!" jelas Alea sambil berlinang air mata.

Di Xuan menatap Alea yang terus menjelaskan mengenai insiden Belitung Shipwreck. Meski ia tidak paham dengan seluruh penjelasan Alea, tapi ia percaya dengan kata-kata gadis itu. Di Xuan yakin bahwa Alea juga memiliki kemampuan khusus seperti ia dan Xiao Hua.

Tiba-tiba terdengar suara tiupan terompet yang kencang.

Ibn-Abbas terlihat panik.

Ia segera memerintahkan seluruh awak untuk keluar dari kapal besar tersebut dan pindah ke kapal-kapal yang berukuran lebih kecil.

"Kita kedatangan tamu tidak diundang..... ambil barang-barang yang kau perlukan dan kembalilah ke kapalmu..." perintah Ibn-Abbas.

Di Xuan meraih sejumlah ramuan dan mengajak Alea untuk kembali ke kapal mereka.

Dentuman suara meriam mengejutkan mereka semua. "Cepat tarik jangkar!!! Tian Shu, ikuti kapal Ibn-Abbas!" perintah Di Xuan yang tidak mengira akan mendapatkan serangan dadakan seperti ini.

Dari belakang terdengar suara tawa cekikikan yang mengerikan. Xiao Ke dan Ibn-Abbas lari tunggang langgang untuk menyelamatkan barang-barang yang mereka bawa dari tanah Tang.

"Cepat... cepat... kita harus pergi dari tempat ini.... Tinggalkan saja kemah-kemah itu! Hei kau tidak perlu membawanya!" jerit Ibn-Abbas ke para kru kapalnya yang malah sibuk mengemasi tenda-tenda mereka.

Alea tidak bisa menyembunyikan ketakutannya.

Ia teringat dengan foto-foto yang ia lihat di dalam dokumen Professor Watt.

Belitung Shipwreck adalah puing-puing kapal Arab yang ditemukan di Selat Gaspar. Kapal ini membawa puluhan ribu keramik-keramik dari Changsa dan juga keramik Yue dari Provinsi Zhejiang. Di dalam puing kapal ini juga ditemukan beragam produk lain seperti barang-barang dengan simbol lotus Buddha dan juga sejumlah guci dengan desain dari Hebei dan Henan. Jumlah harta karun Tang dalam jumlah besar ini telah mendorong sebuah tanda tanya yang besar. Mengapa kapal ini berada di Selat Gaspar?

Tidak ada yang tahu mengapa kapal yang seharusnya melewati rute perdagangan normal malah justru terdampar di dekat Belitung, yang jauh dari Semenanjung Malaysia maupun Selat Malaka. Para saudagar Arab ini seharusnya sedang dalam perjalanan kembali ke Oman setelah mengunjungi Tang dan anehnya, kapal mereka justru karam di area yang jauh dari rute perdagangan mereka.

Kalau sejarah itu benar, artinya....

Artinya ...

Ini adalah akhir dari ceritanya di Sriwijaya!

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top